Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan (life-
threatening organ dysfunction) yang disebabkan oleh disregulasi imun terhadap infeksi.1 Sepsis dan syok septik merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas (50-60%) anak yang dirawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif. Angka kematian lebih tinggi pada anak dengan imunodefisiensi. Diagnosis sepsis dengan menggunakan definisi tahun 2001 pada Surviving sepsis campaign (SSC) terlalu sensitif (sensitivitas 96,9%) dan kurang spesifik (spesifitas 58,3%) sehingga mengakibatkan tingginya resistensi antibiotika, serta tingginya penggunaan antibiotika, sarana dan prasarana.2 Insiden sepsis lebih tinggi pada kelompok neonatus dan bayi <1 tahun dibandingkan dengan usia >1-18 tahun (9,7 versus 0,23 kasus per 1000 anak). Pasien sepsis berat, sebagian besar berasal dari infeksi saluran nafas (36-42%), bakteremia, dan infeksi saluran kemih.1,2 Di unit perawatan intensif anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejumlah 19,3% dari 502 pasien anak yang dirawat mengalami sepsis dengan angka mortalitas 54%. Sepsis berat lebih sering dialami anak dengan komorbiditas yang mengakibatkan penurunan sistem imunitas seperti keganasan, transplantasi, penyakit respirasi kronis dan defek jantung bawaan.3 Angka morbiditas dan mortalitas sepsis yang cukup tinggi serta untuk mempelajari penggunaan antibiotika, sarana, dan prasarana pada tatalaksana sepsis maka penulis tertarik untuk membahas kasus sepsis pada anak di RS AK Gani Palembang.