Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa sebagai titipan yang
diberikan kepada orang tua, selain itu anak merupakan generasi penerus bangsa,
yang akan bertanggung jawab atas eksistensi bangsa ini di masa yang akan datang.
Sebagai negara yang bijak maka selayaknya hal tersebut dijadikan sebuah
peringatan kepada bangsa ini, agar senantiasa menjaga generasi mudanya dari
segala kemungkinan buruk yang mungkin terjadi. Pembinaan terhadap generasi
muda harus selalu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya demi kelangsungan hidup,
pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental serta perkembangan sosialnya.

Memelihara kelangsungan hidup anak adalah tanggung jawab orangtua, yang


tidak boleh diabaikan. Pasal 45 UU No 1 Tahun 1974 Pokok-pokok Perkawinan,
menentukan bahwa orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak-anak
yang belum dewasa atau belum dapat berdiri sendiri. Orang tua merupakan orang
yang pertama-tama bertanggaung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik
secara rohani, jasmani maupun sosial. Anak wajib dilindungi agar mereka tidak
menjadi korban tindakan siapa saja (individu atau kelompok, organisasi swasta
maupun pemerintahan) baik secara langsung maupun tidak langsung.

Namun demikian kita sadari bahwa kondisi anak masih banyak yang
memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat bahwa belum semua anak mempunyai akta
kelahiran; belum semua anak diasuh oleh orang tua, keluarga maupun orang tua
asuh atau wali dengan baik; masih belum semua anak mendapatkan pendidikan
yang memadai; masih belum semua anak mempunyai kesehatan optimal; masih
belum semua anak-anak dalam pengungsian, daerah konflik, korban bencana
alam, anak-anak korban eksploatasi, kelompok minoritas dan anak-anak yang
berhadapan dengan hukum mendapatkan perlindungan khusus.

1
Sebagai salah satu unsur yang harus ada di dalam negara hukum dan demokrasi,
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia termasuk di dalamnya perlindungan
terhadap anak yang kita harapkan sebagai penentu masa depan bangsa Indonesia
dan sebagai generasi penerus harus mendapatkan pengaturan yang jelas. Hal ini
perlu dilakukan, mengingat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat
kemuliaan dirinya sehingga HAM merupakan hak dasar yang secara kodrati
melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu HAM
harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi,
atau dirampas oleh siapapun.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah hak asasi pada anak?
2. Bagaimana perlindungan anak sebagai perwujudan HAM dan generasi
penerus bangsa?
3. Bagaiamana Hak dan Kewajiban dari seorang anak?
4. Apa saja kasus pelanggaran hak asasi anak?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hak asasi pada anak.
2. Untuk mengetahui perlindungan anak sebagai perwujudan HAM dan
generasi penerus bangsa.
3. Untuk mengetahui hak dan kewajiban dari seorang anak.
4. Untuk mengetahui kasus pelanggaran hak asasi anak.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hak Asasi Anak
Menurut Undang-Undang perlindungan anak, yang dimaksud dari Anak di
dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 perlindungan anak bab I Ketentuan
umum pasal 1 nomor 1 adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

“Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan


bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia”. Seorang anak juga termasuk mahluk ciptaan Tuhan yang
juga memiliki seperangkat hak yang melekat paa dirinya. Sejatinya seorang anak
tidak bisa melindungi dirinya sendiri dari bahaya-bahayan yang mengancam
dirinya. Salah satu yang melindungi anak adalah hak-hak yang telah diatur.

Persoalan-persoalan kemanusiaan yang menyangkut kepentingan-kepentingan


hidup asasi manusia tersebut perlu mendapat pengakuan dan perlindungan dari
masyarakat internasional dengan memunculkan kesepakatan-kesepakatan
(Traktat) Internasional yang dilandasi prinsip-prinsip persamaan kedaulatan dari
seluruh negara yang cinta damai, besar maupun kecil untuk memelihara
perdamaian dan kemanan internasional. Salah satu kesepakatan untuk menjamin
hak anak yaitu Konvensi Hak-Hak Anak di Jenewa (Convention On The Right of
The Child). Isi konvensi tersebut antara lain:
 Setiap anak berhak mendapat jaminan perlindungan dan perawatan yang
dibutuhkan untuk kesejahteraan anak;
 Setiap anak memiliki hak yang merupakan kodrat hidup;
 Negara menjamin kelangsungan hidup dan pengembangan anak;

