Jtptunimus GDL Jumiatig2a 5475 3 Babii PDF
Jtptunimus GDL Jumiatig2a 5475 3 Babii PDF
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perkembangan Emosi
1. Pengertian perkembangan
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan
(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.
Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan
tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa
sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga
perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1995).
Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif
dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir
sampai mati”. Pengertian lain dari perkembangan adalah perubahan-
perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat
kedewasaannya atau kematangannya (maturtion) yang berlangsung secara
sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyamgkut fisik
(jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) (Syamsu, 2008).
2. Tahap perkembangan anak
Tahap perkembangan anak berdasarkan usia adalah sebagai
berikut:
a. Periode prenatal yaitu masa perkembangan yang terjadi dalam rahim
ibu (mulai dari pembuahan hingga kelahiran) ± 270 – 280/ 9 bulan.
b. Masa bayi, yang terbagi atas :
1) Masa neonatal (0 – 2 minggu )
2) Masa bayi (2 minggu – 2 tahun )
c. Masa kanak – kanak
1) Masa prasekolah 2 - 6 tahun
2) Masa sekolah dasar 6 – 12 tahun
6
7
4. Mekanisme Emosi
Proses terjadinya emosi dalam diri seseorang menurut Lewis and
Rose Blum ada 5 tahapan yaitu :
10
Pada bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang
merawatnya akan semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri
orang asing yang belum dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi
mulai mengamati dan meniru reaksi emosi yang di tunjukan orang-
orang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian tertentu.
b. 18 bulan sampai 3 tahun
1) Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang
berlaku di lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan
perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi perasaan dalam
menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak belajar
membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan
keinginannya.
2) Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata
untuk mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami
keterkaitan ekspresi wajah dengan emosi dan perasaan. Pada fase
ini orang tua dapat membantu anak mengekspresikan emosi dengan
bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan mimik dan
ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
3) Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu
mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal. Anak mulai
beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku
dan menguasai diri.
c. Usia antara 3 sampai 5 tahun
1) Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk
mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin
hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau dan
melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan oleh
orang lain.
2) Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa
satu peristiwa bisa menimbulkan reaksi emosional yang berbeda
12
ketakutan pada diri seseorang anak mungkin disebabkan oleh jenis emosi
yang berbeda sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Tingkat perkembangan emosi tidak terlepas dari tingkat kestabilan
emosi seseorang yang meliputi :
a. Emosi stabil
Pada seseorang yang mempunyai emosi stabil mempunyai
kecenderungan percaya diri, cermat, kukuh. Mereka selaulu menjaga
pikiran walaupun dalam keadaan kritis, sedangkan orang-orang di
sekitarnya kehilangan kendali.
b. Emosi stabil rata-rata
Seseorang yang mempunyai derajat rata-rata tingkat emosional
mempunyai kecenderungan emosi keseimbangan yang baik, sabar, tak
memihak, berkepala dingin. Mereka tidak kebal atas rasa khawatir dan
terkadang menunjukkan emosi yang aneh, namun ini adalah
pengecualian daripada kebiasaan.
c. Emosi labil
Seseorang yang mempunyai emosi yang labil, tergesa-gesa,
bernafsu, sentimental, mudah tergugah, khawatir dan bimbang. Mereka
mungkin agaknya tertekan oleh kehidupan, hal ini membuat mereka
mudah terkena hal-hal negatif dan positif, sekaligus kerap dipengaruhi
oleh tragedi dan kesenangan serta tiak ada upaya untuk bereaksi
mengatasi peristiwa-peristiwa tersebut dalam hidup (Wijaya, 2004).
9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
a. Keadaan anak
Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun
kekurangan pada diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan
emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh pada kepribadian anak.
Misalnya: rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari
lingkunganya.
16
b. Faktor belajar
Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial
mana yang mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang
menunjang perkembangan emosi antara lain:
1) Belajar dengan coba-coba
Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan
emosinya dalam bentuk perilaku yang memberi pemuasan sedikit
atau sama sekali tidak memberi kepuasan.
2) Belajar dengan meniru
Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang
membangkitkan emosi orang lain, anak bereaksi dengan emosi dan
metode yang sama dengan orang-orang yang diamati.
3) Belajar dengan mempersamakan diri
Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah
oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah
membangkitkan emosi orang yang ditiru. Disini anak hanya meniru
orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat
dengannya.
4) Belajar melalui pengondisian
Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal
memancing reaksi emosional kemudian berhasil dengan cara
asosiasi. Pengondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada awal-
awal kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal
betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.
5) Belajar dengan bimbingan dan pengawasan.
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu
emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk
bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan
emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara
emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang
tidak menyenangkan (Fatimah, 2006)
17
pada persepsi negatif orang tua terhadap emosi, emosi anak dilihat
sebagai gangguan atau sesuatu yang selalu direspon orang tua dengan
penolakan. Pada masa dewasa, anak tersebut tidak akan menghargai
emosinya sendiri yang menimbulkan keterbatasan dalam
mengungkapkan emosinya. Sebaliknya, pada kelurga yang menghargai
emosi anak yang dibuktikan dengan penerimaan orang tua terhadap
ungkapan emosi anak, pada masa dewasa nanti anak akan menghargai
emosinya sendiri sehingga ia mampu mengungkapkan emosinya pada
orang lain.
