NASKAH PSIKIATRI
UNIVERSITAS ANDALAS
BAB 1
PENDAHULUAN
Gangguan psikiatri pada anak yang secara umum menjadi salah satu
masalah utama bagi kesehatan jiwa anak saat ini adalah GPPH (Saputro, 2009).
Pineda (1999) mengemukakan prevalensi GPPH pada anak sekolah berkisar 3-
10%). American Psychiatric Association memperkirakan 3-7 dari 100 anak
sekolah menderita GPPH.2
1
belajar, dan kurang konsentrasi, baik di sekolah maupun di rumah. Adanya
gangguan ini merupakan masalah utama yang mengakibatkan anak mengalami
kesulitan belajar dan kesulitan berinteraksi dengan anak lain atau guru.3
GPPH pada anak dapat berdampak buruk pada kehidupan anak di masa
depan. Sekitar 65-80% anak dengan GPPH akan memiliki gejala yang menetap
hingga usia remaja. Gejala GPPH menetap hingga usia dewasa pada 15-20%
kasus.4 Gejala juga dapat hilang pada saat memasuki masa pubertas. Gejala
hiperaktivitas umumnya menghilang, namun gejala penurunan rentang perhatian
dan masalah pengendalian impuls mungkin menetap.
Anak dengan GPPH yang gejalanya menetap hingga masa remaja berisiko
tinggi untuk mengalami gangguan tingkah laku. Sekitar 50% anak dengan
gangguan tingkah laku akan mengalami gangguan kepribadian antisosial di masa
dewasanya. Anak dengan GPPH dan gangguan tingkah laku juga berisiko
mengalami gangguan yang berhubungan dengan penyalahgunaan zat. Orang
dewasa dengan riwayat GPPH pada masa kanak berisiko memiliki perilaku
kriminal, masalah pernikahan, dan masalah pekerjaan .Berdasarkan pemaparan
tentang GPPH yang diperlukan penatalaksanaan yang baik dari segi terapi
maupun pencegahan.5
2
Metode yang dipakai dalam penulisan laporan kasus ini berupa tinjauan
kepustakaan yang merujuk kepada kasus dan berbagai literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
2.2 Epidemiologi
3
Gangguan psikiatri pada anak yang secara umum menjadi salah satu
masalah utama bagi kesehatan jiwa anak saat ini adalah GPPH (Saputro, 2009).
Pineda (1999) mengemukakan prevalensi GPPH pada anak sekolah berkisar 3-
10% (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder edisi ke-4 yang direvisi (DSM IV TR) melaporkan prevalensi
GPPH sebesar 2-7% diantara anak usia sekolah American Psychiatric Association
memperkirakan 3-7 dari 100 anak sekolah menderita GPPH (Kementerian
Kesehatan RI, 2011). Penelitian lain menyebutkan prevalensi GPPH pada anak di
seluruh dunia berkisar 4-7%.
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tidak memiliki angka
pasti kejadian GPPH, begitu pula dengan data dari Dinas Kesehatan Kota Padang.
