Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksi yang

bertujuan. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan yang memaknainya dengan

menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi kepentingan anak didik

dalam belajar. Guru ingin memberikan layanan yang terbaik bagi anak didik,

dengan menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan menggairahkan. Guru

berusaha menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang arif dan bijaksana,

sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara dua guru dengan anak

didik.

Ketika kegiatan belajar mengajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas

dalam bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan segala

konsekuensinya. Semua kendala yang terjadi dan dapat menjadi penghambat

jalannya proses belajar mengajar, baik yang berpangkal dari perilaku anak didik

maupun yang bersumber dari luar diri anak didik, harus dihilangkan, dan bukan

membiarkannya. Karena keberhasilan belajar mengajar lebih banyak ditentukan

oleh guru dalam mengelola kelas.

Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan secara arif dan

bijaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik. Pandangan guru

terhadap anak didik akan menentukan sikap dan perbuatan. Setiap guru tidak

1
selalu mempunyai pandangan yang sama dalam menilai anak didik. Hal ini akan

mempengaruhi pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran.

Guru yang memandang anak didik sebagai pribadi yang berbeda dengan anak

didik lainnya akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai

makhluk yang sama dan tidak ada perbedaan dalam segala hal.Maka adalah

penting meluruskan pandangan yang keliru dalam menilai anak didik. Sebaiknya

guru memandang anak didik sebagai individudengan segala perbedaan, sehingga

mudah melakukan pendekatan dalam pengajaran.

B. Rumusan masalah

1. Menjelaskan jenis-jenis pendekatan dalam pembelajaran !

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu jenis-jenis pendekatan dalam pembelajaran.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendekatan Individual

Di kelas ada sekelompok anak didik. Mereka duduk di kursi masing-masing.

Mereka berkelompok dari dua sampai lima orang. Di depan mereka ada meja

untuk membaca dan menulis atau untuk meletakkan fasilitas belajar. Mereka

belajar dengan gaya yang berbeda-beda. Perilaku mereka juga bermacam-macam.

Cara mengemukakan pendapat, cara berpakaian, daya serap tingkat kecerdasan,

dan sebagainya, selalu ada variasinya. Masing-masing anak didik memang

mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dari satu anak didik dengan anak

didik lainnya.

Perbedaan individual anak didik tersebut memberikan wawasan kepada guru

bahwa strategi pengajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek

individual ini. Dengan kata lain, guru harus melakukan pendekatan individual

dalam strategi belajar mengajarnya. Bila tidak, maka strategi belajartuntas atau

mastery learningyang menuntut penguasaan penuh kepada anak didik tidak

pernah menjadi kenyataan. Paling tidak dengan pendekatan individual dapat

diharapkan kepada anak didik dengan tingkat penguasaan optimal.

Pada kasus-kasus tertentu yang timbul dalam kegiata belajar mengajar, dapat

diatasi dengan pendekatan individual. Misalnya, untuk menghentikan anak didik

yang suka bicara. Caranya dengan memisahkan/memindahkan salah satu anak

didik tersebut pada tempat yang terpisah dengan cara yang cukup jauh.

3
Pendekatan individual mempunyai arti yang sangat penting bagi kepentingan

pengajaran. Pengelolaan kelas sangat memerlukan pendekatan individual ini.

Pemilihan metode tidak bisa begitu saja mengabaikan kegunaan pendekatan

individual, sehingga guru dalam melaksanakan tugasnya selalu saja melakukan

pendekatan individual terhadap anak didik di kelas. Persoalan kesulitan belajar

anak lebih mudah dipecahkan lebih mudah dipecahkan dengan menggunakan

pendekatan individual, walaupun suatu saat pendekatan kelompok diperlukan.

B. Pendekatan Kelompok

Dalam kegiatan belajar mengajar terkadang ada juga guru yang menggunakan

pendekatan lain, yakni pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok memang

suatu waktu diperlukan dan perlu digunakan untuk membina dan mengembangkan

sikap sosial anak didik. Hal ini disadari bahwa anak didik adalah sejenis makhluk

homo socius, yakni makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama.

Dengan pendekatan kelompok, diharapkan dapat ditumbuhkembangkan rasa

sosial yang tinggi pada diri mereka masing-masing, sehingga terbina sikap ini

pada hal-hal yang baik saja. Mereka sadar bahwa hidup ini saling ketergantungan,

seperti ekosistem dalam mata rantai kehidupan semua makhluk hidup di dunia.

Tidak ada makhluk hidup yang terus menerus berdiri sendiri tanpa keterlibatan

makhluk lain, langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak, makhluk lain itu

ikut ambil bagian dalam kehidupan makhluk tertentu.

Anak didik dibiasakan hidup bersama , bekerja sama dalam kelompok, akan

menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan. Yang mempunyai

4
kelebihan dengan ikhlas mau membantu mereka yang mempunyai kekurangan.

Sebaliknya mereka yang mempunyai kekurangan dengan rela hati mau belajar

dari mereka yang mempunyai kelebihan, tanpa ada rasa minder. Persaingan yang

positif pun terjadi di kelas dalam rangka untuk mencapai prestasi belajar yang

optimal. Inilah yang diharapkan, yakni anak didik yang aktif, kreatif, dan amndiri.

Ketika guru ingin menggunakan pendekatan kelompok, maka guru harus

sudah mempertimbangkan bahwa hal itu tidak bertentangan dengan tujuan,

fasilitas belajar pendukung, metode yang akan dipakai sudah dikuasai, dan bahan

yang akan diberikan kepada anak didik memang cocok didekati dengan

pendekatan kelompok. Karena itu, pendekatan keompok tidak bisa dilakukan

secara sembarangan, tetapi harus mempertimbangkan hal-hal lain yang ikut

mempengaruhi penggunaannya.

C. Pendekatan Kognitif

1. Pengertian Pendekatan Kognitif

Istilah “kognitif” berasal dari kata cognition yang artinya sama dengan kata

“knowing” yang berarti mengetahui. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah

kognitif menjadi sangat populer sebagai salah satu dominan atau wilayah

psikologis manusia yang berhubungan dengan pemahaman , pertimbangan,

pengelolaan informasi dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini

juga berhubungan dengan kehendak dan perasaan yang bertalian dengan ranah

rasa.

5
 Kognitif = intelek (Chaplin, 1981)

 Kognitif adalah proses berfikir seseorang untuk memahami dirinya sendiri

dan orang lain

 Kognitif = intelegebnsi =kecerdasan, (Jean Piaget) yaitu seluruh

kemampuan berfikir dan bertindak secara adaptif termasuk kemampuan

mental yang kompleks seperti berfikir, mempertimbangkan, menganalisis,

mensintesis, mengevaluasi, menyelesaikan masalah.

 Merupakan cara individu untuk menganalisa, mengingat dan

menggunakan informasi mengenal kejadian atau peristiwa-peristiwa sosial

(Dyne & Baron 2000).

Menurut para ahli psikologi kognitif, pendayagunaan kapasitas ranah kognitif

manusia sudah mulai berjalan sejak manusia itu mendayagunakan kapasitas motor

sensorinya.

2. Teori Pendekatan Kognitif

Teori psikologi kognitif adalah bagian terpenting dari sains kognitif yang telah

memberi konstribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi

pendidikan. Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses

internal, mental manusia. Dalam pandangan ahli kognitif, tingkah laku manusia

yang tampak tidak dapat diukur tanpa dan diterangkan melibatkan proses mental,

seperti motivasi, keyakinan, dan sebagainya.

Belajar pada dasarnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral

(yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersiafat behavioral tampak

6
lebih nyata dalam hampir semua aktivitas belajar siswa. Secara lahiriah, seorang

anak yang sedang belajar membaca dan menulis, tentu menggunakan perangkat

jasmaniah (dalam hal ini mulut dan tangan) untuk mengucapkan kata dan

menggoreskan pena. Akan tetapi perilaku mengucapkan kata dan menggoreskan

pena yang dilakukan tersebut bukan semata-mata respon stimulus yang ada,

melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otak.

3. Teori Belajar Psikologi Kognitif

Tingkah laku seseorang senentiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan

mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi

belajar, seorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk

memecahkan masalah. Jadi pada teori kognitif dikatakan bahwa, tingkah laku

seseorang lebih tergantung kepada insight terdapat hubungan-hubungan yang ada

di dalam situasi. Keseluruhan adalah lebih dari bagian-bagiannya.

Psikologi kognitif adalah kajian studi ilmiah mengenai proses-proses mental

atau pikiran. Bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan dan transformasikan

sebagai pengetahuan. Psikologi kognitif juga di sebut psikologi pemrosesan

informasi. Tingkah laku seseorang didasarkan pada tindakan mengenal atau

memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Prinsip dasar psikologi

kognitif, yaitu:

1. Belajar aktif;

2. Belajar lewat interaksi sosial;

3. Belajar lewat pengalaman sendiri.

7
Teori psikologi kognitif berkembang dengan ditandai lahirnya teori Gestalt

(Mex Weitheimer) yang menyatakan bahwa pengalaman itu berstruktur yang

terbentuk dalam suatu keseluruhan. Ada beberapa jenis teori belajar psikologi

kognitif, yakni sebagai berikut:

1) Cognitive Field (Kurt Lewin)

Teori belajar Cognitif Field menitikberatkan perhatian kepada kepribadian

dan psikologi sosial, karena pada hakikatnya masing-masing individu berada di

dalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologi, yang disebut Life space.

