Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PERENCANAAN KAWASAN PARIWISATA

DAERAH OBJEK WISATA PENGLIPURAN

Disusun Oleh :
Ni Luh Ayu Puspa Kartika (16.21.1.11238)
Familia Yatrin Mazmur (16.21.1.11271)
Maria Carnila Janur (16.21.111278)
Ni Made Lina Sulistyawati (16.21.1.11288
Ludgerus Ngasa (16.21.1.11272)
I Made Karnata (16.21.1.11264)
Maximilia Diut (16.21.1.11244)
Ni Putu Sumiliasih (16.21.1.11239)
Gusti Ayu Putri Prima sari (17.21.1.11311)
Jefrianus Aristo (16.21.1.11286)

SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN INDONESIA


STIMI HANDAYANI DENPASAR 2019
Daftar Isi

Daftar Isi ....................................................................................................................................................... 1

BAB 1 .......................................................................................................................................................... 2

PENDAHULUAN.................................................................................................................................... 2

Latar Belakang ................................................................................................................................... 3

Rumusan Masalah .............................................................................................................................. 3

Tujuan Masalah .................................................................................................................................. 3

Tujuan Khsus ..................................................................................................................................... 4

BAB 2 .......................................................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 5

Keberadaan Desa Adat Penglipuran ...................................................................................................... 5

Sejarah Desa Adat Penglipuran ............................................................................................................... 6

Geografi Pariwisata Sebagai Supply dan Demand ................................................................................... 7

Pengembangan Desa Wisata Penglipuran ................................................................................................. 7

Keterkaitan 5 Pilar .................................................................................................................................... 8

BAB 3 ........................................................................................................................................................ 12

PENTUP................................................................................................................................................ 12

Daftar Pustaka .................................................................................................................................. 15

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bali merupakan salah satu pulau bagian dari Negara Indonesia yang memiliki potensi
budaya yang sangat kental, baik dari segi sistem adat, kebudayaan dan kesenian. Bali
memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan dengan daerah-daerah di Indonesia.
Keunggulan inilah yang menjadi cirri khas pulau Bali yang memberikan daya tarik bagi para
wisatawan untuk berkunjung ke Bali. Yang menjadi maskot pulau Bali adalah
kebudayaannya yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Sistem kebudayaan di Bali terdiri dari
tujuh sistem sebagai berikut.
1. Sistem Mata Pencaharian
2. Sistem Peralatan
3. Sistem Kemasyrakatan
4. Sistem Ilmu Pengetahuan
5. Sistem Agama
6. Sistem Kesenian
7. Sistem Bahasa
Ketujuh sistem kebudayaan tersebut dimiliki oleh semua desa-desa yang ada di Bali.
Antara desa yang satu dengan desa yang lainnya memiliki sistem kebudayaan yang berbeda
baik dari segi sistem kemasyarakatannya, sistem keseniannya dan lain-lain. Perbedaan inilah
yang menjadikan setiap desa memiliki cirri khasnya masing-masing yang sekaligus
menimbulkan keragaman kebudayaan.
Seluruh desa-desa di Bali memiliki asal usul yang berbeda-beda. Terbentuknya suatu
desa memiliki keunikan tersendiri, baik dilihat dari segi nama desa dan sistem adat. Ada
beberapa desa di Bali yang memiliki tradisi yang sangat unik yang benar-benar
mempertahankan tradisi yang diwariskan oleh para leluhurnya secara turun-temurun sampai
saat ini. Desa tersebut adalah Desa Trunyan dan Desa Penglipuran. Kedua desa tersebut
memiliki tradisi yang sangat unik baik dari sejarahnya ataupun sistem adatnya. Tradisi-tradisi
yang ada pada dua desa tersebut tidak dimliliki oleh desa-desa lainnya di Bali. Walaupun
ditengah gempuran arus modernisasi, kedua desa tersebut tetap mempertahankan tradisi yang

2
diwariskan leluhurnya. Itulah yang menyebabkan kedua desa tersebut disebut dengan Desa
Bali Aga atau Desa Bali Mula. Sehingga ketika kita mendatangi desa tersebut, kita
akan merasakan suasana Bali yang sangat tradisional. Hal inilah yang menyebabkan kedua
desa tersebut menjadi tujuan para wisatawan.
Berpijak dari hal tersebut diatas, penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang keberadaan
Desa Penglipuran, sejarahnya, sistem adatnya serta keunikan-keunikan desa tersebut melalui
paper yang berjudul “ Sejarah Dan Keunikan Desa Adat Penglipuran, Bangli”.

1.2. Rumusan Masalah


Dalam rumusan masalah ini, penulis merumuskan beberapa masalah pokok yang akan
menjadi pokok bahasan dalam paper ini, di antaranya sebagi berikut:
1.2.1 Bagaimanakah sejarah Desa Adat Penglipuran?
1.2.2 Apa sajakah keunikan-keunikan yang ada di Desa Adat Penglipuran?
1.2.3 Bagaimana Geografi Pariwisata Sebagai Supply dan Demand di Penglipuran?
1.2.4 Bagaimana Pengembangan Desa Wisata Penglipuran?
1.2.5 Untuk mengetahui bagaimana Keterkaitan 5 Pilar Pengembangan Sebuah Destinasi
Pariwisata Terhadap Desa Wisata Penglipuran.

1.3. Tujuan Penulisan


Berdasarkan pemaparan rumusan masalah diatas maka dalam paper ini ada dua tujuan yang
ingin dicapai sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang sebuah desa yang memiliki tradisi
sangat kental yaitu Desa Adat Penglipuran mengenai sejarah atau asal usul Desa
Adat Penglipuran beserta keunikan-keunikan desa tersebut yang menjadi pembeda dengan
desa-desa lainnya di Bali.

3
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus, tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini dapat dijabarkan berikut ini.
1. Untuk mengetahui sejarah Desa Adat Penglipuran.
2. Untuk mengetahui keunikan-keunikan yang ada di Desa Adat Penglipuran.
3. Untuk mengetahui Geografi Pariwisata Sebagai Supply dan Demand di Penglipuran.
4. Untuk mengetahui bagaimana Pengembangan Desa Wisata Penglipuran.
5. Untuk mengetahui bagaimana Keterkaitan 5 Pilar Pengembangan Sebuah Destinasi
Pariwisata Terhadap Desa Wisata Penglipuran.

1.4. Manfaat Penulisan


Melalui makalah ini, diharapkan masyarakat dapat memahami bagaimana asal usul Desa
Adat Penglipuran beserta keunggulan, keistimewaan dan ciri khas Desa Adat Penglipuran
yang meliputi tata bangunan, sistem adat, stratifikasi social, sistem perkawinan dan lain-lain.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keberadaan Desa Adat Penglipuran
Desa Penglipuran adalah sebuah desa di kabupaten Bangli, Bali, tepatnya di kelurahan
Kubu, Kecamatan Bangli. Desa Penglipuran terletak pada jalur wisata Kintamani, sejauh 5 Km
dari pusat kota Bangli, dan 45 Km dari pusat kota Denpasar. Desa ini berudara sejuk karena
terletak 700 m di atas permukaan laut. Luas Desa Adat Penglipuran mencapai 112 hektare, terdiri
atas 37 hektare hutan bambu yang dimanfaatkan masyarakat setempat untuk kerajinan tangan
dengan sistem tebang pilih, ladang seluas 49 hektare, dan untuk perumahan penduduk seluas 12
hektare dengan batas wilayah desa adat Kubu di sebelah timur, di sebelah selatan desa
adat Gunaksa, dan di sebelah barat Tukad, sedangkan di sebelah utara des a adat
Kayang. Jumlah penduduknya 743 orang, kebanyakan dari mereka hidup sebagai petani dan
hanya sebagian kecil sebagai pegawai negeri. Tari-tarian dan cenderamata berkembang dengan
baik di desa terpencil ini.
Desa ini merupakan satu kawasan pedesaan yang memiliki tatanan spesifik dari struktur
desa tradisional, sehingga menampilkan wajah pedesaan yang asri. Keasrian desa adat tersebut
sudah bisa dirasakan begitu memasuki kawasan pradesa yang memaparkan kehijauan rerumputan
dan deretan bambu yang jadi pagar desa. Itu adalah area catus pata atau area tapal batas untuk
masuk ke Penglipuran. Adapun daerah penerimanya ditandai dengan Balai Wantilan, Balai
Banjar adat, dan ruang pertamanan terbuka. Di sana terdapat daerah parkir dan fasilitas KM/WC
bagi pengunjung. Area berikutnya adalah areal tatanan pola desa yang diawali dengan gradasi ke
fisik desa secara liniar membujur ke arah utara dan selatan. Rumah-rumah itu dibelah oleh
sebuah jalan utama desa yang ditutup oleh bebatuan dan ditamani rerumputan di kiri kanannya.
Area pemukiman serta jalan utama desanya merupakan kawasan bebas kendaraan terutama roda
empat. Pada sepanjang jalan setapak itu terdapat ratusan rumah, berderet berimpitan. Hampir
semua bangunan terbuat dari batu bata merah atau anyaman bambu. Pintu masuk gerbang rumah
penduduk itu sempit, hanya berukuran satu orang dewasa, dan bagian atas pintunya menyatu
dengan atap gerbang yang terbuat dari bambu. Keheningan menyergap ketika menelusuri jalan
setapak dari bebatuan yang bercampur dengan kerikil. Penataan fisik dari struktur desa tersebut
tidak terlepas dari budaya masyarakatnya yang sudah berlaku turun-temurun.