Berdasarkan data tahunan dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2014 yang
berasal dari 22 puskesmas kecamatan hanya tercantum laporan gangguan psikiatri
yang bermula dari bayi, anak, dan remaja yang berjumlah 176. Penelitian oleh
Novriana pada anak sekolah dasar di Kecamatan Padang Timur Kota Padang
tahun 2013 menemukan angka prevalensi GPPH sebesar 8%.2
Insiden pada anak laki-laki lebih tinggi dari anak perempuan, dengan rasio
3:1 hingga 5:1. Gangguan ini lebih sering dijumpai pada anak laki-laki yang
pertama (Kaplan et al., 2010).5
4
Penyebab pasti terjadinya GPPH hingga saat ini belum bisa diketahui
Berbagai penelitian menunjukkan penyebab terjadinya gangguan ini meliputi
berbagai faktor yang berpengaruh terhadap fungsi otak.5
Durand dan Barlow (2006) menemukan bahwa anak dengan GPPH sering
ditemukan pada keluarga yang memiliki riwayat GPPH dan kelainan psikiatri
lainnya, seperti mood disorder, conduct disorder, dan anxiety disorder
(Mahabbati, 2013).4
Cedera otak yang minimal dan tersamar pada sistem saraf pusat selama
periode janin dan perinatal diperkirakan telah terjadi pada beberapa anak dengan
GPPH. Cedera otak ini diduga disebabkan oleh efek sirkulasi, toksik, metabolik,
mekanik, dan efek merugikan lainnya, serta oleh kerusakan fisik pada otak yang
terjadi setelah anak lahir yang disebabkan oleh infeksi, peradangan, dan trauma.5
5
patologi yang merata pada korteks otak dianggap sebagai penyebab terjadinya
gejala lobus frontalis
6
2.3.6 Faktor Perinatal
b. Preeklampsia
g. Prematuritas
j. Kejang Demam
GPPH mungkin memiliki onset pada masa bayi. Bayi dengan GPPH sering
peka terhadap stimuli, banyak menangis, dan waktu tidur lebih sedikit, namun
bisa juga terjadi sebaliknya yaitu tampak tenang dan lemah, banyak tidur, dan
berkembang lebih lambat pada bulan-bulan pertama kehidupan (Kaplan et al.,
2010).
2.5.2 Hiperaktivitas
8
Hiperaktivitas yaitu aktivitas motorik maupun vokal yang sangat
berlebihan yang tidak sesuai dengan usia dan tingkat perkembangannya. Gejala ini
paling sering dijumpai sebagai kegelisahan, tidak bisa diam atau restless, tangan
dan kaki selalu bergerak atau fidgety, dan tubuh secara menyeluruh bergerak tidak
sesuai situasi. Gerakan-gerakan tersebut seringkali tanpa tujuan dan tidak sesuai
dengan tugas yang sedang dikerjakan atau situasi yang ada.3
2.5.3 Impulsivitas
Anak dengan gangguan ini sering dilaporkan sebagai anak yang terlalu
cepat memberikan respon, terlalu cepat memberikan jawaban sebelum pertanyaan
selesai ditanyakan, tidak mampu mempertimbangkan akibat buruk dari keadaan
disekitarnya, sering mengganggu anak lain, sering tidak mampu menunggu
giliran, dan sering gusar bila keinginannya tidak terpenuhi.3
Skala penilai perilaku (rating scale) atau kuesioner spesifik yang terdiri
dari daftar gejala GPPH yang sesuai dengan DSM dapat dijadikan bahan untuk
diisi atau dijawab oleh petugas kesehatan/orangtua/guru di setiap klinik sebelum
dilakukan pemeriksaan dan evaluasi secara lengkap. Apabila laporan dari
orangtua/pasien menunjukkan adanya gejala GPPH dan menimbulkan kegagalan
fungsi atau apabila nilai total skor dari skala penilaian perilaku melampaui batas
cut off score, maka anak tersebut dapat dideteksi sebagai anak berisiko tinggi
terjadinya GPPH, yang selanjutnya direkomendasikan untuk mendapatkan
pemeriksaan dan evaluasi lebih lanjut.
Skala penilai perilaku yang bisa digunakan untuk mendeteksi GPPH yaitu :
2.7 Diagnosis
Algoritma dalam pemeriksaan GPPH berdasarkan “Pedoman Deteksi Dini
GPPH pada Anak” oleh Kementerian Kesehatan RI (2011) yaitu:
10
b) Pemeriksaan neurologi lengkap, termasuk tes perseptual motorik
untuk menyingkirkan defisit neurologi fokal.
c) Pemeriksaan fungsi kelenjar gondok.