3
 Bagi anak yang terpisah dari orangtuanya, berhak mempertahankan
hubungan pribadi dan kontak langsung secara tetap;
 Setiap anak berhak mengembangkan diri, menyatakan pendapatnya secara
bebas, kemerdekaan berpikir dan beragama;
 Setiap anak berhak mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan
fisik atau mental, perlakuan salah, termasuk penyalahgunaan seksual;
 Setiap anak berhak mendapat pelayanan kesehatan, perawatan dan
pemulihan kesehatan, dengan sarana yang sebaik-baiknya;
 Setiap anak berhak mendapat pendidikan dasar secara cuma-cuma, yang
dilanjutkan pendidikan menengah, umum, kejuruan, pendidikan tinggi
sesuai sarana dan kemampuan;
 Setiap anak berhak mendapat pemeliharaan, perlindungan atau perawatan
kesehatan rohani dan jasmani secara berkala dan semaksimal mungkin;
 Setiap anak berhak untuk beristirahat dan bersantai, bermain dan turut
serta dalam rekreasi yang sesuai dengan usia anak.

B. Perlindungan Anak sebagai Perwujudan HAM dan Generasi Penerus


Bangsa.

Pemerintah Indonesia pada tahun 2002 telah mekeluarkan UU No. 23


Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan sudah ejak tahun 1979 pemerintah
telah memberlakukan UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, juga
pada tahun 1979 telah memberlakukan tentang UU Peradilan Anak. Namun
demikian masih banyak anggota masyarakat yang belum memahami tentang
Hukum Kesejahteraan dan Perlindungan anak. Banyak diantara anggota
masyarakat yang belum memahami hak dan kewajiban anak, kewajiban dan
tanggung jawab atas Kesejahteraan dan Perlindungan anak, Kedudukan Anak,
Penyelenggaraan Kesejahteraan dan Perlindungan anak, pendidikan anak,
tanggung jawab orang tua dan keluarga terhadap anak dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan kesejahteraan dan perlindungan anak. Pada hal di dalam
pelaksanaan Kesejahteraan dan Perlindungan anak ( KPA ) diperlukan kerjasama

4
yang erat antara pemerintah, masyarakatdan keluarga. Ketiga komponen ini
bertanggung jawab di dalam kegiatan perlindungan anak dikarenakan seorang
anak, di samping merupakan amanah dari Allah SWT, juga anak merupakan
penerus keturunan dari sebuah keluarga dan juga seorang anak adalah merupakan
generasi penerus bangsa.

Dewasa ini seringkali kita melihat dan mendengar dalam kehidupan seharihari
permasalahan anak telah demikian berkembang dan menciptakan kelompok-
kelompok khusus yang membutuhkan metodologi secara khusus pula di dalam
penyelesaiannya, misalnya terungkap bahwa setiap hari tak terhitung anak-anak di
dunia yang terpapar pada mass-media baik itu media cetak maupun media
elektronik mengenai bahaya-bahaya yang mengancam setiap saat yang dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak, misalnya kekerasan yang
terjadi di lingkungan hidup anak, baik lingkungan keluarga, tempat bermain,
masyarakat, sampai dengan peperangan, pengungsian, diskriminasi rasial,
eksploatasi seks, eksploatasi tenaga kerja, kurangnya perhatian terhadap
perlindungan dan hak-hak anak serta kecacatan anak.

Situasi di atas dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah
kurangnya pemahaman mengenai hak-hak anak dan tanggungjawab masyarakat
serta keluarga dalam kesejahteraan dan perlindingan anak sebagaimana telah
diatur dalam UU Perlindungan Anak. Sebetulnya di dalam UU Perlindungan
Anak sudah diatur tentang aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam pemenuhan
hak-hak anak.

