Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA

A. DEFINISI
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi yang baru dilahirka tidak segera
bernafas spontan dan teratur. Pada asfiksia terjadi hipoksia yang progresif dan dapat
terjadi pula penimbunan CO2 dan asidosis (Manuaba, 1998).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan
dan teratur setelah lahir (Sarwono, 1999).
Asfiksia perinatal adalah akibat berbagai kejadian selama periode perinatal yang
menyebabkan penurunan bermakna aliran O2, menyebabkan oksidasi dan kegagalan
fungsi minim organ (paru, jantung, otak ginjal, nevabologi) yang konsisten
(www. Google com).
Sekitar 24% bayi yang berumur kurang dari 1 bulan meninggal karena menderita
asfiksia. Asfiksi adalah penyebab ketiga kematian bayi setelah prematur dan infeksi di
dunia. Walaupun angka kejadian di tingkat nasional berkisar 3%, asfiksia perlu
penanganan yang benar, agar tidak menimbulkan kecacatan bayi dan gangguan pada
tumbuh kembangnya di kemudian hari (Arixs. 2006).
Asfiksia neonatorium adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami
kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai
dengan hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat
pada penderita asfiksia ini merupakan factor terpenting yang dapat menghambat
adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (FKUI, 2005).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak segera menangis, tidak bernafas
spontan sehingga oksigenasi terganggu ke organ vital yakni otak yag menyebabkan
hipoksia otak.
Asfiksi adalah satu keadaan di mana system pernafasan terhenti disebabkan oleh
kekurangan oksigen di dalam darah dan tisu-tisu badan tidak dapat menerima bekalan
oksigen yang mencukupi (Arixs, 2006).
B. ETIOLOGI
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya asfiksia, yaitu
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau
anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan
pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena
perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi, dan sebaigainya.
c. Gangguan his : lekania uteri, hiperkoni
d. Penyakit ibu seperti DM, hipertensi
e. Umur ibu kurang dari 20 tahun
f. Gravida lebih dari 4 kali
g. Sosial ekonomi rendah
2. Faktor neonatus
a.
Gemeli
b.
Premature
c.
IUGR
d.
Kelalaian kongenital
3. Faktor gangguan sirkulasi menuju janin
a. Gangguan aliran pada tali pusat
 Lilitan tali pusat
 simpul tali pusat
 Tekanan pada tali pusat
 Ketuban telah peah
 Kehamilan lewat waktu
b. Pengaruh obat
 Karena narkosa saat persalinan
a.
Faktor persalinan
 Partus lama
 Partus dengan tindakan
b.
Faktor plasenta
 Plasenta previa
 Solusio plasenta
 Plasenta previa

C. TANDA DAN GEJALA


Asfiksia pada bayi adalah merupakan kelanjutan dari hipoxia janin, dalam
persalinan ditemukan tanda gawat janin, yaitu :
1. Denyut jantung janin lebih dari 160
x/menit dan tidak teratur
2. Masa henti nafas (fase henti nafas
primer)
3. Hipoksia
4. RR >60 x/menit atau <30 x/menit
5. Nafas megap-megap/gasping
sampai dapat terjadi henti nafas
6. Bradikardia
7. Refleks/respon bayi lemah
8. Tonus otot berkurang
9. Warna kulit sianosis/pucat. Bagian
bibir, jari-jari, muka dan telinga menjadi kebiru-biruan.
10. Jika asfiksia berlanjut akan terjadi
dalam beberapa fase yaitu :
a. Janin bernafas megap-megap (gasping).
b.Masa henti nafas (fase henti nafas primer)
c. Jika asfiksia berlanjut akan munculkan periode gasping kedua selama 4-5
menit
d.Masa henti nafas kedua (fase henti nafas sekunder)

D. KLASIFIKASI
Asfiksia dibedakan menjadi 2 macam yaitu asfiksia livida (biru) dan asfiksia
palida (putih)
No PERBEDAAN ASFIKSIA PALIDA ASFIKSIA LIVIDA
1. Warna kulit Pucat Kebiru-biruan
2. Tonus otot Sudah kurang Masih baik
3. Reaksi rangsangan Negatif Positif
4. Bunyi jantung Tidak teratur Masih teratur
5. Prognosis Jelak Lebih baik
Penentuan keadaan asfiksia neonatus biasanya menggunakan APGAR SCORE
dengan kriteria :
1. Nilai APGAR 10 : Bayi normal
2. Nilai APGAR 7-9 : Asfiksia ringan
3. Nilai APGAR 4-6 : Asfiksia ringan-sedang
4. Nilai APGAR 0-3 : Asfiksia berat
Sedangkan untuk janin asfiksia dapat ditegakkan dengan menggunakan Aminoskopi,
Kardiotonografi, dan Ultrasonografi.

Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut :


1. Vigorous Baby
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
2. Milk Moderate Asfiksia/Asfiksia
Sedang
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih
dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak
ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fsik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat,
reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia berat dengan henti jantung yaitu bunyi
jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau
bunyi jantung bayi menghilang post partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisik
lainnya sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia berat.
Tabel 1 : SKOR APGAR
Tanda 0 1 2 Jumlai nilai
Frekuensi Tidak ada Kurang dari Lebih dari
jantung 100/menit 100/menit
Usaha Tidak ada Lambat, tidak Menangis
bernafas teratur kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas Gerakan aktif
fleksi sedikit
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
Warna Biru/pucat Tubuh Tubuh dan
kemerahan, ekstremitas
ekstremitas biru kemerahan
0-3: Asfiksia berat; 4-7: Asfiksia sedang; 7-10: Normal. Pemantauan: bila skore
APGAR 5 menit masih kurang dari 7, penilaian dilanjutkan setiap 5 menit,
sampai skore mencapai 7.

E. PATOFISIOLOGI
Pada kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara dan
tidak mempunyai pengaruh buruk karena usaha adaptasi bayi untuk mengatasinya.
Kegagalan pernafasan mengakibatkan gangguan pertukaran O2 dan CO2 diikuti dengan
asidosis respiratorik. Apabila proses berlanjut maka mekanisme sel akan berlangsung
dalam suasana anaerob yang berupa glikolisis, sehingga sumber glikogen pada jantung
dan hati akan berkurang sehingga asidosis maupun gangguan kardivaskuler yang terjadi
dapat berakibat buruk terhadap sel otak. Kekurangan O2 dan bertambahnya CO2 akan
merangsang nervus vagus sehingga fungsi jantung menjadi lambat, jika kekurangan O2
terus berlangsung maka saraf simpatis yang akan memacu denyut jantung janin lebih
cepat dan lama kelamaan tidak teratur (irreguler) dan akhirnya menghilang. kekurangan
O2 juga merangsang usus sehingga mekonium keluar, janin mengadakan pernafasan
intra uterin, oleh karena itu bila diperiksa akan terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru janin.
Pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa
hamil dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang
bersifat sementara. Proses ini sangat perlu untuk merangsang hemoreseptor pusat
pernafasan untuk terjadinya usaha pernafasan yang pertama yang kemudian akan
berlanjut menjadi pernafasan yang teratur. Pada penderita asfiksia berat usaha nafas ini
tidak tampak dan bayi selanjutnya dalamperiode apneu. Pada tingkat ini disamping
penurunan frekuensi denyut jantung (bradikardi) ditemukan pula penurunan tekanan
darah dan bayi nampak lemas (flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak menunjukkan upaya bernafas secara spontan. Pada tingkat
pertama gangguan pertukaran gas/transport O² (menurunya tekanan O² darah) mungkin
hanya menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut maka akan
terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis metabolic,
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk
terhadap sel-sel otak, dimana kerusakan sel-sel otak ini dapat menimbulkan kematian
atau gejala sisa (squele).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Analisa Gas Darah
Alkalosis respiratori dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya. Dalam tahap
lanjut, hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolic terjadi karena
kegagalan mekanisme kompensasi.
2. Elektrolit darah
Tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas
kejang.
3. Gula darah
Untuk mengetahui adanya peningkatan gula darah.
4. Baby gram (RO dada)
Dilakukan untuk membuat status dasar paru atau mengidentifikasi metastase.
5. USG (kepala)
Untuk mengidentifikasi adanya SOL, fraktur.

G. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan asfiksia adalah mempertahankan kalangsungan hidup
bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. sedangkan prinsip
penatalaksanaannya adalah :
1. Memelihara jalan nafas, merangsang/membantu jalan nafas
2. Memelihara sirkulasi
3. Memperbaiki asidosis
4. Mengusahakan suhu lingkungan yang tepat
5. Pada asfiksia beat diberikan O2 dengan tekanan positif dan intermitten
melalui pipa ET, jika belum berhasil lakukan resusitasi jantung paru dan jika
tetap belum timbul nafas spontan (waspadai adanya kelainan bawaan)
6. Pada asfiksia ringan-sedang, rangsang nafas (isap lendir dan rangsang
nyeri) selam 30-60 detik, jika gagal lakukan pernafasan kodok selama 1-2 menit,
jika gagal maka perlakukan klien kedalam penatalaksanaan asfiksia berat.
7. Jika ada perdarahan otak berikan injeksi vitami K 1-2 mg
8. Berikan tranfusi (cairan glukosa) melalui umbilikus (tali pusat)
Tindakan yang dilaksanakan dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a.
Tindakan umum
1. Mencegah kehilangan panas
Mengurangi kehilangan panas badan bayi dengan membungkus,
memandikan dengan air hangat, mengeringkan dan menghangatkan tubuh
bayi.
2. Pembersihan jalan nafas
Gunakan penghisap lendir untuk menghisap lendir dimulut dan tenggorokan,
saluran nafas bagian atas kemudian di hidung bayi secara halus dan lembut
hisap mulut terlebih dahulu untuk memasalahkan tidak ada sesuatu yang
sesuatu yang dapat teraspirasi oleh bayi saat hidungnya dihisap.

3. Memberikan rangsangan untuk menimbulkan pernafasan.


Pengeringan dan penghisapan lendir biasanya cukup untuk merangsang
pernafasan pada bayi baru lahir dengan asfiksia ringan. Jika tidak mampu
mengembangkan pernafasan spontan secara menandai berikan rangsangan
taktik secara singat.
4. Memberikan rangsangan taktil
Rangsangan taktaktil harus diperhatikan secara lembut dan hati-hati :
 Dengan lembut,
gosok punggung, tubuh, kaki atau tangan (ekstermitas) satu atau dua kali
 Dengan lembut,
tepuk atau sentil telapak kaki bayi satu atau dua kali
5. Posisikan bayi dengan baik
Posisikan bayi untuk berbaring pada punggungnya atau miring dengan
kepala/leher sedikit diekstensikan untuk membuka jalan nafasnya dan
memudahkan aliran darah
b.
Tindakan khusus
1. Rangsang reflek pernafasan, isap
lendir rangsang nyeri selama 30-60 menit
2. Bila gagal lakukan pernafasan
kodok (frog breathing) selama 1-2 menit
3. Posisiskan bayi dalam ekstensi
maksimal
4. Berikan O2 1-2 liter/mnt melalui
kateter hidung
5. Anti biotik profilaksis kalau perlu

H. KOMPLIKASI
 Cerebral Palsy
 Epilepsi
 Disartria
 Pneumotoraks

I. PROGNOSIS
1. Asfiksia ringan:
tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.
2. Asfiksia berat:
dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama atau kelainan saraf.
Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan
neurologist permanent, misalnya cerebral palsy atau retardasi mental.

J. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Primary Survey
A - Airways (saluran pernafasan)
 Terbuka atau tersekat
 Keluarkan benda asing seperti gigi palsu, rumput, tanah, bahan
mentah pada mulut jika ada.
B - Breathings (pernafasan)
 Boleh bernafas atau tidak
 Jika pernafasan terhenti, beri bantuan pemulihan pernafasan dengan
segera.
C - Circulation (peredaran darah)
 Pastikan adakah denyutan nadi atau tidak
 Jika tidak, lakukan pemulihan CPR (Cardio-Pulmonary
Resuscitation) atau pemulihan pernafasan dan pemulihan jantung dari
luar.
Jenis-Jenis Pemulihan Pernafasan :
 Pemulihan pernafasan mulut ke mulut
 Pemulihan pernafasan Holgen Nielson
 Pemulihan pernafasan mulut ke hidung
 Pemulihan jantung dari luar atau tekanan dada (External
Cardiac Compression)
 Pemulihan kardio-pulmonari (Cardio-Pulmonary
Resuscitation)-CPR
D – Disabiliti (ketidakmampuan)
 Bagaimana kesadaran penderita
o AVPU (paling cepat)
o Glasgow Coma Scale (EVM)
o Sadar, somnolent, spoor, coma
 Tanda-tanda neurologist lain
o Mata: pupil, gerak, papil
o Anggota gerak: Hemiplegia, paraplegia
o Sistem saref, tanda vital
E – Exposure
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya,
penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki
sebagai dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting
mencegah hipotermi.
2. Secondary Survey
Pemeriksaan fisik:
o Kepala dan leher : menilai tentang lingkaran kepala, ubun-ubun atau
frontal. Pemeriksaan leher untuk menilai adanya tekanan vena jugularis, ada
tau tidaknya massa dalam leher.
o Thoraks : dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Dalam melakukan penilaian perhatikan bentuk dan besar dada,
kesimetrisan, gerakan dada, adanya deformitas atau tidak, adanya
penonjolan, pembengkakan atau kelainan lain.
o Abdomen : dilakukan dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi dan
perkusi. Inspeksi untk melihat ukuran perut, tentang adanya gerakan dinding
perut. Dengan auskultasi dapat mendengarkan adanya suara peristaltic usus,
suara bising (bruit). Pemeriksaan secara perkusi pada daerah abdomen dapat
dilakukan melalui epigastrium secara simetris menuju ke bagian bawah
abdomen. Pemeriksaan secara palpasi dapat dilakukan dengan cara
menomanual atau bimanual.
o Ekstremitas : dapat di lakukan dengan cara inspeksi terhadap adanya
kelemahan serta perasaan nyeri pada posisi terlentang, tengkurap atau duduk.
3. Tertiery Survey
Pada tahap ini dilakukan anamnesis untuk mengetahui riwayat penyakit.
Riwayat penyakit amat penting untuk mendapatkan faktor penyebab atau yang
memperberat asfiksia. Dilakukan juga analisa gas darah serta pemeriksaan
laboratorium.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
gangguan pengiriman oksigen (hipoventilasi).
2. Pola nafas tidak efektif b/d stres intra partal
3. Resiko tinggi infeksi b/d lemahnya imunitas dan
tindakan invasif
4. Gangguan kesedaran bayi berhubungan dengan
perubahan hemodinamika
5. Ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan
hipotermia.
6. Gangguan proses tumbang berdasarkan dengan
keterlambatan perkembangan.
7. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan
menelan dan mengunyah.
8. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi kurang.

L. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
keperawatan
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan  Kaji frekuensi dan
efektif b/d stres intra intervensi keperawatan, pola nafas
partal pola nafas klien kembali  Perhatikan adanya
efektif dengan kroteria apneu dan perubahan
hasil : frekuensi jantung, tonus
 Jalan nafas paten otot, dan warna kulit
 Akral hangat  Tinjau ulang nilai
 Tidak ada apgar score dan riwayat ibu
sianosis dalam penggunaan
 Tidak ada nafas narkotika / obat yang
cuping hidung menekan pusat pernafasan
 HR : 140 x/mnt  Pertahankan suhu
 T : 37 C tubuh optimal
 Berikan rangsang
taktil segera jika terjadi
apnea
 Perhatikan adanya
sianosis, bradikardi, atau
hipovolemi
 Pantau pemeriksaan
laboratorium
 Kolaborasi pemberian
O2

2. Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan


b/d lemahnya intervensi keperawatan,
imunitas dan infeksi tidak terjadi  Motivasi cuci tangan
tindakan invasif dengan kriteria hasil : pada keluarga dan staf
 Tali pusat kering sebelum dan sesudah
 Tidak ada tanda- intervensi
tanda infeksi  Pantau tanda-tanda
 Suhu 36-37 C infeksi
 Lakukan perawatan
tali pusat
 Pantau lokasi infus IV
dan umbilikus
 Gunakan antiseptik
sebelum melakukan
prosedur invasif
 Kolaborasi pemberian
antibiotik
 Kolaborasi pemberian
ASI
 Pantau hasil
boratorium
DAFTAR PUSTAKA

Arixs. 2006. Cek Kehamilan untuk Cegah Asfiksia. Available from : www.gogle.com

Doenges, Marllynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Hidayat, Alimul A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Ed 1. Jakarta : Salemba


Medika
Mansjoer, Arif M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1997. Ilmu Kesehatan Anak 3. Jakarta : Info
Medika
Thompson’s. 2004. Pediatric Nursing 8th Edition. Philadelphia : Saunders company

Wong, Donna. L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai