PENDAHULUAN
1
Era Globalisasi menuntut kita untuk menjadi salah satu bagian di dalam
masyarakat dunia yang dinamis dan kompetitif. Tanpa kedua kemampuan tersebut,
musthail kita sebagai bangsa hidup sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Dimensi penting untuk bisa mengikuti perkembangan bangsa-bangsa lain dalam
IPTEK adalah peningkatan kualitas SDM kita. Masyarakat memiliki
kecenderungan selalu berubah dan berkembang, dan perubahan tersebut akan selalu
berlaku pada semua masyarakat, setiap saat dimanapun mereka berada. Kadangkala
perubahan itu berlangsung secara tiba-tiba dan serentak.
Manusia yang hidup bermasyarakat ialah subyek serta obyek perubahan.
Proses perubahan mungkin berlangsung dalam berbagai jenis kemajuan, yang
lambat atau sedang dan yang cepat atau secara evolusi dan revolusi. Gairah
peradaban manusia dalam sejarahnya selalu tumbuh dan berkembang secara aktif
seiring munculnya perubahan-perubahan yang terjadi dalam sejarah kehidupan
manusia itu sendiri. Sebagai makhluk yang paripurna, manusia senantiasa berusaha
dan berjuang memenuhi kebutuhan hidup dan kebersamaannya di tengah manusia
lainnya. Perjuangan memenuhi kebutuhan hidup ini telah memotivasi manusia
untuk menggunakan akal budinya secara maksimal di manapun manusia itu berada.
Karena tuntutan pemenuhan kebutuhan naluri kehidupannya. Beberapa rumusan
atau definisi lain manusia disebutkan sebagai Homo Sapiens, artinya makhluk yang
mempunyai budi, maka manusia sebagai makluk yang berakal budi (rational
animal) selalu berpikir untuk bagaimana ia menghadapi tuntutan-tuntutan naluriah
itu.
Perubahan pada masyarakat merupakan gejala yang lazim, yang berdampak
perubahan dalam setiap sendi-sendi kehidupan manusia. Penemuan-penemuan baru
di bidang teknologi, terjadinya revolusi, modernisasi dan seterusnya yang terjadi di
suatu tempat, dengan cepat dapat yang diketahui oleh masyarakat tentunya sangat
memotivasi minat masyarakat dalam melakukan perubahan-perubahan pada diri
mereka. Dinamika perubahan sosial dan Islam (hukum Islam) saling memiliki
keterkaitan dalam melakukan perubahan. Satu sisi perubahan sosial karena hukum
Islam. Di sisi lain, perubahan hukum Islam (mu‟amalah) karena perubahan sosial.
Keberadaan hukum Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw dengan jelas merubah
2
sosial kultur masyarakat pada waktu itu dari masyarakat jahiliyyah yang berpegang
kepada adat kebiasaan mereka menjadi masyarakat Islam yang berpegang kepada
hukum Islam. Tetapi hukum Islam juga melakukan perubahan karena terjadinya
perubahan sosial. Sesuai dengan kaidah fikih yang dibuat oleh fuqaha, berubahnya
fatwa dengan sebab berubahnya masa, tempat, keadaan (niat) dan adat kebiasaan‖.
Dengan melakukan perubahan hukum, maka hukum Islam itu dinamis, dan mampu
beradaptasi, sehingga hukum Islam itu op tu date sesuai dengan perkembangan
zaman dan perubahan sosial.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengertian dari dinamika.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengertian perubahan sosial.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengertian dinamika kelompok sosial.
4. Untuk mengetahui bagaimana sebab-sebab bisa terjadinya dinamika
kelompok sosial.
5. Untuk mengetahui bagaimana pengertian dari dinamika hukum islam dan
perubahan sosial.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
kepada beberapa pendapat yang sebelumnya sudah dikemukakan para sosiolog
terkemuka. Dari terminologi yang dimunculkan tersebut, akan dapat dikemukakan
apa sesungguhnya perubahan sosial, dan dalam konteks apa perubahan sosial itu
dibicarakan.
Rogers et.al. mengemukakan bahwa perubahan sosial adalah suatu proses
yang melahirkan perubahan-perubahan didalam struktur dan fungsi dari suatu
sistem kemasyarakatan.2 Sedangkan Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi
mengemukakan bahwa perubahan sosial diartikan sebagai suatu variasi dari cara-
cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-peubahan kondisi geografis,
kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi, maupun karena adanya difusi
atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut.
Setiap perubahan-perubahan sosial yang terjadi pada seseorang atau salah
satu lembaga kemasyarakatan, tentu akan membawa dampak ke lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainnya. Pada umumnya suatu perubahan di bidang tertentu akan
mempengaruhi bidang-bidang lainnya. Masalah kemudian sampai seberapa jauh
suatu lembaga kemasyarakatan dapat mempengaruhi lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainnya, atau sampai sejauh manakah seseorang dapat bertahan
terhadap rangkaian perubahan-perubahan yang dialami lembaga kemasyarakatan
lainnya?. Soerjono Soekanto merumuskan bahwa perubahan sosial adalah segala
perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai,
sikap-sikap, dan pola prilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Soerjono Soekanto mengutip pendapatnya Gillin dan Gillin serta Samuel
Koenig. Di mana menurut Gillin dan Gillin bahwa perubahan-perubahan sosial
adalah suatu variasi dari cara hidup yang telah diterima. Perubahan-perubahan itu
terjadi baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material,
komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-
penemuan baru dalam masyarakat. Sedangkan menurut Samuel Koenig, perubahan
sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola
kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi itu terjadi karena berbagai sebab, baik
sebab-sebab intern maupun sebab-sebab ekstern. Dalam hal ini para sosiolog pada
5
umumnya meyakini bahwa perubahan sosial adalah gejala sosial yang sangat wajar
dan merupakan ciri utama masyarakat, di mana masyarakat yang dinamis adalah
masyarakat yang terus bergerak dalam rangka menemukan sesuatu yang baru.
Sebagai gejala yang wajar, maka hampir tidak ada masyarakat yang tidak berubah.
Masyarakat yang mengalami intensitas perubahan sosial merupakan masyarakat
yang memiliki dinamika interaksi sosial yang cukup tinggi, dan demikian pula
sebaliknya.
Perubahan sosial bisa pula terjadi dengan sebab berasal dari luar masyarakat
tersebut, misalnya yang berasal dari pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Adanya
perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern karena terpengaruh
kebudayaan modern. Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang masih kental
dengan tradisi setempat yang dianut oleh mereka secara turun temurun. Masyarakat
tradisional diidentikkan dengan masyarakat pedesaan, meskipun tidak semua
masyarakat desa bersifat tradisional. Pada masyarakat tradisional seseorang tidak
bisa dipisahkan dari lingkungannya. Mereka berhubungan dengan alam secara
langsung dan terbuka. Individu dan masyarakat terikat.
Sementara menurut Wilbert Moore sebagaimana yag telah dikutip oleh
Robert H. Lauer, perubahan sosial adalah perubahan penting dari social structure,
social structure yang dimaksud disini adalah pola-pola dari perilaku dan interaksi.
Moore memasukannya dalam definisi perubahan social berbagai ekspresi mengenai
struktur seperti norma, nilai, dan fenomena kultural. Definisi ini menunjukkan
bahwa perubahan social adalah fenomena yang kompleks, menembus berbagai
tingkat kehidupan social, dan mengindikasikan bahwa seluruh aspek sosial
masyarakat itu mengalami perubahan yang berkelanjutan. Kalaupun ada Perbedaan,
hanya berbeda pada tingkat perubahannya saja
6
Dinamika kelompok sosial juga bisa diartikan, bahwa suatu kelompok yang
teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis secara
jelas antara anggota yang satu dengan yang lain. Dengan kata lain, antar anggota
kelompok mempunyai hubungan psikologis yang berlangsung dalam situasi yang
dialami secara bersama-sama. (Slamet Santosa, 2006: 5).