C. Hak dan Kewajiban Seorang Anak


Hak merupakan satu aspek dan satu kesatuan, malah bagian integral dari
hukum. Hukum tanpa adanya hak (wewenang) bukan lagi merupakan hukum,
mungkin sekedar kebiasaan sehari-hari yang tidak mempunyai “ikatan”.

5
Di dalam Kesejahteraan Anak dan UU Perlindungan Anak yang merupakan
perwujudan hak asasi manusia dan perlindungan anak untuk mewujudkan generasi
penerus bangsa yang berkualitas diatur tentang hak-hak anak dicantumkan dalam
ketentuan Pasal 2 sampai dengan Pasal 8 UU Kesejahteraan Anak diantaranya:

1. anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan


berdasarkan casi sayang baik dalam lingkungan keluarganya maupun di
dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang secara wajar;
2. anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan sosialnya dengan baik dan berguna;
3. anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam
kandungan maupun sesudah dilahirkan;
4. anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan secara
wajar;
5. dalam keadaan yang membahayakan anaklah yang pertama kali berhak
mendapatkan pertolongan, bantuan, dan perlindungan.
Di dalam UU Perlindungan anak, hak-hak anak diatur dalam ketentuan Pasal 4
sampai dengan Pasal 18. Perlu diketahui bahwa di dalam UU Perlindungan Anak,
diberikan batasan tentang usia seseorang dikategorikan sebagai seorang anak
apabila ia belum berusia 18 tahun termasuk anak yang maíz dalam kandungan. Di
antara hak-hak anak yang diatur dalam UU Perlindungan tersebut adalah:

1. hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;
2. hak atas sebuah nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan;
3. hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua;
4. hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri;

6
5. apabila karena susuatu hal orang tuanya tidak bisa mengasuh sendiri, anak
tersebut berhak diasuh dan diangkat oleh orang lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
6. hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan social sesuai
dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan social;
7. hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran;
8. hak untuk menyatakan dan di dengar pendapatnya, menerima, mencari dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya;
9. hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu Luang, bergaul dengan
anak sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat dan
bakatnya.
1. Hak Anak dalam Pendidikan
Dalam Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration of Human Rights) Pasal
1 disebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan
hendaknya diselenggarakan secara bebas (biaya), sekurang-kurangnya pada
tingkat dasar. Di samping itu, pendidikan dasar haruslah bersifat wajib;
pendidikan keahlian dan teknik hendaknya dibuat secara umum dapat diikuti oleh
peminatnya; dan pendidikan tinggi hendaknya dapat diakses secara sama bagi
semua orang atas dasar kelayakan.
Pada Pasal 3 disebutkan bahwa orang tua memiliki hak utama untuk menentukan
jenis pendidikan yang semestinya diberikan kepada anak-anak mereka. PBB
menindaklanjuti pasal-pasal ini melalui berbagai kegiatan untuk memelihara
perdamaian dunia. Dengan kata lain, pendidikan damai adalah upaya menyeluruh
PBB melalui proses belajar mengajar yang humanis, dan para pendidik damai
yang memfasilitasi perkembangan manusia. Mereka berjuang melawan proses
dehumanisasi yang ditimbulkan akibat kemiskinan, prasangka diskriminasi,
perkosaan, kekerasan, dan perang.

Secara khusus dalam CRC terdapat empat prinsip dasar dalam menyelenggarakan
pendidikan yang dapat memenuhi hak anak, yaitu:

7
1. Non-Discrimination. Yang dimaksud non diskriminasi adalah
penyelenggaraan pendidikan anak yang bebas dari diskriminasi dalam
bentuk apapun, tanpa memandang etnis, agama, jenis kelamin, ekonomi,
keluarga, bahasa dan kelahiran serta kedudukan anak dalam status
keluarga. Untuk mengimplementasikan prinsip ini pemerintah memiliki
kewajiban untuk mengambil langkah-langkah yang layak.
2. The Best Interests of The Child. Yang dimaksud dengan prinsip
Kepentingan Terbaik bagi Anak adalah dalam semua tindakan yang
menyangkut anak yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan,
kesejahteraan sosial pemerintah maupun swasta, lembaga peradilan, badan
legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak
harus menjadi pertimbangan utama.
3. The Right to Life, Survival and Development. Yang dimaksud dengan
prinsip hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan adalah hak
asasi yang paling mendasar bagi anak yang harus dilindungi oleh negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga dan orangtua. Karena itulah KHA
memandang pentingnya pengakuan serta jaminan dari negara bagi
kelangsungan hidup dan perkembangan anak, seperti dinyatakan dalam
pasal 6 ayat 1, bahwa negara-negara peserta mengakui bahwa setiap anak
memilki hak yang melekat atas kehidupan (inherent right to life)”, serta
ayat 2 “ negara-negara peserta secara maksimal mungkin akan menjamin
kelangsungan hidup dan perkembangan anak (survival and development of
child)”.
4. Respect for The Views of The Child. Yang dimaksud dengan penghargaan
terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk
berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan
terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.

1. Pembelajaran berbasis pemenuhan hak anak


 Menciptakan suasana kondusif

8
Suasana yang kondusif akan meningkatkan minat dan motivasi belajar anak. Oleh
karenanya, suasana yang kondusif perlu terus dijaga ketika proses pembelajaran
dan latihan dilakukan. Sebab dengan suasana tersebut internalisasi nilai dan sikap
menjadi efektif. Bila dijumpai perusak suasana hendaklah segera diatasi agar tidak
merusak keseluruhan proses. Dari sebuah penelitian menunjukkan bahwa
lingkungan sosial atau suasana kelas merupakan penentu utama psikologis yang
mempengaruhi belajar akademis. Di samping itu, guru akan mencapai hasil lebih
tinggi jika mereka mampu menyingkirkan segala amcam ancaman, melibatkan
emosi siswa dan membangun hubungan yang humanistik.

 Meningkatkan kualitas emosi positif


Pendidikan berfungsi menanamkan kualitas emosi positif kepada peserta didiknya.
Proses internalisasi nilai positif bukanlah pengetahuan tentangnya, seperti
memperkenalkan apa itu jujur, bagaimana konsep toleransi, atau menjelaskan apa
itu empati. Sama sekali bukan pengetahuan tentangnya. Proses internalisasi nilai
positif adalah penciptaan suasana, teladan, penerapan strategi belajar dan interaksi
sosial dalam komunitas pendidikan. Penanaman kualitas emosi positif berguna
bagi pembentukan watak (character building).
 Demokratisasi pendidikan
Kebebasan menimbulkan kreativitas. Kreativitas merupakan proses mental dan
kemampuan tertentu untuk “mencipta”. Kreativitas adalah proses pemikiran
terhadap sesuatu masalah yang darinya dapat dihasilkan gagasan baru yang
sebelumnya tak terpikirkan. Kreativitas juga berarti sebagai proses interaktif
antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang kreatif dapat terlihat dari
kemampuannya mengatasi masalah (problem sensitivity), mampu menciptakan ide
alternatif untuk memecahkan masalah (idea fluency), mampu memindahkan ide
dari satu pola pikir ke pola pikir yang lain (idea flexibility). Orang yang kreatif
pun dapat dilihat dari kemampuannya untuk menciptakan ide yang asli (idea
originality). Seluruh kemampuan pengembangan ide dan sensitivitas terhadap
persoalan yang merupakan ciri kreatif tersebut tak dapat terbentuk bilamana
dalam diri seseorang terjadi tekanan dan pembatasan atas kebebasannya. Akan

9
tetapi, harus dikatakan pula bahwa kebebasan itu bukan tanpa aturan. Kebebasan
seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain.
Sedangkan kewajiban merupakan suatu aspek yang terkait secara langsung dengan
hukum, sehingga ada ikatan antara keduanya. Tanpa adanya kewajiban tidak
pernah ada hukum. Diakui kewajiban dalam arti umum sebagai moral
necessity, yaitu kewajiban terkait dengan adanya sanksi.
Adapun kewajiban anak tertuang di dalam ketentuan pasal 19 UU Perlindungan
Anak, di antaranya ádalah sebagai berikut:

