PENDAHULUAN
1
1. Apakah definisi kelompok rentan?
2. Bagaimana perawatan populasi rentan pada lansia?
3. Bagaimana perawatan populasi rentan pada ibu hamil?
4. Bagaimana perawatan populasi rentan pada Disabilitas?
5. Bagaimana perawatan populasi rentan pada penyakit kronis?\
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat diketahui tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk dapa tmengetahui apakah definisi dari kelompok rentan
2. Untuk dapat mengetahui perawatan populasi rentan pada Lansia
3. Untuk dapat mengetahui perawatan populasi rentan pada ibu hamil
4. Untuk dapat mengetahui perawatan populasi rentan pada Disabilitas
5. Untuk dapat mengetahui perawatan populasi rentan pada penyakit kronis
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
sekitar 1.300 lansia yang hidup mandiri sebelum kejadian badai tersebut
harus dirawat dipanti jompo setelah bencana alam itu terjadi (Powers &
daily,2010).
Pasca bencana, kebutuhan lansia sering terabaikan dan mengalami
diskriminasi, contohnya dalam hal distribusi kebutuhan hidup dan
finansial pasca bencana. Hak-hak dan kebutuhan spesifik lansia kadang-
kadang terlupakan yang dapat memperparah masalah kesehatan dan
kondisi depresi pada lansia tersebut (Klynmman et al,2007).
b. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada lansia Pasca
Bencana
1) Program inter-generasional untuk mendukung sosialisasi komunitas
dengan lansia dan mencegah isolasi sosial lansia, diantaranya:
(1) Libatkan remaja dalam pusat perawatan lansia dan kegiatan-
kegiatan sosial bersama lansia untuk memfasilitasi empati dan
interaksi orang muda dan lansia (community awareness)
(2) Libatkan lansia sebagai sebagai storytellers dan animator dalam
kegiatan bersama anak-anak yang diorganisir oleh agency
perlindungan anak di posko perlindunga korban bencana
2) Menyediakan dukungan sosial melalui pengembangan jaringan sosial
yang sehat di lokasi penampungan korban bencana
3) Sediakan kesempatan belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan
skill lansia.
4) Ciptakan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan secara mandiri
5) Berikan konseling unuk meningkatkan semangat hidup dan
kemandirian lansia.
Menurut Ida Farida (2013) keperawatan bencana pada lansia
setelah bencana adalah
1) Lingkungan dan adaptasi
Dalam kehidupan di tempat pengungsian, terjadi berbagai
ketidakcocokan dalam kehidupan sehari-hari yang disebabkan oleh
fungsi fisik yang dibawa oleh setiap individu sebelum bencana dan
4
perubahan lingkungan hidup di tempat pengungsian.Kedua hal ini
saling mempengaruhi, sehingga mengakibtkan penurunan fungsi fisik
orang lansia yang lebih parah lagi.
2) Manajemen penyakit dan pencegahan penyakit sekunder
Lingkungan di tempat pengungsian mengundang tidak hanya
ketidakcocokan dalam kehidupan sehari-hari bagi orang lansia, tetapi
juga keadaan yang serius pada tubuh.Seperti penumpukan kelelahan
karena kurnag tidur dan kegelisahan.
3) Orang lanjut usia dan perawatan pada kehidupan di rumah sendiri
Lansia yang sudah kembali ke rumahnya, pertama membereskan
perabotannya di luar dan dalam rumah.Dibandingkan dengan generasi
muda, sering kali lansia tidak bisa memperoleh informasi mengenai
relawan, sehingga tidak bisa memanfaatkan tenaga tersebut dengan
optimal.
4) Lanjut usia dan perawatan di pemukiman sementara
Lansia yang masuk ke pemukiman sementara terpaksa
mengadaptasikan/menyesuaikan diri lagi terhadap lingkungan baru
(lingkungan hubungan manusia dan lingkungan fisik) dalam waktu
yang singkat
5) Mental Care
Orang lansia mengalami penurunan daya kesiapan maupun daya
adaptasi, sehingga mudah terkena dampak secara fisik oleh stressor.
Namun demikian, orang lansia itu berkecenderungan sabar dengan diam
walaupun sudah terkena dampak dan tidak mengekspresikan perasaan
dan keluhan.
5
menolong janinnya sehingga meningkatkan kondisi fisik dan mental
wanita hamil dapat melindungi dua kehidupan, ibu hamil dan janinnya.
Perubahan fisiologis pada ibu hamil, seperti peningkatan sirkulasi darah,
peningkatan kebutuhan oksigen, dan lain-lain sehingga lebih rentan saat
bencana dan setelah bencana (Farida, Ida. 2013).
b. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada ibu hamil Pasca
bencana
1) Dukung ibu-ibu menyusui dengan dukungan nutrisi adekuat, cairan dan
emosional
2) Melibatkan petugas-petugas kesehatan reproduktif di rumah
penampungan korban bencana untuk menyediakan jasa konseling dan
pemeriksaan kesehatan untuk ibu hamil dan menyusui.
3) Melibatkan petugas petugas konseling untuk mencegah,
mengidentifikasi, mengurangi risiko kejadian depresi pasca bencana
6
mengakses dan menggunakan sumber daya yang pada umunya tersedia
dalam penanggulangan bencana (Wulandari, 2017).
Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh penyandang
disabilitas ketika bertemu dengan bencana.Permasalahan tersebut terjadi
pada setiap tahapan manajemen bencana. Permasalahan tersebut antara
lain: (1) belum maksimalnya program persiapan bencana yang sensitif
penyandang disabilitas, (2) partisipasi penyandang disabilitas masih minim
dalam pendidikan pegurangan risiko bencana (PRB), (3) aksesbilitas
penyandang disabilitas terhadap materi ajar/belajar PRB, (4) penyandang
disabilitas tidak bisa sepenuhnya bertindak cepat dalam penyelamatan diri,
(5) kurangnya pendataan spesifik tentang identitas dan kondisi penyandang
disabilitas, dan (6) kurangnya fasilitas dan layanan yang aksesibel di
pengungsian (Konsorsium Hak Difabel (2012, h.23-27).
Penyandang disabilitas bertemu dengan tantangan yang unik dalam
setiap tahapan manajemen bencana, hal yang terlihat adalah gangguan fisik
saja namun yang sebenarnya terjadi adalah gangguan fisik, sosial, dan
ekonomi, hal tersebut diungkapkan oleh Raja dan Narasiman (2013,
h.15).Gangguan sosial terjadi ketika lingkungan sosial dari penyandang
disabilitas tidak bisa mengakomodasi keberadaanya dan gangguan
ekonomi adalah permasalahan kemiskinan yang seringkali sudah melekat
pada dirinya.
Menurut Andriani (2014, h.7-11) kegiatan dalam PRB Inklusif bagi
penyandang disabilitas antara lain:
1) Situasi Sebelum Bencana
Kegiatan yang seharusnya dilaksanakan pada situasi sebelum
bencana antara lain:
(1) Koordinasi dan diskusi dengan komuitas/organiasi penyandang
disabilitas terkait risiko bencana dan membuat persiapan apabila
teradi bencana;
(2) Membuat pemetaan kebutuhan panyandang disabilitas ada saat
bencana alam; dan
7
(3) Melatih penyandang disabilitas dan kerabat terdekat tentang
kegiatan PRB.
2) Situasi Saat Bencana
Kegiatan yang dilakukan pada situasi saat bencana antara lain:
(1) Melakukan evakuasi bagi penyandang disabilitas untuk menjauh
dari lokasi bencana;
(2) Mengevakuasi penyandang disabilitas yang ditinggal oleh
keluarganya saat terjadi bencana;
(3) Menampung di pengungsian;
(4) Membawa korban ke rumah sakit;
(5) Melakukan pendataan dan penilaian;
(6) Memberikan konseling; dan
(7) Memberikan terapi.
3) Early Recovery Early recovery dalam PRB inklusif bagi penyandang
disabilitas antara lain:
(1) Melibatkan diri secara aktif dalam posko pemberian layanan dalam
bencana dan
(2) Pemberian pelatihan penyelamatan diri bagi penyandang
disabilitas.
4) Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Kegiatan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi antara lain:
(1) Melaksanakan penilaian kebutuhan untuk rehabilitasi dan
rekonsiliasi dalam bidang ekonomi dan sarana prasarana;
(2) Konseling bagi penyandang disabilitas untuk meminimalisir
trauma;
(3) Asistensi activity daily living serta sosialisasi kepada masyarakat;
dan
(4) Asistensi pemberdayaan ekonomi
b. Tindakan yang sesuai untuk kelompok berisiko pada orang dengan
kecacatan/disabilitas Pasca bencana
8
1) Sedapat mungkin, sediakan fasilitas yang dapat mengembalikan
kemandirian individu dengan keterbatasan fisik di lokasi evakuasi
sementara. Contohnya: kursi roda, tongkat, dll
2) Libatkan agensi-agensi yang berfokus pada perlindungan individu-
individu dengan keterbatasan fisik
Menurut Ida Farida (2013) keperawatan bencana pada penyandang
cacat:
1) Kebutuhan rumah tangga.
Air minum, susu bayi, sanitasi, air bersih, dan sabun untuk MCK
(mandi, cuci, kakus), alat-alat untuk memasak, pakaian, selimut, dan
tempat tidur, pemukiman sementara dan kebutuhan budaya dan adat.
2) Kebutuhan kesehatan
Kebutuhan kesehatan umum – seperti perlengkapan medis (obat-obatan,
perban, dll), tenaga medis, pos kesehatan dan perawatan kejiwaan
3) Tempat ibadah sementara
4) Keamanan wilayah
5) Kebutuhan air
6) Kebutuhan sarana dan prasarana
Kebutuhan saranan dan prasarana yang mendesak – seperti air bersih,
MCK untuk umum, jalan ke lokasi bencana, alat komunikasi dalam
masyarakat dan pihak luar, penerangan/listrik, sekolah sementara, alat
angkut/transport, gudang penyimpanan persediaan, tempat pemukiman
sementara, pos kesehatan alat dan bahan-bahan.
9
mengatur dan memanajemen penyakit seperti sebelum bencana.Walaupun
sudah berhasil selamat dari bencana dan tidak terluka sekalipun
manajemen penyakit kronis mengalami kesulitan, sehingga kemungkinan
besar penyakit tersebut kambuh dan menjadi lebih parah lagi ketika hidup
di pengungsian atau ketika memulai kehidupan sehari-hari lagi.
Berdasarkan perubahan struktur penyakit itu sendiri, timbulnya
penyakit kronis disebabkan oleh perubahan gaya hidup sehari-hari. Bagi
orang-orang yang memiliki resiko penyakit kronis, perubahan kehidupan
yang disebabkan oleh bencana akan menjadi pemicu meningkatnya
penyakit kronis seperti diabetes mellitus dangan gguan pernapasan.
b. Pasca bencana
1) Sedapat mungkin, sediakan fasilitas yang dapat mengembalikan
kemandirian individu dengan keterbatasan fisik di lokasi evakuasi
sementara. Contohnya: kursi roda, tongkat, dll
2) Libatkan agensi-agensi yang berfokus pada perlindungan individu-
individu dengan keterbatasan fisik dan penyakit kronis
3) Rawat korban dengan penyakit kronis sesuai dengan kebutuhannya.
10
Keperawatan bagi pasien gangguan pernapasan kronis
1) Konfirmasikan volume oksigen yang tepat dan mendukung untuk
pemakaian tabung oksigen untuk berjalan yang dimilikinya dengan
aman
2) Menghindari narcosis CO2 dengan menaikkan konsentrasi oksigen
karena takut peningkatan dysphemia
3) Mengatur pemasokan tabung oksigen (ventilator) dan transportasi jika
pasien tersebut tidak bisa membawa sendiri.
4) Membantu untuk manajemen obat dan olahraga yang tepat
5) Mencocokkan lingkungan yang tepat (contoh: suhu udara
panas/dingin, dan debu)
11
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan makalah diatas kami dapat menyimpulkan bahwa Menurut
UU No 24/2007, pasal 55, ayat 2 Kelompok rentan dalam situasi bencana
adalah individu atau kelompok yang terdampak lebih berat diakibatkan adanya
kekurangan dan kelemahan yang dimilikinya yang pada saat bencana terjadi
menjadi beresiko lebih besar, meliputi: bayi, balita, dan anak-anak; ibu yang
sedang mengandung / menyusui; penyandang cacat (disabilitas); dan orang
lanjut usia.
Pasca bencana, kebutuhan lansia sering terabaikan dan mengalami
diskriminasi, contohnya dalam hal distribusi kebutuhan hidup dan finansial
pasca bencana. Hak-hak dan kebutuhan spesifik lansia kadang-kadang
terlupakan yang dapat memperparah masalah kesehatan dan kondisi depresi
pada lansia tersebut.
Untuk perawatan pasca bencana pada ibu hamil, petugas harus ingat
bahwa dalam merawat ibu hamil adalah sama halnya dengan menolong
janinnya sehingga meningkatkan kondisi fisik dan mental wanita hamil dapat
melindungi dua kehidupan, ibu hamil dan janinnya. Perubahan fisiologis pada
ibu hamil, seperti peningkatan sirkulasi darah, peningkatan kebutuhan
oksigen, dan lain-lain sehingga lebih rentan saat bencana dan setelah bencana.
Pada penyandang disabilitas rentan dalam situasi bencana akibat adanya
hambatan dan kebutuhan yang dialaminya, seperti dari aspek fisik, intelektual,
mental, dan sensorik. Beragamnya hambatan yang dimiliki menyebabkan
penyandang disabilitas sering mengalami kesulitan untuk mengakses dan
menggunakan sumber daya yang pada umunya tersedia dalam
penanggulangan bencana.
Pada penyakit kronik, walaupun sudah berhasil selamat dari bencana
dan tidak terluka sekalipun manajemen penyakit kronis mengalami kesulitan,
sehingga kemungkinan besar penyakit tersebut kambuh dan menjadi lebih
12
parah lagi ketika hidup di pengungsian atau ketika memulai kehidupan sehari-
hari lagi. Bagi orang-orang yang memiliki resiko penyakit kronis, perubahan
kehidupan yang disebabkan oleh bencana akan menjadi pemicu meningkatnya
penyakit kronis seperti diabetes mellitus dangan gangguan pernapasan.
3.2 SARAN
Kami menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah
diatas.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
Widayatun,. Zainal, F. 2013. Permasalahan Kesehatan Dalam Kondisi Bencana:
Peran Petugas Kesehatan Dan Partisipasi Masyarakat. Jurnal
Kependudukan Indonesia. Vol. 8 No.1
15