Pada umumnya kelompok sosial mengalami perubahan sebagai akibat dari
proses formasi atau reformasi dari pola-pola di dalam kelompok tersebut, karena
adanya konflik antar bagian dalam kelompok tersebut. Ada sekelompok anggota
dalam kelompok tersebut yang ingin merebut kekuasaan dengan mengorbankan
golongan lainnya. Adanya kepentingan yang tidak seimbang sehingga
memunculkan ketidakadilan dan adanya perbedaan mengenai cara-cara memenuhi
tujuan kelompok tersebut. Semua itu akan mengakibatkan perpecahan di dalam
kelompok tersebut, hingga menyebabkan sebuah perubahan. (Soerjono Soekanto,
2006: 147).
7
3. Perubahan situasi sosial dan ekonomi
Dalam keadaan tertekan suatu masyarakat akan bersatu dalam
menghadapinya, walaupun anggota-anggota masyarakat tersebut mempunyai
pandangan atau agama yang berbeda satu sama lain.
8
Terdapat tiga bentuk dialektika hukum islam dengan perubahan sosial yang
dikenal secara umum, tahmil atau apresiatif terhadap perubahan, tahrim atau
menolak perubahan, dan taghyir atau memodifikasi perubahan. Dalam dialektika
taghyir, perubahan sosial dimodifikasi sedemikan rupa agar subtansi dari perubahan
itu tidak melenceng dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam syariat. Artinya ada
penyesuaian yang harus diberlakukan bagi perubahan sosial tersebut.
Lebih lanjut Ibn Qayyim al-Jauziah telah merumuskan empat faktor sosial
penyebab terjadinya perubahan hukum yaitu; 1). Situasi zaman, 2). Situasi tempat,
3) Sebab keadaan dan keinginan, dan 4). Adat atau tradis. Keempat faktor tersebut
dirumuskan Ibn Qayyim al-Jauziah dalam kaidah fiqihnya yakni; taghayyur al-
fatwa bi taghayyur al-zaman wa al-makan wa al-ahwal wa al-‘adah27 (berubahnya
fatwa dengan sebab berubahnya masa, tempat, keadaan/niat dan adat).
Dari rumusan kaidah taghyiru al-hukm ini dapat diketahui bahwa fatwa
adalah hasil ijtihad seorang atau sekelompok mujtahid terhadap suatu peristiwa
hukum syara’ yang diajukan kepadanya.28 Hal ini dikarenakan Fatwa bersifat
dinamis, dan dapat merespon perkembangan baru yang dihadapi masyarakat.
apabila muncul setiap persoalan yang sifatnya baru yang belum jelas kedudukan
hukumnya maka disinilah fatwa berperan untuk menjawab persoalan tersebut.
Akan tetapi terhadap perkara yang status hukumnya sudah jelas dan tegas,
yang dinyatakan secara eksplisit dan rinci dalam al-Qur’an dan al-Hadist, tidak
akan menimbulkan pro kontra dikalangan ulama mujtahidin dan umat Islam.
Namun sebaliknya, terhadap peristiwa hukum yang belum jelas ketentuannya
dalam kedua sumber hukum utama tadi, menuntut para ulama mujtahidin untuk
memberi solusi dan jawaban yang cepat dan tepat agar hukum Islam menjadi
responsive dan dinamis. Para Ulama dituntut untuk melakukan ijtihad ataupun
mengeluarkan fatwa untuk menjawab persoalan tersebut untuk mengantisipasi
dinamika sosial dengan kompleksitas persoalan yang ditimbulkannya. Gerakan-
gerakan dan kedinamisan kehidupan sosial di dalam masyarakat.