3) Pemeriksaan inteligensi, kesulitan belajar, dan sindrom otak organik
a) Tes inteligensi (Weschler Intelligence Scale for Children)
b) Tes Woodcock-Johnson
4) Pemeriksaan psikometrik/kognitif-perseptual
a) Contionus Performance Test (Test of Variable of
Attention/TOVA)
b) Wisconsin Card Sort
c) Stroop Color Word Test
5) Evaluasi situasi rumah untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh
faktor lingkungan.
6) Apabila hasil pemeriksaan sesuai dengan kriteria diagnosis GPPH
berdasarkan DSM-IV atau PPDGJ-III/ICD-10, maka segera mulai
pengobatan dengan psikostimulan.
7) Pemeriksaan dan monitor efek samping dan efektivitas pengobatan
setiap tiga bulan. Pengobatan dengan farmakoterapi lain dapat
dipertimbangkan.2,7
Kriteria diagnosis GPPH yang saat ini digunakan sebagai pedoman dalam
pendidikan dokter dan praktek klinik adalah kriteria oleh Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder edisi ke-4 (DSM-IV). Berdasarkan DSM
IV, gejala harus ditemukan pada sekurangnya dua keadaan, misalnya di sekolah,
di rumah, dan di klinik. Kriteria diagnosis GPPH menurut DSM-IV adalah
sebagai berikut.
11
a) Sering gagal dalam memusatkan perhatian terhadap perincian atau
sering melakukan kesalahan karena tidak berhati-hati dalam tugas
sekolah, pekerjaan, atau aktivitas lain.
b) Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian
terhadap tugas atau aktivitas permainan.
c) Sering tidak tampak mendengarkan jika sedang berkomunikasi
langsung.
d) Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas
sekolah atau pekerjaan, yang bukan disebabkan oleh perilaku
oposisional atau tidak mengerti instruksi.
e) Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas.
f) Sering menghindari tugas yang memerlukan perhatian yang lama,
seperti tugas sekolah atau pekerjaan rumah.
g) Sering menghindari hal-hal yang diperlukan untuk membuat tugas,
seperti buku, pensil, atau peralatan.
h) Sering teralihkan perhatiannya oleh stimulus dari luar.
i) Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari.
12
e) Sering bertindak seakan-akan ‘didorong oleh sebuah motor’.
f) Sering bicara berlebihan.
Impulsivitas:
GPPH umumnya memiliki onset pada usia tiga tahun, namun diagnosis
biasanya tidak dibuat hingga anak berada di sekolah dan situasi belajar yang
terstruktur yang mengharuskan pola perilaku yang terstruktur, termasuk rentang
perhatian dan konsentrasi yang sesuai dengan perkembangannya.1,5
2.8 Komorbiditas
14
berkaitan dengan kesulitan berkonsentrasi, daya ingat, dan fungsi eksekutif. Anak
usia prasekolah biasanya mengalami kesulitan dalam mengerti bunyi atau kata-
kata tertentu dan/atau kesulitan dalam mengekspresikan diri sendiri dalam bentuk
kata-kata. Anak usia sekolah mungkin mengalami kesulitan membaca atau
mengeja, gangguan menulis, dan gangguan berhitung. Anak dengan GPPH
memiliki pencapaian prestasi akademik yang tidak sesuai dengan potensi
kecedasannya (underachievment).
15
2.8.5 Ansietas dan depresi
GPPH sering terjadi bersamaan dengan ansietas dan depresi. Banyak anak
dengan GPPH memiliki depresi sekunder sebagai reaksi terhadap frustasi terus
menerus karena rasa rendah diri dan kegagalan mereka untuk belajar (Kaplan et
al., 2010). Terdapat beberapa jenis depresi dan yang sering menyertai GPPH
adalah jenis distimia, dengan gejala depresi yang berkepanjangan.