1. menghormati orang tua, wali dan guru;


2. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
3. mencintai tanah air, bangsa dan negara;
4. menunaikan Ibadah sesuai dengan ajaran agamanya;
5. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
Peran dan tanggung jawab dalam pemberian perlindungan pada anak termasuk
pemenuhan hak-hak anak serta mengarahkan anak untuk bisa memenuhi
kewajiban- kewajibannya supaya bisa menjadi generasi penerus yang berkualitas
pada hakekatnya ada di tangan keluarga, masyarakat dan negara/pemerintah.
Didalam pelaksanaan upaya kesejahteraan dan perlindungan anak ini keluarga dan
orang tua memegang peranan yang amat penting karena tanggung jawab utama
dalam upaya kesejahteraan dan perlindungan anak berada di tangan mereka.
Walaupun fakta menunjukkan bahwa belum semua anak diasuh oleh keluarga dan
orang tua dengan baik, masih ada anak yang belum memperoleh akta kelahiran,
belum memperoleh kesehatan yang optimal, masih banyak anak yang berada
dalam pengungsian, situasi konflik, di daerah bencana alam, masih ada anak yang
dieksploatasi baik secara ekonomi maupun seksual, sehingga disini peran keluarga
dan masyarakat di dalam memberikan perlindungan pada anak sangat penting.

Peran keluarga dan orang tua dalam penyelenggaraan perlindungan anak adalah
wajib dan orang tua/keluarga bertanggung jawab terhadap pengasuhan,
pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan anak dalam kondisi apapun,

10
menumbuhkembangkan anak sesuai dengan bakat dan minatnya, mencegah
terjadinya perkawinan usia dini. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan
perlindungan anak baik itu dilakukan oleh masyarakat secara perorangan,
Lembaga Perlindungan Anak, Lembaga Sosial Kemasyarakatan, Lembaga
Swadaya Masyarakat maupun lembaga keagamaan serta mass media, mereka ini
berkewajiban untuk berperan serta dalam memfasilitasi serta mengadvokasi dalam
penyelenggaraan kesejahteraan dan perlindungan anak. Sedangkan
pemerintah/negara berkewajiban untuk memberikan dukungan/fasilitasi sarana
dan prasarana dalam penyelenggaraan kesejahteraan dan perlindungan anak,
misalnya penyediaan sekolah, lapangan bermain, lapangan olah raga, rumah
ibadah, tempat rekreasi dan lain-lain. Pemerintah juga berkewajiban untuk
menjamin terlaksanakan kesejahteraan dan perlindungan anak yang dilakukan
oleh orang tua, wali dan orang lain yang secara hukum berkewajiban untuk
melaksanakan pemenuhan hak-hak anak.

D. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Anak


Pada prinsipnya, terampasnya hak asasi anak-anak dalam tumbuh
kembang mereka bukan hanya berwujud pemaksaan baca, tulis dan hitung semata-
mata. Dalam banyak aspek anak-anak telah menjadi korban sistem dan ambisi
orang dewasa, gejolak sosial ekonomi akibat industrialisasi dan peperangan antar
bangsa. Nyaris setiap hari media massa mengungkap realitas buruk anak-anak dan
masa kanak-kanaknya di seluruh dunia. Jutaan anak-anak menderita karena
kemiskinan dan krisis ekonomi yang menyebabkan kelaparan, tuna wisma,
terserang epidermi penyakit, kehilangan kesempatan pendidikan sehingga buta
huruf dan menderita fisik akibat kerusakan lingkungan. Kematian anak-anak
setiap hari karena kekurangan gizi dan penyakit, menjadi korban diskriminasi ras,
pendudukan asing, menjadi pengungsi yang terlantar, cacat, menjadi korban
kekejaman, penculikan dan eksploitasi seolah-olah tidak menarik lagi karena
sudah dianggap biasa.