Syari’at Islam ditetapkan dan turunkan oleh Allah dengan maksud dan tujuan
untuk mencegah al-fasad/kerusakan dan mendatangkan maslahat, juga menjadi dan
memberikan acuan kebenaran, keadilan dan kebijakan yang harus diambil dan
9
digunakan oleh umat dalam menjalankan kehidupan. Hukum Islam yang sangat
fleksibel, dengan segala keunggulannya, merupakan aturan Allah yang di dalamnya
pasti terkandung kebaikan, kemudahan dan kemaslahatan. Dengan demikian
formulasi hukum Islam tersebut bertujuan untuk menjawab kebutuhan zaman
dengan berlandaskan kepada maqasid al-syari’ah dan juga maslahah Mursalah.
Dalam mengejawantahkan Hukum Islam dapat dilakukan dengan dua
pendekatan; pertama, hukum Islam diakomodir dalam hukum positif sehingga
tercipta hukum positif Islam untuk masyarakat muslim. Kedua pengejawantahan
nilai-nilai hukum Islam yag akan berlaku bagi seluruh masyarakat walupun diluar
muslim. Kedua pendekatan tersebut akan menentukan eksistensi hukum Islam
dalam sebuah Negara yaitu menjadikannya sebagai hukum nasional menuju
perubahan sosial. Sebagaimana dinyatakan oleh Weber, bahwa suatu Masyarakat
(kelompok sosial) akan selalu dipengaruhi oleh etika keagamaannya yang bersifat
sangat normatif.
Dari uraian tersebut di atas dapatlah dipahami bahwa hukum Islam
orientasinya adalah kemaslahatan bagi hidup umat manusia secara keseluruhan.
Hukum Islam dapat menjadi petunjuk dan memberi solusi terhadap permasalahan
dan/atau problem yang timbul sesuai dengan perubahan yang ada dan terjadi pada
sosial masyarakat, baik itu dalam bentuk penetapan hukum, maupun dalam bentuk
suatu peraturan untuk menata kehidupan manusia itu sendiri.
Bagi Negara Islam yang memberlakukan hukum Islam dalam berbangsa dan
bernegara, Hukum Islam dengan jelas dapat mengatur tingkah laku, kedudukan,
struktur dan lembaga pada masyarakat, misalnya negara Saudi Arabia, dan negara
Islam lainnya. Sebaliknya terhadap negara yang bukan Islam, maka hukum Islam
tidak serta merta dapat merubah sosial masyarakat.
Hukum Islam dapat merubah sosial pada negara bukan Islam apabila hukum
Islam diakomodir dan dijadikan hukum positif. Seperti Negara Indonesia, ada
hukum Islam yang diakomodir menjadi undang-undang nasional seperti Undang-
undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Masyarakat di Indonesia sebelum
lahirnya UU No.1 Tahun 1974, orang sangat mudah menjatuhkan cerai kepada
istrinya tidak melalui ligitasi atau non ligitasi. Tetapi setelah lahirnya UU No.1
10
Tahun 1974, maka perceraian tidak dianggap jatuh kecuali melalui ligitasi atau
melalui pengadilan, artinya perceraian dapat terjadi di depan sidang pengadilan.
Bahkan istri dapat menggugat cerai kepada suaminya apabila suami misalnya tidak
memenuhi atau melalaikan tanggung jawabnya sebagai suami, maka dalam UU
Perkawinan telah mengatur istri dapat mengajukan permohonan perceraian untuk
suaminya ke pengadilan. Dalam hukum Islam perbuatan Istri tersebut disebut
khuluk yakni pemberian hak kepada istri untuk memintakan perceraian kepada
suaminya. Untuk menguatkan peranan atau kedudukan UU Perkawinan lahirlah
Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai hukum yang mengatur kehidupan sosial
masyarakat muslim termasuk peerkara perkawinan.
Contoh lain dari diakomodirnya hukum Islam kedalam undang-undang
nasional adalah UU. No. 21 Tahun 2008 yang mengatur transaksi ekonomi Islam.
Aturan tersebut dimaksudkan untuk menguatkan sistem dan struktur serta lembaga
sosial dan bisnis Islam, yang sebelum lahirnya UU tersebut transaksi ekonomi Islam
dalam lembaga keuangan belum mendapat tempat yang kuat. Dengan demikian
gamabaran bagaimana Hukum dapat melakukan perubahan sosial dalam
masyarakat.
