BAB II
URAIAN PROSES
penambangan dapat berbeda-beda nilainya. Oleh sebab itu, untuk menghemat batu
kapur dengan kadar CaCO3 yang tinggi (high grade) perlu dilakukan
pencampuran dengan batu kapur dengan kadar CaCO3 yang rendah (low grade).
Selain itu, pencampuran ini ditujukan agar diperoleh umpan dengan kadar oksida
kalsium yang sesuai dengan kebutuhan (Deolakar, 2009).
Selain oksida kalsium, senyawa utama lain pembentuk semen adalah oksida
silika. Sumber oksida silika yang digunakan di pabrik semen adalah tanah liat,
pasir silika, dan bauksit (Deolakar, 2009). PT Semen Baturaja (Persero) Tbk
menggunakan tanah liat sebagai sumber utama oksida silika. Tanah liat
merupakan bahan baku semen yang merupakan sumber utama senyawa silika
dan alumina juga sedikit senyawa besi. Warna tanah liat adalah merah, tapi jika
mengandung besi maka akan menjadi berwarna coklat. Tanah liat menjadi keras
jika ditambah air dan berkurang sifat keliatannya jika dibakar. Untuk lebih
jelasnya mengenai sifat-sifat fisika dari tanah liat dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tanah liat yang baik untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan semen
memiliki kadar air kurang lebih sebesar 20% dan kadar SiO2 kurang lebih sebesar
46%. Umumnya tanah liat yang digunakan pada pembuatan semen kurang lebih
sebanyak 9% dari total massa bahan baku.
Tabel 2. 1 Sifat-sifat Fisika Batu Kapur dan Tanah Liat
Sifat-sifat
No. Batu Kapur Tanah Liat
Bahan
1 Rumus Kimia CaCO3 Al2O3.K2O.6SiO2.2H2O
2 Berat Molekul 100,09 g/mol 796,40 g/mol
3 Densitas 2,71 g/mL 2,9 g/mL
4 Titik Leleh 1339 °C 1450°C
5 Warna Putih keabu-abuan Coklat kemerah-merahan
6 Kelarutan Larut dalam air, asam, dan Tidak larut dalam air,
NH4Cl asam, dan pelarut lain
Sumber : Perry's Chemical Engineers' Handbook Tahun 1997
alumina dan oksida besi yang diperoleh dari pasir silika (silica sand) dan pasir
besi (iron sand).
Pasir silika digunakan sebagai pengoreksi kadar SiO2 dalam tanah liat yang
tidak mencukupi. Warna pasir silika adalah abu-abu jika ada oksida logam dari
bahan organik. Pasir besi digunakan sebagai pengoreksi kadar (Fe2O3) yang
biasanya dalam bahan baku utama masih kurang. Pasir besi biasanya ditambahkan
dalam jumlah yang sedikit, yaitu berkisar pada 1-2 % (Deolakar, 2009) Sifat-sifat
fisika pasir silika dan pasir besi dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2. 2 Sifat-sifat Fisika Bahan Baku Penunjang
No. Sifat-sifat Bahan Pasir Silika Pasir Besi
1 Rumus Kimia SiO2 Fe2O3
2 Berat Molekul 60,06 g/mol 159,70 g/mol
3 Densitas 1,32 g/mL 5,12 g/mL
4 Titik Leleh 1710°C Terurai pada 1560°C
5 Titik Didih 2230°C −
6 Warna Coklat keputihan Hitam
7 Kelarutan Tidak larut dalam air, Tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam HF tetapi larut dalam HCl
Sumber : Perry's Chemical Engineers' Handbook Tahun 1997
Stripping over burden dilakukan untuk membuang lapisan tanah tertutup agar
lapisan batu kapur dapat terbuka untuk penambangan. Drilling dilakukan untuk
menyiapkan lubang ledak pada daerah penambangan, prosesnya menggunakan
peralatan crawller rock drill ingersoll rand dengan portable compressor kapasitas
750 cfm. Setelah proses drilling selesai, dilanjutkan dengan pengisian bahan
peledak ke dalam lubang. Proses selanjutnya adalah blasting (peledakan) yang
bertujuan untuk mempermudah proses eksploitasi. Peledakan juga dilakukan bila
alat berat pengeruk tidak mampu melaksanakan tugasnya karena kerasnya batu
kapur. Batu kapur hasil peledakan dan pengerukan selanjutnya dimuat
menggunakan excavator ke dump truck untuk dibawa ke crusher untuk diproses
lebih lanjut.
