Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Krisis moneter adalah anjloknya perekonomian suatu negara yang
disebabkan oleh hancurnya suatu sistem pemerintahan yang berdampak
besar terhadap suatu negara. Sebagai negara berkembang, Indonesia
sudah sering mengalami krisis moneter. Krisis moneter yang paling parah
terjadi pada pertengahan tahun 1997, berawal dari melemahnya mata
uang Thailand baht terhadap dollar AS. Pada tanggal 14 dan 15 Mei 1997,
nilai tukar baht terhadap dollar AS mengalami gocangan akibat para
investor asing mengambil keputusan jual karena tidak percaya lagi
terhadap prospek perekonomian dan ketidakstabilan politik negara
Thailand. Sehingga pada tanggal 2 Juli 1997, bank sentral Thailand
mengumumkan bahwa nilai tukar baht dibebaskan dari ikatan dollar AS
dan meminta bantuan IMF (International Monetary Fund). Pengumuman
ini menyebabkan nilai baht terdepresiasi hingga mencapai nilai terendah,
yakni 28,20 baht per dollar AS yang menyebabkan nilai dollar menguat,
yang kemudian berimbas ke rupiah Indonesia.

Sebenarnya krisis yang terjadi di Indonesia bukan hanya karena


dipicu oleh melemahnya nilai mata uang Thailand baht terhadap dollar AS
saja, tetapi juga disebabkan oleh sistem ekonomi yang dijalankan oleh
pemerintah pada saat itu. Selama pemerintahan Presiden Soeharto (Orde
Baru), Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan,
dengan kembali membaiknya hubungan politik dengan negara-negara
Barat dan adanya kesungguhan pemerintah untuk melakukan rekontruksi
dan pembangunan ekonomi, maka arus modal mulai masuk kembali ke
Indonesia.
Namun disamping kelebihan-kelebihan tersebut, terdapat
kekurangan pada masa orde baru. Melalui keijakan-kebiakannya
Indonesia memang mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat,
namun dengan biaya yang sangat mahal dan fundamental ekonomi yang
rapuh. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia mengalami krisis moneter
yang diawali dengan krisis pertukaran mata uang terhadap dollar AS.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana latar belakang terjadinya krisis moneter di Indonesia?


2. Bagaimana dampak yang dihasilkan dari terjadinya krisis moneter?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya krisis moneter di Indonesia.


2. Untuk mengetahui dampak yang dihasilkann dari terjadinya krisis
moneter.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Ilmu Ekonomi

Ilmu ekonomi adalah ilmu sosial yang mempelajari individu-individu


dan organisasi yang terlibat dalam produksi, distribusi dan konsumsi
barang dan jasa. Tujuan ilmu ekonomi ini adalah untuk meramalkan
berbagai peristiwa ekonomi dan untuk membuat berbagai kebijakan yang
akan mencegah atau mengoreksi berbagai masalah seperti pengangguran,
inflasi, atau pemborosan dalam perekonomian.

Ilmu ekonomi terbagi menjadi ilmu makroekonomi dan ilmu


mikroekonomi. Ekonomi mikro adalah cabang ilmu ekonomi yang
mempelajari perilaku dari unit-unit ekonomi individual, seperti rumah
tangga, perusahaan, dan struktur industri. Sementara ekonomi makro
adalah cabang ilmu ekonomi yang memperlajari persoalan ekonomi secara
keseluruhan atau nasional, seperti pertumbuhan, deflasi, inflasi,
pengangguran atau kesempatan kerja.

2.2 Definisi Krisis Moneter


Krisis moneter adalah krisis yang berhubungan dengan keuangan
atau perekonomian suatu negara, ditandai dengan anjloknya
perekonomian suatu negara yang disebabkan oleh hancurnya sistem
pemerintahan.

2.3 Penyebab Terjadinya Krisis Moneter di Indonesia


Krisis pertama yang dialami Indonesia pada Orde Baru adalah kondisi
ekonomi yang sangat parah warisan Orde Lama. Selama periode 1962-1966
telah membawa Indonesia dalam kesulitan ekonomi yang sangat berat.
Inflasi mencapai 650%. Korupsi merajalela. Barang pokok sehari-hari
mengalami kelangkaan dimana-mana. Kondisi buruk tersebut diperparah
dengan krisis politik yang akhirnya memuncak pada Tragedi Nasional
dengan korban jiwa banyak orang pada tanggal 30 September 1965.
Melalui usaha keras disertai bantuan negara-negara donor, Indonesia
akhirnya berhasil bangkit kembali.