Menurut Raharjo apabila hukum dihadapkan kepada perubahan sosial, maka
hukum memiliki dua fungsi; Pertama, hukum berfungsi sebagai kontrol sosial
(social control). Hukum dilihat sebagai sarana untuk mempertahankan stabilitas
sosial. Kedua, hukum dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengubah masyarakat
(social engineering).30 Ini menunjukan hukum dengan segala perangkatnya,
memainkan peranannya untuk membawa perubahan sosial masyarakat kedalam
suatu tatanan baru.
Para akademisi hukum Islam (ulama) tidak hanya memposisikan hukum
Islam sebagai social engineering dan social control, akan tetapi lebih dari itu
hukum Islam merupakan hasil pengejawantahan seorang hamba menjalankan
keberagamaannya secara utuh dan absolut terhadap kehendak Allah.
Hukum Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah merupakan
peraturan dan tatanan yang datang dari Allah yang bertujuan untuk mengatur
11
berbagai aspek kehidupan manusia. Namun perubahan sosial dan permasalahan
sosial akan selalu tumbuh dan berkembang dan menuntut kepastian hukum.
Problematika yang dihadapi masyarakat terjadi dari berbagai aspek seperti
pada aspek keluarga misalnya; Bank Air Susu Ibu (ASI). Aspek ekonomi misalnya;
jual beli dengan menggunakan beberapa akad (al-uqud al-murakkabah) yang
dilakukan oleh masyarakat ekonomi. Dari aspek kesehatan, tentang transplantasi
organ tubuh manusia, bayi tabung, dan lain-lain. Problematika yang dihadapi
masyarakat seperti tersebut di atas membutuhkan ketegasan hukum atau kepastian
hukumnya.
Dinamisasi sebagai karakteristik hukum Islam mengindikasikan kemampuan
hukum dalam mengakomodir, merespon dan menjawab setiap permasalahan yang
tidak terdapat hukumnya dalam al-Qur’an dan Sunnah sebagai konsekwensi logis
dari perubahan sosial yang tidak mungkin dielakkan.
Perubahan hukum Islam merupakan realitas yang tidak dapat dipunkiri,
perkembangangan diseluruh aspek kehidupan masyarakat sebagaimana tersebut di
atas, hal ini telah membawa pengaruh yang besar terhadap suatu perubahan sosial
masyarakat.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Sebab-sebab terjadinya dinamika kelompok sosial antara lain: berubahanya
struktur kelompok sosial, pergantian anggota kelompok, perubahan situasi
sosial dan ekonomi.
2. Terkait dengan perubahan sosial, maka hukum Islam yang berfungsi sebagai
pagar pengaman sosial atau pranata sosial, memiliki dua fungsi; pertama,
sebagai kontrol sosial, dan kedua, sebagi nilai baru dan proses perubahan
sosial. Jika fungsi yang pertama di tempatkan sebagai “cetak biru” Tuhan
(Allah SWT) selain sebagai kontrol sosial juga sekaligus sebagai social
engineering terhadap keberadaan suatu entitas dari masyarakat.
3. Dinamika sosial berarti bahwa manusia dan masyarakat selalu berkembang
serta mengalami perubahan. Perubahan akan selalu ada dalam setiap
kelompok sosial. Ada yang mengalami perubahan secara lambat, maupun
mengalami perubahan secara cepat.
3.2 Saran
Adapun saran dari penulis dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Kepada penulis selanjutnya untuk lebih merinci lagi pembahasan tentang
dinamika perubahan sosial dalam hukum islam.
2. Kepada masyarakat untuk lebih memprioritaskan bagaimana caranya untuk
saling menjaga setiap perubahan agar tidak bertentangan dengan norma-
norma agama.
3. Kepada pemerintah, khususnya pemerintah daerah agar mengawasi setiap
acara gelaran yang dilaksanakan tidak menyinggung suatu agama atau
komunitas.
13
DAFTAR PUSTAKA
14