11
Sekalipun PBB pada tanggal 5 Desember 1989 melalui resolusi nomor 44/25 telah
menetapkan suatu konvensi mengenai Hak-hak Anak yang intinya menjamin hak-
hak asasi anak, fakta-fakta di media masih tetap berlangsung. Padahal, dalam
pembukaan CRC dinyatakan adanya pengakuan bahwa anak demi perkembangan
jiwanya yang penuh dan harmonis harus tumbuh kembang dalam lingkungan
keluarga dalam suasana bahagia, penuh kasih dan pengertian.

Resolusi PBB dalam bentuk CRC tersebut juga menekankan bahwa anak dengan
berbagai alasan kekurang-matangan fisik dan mentalnya membutuhkan perhatian
dan pembinaan khusus. Termasuk kebutuhan perlindungan hukum, baik sebelum
maupun sesudah kelahirannya di dunia. Dan tentu saja tanpa perlu mengabaikan
pentingnya peranan nilai-nilai tradisi dan kultural dari setiap bangsa sejauh
menyangkut perlindungan serta keharmonisan tumbuh kembang anak.

Kini, masalahnya tidak terletak pada ada tidaknya regulasi-regulasi produk


pembangunan nasional yang mempunyai komitmen tinggi terhadap perlindungan
hak-hak asasi anak dan masa kanak-kanaknya. Lebbih dari itu sejauh mana
praktik nyata kehidupan benar-benar menjamin tumbuh kembang mereka sesuai
kodrat. Hal ini jelas bukan persoalan mudah. Sebab untuk bisa bertindak seperti
itu, diperlukan pemahaman komprehensif dan pendekatan integral terhadap
permasalahan anak Indonesia dalam konteks pembangunan nasional.

Berikut adalah contoh kasus pelanggaran hak asasi anak yang sering terjadi, yaitu:

1. Perdagangan anak
2. Kekerasan rumah tangga terhadap anak, baik fisik maupun psikis
3. Mempekerjakan anak di bawah umur
4. Menjadikan anak sebagai penjajak seks komersial (psk)
5. Penganiayaan oknum pendidik terhadap anak didik
6. Pemerkosaan terhadap anak perempuan
7. Eksploitasi anak.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam makalah ini penyusun dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Perlunya sanksi tegas atas pelanggarn hak asasi anak


2. Hapuskan segala eksploitasi anak di bumi Indonesia ini, karena anak
adalah penerus bangsa ini
3. Berikan pendidikan yang layak bagi anak-anak
4. Berikan kebebasan anak dalam memilih kelangsungan hidupnya.
B. Saran
Menyadari bahwa kelompok kami masih jauh dari kata sempurna, selanjutnya
kelompok kami akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah
di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat
dipertanggung jawabkan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Idrus. 2009. Hak Asasi Manusia (HAM). Jakarta: Universitas Terbuka.
Effendy, Mahsyur. 1994. Dimensi/Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum
Nasional dan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mutrofin. 2002. Otokritik Pendidikan Gagasan-Gagasan Evaluatif. Yogyakarta:
LaksBang PRESSindo.
Eny Kusdarini. Perlindungan Anak sebagai Perwujudan Hak Asasi Manusia dan
Generasi Penerus
Bangsa. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/eny-kusdarini-sh-
mhum/ppm-perlindungan-anak-sebagai-perwujudan.pdf (online). Diakses Tanggal
12 Mei 2015 Pukul 07.40 wib.
Hayatun. 2010. Hak Asasi
Anak. http://suarahayatun.blogspot.com/2010/05/makalah-hak-asasi-
anak.html (online). Diakses Tanggal 12 Mei 2015 Pukul 07.30 wib.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29981/4/Chapter%20I.pdf (online
). Diakses Tanggal 12 Mei 2015 Pukul 08.00 wib.
http://www.unicef.org/magic/media/documents/CRC_bahasa_indonesia_version.p
df. Diakses Tanggal 12 Mei 2015.
http://www.kpai.go.id/hukum/undang-undang-uu-ri-no-10-tahun-2012-tentang-
konvensi-hak-anak/ . Diakses Tanggal 12 Mei 2015.
http://www.law.yale.edu/rcw/rcw/jurisdictions/asse/indonesia/Indon_Child_Prot.h
tm . Diakses Tanggal 12 Mei 2015.

14

Anda mungkin juga menyukai