Bangsa Indonesia terlalu boros, sehingga pengeluaran atau


pembelajaan negara lebih besar daripada pendapatan, dan lebih banyak
membeli dari luar negeri daripada menjual barang keluar negri. Hal ini

3
mengakibatkan ketergantungan dana pada luar negri semakin melambung.
Suku bunga diluar negri yang lebih murah, serta kepercayaan bahwa
pemerintah akan menjaga stabilitas kurs rupiah, menyebabkan utang luar
negri menjadi sumber dana yang menarik, murah, dan tak banyak
mengandung resiko kurs. Ketika perusahaan swasta beramai-ramai
mencari pinjaman luar negri, pada saat yang sama bank-bank luar negri
berlomba mencari bisnis di Indonesia. Sebab bagi mereka, Indonesia
memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta merupakan lahan bisnis
yang tak bisa dilewatkan begitu saja. Dan bank-bank ini tak melihat
beberapa kelemahan dan resiko yang memang tersembunyikan oleh
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Sehingga memasuki dasawarsa 1990-an, pemerintah Orde Baru mulai


menampakan kekurangan-kekurangannya yang mendapat kritik tajam,
karena pemerintah yang terlalu sentralis, serta munculnya korupsi, kolusi
dan nepotisme secara signifikan. Tetapi, semua kritik tersebut tidak
mendapat perhatian yang serius dari pemerintahan saat itu.

Pada pertengahan 1997, kawasan Asia terkena krisis finansial, dipicu


dengan menurunnya mata uang Thailand baht terhadap dollar AS pada 2
Juli 1997, dari 24,7 baht menjadi 29,1 baht per dollar AS. Pada saat itu IMF
(International Monetary Fund) sudah memberikan paket pinjaman pada
Thailand sebesar US$17.2 milyar. Tapi krisis keuangan terus berlanjut.
Sebanyak 56 dari 58 investment house Thailand ditutup pada tanggal 8
Desember 1997.Krisis penurunan nilai mata uang baht diikuti negara-
negara Asia Tenggara dan Asia Timur lainnya, seperti Filiphina, Malaysia,
Indonesia, dan Korea Selatan.

Di Indonesia, tanda-tanda adanya krisis terjadi pada minggu kedua


Juli 1997, ketika kurs rupiah merosot dari Rp. 2.432 per dollar AS menjadi
sekitar Rp. 3.000 per dollar AS. Sejak saat itu, posisi mata uang Indonesia
mulai tidak stabil. Tatanan perbankan nasional kacau dan cadangan devisa
semakin menipis. Bank Indonesia berusaha membuat sejumlah kebijakan
dengan melebarkan rentang kendali rupiah, namun krisis moneter yang
diikuti dengan semakin menipisnya tingkat kepercayaan, membuat nilai
rupiah semakin sulit dikontrol.

Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak awal Juli 1997, di akhir
tahun itu telah berubah menjadi krisis ekonomi. Melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS, menyebabkan harga-harga naik drastis. Banyak
perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik yang melakukan PHK secara

4
besar-besaran. Jumlah pengangguran meningkat dan bahan-bahan
sembako semakin langka.

Hingga akhirnya, pada tanggal 8 Oktober 1997 Presiden Soeharto


mengundang IMF untuk membantu krisis yang terjadi di Indonesia. Namun
sayangnya, paket bantuan tersebut tidak banyak membantu, justru
sebaliknya semakin menambah beban hutang untuk rakyat Indonesia.
Indonesia pertama kali menjadi anggota IMF pada tanggal 15 April 1954,
dan pada bulan Mei 1965 Indonesia keluar dari IMF. Kemudian Indonesia
menjadi anggota IMF kembali pada 23 Februari 1967.

Ketika krisis moneter melanda Indonesia, Presiden Soeharto kembali


mengundang IMF untuk membantu menanggulangi krisis pada Oktober
1997. Melalui beberapa perundingan akhirnya IMF memberikan bantuan
sebanyak 23 milayar dollar. Langkah pertama yang dilakukan oleh IMF
dalam menanggulangi krisis di beberapa negara Asia adalah
mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian negara-
negara tersebut.

Dibalik kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh IMF, ternyata paket


bantuan yang diberikan IMF tidak banyak membantu rakyat Indonesia.
Justru dalam pengguanaannya terjadi banyak penyelewengan malah
semakin menambah beban hutang yang harus ditanggung oleh rakyat
Indonesia. Kebijakan pemerintah menutup 16 bank membuat pelaku usaha
semakin hilang arah. Nilai rupiah semakin terperosok pada level Rp. 5.097
per dollar AS.