2.8.7 Autisme
Autisme merupakan gangguan perkembangan otak yang dikenal juga
dengan istilah Autism Spectrum Disorders (ASD). Autisme ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi, dan interaksi sosial. Kondisi ini sudah dapat terlihat sebelum anak
berusia tiga tahun.7
2.9 Tatalaksana
16
adalah pendekatan komprehensif berdasarkan prinsip pendekatan yang
multidisiplin. Pendekatan ini meliputi farmakoterapi, terapi perilaku, terapi
kognitif, dan latihan keterampilan sosial. Psikoedukasi juga perlu diberikan
kepada orangtua, pengasuh, dan guru yang sehari-harinya berhadapan dengan
anak tersebut.2
a. Golongan Metilfenidat
b. Golongan Deksamfetamin
c. Golongan Pemolin
18
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
MR : 01.02.99.67
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : TK
Pekerjaan : Pelajar
Nama : Nn. C
Umur : 43 tahun
19
Alamat : Purus, Padang
No telepon : 085274707168
b. Autoanamnesis
Pasien tidak dapat diajak berkomunikasi. Dari pengamatan
pemeriksa, pasien tidak dapat diam dan selalu berlari-lari di ruangan
poli. Pasien juga tidak dapat memusatkan perhatiannya terhadap suatu
hal. Pasien ketika diajak bicara cenderung menghindar. Pasien belum
dapat berbicara layaknya anak-anak seumurnya. Kata-kata yang
digunakan juga kata-kata sederhana, bukan kalimat yang utuh.
21
b. Riwayat Gangguan Medis
Pasien tidak memiliki riwayat gangguan medis.
Ayah Ibu
22
b. Sifat / Perilaku Orang Tua Kandung
1. Ayah kandung (Dijelaskan oleh pasien dan keluarga dapat dipercaya /
diragukan)
**Pemalas (-), Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak suka
bergaul (-), Banyak teman (+), Pemalu (-), Perokok berat (-), Penjudi (-),
Peminum (-), Pencemas (-), Penyedih (-), Perfeksionis (-), Dramatisasi (-),
Pencuriga (-), Pencemburu (-), Egois (-), Penakut (-), Tidak bertanggung
jawab (-).
2. Ibu (Dijelaskan oleh pasien dan keluarga dapat dipercaya / diragukan)
**Pemalas (-), Pendiam (-), Pemarah (-), Mudah tersinggung (-), Tak suka
bergaul (-), Banyak teman (+), Pemalu (-), Perokok berat (-), Penjudi (-),
Peminum (-), Pencemas (-), Penyedih (-), Perfeksionis (-), Dramatisasi (-),
Pencuriga (-), Pencemburu (-), Egois (-), Penakut (-), Tidak bertanggung
jawab (-).
Ket: ** diisi dengan tanda (+) atau (-)
c. Saudara
Pasien merupakan anak pertama.
Skema Pedegree
23
Keterangan : tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit gangguan jiwa.
f. Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan
tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka
24
h. Riwayat tempat tinggal yang pernah di diami pasien
25
c) Simptom-simptom sehubungan dengan problem perilaku yang dijumpai
pada masa kanak-kanak, misalnya: **mengisap jari (-), ngompol (-), BAB
di tempat tidur (-), night terror (-), temper tantrum (-), gagap (-), tik (-),
masturbasi (-), mutisme selektif (-), dan lain.lain.
f) Masa sekolah
Perihal TK
Umur 5 tahun
Prestasi* Baik
Sedang
Kurang
26
Aktivitas sekolah* Baik
Sedang
Kurang
Kemampuan khusus -
(bakat)
g) Masa remaja: **Fobia (-), masturbasi (-), ngompol (-), lari dari rumah (-),
kenakalan remaja (-), perokok berat (-), penggunaan obat terlarang (-),
peminum minuman keras (-), problem berat badan (-), anoreksia nervosa (-),
bulimia (-), perasaan depresi (-), rasa rendah diri (-), cemas (-), gangguan tidur
(-), sering sakit kepala (-), dan lain-lain.
h) Riwayat pekerjaan
Pasien seorang pelajar TK.