Gambar 2.2 menunjukkan aktivitas penambangan tanah liat. Penambangan
tanah liat berlokasi di dekat penambangan batu kapur yang memiliki luas
penambangan sekitar 27,4 ha dengan sistem penggalian dari atas.
23
Batu kapur yang diangkut menggunakan dump truck dengan ukuran maksimal
1,2 x 1,2 m x 1,2 m dimasukkan ke dalam receiving hopper di dekat area crusher.
24
Muatan batu kapur akan di unloading perlahan ke dalam hopper dan jatuh di
apron conveyor. Kecepatan aliran material yang diangkut oleh alat tersebut diatur
agar sesuai kebutuhan crusher. Kelebihan muatan yang tidak mampu ditampung
apron conveyor akan jatuh ke drag chain, untuk dimasukan kembali ke dalam
single shaft hammer crusher berkapasitas 650 tph. Alur penyiapan batu kapur
diperlihatkan oleh Gambar 2.3.
Setelah diangkut oleh apron conveyor, material akan dijatuhkan ke atas
hammer, lalu terpelanting ke depan searah putaran hammer, membentur dinding
impak, dan disusul pukulan hammer yang kontinyu dan bergantian. Proses
pengecilan ukuran batu kapur berasal dari impak hammer ke batu kapur. Impak
dari hammer berasal dari putaran hammer rotor yang menciptakan gaya
sentrifugal dan gravitasi. Resultannya, membuat hammer berputar pada as-nya
dan menghasilkan impak besar yang akan menghancurkan limestone di depannya.
Material yang sudah pecah akan jatuh diatas saringan atau grate plate, lalu lolos
karena desakan material diatasnya. Material yang lolos tersebut dinamakan
produk dengan ukuran sekitar 80 mm, lalu diangkut menggunakan transport belt
conveyor menuju storage pile seperti pada Gambar 2.4.
Produk yang akan disimpan dalam storage pile akan mengalami proses
prehomogenisasi agar tidak terjadi fluktuasi komposisi kimia dari batu kapur yang
beragam, dan didapatkan komposisi bahan baku yang homogen yang membuat
operasi menjadi lebih stabil. Mekanismenya, produk yang diangkut dari area
crusher, dijatuhkan dari belt untuk disusun dalam stock pile membentuk suatu
piramida. Setiap layer yang menyusun piramida dari bawah ke atas, mewakili
25
hasil penggilingan batu kapur per jam. Pengambilan produk dilakukan dari depan
dengan cara digaruk, dengan alat yang dinamakan rake car. Rake car bergerak
maju dan mundur dengan gerakan memotong pile. Sehingga tumpukan produk
yang tersusun atas pengilingan per-jam dari crusher, akan terkikis dan jatuh ke
bawah dan bercampur. Produk yang jatuh akan digaruk oleh oleh chain scrapper
yang membawanya menuju belt, berlanjut ke belt, lalu ditransportkan ke belt, dan
berakhir di bin limestone yang berkapasitas max 540 ton.
Gambar 2.5 di atas menunjukan tahapan penyediaan tanah liat. Tanah liat dari
hasil penambangan didumping masuk ke dalam clay hopper, lalu jatuh ke apron
feeder menuju roller crusher. Roller crusher memiliki dua roller yaitu slow axle
roller dan fast axle roller, yang berputar berlawanan arah agar material dapat
masuk untuk dihancurkan. Umpan tanah liat dengan ukuran maksimum 500 mm
akan dihancurkan hingga mencapai ukuran maksimum 35 mm, menggunakan
komponen pada roller crusher yang dinamakan teeth. Teeth pada roller crusher
berjumlah 120 buah yang dipasang bersilangan supaya tidak bersentuhan saat
roller beroperasi.
Tanah liat yang sudah dihancurkan ditransportkan menggunakan belt conveyor
dan akhirnya disimpan dalam clay stockpile berkapasitas 2 x 5000 ton. Sama
halnya dengan batu kapur, saat disimpan dalam stockpile, tanah liat juga
26
Gambar 2. 6 Penyusunan Tanah Liat Berpola Widrow Stacking dan Stock Pile
Tanah Liat
Pada Gambar 2.7 di atas menunjukkan alur penyiapan bahan korektif . Pasir
besi dan pasir silika disimpan dalam storage tersendiri, dan diangkut ke dalam
sistem menggunakan loader. Material yang didumping akan masuk ke dalam
screening ukuran 20 x 20 cm, yang lolos akan ditransportkan menggunakan belt
seperti yang ditujukkan oleh Gambar 2.8, lalu ditransportasikan ke dalam bin
pasir silika dan bin pasir besi.
belt dosimat pasir silika dan pasir besi. Selanjutnya muatan diantarkan
menggunakan belt menuju belt feeding. Empat komponen tersebut (mill feed)
yang sudah ditentukan porsi nya baik batu kapur, tanah liat, pasir silika, dan pasir
besi, ditransportasikan ke satu belt yaitu belt feeding . Ketika ditransportasikan,
mill feed dilewatkan pada magnet separator untuk memisahkan logam dari
material. Logam akan tertarik oleh magnet, lalu terpisah dari mill feed, dan
dibuang dari sistem. Alur prosesnya dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut :
Selanjutnya mill feed akan dilewatkan pada metal detector, yang memiliki
fungsi yang mirip dengan alat sebelumnya yaitu untuk membuang logam. Letak
perbedaan diantara kedua alat tersebut adalah, jika logam yang terdeteksi sensor,
metal detector akan mengirim sinyal untuk membuang muatan mill feed keluar
dari sistem. Sedangkan magnet separator memisahkan logam tanpa membuang
muatan mill feed dari sistem. Reject mill feed akan dilewatkan ke two way chute
damper yang mengarahkan muatan ke reject bin. Mill feed yang lolos dari metal
detector akan langsung diumpankan ke vertical raw mill masuk melalui feed gate.
29
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.10, garis hitam adalah diagram proses
penggilingan batubara yang dipakai untuk proses pembakaran raw meal menjadi
31
clinker. Proses diawali dengan pemanasan sistem (heating up), yang bertujuan
untuk mempersiapkan kondisi operasi coal mill dengan cara memasukkan gas
panas dari buangan kiln hingga mencapai temperatur tertentu dan harus dilakukan
dengan benar supaya tidak membahayakan sistem sebelum dimasuki bahan yang
mudah terbakar yaitu batubara. Peralatan yang dipakai, dan prinsip kerjanya sama
mirip dengan vertical raw mill, namun pada coal mill dinamakan atox mill.
Setelah kondisi panas memenuhi persyaratan, segera raw coal dimasukkan ke
dalam coal mill melalui twin paddle. Di dalam coal mill, raw coal masuk dan
digiling sembari dipanasi, di antara table dan roller sampai membentuk ketebalan
tertentu. Fine coal mill akan terangkat naik karena hisapan mill fan. Setelah itu
hasil penggilingan dari atox mill, dihisap oleh fan menuju jet pulse filter untuk
dipisahkan antara fine coal dari gas panas. Fine coal ditangkap oleh bag filter
kemudian disimpan dalam bin sebagai produk coal mill yang siap untuk
digunakan pada proses pembakaran, sedangkan gas panasnya dibuang melalui
stack. Agar sistem tetap bertekanan negatif dan tidak adanya batubara yang
berhamburan, maka digunakan jet pulse dengan ukuran kecil. Keberhasilan proses
penggilingan batubara selain dari segi kuantitas juga ditinjau dari kualitasnya,
yaitu kadar air dan kehalusan fine coal produk coal mill standar air maksimal 9%,
agar tidak merugikan proses pembakaran, sedangkan kehalusan batubara dibatasi
maksimum 20% yang lolos ayakan 90μm.
Kebutuhan batubara yang dialirkan ke kiln maupun calsiner diatur dengan
control system. Fine coal dari bin akan turun ke pfister dengan bantuan udara dari
aerasi untuk ditimbang sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya keluar melalui
pipa`kemudian dihembuskan oleh udara bertekanan tinggi dari blower menuju
kiln burner atau calsiner burner untuk proses pembakaran. Prinsip utama yang
paling penting adalah stabilitas suplai batubara dari pfitser ke burner sangat
berpengaruh terhadap proses pembakaran di kiln dan calsiner.
Raw meal yang telah dihomogenisasi di dalam CF Silo, dikeluarkan dan
dengan menggunakan serangkaian peralatan transport. Untuk menjadi clinker, raw
meal akan dilewatkan pada kiln system seperti yang ditunjukkan oleh Gambar
2.11. Raw meal diumpankan ke puncak peralatan yang dinamakan preheater.
Peralatan ini terdiri dari 2 unit (2 string), yang masing-masing string terdiri dari 4
32
cyclone, dan salah satu string dilengkapi dengan burner precalsiner (secondary
burner).
Mulai dari siklon di bagian paling atas hingga ke bagian bawah, raw meal di
dalam preheater terjadi beberapa proses. Pertama adalah, pemanasan awal
meliputi proses pengeringan yaitu penguapan uap air dibahan pada 200°C. hingga
raw meal bergerak turun ke siklon di bawahnya, dimana terus dipanaskan dengan
temperatur yang lebih tinggi. Kemudian pada siklon bagian bawah didekat kiln
feed, terjadi proses kalsinasi yaitu dekomposisi karbonat menjadi CaO dan MgO
serta CO2 pada suhu 600-800°C. Dengan adanya preheater dua string dan
dilengkapi dengan burner precalsiner, maka akan terjadi peningkatan atau
percepatan proses kalsinasi (sebagian besar proses kalsinasi sudah terjadi di
preheater) dan beban kalsinasi di dalam kiln menjadi lebih ringan atau berkurang.
Panas yang disuplay ke preheater untuk melakukan proses tersebut berasal dari
panas buangan kiln, yang ditarik oleh fan.
Output raw meal dari preheater diumpankan ke dalam kiln (tanur putar), untuk
dibakar hingga suhu lebih dari 1450°C. Seperti yang terlihat pada gambar 2.11,
kiln berbentuk silinder berdiameter 4,5 m, dengan panjang 76 m, mempunyai
kecepatan putar 1,5-2 rpm. Bahan bakar untuk pembakaran di dalam kiln adalah
fine coal yang disuplai dari pfister, lalu solar sebagai bahan bakar pada saat start
33
up pembakaran kiln. Selama di dalam kiln, raw meal dikenai proses: pengeringan,
dehidrasi, dekomposisi dan kalsinasi, klinkerisasi.
Pengeringan adalah proses penguapan air yang masih terkandung dalam
umpan baku. Terjadi pada saat umpan baku kontak dengan gas panas pada
temperatur sampai 200 ºC. Kemudian terjadi dehidrasi yaitu proses terjadinya
pelepasan air kristal (combined water) yang terikat secara molekuler di dalam
mineral-mineral umpan baku. Proses ini terjadi temperatur 100-400ºC . Kondisi
ini menyebabkan struktur mineral menjadi tidak stabil dan akan terurai pada
temperatur 400-900ºC. Selanjutnya dekomposisi adalah proses penguraian atau
pemecahan mineral-mineral umpan baku menjadi oksida-oksida yang relatif
terjadi pada temperatur 400-900ºC. Terakhir adalah klinkerisasi adalah proses
pembentukan senyawa–senyawa penyusun semen. Apabila dalam klinkerisasi
terdapat CaO yang belum bereaksi dengan oksida lainnya, maka akan terbentuk
CaO bebas pada clinker yang bisa dijadikan indikator apakah pembentukan
klinker berjalan baik atau tidak. Semakin banyak CaO yang bebas, maka proses
dikatakan berjalan tidak baik. Proses klinkerisasi dalam kiln terbagi dalam
beberapa zona yaitu :
Calcining Zone
Pada zona ini raw meal dari preheater akan mengalami pemanasan hingga
1200 ºC dan proses yang terjadi adalah proses penguraian secara
maksimum dari unsur–unsur reaktif yang terkandung dalam material
masih berbentuk bubuk dan bagian dalam kiln digunakan lapisan alumina
bricks.
Transition Zone
Pada zona ini material mengalami perubahan fase dari padat ke cair
dengan temperature operasi sekitar 1300ºC. Pada zona ini juga terjadi
reaksi antara CaO dengan senyawa SiO 2, Al203 dan Fe2O3. Daerah kiln ini
dilindungi oleh lapisan high alumina bricks.
Sintering Zone
Pada zona ini material mendekati sumber panas yang terpancar dari burner.
Pemanasan terjadi hingga 1500 ºC. proses yang terjadi adalah pelelehan
dari semua material dan reaksi maksimum antara CaO dengan senyawa
SiO2, Al203 dan Fe2O3. Senyawa Mineral ini membentuk senyawa utama
34
klinker yaitu C3S, C2S, C3A dan C4AF. Reaksi ini disebut reaksi
klinkerisasi.
Cooling Zone
Material yang berbentuk cair di sintering zone akan mengalir ke cooling
zone dan mengalami perubahan fase material menjauhi gun burner.
Temperature akan turun hingga mencapai 1200ºC. Karena adanya gerakan
rotasi kiln, maka sebagian besar material akan berbentuk granular atau
butiran.
Selanjutnya lelehan klinker panas (output) dari kiln, didinginkan secara
mendadak (quenching), yang prosesnya terjadi di dalam alat yang dinamakan
grate cooler. Quenching dilakukan untuk menghasilkan clinker yang rapuh
sehingga memudahkan penggilingan clinker. Kemudian untuk melindungi alat
transport dari tingginya temperature klinker, serta memanfaatkan panas untuk
disuplai ke preheater, vertical mill, coal mill. Cooler jenis ini banyak
dikembangkan di pabrik semen sekarang ini, salah satunya di PT Semen Baturaja
(Persero) Tbk karena dapat menurunkan temperatur klinker sampai 50˚C, dan
kapasitas kiln bisa ditingkatkan. Proses pendinginannya menggunakan sistem
cross current dengan beberapa buah fan, panjang dan jumlah kompartemen nya
dari grate cooler tergantung kepada kapasitas kiln. Lebih dari 50 % udara sisa
pendinginan digunakan untuk udara sekunder dari pembakaran dan sebagian lagi
dipakai untuk udara tersier pada sistem precalciner dan dikirim untuk
pengeringan di vertical raw mill yang ditransfer melalui booster fan yang telah
disaring antara debu dan udara panas melalui multicyclone. Sisa dari pemanfaatan
udara panas dibuang melalui penyaringan EP yang ditarik melalui EP fan lalu
dibuang ke stack.
Dalam konstruksinya pada masing-masing kompartemen grate cooler, di
lantainya terdapat grate plate yang berbentuk lubang-lubang untuk meniupkan
udara dari fan. Grate plate mempunyai dua tipe yaitu moving grate plate yang
berfungsi untuk mentransport atau memindahkan klinker, dan yang lainnya fixed.
Grate plate bergerak maju dan mundur agar clinker panas dapat mengalir. Setelah
keluar dari grate cooler, terdapat klinker crusher untuk memecahkan clinker yang
berukuran besar menjadi lebih kecil, sehingga memudahkan untuk diproses lebih
35
Alur proses material menuju cement mill I atau tube mill dapat dilihat pada
gambar 2.12 di atas. Untuk persiapan operasinya, terlebih dahulu dilakukan
pengisian bahan-bahan baku pembuatan semen, yaitu clinker, gypsum, dan bahan
ketiga. Pengisian klinker diambil dari bin clinker, yang di ambil dari silo clinker.
Pengisian bin gypsum yang di ambil dari bin utama gypsum di area loading atau
bisa juga diisikan melalui hopper, termasuk juga pengisian bin bahan ketiga yaitu
batu kapur. Kemudian klinker, gypsum dan batu kapur ditakar pada perbandingan
tertentu menggunakan dosimat feeder, dimana komposisinya diperoleh dari
analisa laboratorium. Pada tahap inilah ditentukan semen jenis apakah yang akan
dibuat. Selanjutnya seluruh material diumpankan masuk ke dalam HRP
berkapasitas 75 ton per jam, dengan tujuan untuk pre-grinding material (coarse
grinding) sebelum masuk ke dalam tube mill. Tujuan lainnya dilakukan pre-
grinding adalah memudahkan penggilingan di tube mill dan efisiensi penggilingan
menjadi lebih baik. Material yang telah tergiling (semen), kemudian akan dihisap
grit separator fan masuk ke dalam grit separator. Semen yang sudah lebih halus
akan keluar bersama udara dari grit separator menuju cyclone, sedangkan yang
masih kasar diumpankan kembali dari grit separator masuk ke HRP kembali.
Semen beserta udara akan dipisahkan di dalam cyclone, lalu bottom product dari
37
cyclone yaitu debu semen masuk ke dalam tube mill untuk dilakukan fine
grinding sampai ukuran yang distandarkan
Untuk mencapai kehalusan yang diinginkan, semen di dalam tube mill
ditumbuk dan digerus menggunakan steel ball sembari tube mill diputar. Semen
yang sudah halus akan terangkat dari tube mill lalu lolos melewati diafragma
(penyaring) di dalam tube mill, karena adanya hisapan fan. Selanjutnya semen
diumpankan ke dalam sepax separator untuk dipisahkan kembali dari partikel
yang masih kasar. Partikel yang masih kasar akan diumpankan balik ke tube mill,
dan yang halus bersama dengan udara diteruskan menuju filtax jet pulse filter.