Faktor-faktor penyebab terjadinya krisis moneter di Indonesia:

1. Stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umunya berjangka
pendek, telah menciptakan kondisi bagi ketidakstabilan di Indonesia.
2. Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan
kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta
eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
3. Sejalan dengan semakin tidak jelasnya perubahan politik, maka isu
tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi
pula.
4. Hilangnya kepercayaan dunia maupun masyarakat Indonesia sendiri
terhadap perkembangan ekonomi Indonesia, sehingga menghambat laju
gerak pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan Indonesia mengalami
krisis yang berkepanjangan.

5
2.4 Krisis Politik

Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari
berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan
politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan
dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang
sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan
Presiden Suharto dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksanakan
pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan
demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang
berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari,
oleh, dan untuk penguasa. Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat
represif, yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak
oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis.

Ciri-ciri kehidupan politik yang represif, diantaranya:

1. Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah


dituduh sebagai tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan
Republik Indonesia).
2. Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu
atau demokrasi rekayasa.
3. Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan
masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
4. Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga
negara (sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
5. Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun
Suharto dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum MPR,
tetapipemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak demokratis.

2.5 Krisis Hukum

Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak


terbatas pada bidang politik. Dalam bidang hukumpun, pemerintah
melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan peradilan harus dilaksanakan
untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk melayani
masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat
pembenaran para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan
ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf menyatakan bahwa‘kehakiman memiliki
kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan
pemerintah(eksekutif).

6
2.6 Krisis Kepercayaan

Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah


mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden
Suharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam membangun kehidupan
politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem
peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada
rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan.

2.7 Berakhirnya Rezim Orde Baru

Krisis moneter telah memberikan pengaruh besar untuk bangsa


Indonesia. Dimulai dengan menurunnya nilai kurs rupiah terhadap dollar
AS. Hal ini semakin membuat masyarakat resah dan takut akan kenyataan-
kenyataan yang menimpa mereka. Ternyata pemerintah bukan saja tidak
berhasil memberantas korupsi, justru sebaliknya malah semakin
menyuburkannya.

Kolusi yang menyebarkan monopoli telah melebarkan jurang antara


kaya dan miskin, karena hanya sekelompok orang saja yang menikmati
kesempatan dari fasilitas-fasilitas khusus di bidang ekonomi, sementara
sebagian besar rakyat hidup dibawah garis kemiskinan. Hidup didalam
polemik ekonomi yang tak terarah, membuat rakyat memiliki banyak
kebebasan, transparan lebih besar, lebih berani tapi sekaligus juga semakin
bingung, lebih pesimistis tentang masa depan mereka, bahkan lebih abai.

Kecemasan masyarakat itu akhirnya terefleksikan dalam aksi-aksi


unjuk rasa, terutama dimotori oleh kalangan mahasiswa. Pada mulanya,
belum terdengar tuntutan agar Presiden mengundurkan diri. Namun
selanjutnya, semakin tampak dukungan rakyat kepada pemerintah mulai
surut. Akhirnya unjuk rasa bukan lagi menuntut perubahan politik dan
ekonomi, melainkan menuntut perubahan kepemimpinan nasional. Sejak
itu, tuntutan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin nyaring.

Kegalauan masyarakat juga terungkap dalam dalam pemberitaan


media massa. Rangkaian aksi kerusuhan mencapai puncaknya ditandai
dengan meletusnya Tragedi Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. Pada waktu
itu, mahasiswa Universitas Trisakti sedang melancarkan aksi unjuk rasa,
namun mereka dihadang oleh aparat keamanan, dan terjadilah bentrokan
yang menewaskan empat orang mahasiswa akibat tembakan peluru tajam.
Tragedi ini menjadi bagian pemicu bagi rangkaian kerusuhan yang lebih
besar pada tanggal 13-15 Mei.

7
Ketika puncak peristiwa kerusuhan ini terjadi, Presiden Soeharto
sedang berada di Kairo Mesir untuk mengadakan pertemuan Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) pada tanggal 13-14 Mei 1998. Setelah Presiden
Soeharto selesai mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Kairo Mesir,
13-14 Mei 1998, Presiden Soeharto mengadakan acara silaturahmi dengan
masyarakat Indonesia yang berada di Kairo. Setelah melewati proses yang
panjang, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto
menyampaikan pidato pengunduran dirinya dari jabatan Presiden Republik
Indonesia. B.J Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden
secara resmi mengganti jabatan Presiden Soeharto sebagai Presiden
Republik Indonesia yang ke-3. Hal ini menandai berakhirnya Rezim Orde
Baru dan menjadi titik awal dari Era Reformasi.