10. Pola Emosi pada Anak menurut Syamsu (2008)
a. Rasa takut
Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang
membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalui
tahapan.
1) Mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat
kemungkinan yang terdapat pada objek
2) Timbulnya rasa takut setelah mengenal bahaya
3) Rasa takut bias hilang kembali setelah mengetahui cara-cara
menghindari bahaya
b. Rasa malu
Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh
penarikan diri dari hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau
tidak sering berjumpa.
c. Rasa canggung
Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi takut
terhadap manusia, bukan ada obyek atau situasi. Rasa canggung
berbeda dengan rasa malu daam hal bahwa kecanggungan tidak
disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal atau orang yang
sudah dikenal yang memakaai pakaian tidak seperti biasanya, tetapi
lebih disebabkan oleh keraguan-raguan tentang penilaian orang lain
terhadap prilaku atau diri seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung
19
h. Duka cita
Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional
yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai.
i. Keingintahuan
Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan anak-anak
sangat banyak. Anak-anak menaruh minat terhadap segala sesuatu di
lingkungan mereka, termasuk diri sendiri.
j. Kegembiraan
Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang juga
dikenal dengan keriangan, kesenangan, atau kebahagian. Setiap anak
berbeda-beda intensitas kegembiraan dan jumlah kegembiraannya serta
cara mengepresikannya sampai batas-batas tertentu dapat diramalkan.
Sebagai contoh ada kecenderungan umur yang dapat diramalkan, yaitu
anak-anak yang lebih muda merasa gembira dalam bentuk yang lebih
menyolok dari pada anak-anak yang lebih tua.
e. Faktor keluarga
Keluarga yang cenderung berada dalam keadaan yang kacau
secara ekonomi dan lingkungan seperti, perceraian, pengangguran dan
keadaan ekonomi kacau. Karena adanya tekanan ekonomi bagi orang
tua yang tidak kuat untuk menghadapi akan menjadikannya semakin
sensitif sehingga menjadi mudah marah, anak sebagai pihak yang
terlemah dalam keluarga menjadi sasaran kemarahan.
f. Persepsi orang tua
Munculnya anggapan yang salah terhadap anak (wrong
perception). Orang tua menganggap kehadiran anak sebagai hak paten
yang dapat digunakan sesukanya sehingga pada akhirnya orang tua
akan merasa bebas dalam memperlakukan anaknya sesuai dengan
keinginannya, apapun yang dilakukan orang tua terhadap anak adalah
hak orang tua.
3. Bentuk kekerasan terhadap anak
Menurut Terry E, Lawson (2006), Psikiater Internasional kekerasan
pada anak di bagi menjadi 4 yaitu:
a. Kekerasan emosional (Emotional Abuse)
Terjadi bila seseorang pengasuh atau orang tua mengabaikan anak,
permintaan perhatian orang tuanya. Hal ini bila terjadi terus menerus
akan berakibat anak akan melakukan hal yang sama kelak di masa
depannya.
b. Kekerasan verbal
Terjadi saat seseorang anak yang meminta perhatian orang tuanya,
orang tua malah menyuruhnya diam, meliputi: membentak,
menghardik.
c. Kekerasan fisik (Phisik Abuse)
Terjadi saat orang tua melakukan pemukulan fisik, misalnya: memukul
anak dengan menggunakan rotan, menghukum anak dengan
menggunakan setrika agar anak jera.
24
d) Hubungan sosial
Anak kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau
dengan orang dewasa, sehingga memiki sedikit teman.
c. Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain :
1) Akibat trauma : nyeri, perdarahan anus.
2) Tanda gangguan emosi, misalnya perubahan tingkah laku
d. Akibat dalam masyarakat
Anak akan melakukan hal sama kelak di kemudian hari
terhadap anak – anaknya (Soetjiningsih, 1995).
26
D. Kerangka Teori
Faktor Predisposisi :
1. Keadaan individu
2. Faktor belajar
3. Konflik dalam proses
perkembangan Perkembangan emosi anak
4. Lingkungan keluarga :
Kekerasan orang tua
pada anak
E. Kerangka konsep
F. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah (Sugiyono, 2007) :
1. Variabel Independen (bebas)
Variabel Independen adalah merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependen. Variabel Independen dalam penelitian ini yaitu
kekerasan orang tua terhadap anak.
2. Variabel Dependent (terikat)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel Dependen dalam
penelitian ini yaitu perkembangan emosi anak.
G. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha : Ada hubungan antara kekerasan orang tua pada anak dengan
perkembangan emosi usia sekolah kelas V di SD Negeri 01 Kedung
Mundu Semarang.