27
Keterangan : Beri tanda (+) atau (-)
Skizoid Emosi dingin (-), tidak acuh pada orang lain (+), perasaan
hangat atau lembut pada orang lain (-), peduli terhadap pujian
maupun kecaman (-), kurang teman (-), pemalu (-), sering
melamun (-), kurang tertarik untuk mengalami pengalaman
seksual (- ), suka aktivitas yang dilakukan sendiri (+).
Skizotipial Pikiran gaib (-), ideas of reference (-). Isolasi sosial (-), ilusi
berulang (-), pembicaraan yang ganjil (-), bila bertatap muka
dengan orang lain tampak dingin atau tak acuh (-)
28
sepele (-), egosentris (-), suka menuntut (-), dependen (-), dan
lain-lain
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain (-), sikap yang amat
tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus (-),
tidak mampu mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat
dari pengalaman (-), tidak peduli pada norma-norma,
peraturan dan kewajiban seseorang (+), tidak mampu
memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama (-),
iritabilitas (-), agresivitas (-), impulsif (-),sering berbohong (-),
sangat cenderung menyalahkan orang lain atau menawarkan
rasionalisasi yang masuk akal untuk perlaku yang membuat
pasien konfil dengan masyarakat (-)
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif (-), merasa dirinya
tidak mampu (-), tidak menarik atau lebih rendah dari orang
lain (-), keengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali
merasa yakin disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap
kritik dan penolakan dalam situasi sosial (-), menghindari
aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak
interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung, atau
29
ditolak (-)
31
2016 2018 2018
Ibu pasien Pengelola TK Pertama kali pasien
mengatakan bahwa mengatakan bahwa dibawa ibunya konsultasi
pasien tidak bisa pasien sering tidak ke Puskesmas Padang
Pasir, lalu pasien dirujuk
diam dalam waktu menuruti apa yang ke RS Ibnu Sina Padang
yang lama dan tidak dikatakan oleh dan telah berkunjung
pernah tidur siang gurunya. Pasien juga sebanyak 3 kali.
karena pasien asik tidak bisa diam Dikarenakan adanya obat
bermain terus. duduk dikursi seperti yang tidak tersedia di
Awalnya ibu pasien murid lainnya. Pasien rumah sakit tersebut
merasa ini adalah pasien lalu dirujuk ke
lebih sering berlari-
RSUP Dr. M. Djamil
hal yang biasa. lari mengitari ruang Padang. Setelah diterapi,
kelas daripada duduk ibu pasien merasa keadaan
dikursinya. anaknya lebih baik.
32
3.3. Status Internus
Kesadaran : Komposmentis
Suhu : 36,80 C
Sistem respiratorik :
Perkusi : sonor
Perkusi : timpani
33
Auskultasi : bising usus (+) normal
b) Turgor : baik
555 555
d) Koordinasi : baik
Sensorik : proprioseptif dan eksterioseptif normal
Refleks :
34
1. Kesadaran / sensorium: composmentis (+), somnolen (-), stupor (-), kesadaran
berkabut (-), koma (-), delirium (-), kesadaran berubah (-), dan lain-lain.
2. Penampilan:
Sikap tubuh: biasa (+), diam (-), aneh (-), sikap tegang (-), kaku (-),
gelisah (-), kelihatan seperti tua (-), kelihatan seperti muda (-),
berpakaian sesuai gender (+).
Cara berpakaian: rapi (-), biasa (+), tak menentu (-), sesuai dengan
situasi (-), kotor (-), kesan (dapat/tidak dapat mengurus diri).
Kesehatan fisik: sehat (+), pucat (-), lemas (-), apatis (-), telapak
tangan basah (-), dahi berkeringat (-), mata terbelalak (-).
3. Kontak psikis: Dapat dilakukan (+), tidak dapat dilakukan (+), wajar (+),
kurang wajar (-), sebentar (+), lama (-).