2.8 Dampak Terjadinya Krisis Moneter

Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah


memaksa puluhan juta penduduk Indonesia kembali terpuruk hidup di
bawah garis kemiskinan. Pemicu utamanya adalah meroketnya harga-harga
kebutuhan pokok, terutama pangan. Hal ini disebabkan karena unsur
pangan didalam perhitungan angka garis kemiskinan teramat dominan,
yaitu lebih dari 80%. Akibatnya, kenaikan harga pangan menjadi sangat
berpengaruh terhadap perubahan jumlah penduduk miskin di Indonesia.

Selain itu, dengan memburuknya indikator-indikator makroekonomi


telah merambah ke sendi-sendi dunia usaha, sehingga membuat eksistensi
sektor usaha kian melemah. Masalah yang menerpa dunia usaha secara
bertubi-tubi, akhirnya membuat para pengusaha melakukan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) secara besar-besaran. Hal ini menyebabkan
meningkatnya jumlah pengangguran yang sudah meningkat sejak tahun
1995, sementara Indonesia pada saat itu dihadapkan pada pertambahan
3,2 juta jiwa angkatan kerja baru setiap tahun. Sehingga pada tahun 1998
mengalami peningkatan jumlah pengangguran terbuka dari 4,68 juta orang
menjadi 5,46 juta orang. Demikian pula jumlah setengah pengangguran,
meningkat dari 28,2 juta jiwa pada tahun 1997 menjadi 32,1 juta jiwa pada
1998. Yang mengakibatkan penurunan pendapatan masyarakat,
selanjutnya berimplikasi pada krisis sosial di berbagai bidang dan
memengaruhi keamanan masyarakat.

Dampak lain yang didapatkan adalah dengan hilangnya kepercayaan


Internasional terhadap Indonesia, biaya sekolah luar negri melonjak, laju
inflasi yang semakin tinggi, meningkatnya kemiskinan dan persediaan

8
barang nasional, khususnya sembilan bahan pokok semakin menipis di
pasaran, menyebabkan harga kebutuhan bahan pokok semakin naik artinya
biaya hidup pun semakin tinggi.

Krisis moneter juga memberikan dampak positif untuk bangsa


Indonesia. Secara umum impor barang, termasuk impor buah menurun
tajam. Hal ini tentu saja memberikan kesempatan bagi para pengusaha
kecil dalam negri untuk mengembangkan usahanya. Selain itu perjalanan
keluar negeri dan pengiriman anak untuk sekolah ke luar negeri ikut
berkurang. Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari krisis moneter
lebih besar dari dampak positifnya.

9
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

1. Ketika krisis finansial mulai melanda kawasan Asia yang di awali


dengan melemahnya nilai tukar Thailand baht terhadap dollar AS,
menyebabkan mata uang dollar semakin menguat dan akhirnya
berimbas ke rupiah. Namun krisis moneter, yang diikuti dengan
semakin menipisnya tingkat kepercayaan, membuat nilai rupiah
semakin sulit dikontrol.
2. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh
krisis finansial yang melanda kawasan Asia saja, tetapi juga di
sebabkan oleh fundamental ekonomi Indonesia yang lemah. Selain itu,
akibat melemahnya nilai rupiah terhadap dollar menyebabkan
Indonesia kesulitan membayar hutang luar negeri yang sudah
menumpuk sebelum krisis moneter terjadi. Hal ini akhirnya berdampak
pada kegiatan ekonomi di dalam negeri. Banyak perusahaan-
perusahaan yang melakukan PHK, yang akhirnya semakin menambah
jumlah pengangguran di Indonesia.

3.2 Saran

Kita sebagai generasi muda hendaknya mengambil pelajaran dari


peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada saat indonesia mengalami
krisis moneter. Berfikir sebelum bertindak sangat diperlukan. Jangan
sampai mengambil tindakan yang dapat merugikan semua kalangan seperti
tawuran atau demo yang berakhir dengan anarkis sehingga memakan
korban jiwa. Dan bagi pemerintah hendaknya lebih memperhatikan sistem
perekonomian di indonesia sehingga krisis moneter seperti yang terjadi
pada pertengahan tahun 1997 tidak terulang kembali.

10

Anda mungkin juga menyukai