Life space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya

orang yang dijumpai, fungsi kejiwaan yang dimiliki dan objek material yang

dihadapi.

Jadi tingkah laku merupakan hasil interkasi antar kekuatan, baik yang berasal

dari dalam diri individu, seperti tujuan, tekanan kejiwaan maupun yang berasal

dari luar diri individu seperti, tantangan dan permasalahan yang di hadapi.

Menurut teori ini, belajar itu berlangsung sebagai akibat dari perubahan

dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif adalah hasil pertemuan dari

dua kekuatan yaitu, yang berasal dari struktur medan kognitif itu sendiri dan yang

lainnya berasala dari kebutan dan motivasi internal. Dengan demikian, peranan

motivasi jauh lebih penting dari pada reward atau hadiah (Soemanto, 2008).

2) Discovely Learning (Jerome Bruner)

Yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari piaget yang menyatakan

bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam kelas. Untuk itu Bruner memakai

8
cara dengan apa yang disebutnya discory learning yaitu di mana siswa

mengprganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini

berbeda dengan reception learning atau expository teaching, di mana guru

menerangkan semua informasi dan siswa harus mempelajari semua bahan atau

informasi itu (Djali, 2008).

3) Cognitive Developmental (Piaget)

Dalam teori ini Piaget memandang bahwa proses berpikir merupakan aktivitas

gradual dari fungsi intelektual, yaitu dengan berpikir konkret menuju abstrak.

Perkembangan intelektual adalah kualitatif bukan kuantitatif. Perkembangan

kognitif tergantung pada akomodasi. Oleh karena itu, siswa harus diberikan suatu

areal yang belum diketahui, agar ia dapat belajar. Dengan adanya areal baru ini

siswa akan mengadakan usaha-usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau

area itulah yang akan mempermudah perkembangan kognitif.

Dalam teorinya, ia memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas

gradual dari fungsi intelektual yang konkret menuju abstrak. Ia memakai schemer:

pola tingkah laku yang dapat diulang yang berhubungan denagn :

1. Reflex pembawaan (bernapas,makan, minum).

2. Schemer mental (pola tingkah laku yang susah diamati, dan dapat diamati.

Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tingkat

yaitu: (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational; dan (4)

formal operational.

9
Perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap menurut Piaget yaitu:

(1) Kematangan

(2) Pengalaman fisik/ lingkungan

(3) Transmisi social

(4) Equilibrium/ self regulation (Soemanto, 2008).

4. Implikasi Teori Perkembangan Kognitif Dalam Pembelajaran

Implikasi teri perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

1) Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena

itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara

berfikir anak.

2) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkunagn

dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan

lingkungan sebaik-baiknya.

3) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak

asing.

4) Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

5) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling

berbicara dan disukai dengan teman-temannya.

Pengaplikasian teori kognitif dalam belajar dapat bergantung pada akomodasi.

Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat

10
belajar, karea ia tidak dapat belajar dari apa yang telah diketahui saja. Dengan

adanya area baru, siswa akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasikan

(Soemanto, 2008).

D. Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme

1. Pengertian konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang dikemukakan oleh

Giambatista Vico (1710). Viko adalah seorang sejarawan yang berkebangsaan

Italia yang mengungkapakn filsafatnya dengan menyatakan bahwa, “Tuhan adalah

pencipta alam dan manusia adalah tuan dari ciptaan.” Vico selanjutnya

menjelaskan bahwa “mengetahui”berarti “mengetahui bagaimana membuat

sesuatu” (Suparno, 1997: 24). Ini berarti bahwa seorang baru mengetahui sesuatu

jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu.

Selain Vico, ahli yang dapat dikategorikan memiliki aliran konstruktif adalah

Jean Piacet. Menurut Jean Piaget (1971) pengetahuan itu akan akan bermakna bila

dicari dan ditemukan sendiri oleh peserta didik bukan hasil pemberitahuan orang

lain, termasuk guru. Selanjutnya, Piaget dalam Sanjaya (2007: 194) menyatakan

bahwa setiap individu berusaha dan mampu mengembangkan pengetahuannya

sendiri melalui skema yang ada dalam struktur kognitifnya.

Karli (2003: 2) menyatakan konstruktivisme adalah salah satu pandangan

tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar

(perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif yang hanya

dapat diatasi melalui pengetahuan diri dan pada akhir proses belajar pengetahuan

11
akan dibangun oleh anak melalui pengalamannya dari dari hasil interaksi dengan

lingkungannya.

2. Ciri-ciri pembelajaran Konstruktivisme

Model pembelajaran dapat dikategorikan pada pendekatan pembelajaran

konstruktivisme apabila memiliki criteria sebagai berikut

1. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang

telah ada sebelumnya

2. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia

3. Belajar merupakan proses yang aktif dimana makna dikembangkan

berdasarkan pengalaman

4. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negosiasi) makna

melaluai berbagai informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam

berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain

5. Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian

harus berintegrasi dengan dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah.

Adapun menurut Siroj (http:// www.depdiknas.go.id/jurnal/43) ciri-ciri

pembelajaran yang konstruktivis adalah meliputi:

1. Menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang

telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses

pembentukan pengatahuan.

12
2. Menyediakan berbagai alternatife pengalaman belajar, tidak semua

mengerjakan tugas yang sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan

dengan berbagai cara.

3. Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan

dengan melibatkan pengalaman konkret, misalnya untuk memahami suatu

konsep melalui kenyataan kehidupan sehari-hari.

4. Mengintegrasikan pembelajran sehingga memungkinkan terjadinya

transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan

orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya interaksi dan kerjasama

antar siswa, guru, dan siswa-siswa.

5. Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis

sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif

6. Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga menjadi menarik

dan siswa mau belajar.

3. Jenis-jenis konstruktivisme

Menurut Suparno (1997: 43) konstruktivisme dapat dibedakan menjadi

konstruktivisme psikologis dan konstruktivisme sosiologis.

13
E. Pendekatan Humanistik

1. Pengetian pendekatan Humanistik

Menurut pendekatan humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan

manusia, proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik (siswa) memahami

lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha

agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.

Pendekatan belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang

pelakunya (peserta didik, siswa) bukan dari sudut pandang orang lainnya

(pengamatnya).

Dalam pendekatan ini, tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa

untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk

mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam

mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistic

melihat adanya dua bagian pada proses belajar yaitu:

a. Proses pemerolehan informasi baru,

b. Personalia informasi ini pada individu

Tokoh penting dalam pendekatan belajar humanistik antara lain adalah: Arthur

W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.

1. Arthur Combs (1912-1999)

Bersama dengan Donald Snyg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak

perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar

14
yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru

tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan

kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh

tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan

penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain

hanyalah ketidak mampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan

memberikan kepuasan baginya.

2. Maslow

Teori Maslow didasarkan pada dua asumsi bahwa didalam diri individual ada

dua hal:

a. Suatu usaha yang positif untuk berkembang

b. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu

Maslow mengemukakan bahwa bahwa undividu berprilaku dalam uapaya

untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada dirimasing-masing orang

mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha untuk

berkembang, takut untuk mrngambil kesempatan, takut membahayakan apa yang

sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki

dorongan untuk lebih maju kearah yang keutuhan, keunikan diri, kea rah

fungsinya semua kemampuan kea rah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan

pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self).

15
3. Carl Rogers

Carl Rogers lahir 8 januari 1902 di Oak Park, IIIinois Chicago, sebagai anak

keempat dari enam bersaudara, semula Rogers menekuni bidang agama terapi

akhirnya pindah kebidang psikologi klinis di Universitas Colombia dan mendapat

gelar Ph.D padatahu 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja di klinis di

Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak.

Gelar professor diterima di Ohio State pada tahun1960. Tahun 1942, ia

menulis buku pertamanya, Counseling and psychotherapy dan secara bertahap

mengembangkan konsep Client- Centerd Therapy. Rogers membedakan dua tipe

belajar, yaitu:

a. Kognitif (kebermaknaan): dan

b. Eksperiental (pengalaman atau signifikan)

Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai

seperti mempelajari mesin dengan tujuan untuk memperbaiki mobil.

Eksperimential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan

siswa. Kualitas belajar eksperimential learning mencakup: keterlibatan siswa

secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, adanya efek yang

membekas pada siswa.

16
2. Implikasi pendekatan humanistik

a. Guru sebagai fasilitator

Psikologis humanistik member perhatian atas guru sabagai fasilitator yang

berikut ini adalah berbagai cara untuk member kemudahan belajar dan bebagai

kualitas sebagai fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari

beberapa guidenes (petunjuk):

1. Fasilitator sebaiknya member perhatian kepada penciptaan suasan awal

situasi kelompok atau pengalaman kelas.

2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tjuan

peorangan didalam kelas

3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk

melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna

4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar

yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu

mencapai tujuan mereka.

5. Dia menempatkan dirinya sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat

dimanfaatkan

6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan didalam kelompok kelas

17
b. Aplikasi pendekatan Humanistik terhadap pembelajaran siswa

Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi

para siswa yang dapat memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar

dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswadan

mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses

pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri,

mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri

yang bersifat negatif.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya dari padahasil belajar.

Adapun proses yang umumnya dilalui adalah:

1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas

2. Mengusahakan partisipasi aktif melaluai kontrak belajar yang bersifat

jelas, jujur dan positif

3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk

belajar atas inisiatif sendiri

4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses

pembelajaran secara mandiri

5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih

pilihannya sendiri, melakukan apa yang yang diinginkan dan menanggung

resiko dari perilaku yang ditunjukkan;

18
6. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya

7. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi

peserta.

c. Jenis-Jenis Kontruksivisme

Menurut suparno (1997 : 43) kontruktivisme dapat dibedakan menjadi

kontruktivisme psikologi dan konstruktivisme sosiologi. konstruktivisme

psikologi bertitik tolak dari perkembangan pskologi anak dalam membangun

pengetahuannya. Adapun konstruktivisme sosiologis lebih menekankan pada

masyarakat yang membangun pengetahuan konstruktivisme pskologis bercabang

dua, yaitu lebih personal berkembanng atas ide piaget, dan yang lebih sosial

berkembang atas ide Vygotsky, adapun konstruktivisme sosiologis berdiri

sendiri.

1. Konstruktivisme psikologis personal

Konstruktivisme psikologis personal sering disebut sebagai

konstruktivismekognitig piaget. Menurut paham ini konstruksi pengetahuan

terjadi melalui proses organisasi dan adaptasi. Organisasi merupakan

kemampuan organisme menisistematiskan atau mengorganisasikan proses-proses

fisik atau psikologi menjadi struktur-struktur. Struktur merupakan sistem yang

teratur dan berhubungan yang memuat konsep-konsep yang saling terkait satu

sama lain.

19
2. Konstruktuvisme Psikologi Sosial

Konstruksivisme psikolgi sosial dikembangkan berdasarkan ide dari

Vygotsky. Menurut paham ini konstruktivisme pengetahuan terjadi melalui

intraksi sosial antra siswa. Pengetahuan dikonstrksi secara kalobartif antara

individu, yang selanjutnya keadaan ini dapat di sesuaikan oleh setiap individu.

Konstruksi pengetahuan terjadi karna adanya hubungan yang kompleks antra

elemen-elemen tingkah laku siswa dan intraksi sosial.

3. Konstruktivisme Sosiologis

Konstruktivisme sosiologis menekankan pengetahuan ilmiah sebagai

konstruk sosial, bukan konastruksi individu. Dalam arti kata bahwa pengetahuan

merupakan penemuan sosial dan sekaligus faktor fdfalam perubahan sosial.

Bergerak dalam Suparno (1q997:47) mengatakan bahwa kenyataan hidup sehari-

hari merupakan dunia yang di alami bersama dengan orang lain. Dunia ini nyata

bagi “saya” dan bagi ornag lain “saya” tidak dapat berhenti berkomonikasi dengan

yang lain. Sementara itu Matthews (Suparno, 1997: 48) menyatakan bahwa

konstruktivisme sosiologi menekankan bahwa pengetahuan ilmiah merupakan

konstruksi sosial, bukan konstruksi individu.

d. Implementasi Pendekatan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran

Salah satu prinsip paling penting dari pskoligi pendidikan adalah guru tidak

hanya semta-mata memberikan pengetahuan kepada siswa siswa harus

membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses

ini dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuka dan

menerapkan ide-ide mereka untuk belajar paradigma konstruktivisme memandang

20
siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum

mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam

menkonstruksi pengetahuan yang baru.

F. Pendekatan Kontekstual

1. Pengertian Pembelajarn Kontekstual

Pendekatan kontekstual merupakan siswa dalam konteks bermakna yang

menghubungkan pengetehuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari

dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peran guru.

Contextual Learning (CTL) adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk

menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah suatu sistem

pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan

menghubungkan muatan akademik dengan kehidupan sehari-hari siswa (johnson,

2006: 65).

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menerangkan pada

proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi yang di pelajari dan

menghubungkan dengan kehidupan nyata (konteks kehidupan sehari-hari, seperti

konteks kehidupan pribadai, sosial, dan budaya) dan menerapkannya dalam

kehidupan sehari-hari. Proses demikian akan mengakrabkan siswa dengan

lingkungannya, baik lingkungan keluarga, masyarakat, maupun dunia kerja.

21
1. Karaktristik Pembelajaran berdasarkan pendekatan kontekstual

Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang penting

untuk dikuasai oleh guru. Terhadap beberapa karakteristik dalam pendekatan

kontekstual dalam pembelajaran menueut Aqib (2013) yaitu

1) Kerjasama

2) Saling Menunjang

3) Menyenangkan, tidak membosankan

4) Belajar dengan bergairah

5) Pembelajaran terintegrasi

6) Mengunakan berbagai sumber

7) Siswa aktif

8) Sharing dengan teman

9) Siswa kritis guru kretif

10) Dinding deng lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar,

artikel, humor, dan lain-lain

11) Laporan kepada orang tua bukan hanya rapot tetapi hasil karya siswa,

laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain

Karakteristik pendekatan kontekstul akan mencapai kerja sama dan sharing

antara siswa agar dapat saling menunjang dalam pembelajarn, siswa aktif, senang

dan bergairah dalam belajar, pembelajar terintegrasi dengan mata pelajaran lain,

dengan kebebasan berpendapat membuat siswa kritis, dan suasana kelas menjadi

indah dan membuat siswa nyaman untuk belajar sehingga pendekatan ini sangat

cocok dalam membangun pembelajaran bagi anak usia dini yang sesuai dengan

22
perkembangan anak. Pendekatan ini tidak mengubah tatanan sekolah dan

kurikulum, sedikit penyesuasian memang diperlukan dalam memfasilitasi anak

usia dengan komponen CTL dan filsofi Flobel, anak bermain sambil belajar.

Setting kelas mungkin diperlukan agar dapat mendukung penyelenggaraan

pendidikan bebasisi CTL dikelas secara optimal.

2. Perinsip-perinsip Pembelajaran berdasarkan Pendakatan Konteksual

Perinsip-perinsip dasar di dalam pendekatan kontekstual adalah belajar

berbasis maslah, belajar berbasis konteks, belajar berbasis perbedaan, belajar

berbasis individu, belajar berbasis kelompok, dan balejar berbasis penilaian

ontentik (johnson, 2002). Pertama, pembelajaran menekankan pada pemecahan

masalah. Pembelajaran kontekstual dapat dimulai dengan suatu simulasi atau

masalah nyata. Dalam hal ini siswa menggunakan keterampilan berpikir kritik dan

pendekatan sistematik untuk menemukan dan menggungapkan masalah atau isu-

isu dan mungkin juga menggunakan baebagai isi materi pembelajaran untuk

menyelesaikan masalah. Masalah yang dimaksudkan adalah relavan dengan siswa,

pegelaman, sekolah, tempat tinggal, dan masyarakat yang memiliki arti penting

bagi siswa.

3. Langka-langka Pendekatan Kontekstual

Sebelum melaksanakan pembelajarn, tentu saja terlebih dahulu guru harus

membuat skenario pembelajaran sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai

alat kontrol dalam pelaksanaannya. Dalam pendekatan kontekstual ada beberapa

langkah yang harus dilalui yang disebut dengan fase, Aqib (2013) menjelaskan

terdapat enam fase dalam pembelajaran antara lain :

23
 Fase 1

(menyampaikan tujaun dan motivasi siswa), guru mencapai tujuan yang ingin

dicapai dalam pembelajaran dan motivasi siswa.

 Face 2

(Menyampaikan informasi), guru menyampaikan informasi kepada siswa

dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

 Fase 3

(mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar), guru

menjelaskan kepada siswa bagai mana cara membentuk kelompok belajar dan

membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

 Fase 4

(membimbing kelompok belajar dan bekerja), guru membimbing kelompok

belajar pada saat mengerjakan tugas mereka.

 Fase 5

(Evaluasi), guru mengevaluasi tentang materi yang telah dipelajari/meminta

kelompok untuk presentasi hasil kerja.

 Fase 6

(memberikan penghargaan), guru menghargai baik upaya maupun hasil

belajar individu maupun kelompok.

Pendapat lain mengenai langkah-langkah pembelajaran kontekstual juga di

sampaikan trianto (2009) bahwa terdapat tujuan langka yang harus dilaksanakan

oleh guru dalam menerapkan pendekatan pembelajaran ini, sebagai berikut:

24
1) Mengembangkan pemikiran anak bahwa anak akan belajar lebih

bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan

mengontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri semua topik.

3) Mengembangkan sifat ingin tauh siswa dengan bertanya

4) Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok),

5) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

6) Melakukan refleksi diakhir pertemuan.

7) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

G. Pendekatan Bervariasi

Ketika guru dihadapkan kepada permasalahan anak didik yang bermasalah,

maka guru akan berhadapan dengan permasalahan anak didik yang bevariasi.

Setiap masalah yang dihadapi oleh anak didik tidak selalu sama, terkadang ada

perbedaan.

Dalam belajar, anak didik mempunyai motivasi yang bebeda. Pada satu sisi

anak didik memiliki motivasi yang rendah, tetapi pada saat lain anak didik

mempunyai motivasi yang tinggi. Anak didik yang satu bergairah belajar, anak

didik yang lain kurang bergairah belajar. Sementara sebagian besar anak belajar,

satu atau dua orang anak tidak ikut belajar.

Dalam mengajar, guru hanya menggunakan satu metode biasanya sukar

menciptakan suasana kelas yang konduktif dalam waktu relatif lama. Bila terjadi

perubahan suasana kelas, sulit menormalkannya kembali.

25
Permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik biasanya bervariasi, maka

pendekatan yang digunakan pun akan lebih tepat dengan pendekatan bervariasi

pula. Misalnya, anak didik yang tidak disiplin dan anak didik yang tidak disiplin

dan anak didik yang suka berbicara akan berbeda pemecahannya dan

menghendaki pendekatan yang berbeda-beda pula. Demikian juga halnya terhadap

anak didik yang membuat keributan. Guru tidak bisa menggunakan teknik

pemecahan yang sama untuk memecahkan permasalahan yang lain. Kalaupun ada,

itu hanya kasus tertentu.

Pendekatan bervariasi bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang

dihadapi oleh setiap anak didik dalam belajar bermacam-macam. Kasus yang

biasanya muncul dalam pengajaran dengan berbagai motif, sehingga diperlukan

variasi teknik untuk setiap kasus. Maka kiranya pendekatan bervariasi ini sebagai

alat yang dapat guru gunakan untuk kepentingan pengajaran.

H. Pendekatan Edukatif

Apapun yang guru lakukan dalam pendidikan dan pengajaran dengan tujuan

untuk mendidik, bukan karena motif-motif lain, seperti dendam, gengsi, ingin

ditakuti, dan sebagainya.

Anak didik yang telah melakukan kesalahan, yakni membuat keributan dikelas

ketika guru sedang memberikan pelajaran, misalnya tidak tepat diberikan sanksi

dengan cara memukul badannya hingga luka dan cidera. Ini adalah tindakan

sanksi hokum yang tidak bernilai pendidikan. Guru telah melakukan pendekatan

yang salah. Guru telah menggunakan menggunakan pendekatan yang salah. Guru

26
telah menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk menundukkan

orang lain. Dalam pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana bila

menggunakan kekuasaan, kerana hal itu pertumbuhan dan perkembangan

kepribadian anak didik. Pendekatan yang benar bagi guru adalah dengan

melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang guru

lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak didik agar

menghargai norma hokum, norma susila, norma moral, norma sosial, dan norma

agama.

Cukup banyak sikap dan perbuatan yang harus guru lakukan untuk

menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak didik. Salah satu contohnya,

misalnya, ketika lonceng tanda masuk kelas telah berbunyi, anak-anak jangan

dibiarkan masuk dulu, tetapi suruhlah mereka berbaris didepan pintu masuk dan

perintahkan ketua kelas untuk mengatur barisan. Semua anak perempuan berbaris

dalam kelompok jenisnya. Jadi barisan dibentuk menjadi dua dengan pandangan

terarah ke pintu masuk. Di sisi pintu masuk guru berdiri sambil mengontrol

bagaimana anak-anak berbaris didepan pintu masuk kelas. Semua anak

dipersilahkan masuk oleh ketua kelas. Mereka pun satu persatu menyalami guru

dan mencium tangan tangan guru sebelum dilepas. Akhirnya, semua anak masuk

dan pelajaran pun dimulai.

Contoh diatas menggembarkan pendekatan edikatif yang telah dilakukan oleh

guru dengan menyuruh anak didik dengan menyuruh anak didik berbaris didepan

pintu masuk. Guru telah meletakkan tujuan untuk membina watak anak didik

dengan pendidikan akhlak yang mulia.

27
I. Pendekatan Keagamaan

Khususnya untuk mata pelajaran umum, sangat berkepentingan dengan

pendekatan keagamaan. Hal ini dimaksudkan agar nilai budaya ilmu itu tidak

sekuler, tetapi menyatu dengan nilai agama. Dengan penerapan perinsip-prinsip

mengajar seperti prinsip korelasi dan sosialisasi, guru dapat menyisipka peasan-

pesan keagamaan untuk semua mata pelajaran umum. Tentu saja guru harus

menguasai ajaran-ajaran agama yang sesuai dengan mata pelajaran yang

dipegang. Persoalannya sekarang terletak, mau atau tidaknya guru mata pelajaran

tersebut mencari dan menggali dalil-dalil dimaksud dan menafsirkannya guna

mendukung pengunaan pendekatan keagaman dalam pendidikan dan pengajaran.

Sarah Faasiin, ayat 34,dan ayat 36, adalah bukti nyata bahwa pelajaran biologi

tidak bisa dipisahkan dari ajaran agama. Surat Yasiin ayat 37, 38,39,dan 40 adalah

dalil-dalil nyata pendukung pendekatan keagamaan dalam mata pelajaran fisika.

Akhirnya, pendekatan agama dapat membantu guru untuk memperkecil

kerdilnya jiwa agama tidak dicemohkan dan dilecehkan, tetapi diyakini, dipahami,

dihayati, dan diamalkan selama hayat siswa dikandung badan.

J. Pendekatan Kebermaknaan

Bahasa adalah alat untuk menyampaikan dan memahami gagasan pikiran,

pendapat, dan perasaan, secara lisan maupun tulisan. Bahasa inggris adalah bahasa

asing pertama di Indonesia yang dianggap penting untuk tujuan penyerapan dan

pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan pembinaan

hubungan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Dalam rangka penguasaan bahasa

28
inggris tidak bisa mengabaikan masalah pendekatan yang harus digunakan dalam

proses belajar mengajar. Kegagalan penguasaan dalam bahasa inggris oleh siswa,

salahsatu sebabnya adalah kurang tepatnya pendekatan yang digunakanoleh guru

selain faktor lain sepeti faktor sejarah, fasilitas, dan lingkungan serta kompetensi

guru itu sendiri.

Beberapa konsep penting yang menyadari pendekatan ini diuraikan sebagai

berikut:

1. Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan makna yang diwujudkan

melalui struktur (tata bahasa dan kosa kata). Dengan demikian, struktur

berperan sebagai alat pengungkapan makna (gagasan, pikiran, pendapat,

dan perasaan).

2. Makna ditentukan oleh lingkup kebahasaan maupun lingkup situasi yang

merupakan konsep dasar dalam pendekatan kebermaknaan pengajaran

bahasa yang natural, didukung oleh pemahaman lintas budaya.

3. Makna dapat diwujudkan melalui kalimat yang berbeda baik secara lisan

maupun tertulis.

4. Belajar bahasa asing adalah belajar berkomunikasi melalui bahasa tersebut

sebagai bahasa sasaran, baik secara lisan maupun secara tertilis

5. Motivasi belajar siswa merupakan faktor utama yang menentukan

keberhasilan belajarnya.

29
6. Bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaranmenjadi lebih bermakna bagi

siswa jika berhubungan dengan pengalaman, minat, tata nilai, dan masa

depannya.

7. Dalam proses belajar mengajar siswa merupakan subjek utama, tidak hanya

sebagai objek belaka.

8. Dalam proses belajar mengajar guru berperan sebagai fasilitator yang

membantu siswa mengembangkan keterampilan berbahasanya.

30
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendekatan pembelajaran dapat berarti titik tolak atau sudut pandang

terhadap proses pembelajaran atau merupakan gambaran pola umum perbuatan

guru dan peserta didik di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran yang berusaha

meningkatkan kemampuan-kemampuan kogntif, efektif, dan psikomotorik siswa

dalam pengolahan pesan sehingga mencapai sasaran belajar.

Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah menjadi interaksi

yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakannya. Ketika kegiatan

belajar mengajar itu di berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan

berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya. Hal

ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran.

Pendekatan yang tepat maka akan berlangsung belajar mengajar yang

menyenangkan.

B. Saran

Dari bermacam-macamnya pendekatan dalam proses belajar mengajar,

diharapkan pendidik mampu memaksimalkan dan mempraktekkan pendekatan itu

untuk mengatasi semua permasalahan yang muncul, dalam upayanya membentuk

kepribadian anak didik sehingga nantinya memperoleh hasil yang memuaskan dan

mampu menciptakan generasi bangsa yang bekualitas.

31
32

Anda mungkin juga menyukai