4. Sikap: kooperatif (-), penuh perhatian (-), berterus terang (-), menggoda (-),
bermusuhan (-), suka main-main (+), berusaha supaya disayang (-), selalu
menghindar (-), berhati-hati (-), dependen (-), infantil (-), curiga (-), pasif (-),
dan lain-lain.
Cara berjalan: biasa (+), sempoyongan (-), kaku (-), dan lain-lain
Ekhopraksia (-), katalepsi (-), luapan katatonik (-), stupor katatonik (-),
rigiditas katatonik (-), posturing katatonik (-), cerea fleksibilitas (-),
negativisme (-), katapleksi (-), stereotipik (-), mannerisme (-),
otomatisme (-), otomatisme perintah (-), mutisme (-), agitasi
psikomotor (-), hiperaktivitas/hiperkinesis (+), tik (-), somnabulisme
(-), akathisia (-), kompulsi (-), ataksia (-), hipoaktivitas (-), mimikri (-)
35
Agresi (-), acting out (-), abulia (-), tremor (-), ataksia (-), chorea (-),
distonia (-), bradikinesia (-), rigiditas otot (-), diskinesia (-),konvulsi (-),
seizure (-), piomanisa (-), vagabondage (-)
Perbendaharaan* : sedikit
3.5.3. Emosi
1. Afek
36
2. Mood
3. Emosi lainnya
Ansietas (-), free floating anxiety (-), ketakutan (-), agitasi (-), tension
(ketegangan) (-), panic (-), apati (-), ambivalensi (-), abreaksional (-),
rasa malu (-), rasa berdosa/ bersalah (-), kontrol impuls (-).
37
Neologisme (-), word salad (-), sirkumstansialitas (-), tangensialitas (-),
inkohenrensia (-), perseverasi (-), verbigerasi (-), ekolalia (-),
kondensasi (-), jawaban yang tidak relevan (-), pengenduran asosiasi (-
), derailment (-), flight of ideas (-), clang association (-), blocking (-),
glossolalia (-).
Delusi/ waham
3.5.5. Persepsi
Halusinasi
38
mood (-), halusinasi yang tidak sejalan dengan mood (-), halusinosis (-
), sinestesia (-), halusinasi perintah (command halusination), trailing
phenomenon (-).
Ilusi (-)
Mimpi : -
Fantasi : -
39
6. Pikiran konkrit: baik
3.5.8. DI / DJ
3.10. Penatalaksanaan
a) Farmakoterapi
Risperidone 1 mg 2x1
Fluoxetin 10 mg 1x1
Prohiper 7,5 mg 1x1
Asam Folat 2x1
b) Psikoterapi
41
1. Kepada pasien
Psikoterapi dan support group, atau penggunaan keduanya
pada orang dewasa dapat membantu menormalisasi gangguan dan
membantu penderita agar fokus pada informasi umum. Konselor
terapi perilaku ini dapat melibatkan psikolog, dokter spesialis
tumbuh kembang anak, pekerja sosial dan perawat yang
berpengalaman. Modifikasi perilaku dan terapi keluarga juga
dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal.
1. Kepada keluarga
Psikoedukasi pada keluarga mengenai penyakit yang
diderita pasien
Dukungan sosial dan perhatian keluarga terhadap pasien
Terapi kepatuhan minum obat pada pasien
3.11. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
BAB 4
DISKUSI
43
antidepresan golongan SSRI yaitu Fluoxetin 10 mg 1x1, obat antipsikosis atipikal
golongan benzisoxazole yaitu Risperidon 1 mg 1x1 dan Asam folat 2x1.
Prognosis ditentukan oleh ada atau tidaknya gangguan lain yang timbul
bersamaan atau komorbid. Adanya komorbiditas memprediksikan prognosis yang
lebih buruk. Pada pasien ini tidak terlihat adanya gangguan lain yang timbul
bersamaan atau komorbid, sehingga prognosisnya lebih baik.
44