Manajemen risiko di rumah sakit meliputi manajemen risiko yang
berhubungan dengan pasien safety, keselamatan petugas medis,
keselamatan petugas non medis, keselamatan terkait sarana dan prasarana serta lingkungan rumah sakit, risiko terhadap keuangan, aset rumah sakit, serta risiko lainnya. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI no 66 tahun 2016 tentang K3RS, Unit Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (Unit K3RS) merupakan salah satu satuan kerja yang bertugas untuk mengelola resiko yang berhubungan dengan area berisiko tinggi dan proses kerja berisiko tinggi. Unit K3 secara berkesinambungan melakukan kegiatan identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi risiko cedera dan kerugian pada pasien, karyawan, peserta didik, pengunjung dan rumah sakit. Selanjutnya, Unit K3RS berkoordinasi dengan satuan kerja terkait meminimalkan bahaya terhadap pasien, menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan, peserta didik, pasien dan pengunjung. Secara umum, upaya pengendalian risiko dengan eliminasi, substitusi, rekayasa teknik, pemantauan lingkungan, administratif (SPO, Warning Sign, edukasi dan sosialisasi serta simulasi) dan penggunaan APD bagi pekerja yang harus berhadapan langsung dengan risiko bahaya. Dari segi implementasi kesehatan kerja, karyawan yang bekerja pada area risiko tertentu diberikan upaya promotif, preventif serta pemeriksaan kesehatan berkala spesifik sesuai tingkat dan jenis risiko yang dihadapi. Unit K3RS senantiasa melakukan update pengetahuan agar dapat memetakkan area berisiko di RS secara obyektif. Dalam penentuan area berisiko, salah satu referensi yang digunakan adalah dari American Society of Healthcare Risk Managers (ASHRM) American Hospital Association (AHA). Ada 12 kondisi dari satuan kerja yang semakin banyak ditemukan dalam satuan kerja maka risikonya akan semakin tinggi. Adapun 12 kondisi tersebut meliputi merawat pasien tidak stabil, area kompleks, menggunakan teknologi canggih, dipersyaratkan ketrampilan tinggi / spesialis, memerlukan perhatian khusus, potensi cedera tinggi, bila terjadi cedera dampaknya berat, volume pekerjaan tinggi, volume pekerjaan tidak dapat dikontrol, handover beberapa kali (oleh beberapa profesi atau orang), level stress tinggi untuk pasien dan provider, serta catatan kejadian kecelakaan/klaim (dampak dan frekuensi insiden).