Pada alat inilah penyaringan akhir dilakukan, semen dipisahkan dari udara, dan
semen kemudian disimpan ke dalam silo.
Peralatan kedua untuk penggilingan semen di pabrik Baturaja adalah vertical
cement mill berkapasitas 125 ton per jam. Konstruksi alat ini mirip dengan
peralatan yang dipakai untuk penggilingan bahan mentah. Penggunaan vertical
mill sendiri memiliki banyak keunggulan dibandingkan HRP dan tube mill. Salah
satu letak keunggulannya adalah power consumption-nya lebih rendah, dan
kehalusan produk lebih fleksibel untuk disetting. Untuk pabrik Panjang dan
Palembang, peralatan yang dipakai untuk menggiling klinker menjadi semen
berbeda dengan Pabrik Baturaja. Peralatannya adalah tube mill dengan dua
kompartemen berkapasitas 50 ton per jam. Penggunaan HRP di pabrik Baturaja,
menggantikan peran dari salah satu kompartemen yang terdapat di tube mill
Pabrik Panjang dan Lampung. Disamping itu kombinasi HRP dan tube mill satu
kompartemen, jauh lebih efisien, dan lebih besar kapasitasnya dibanding tube mill
dua kompartemen.
Kompartemen pertama pada tube mill berfungsi untuk coarse grinding, supaya
klinker hancur menjadi pecahan-pecahan kecil. Sedangkan kompartemen kedua
adalah fine grinding, yaitu penghalusan material hingga blaine yang ditentukan.
Antara kompartemen satu dan dua berisikan steel ball yang berbeda ukurannya.
Kompartemen pertama berisi steel ball berdiameter 60-90 mm, dan kedua
berdiameter lebih kecil dari 40 mm.
Pada cement mill II, material yang akan digiling masuk ke dalam mill melalui
air gate (rotary feeder) melalui feeding chute yang ada di clasifier. Dengan gaya
38
gravitasi, material ini jatuh di tengah table yang diputar oleh motor dan gearbox.
Gaya sentrifugasi yang bekerja pada table mengarahkan material ke roller. Roller
di Vertical Cement Mill ada dua jenis, yaitu : master roller (M roller) dan support
roller (S roller). Material yang telah mencapai kehalusan yang diinginkan keluar
dari mill bersama dengan udara melalui classifier.
Material yang halus tadi masuk ke main filter untuk dipisahkan dengan udara
pembawanya. Material yang telah terpisah akan ditransportasikan oleh fluxo slide
menuju cement silo. Material yang masih kasar dikembalikan ke table melalui
cone pengarah untuk dihaluskan kembali. Material yang tidak tergiling oleh roller
dan tidak terbawa oleh aliran udara jatuh ke ring duct lewat louvre ring yang ada
di sekeliling table, kemudian masuk ke reject hopper untuk dimasukkan ke dalam
sistem penanganan material reject. Untuk lebih jelasnya, alur penggilingan semen
di cemen mill II dapat dilihat pada Gambar 2.13.
2.2.5. Cement Packing
Proses terakhir dari produksi semen di PT Semen Baturaja (peyaitu cement
packing. Semen dari dalam silo semen, dibawa ke unit pengantongan. Kemudian
dikemas dalam sak 50 kg, atau 1 ton (big bag), bahkan bisa juga langsung di
pasarkan melalui mobil kapsul yang biasanya permintaan seperti ini dipakai oleh
unit pengelola proyek yang sedang dibangun. Alur prosesnya ditunjukkan oleh
Gambar 2.14, semen dari dalam silo dikeluarkan, lalu dibawa menggunakan
39
Selanjutnya semen yang sudah bebas benda asing dimasukan ke dalam bin, lalu
diumpankan ke rotary packer untuk dikemas dalam bentuk semen sak 50 kg.
Semen sak ditransportasikan menggunakan belt conveyor menuju truk pengangkut
untuk membawa semen sak ke pasaran. Untuk semen big-bag, pengisiannya
langsung dari bin khusus yang sudah disediakan untuk mengisi kantong ukuran 1
ton. Sedangkan untuk truk kapsul, pengisian semen langsung dari silo semen,
menggunakan telescopic ke dalam truk kapsul.
40