5
2.2 Sejarah Desa Adat Penglipuran
Dari sudut pandang sejarah dan menurut para sesepuh, kata Penglipuran berasal dari kata
“Pengeling Pura” yang berarti tempat suci mengenang para leluhur. Tempat ini sangat berarti
sejak leluhur mereka datang dari desa Bayung Gede ke Penglipuran yang jaraknya cukup jauh,
oleh karena itu masyarakat Penglipuran mendirikan pura yang sama sebagaimana yang ada di
desa Bayung Gede. Dalam hal ini berarti masyarakat Penglipuran masih mengenal asal usul
mereka. Pendapat lain mengatakan bahwa Penglipuran berasal dari kata “Penglipur” yang berarti
“penghibur” karena pada jaman kerajaan tempat ini dijadikan tempat peristirahatan.
Penglipuran memiliki dua pengertian, yaitu pangeling yang kata dasarnya “eling” atau
mengingat. Sementara pura artinya tanah leluhur. Jadi, penglipuran artinya mengingat tanah
leluhur. Kata itu juga bisa berarti “penghibur” yang berkonteks makna memberikan petunjuk
bahwa ada hubungan sangat erat antara tugas dan tanggung jawab masyarakat dalam
menjalankan dharma agama.
Masyarakat desa adat penglipuran percaya bahwa leluhur mereka berasal dari
Desa Bayung Gede, Kintamani.Sebelumnya desa Panglipuran bernama Kubu Bayung.
Pada jaman dahulu raja bali memerintahkan pada warga -warga di Bayung Gede untuk
mengerjakan proyek di Kubu Bayung, tapi akhirnya para warga tersebut memutuskan
untuk menetap di desa Kubu Bayung. Dilihat dari segi tradisi, desa adat ini
menggunakan sistem pemerintahan hulu apad. Pemerintahan desa adatnya terdiri dari
prajuru hulu apad dan prajuru adat. Prajuru hulu apad terdiri dari jero kubayan, jero
kubahu, jero singgukan, jero cacar, jero balung dan jero pati. Prajuru hulu apad
otomatis dijabat oleh mereka yang paling senior dilihat dari usia perkawinan tetapi yang
belum ngelad. Ngelad atau pensiun terjadi bila semua anak sudah kawin atau salah
seorang cucunya telah kawin. Mereka yang baru kawin duduk pada posisi yang paling
bawah dalam tangga keanggotaan desa adat. Menyusuri jalan utama desa kearah
selatan anda akan menjumpai sebuah tugu pahlawan yang tertata dengan rapi.Tugu ini
dibangun untuk memperingati serta mengenang jasa kepahlawanan Anak Agung Gede
Anom Mudita atau yang lebih dikenal dengan nama kapten Mudita. Anak Agung Gde
Anom Mudita, gugur melawan penjajah Belanda pada tanggal 20 November 1947.
Taman Pahlawan ini dibangun oleh masyarakat desa adat penglipuran sebagai wujud
bakti dan hormat mereka kepada sang pejuang.Bersama segenap rakyat Bangli, Kapten

6
Mudita berjuang tanpa pamrih demi martabat dan harga diri bangsa sampai
titik darah penghabisan.

2.3 Geografi Pariwisata Sebagai Supply dan Demand


Bila pariwisata dilihat sebagai jenis usaha yang memiliki nilai ekonomi, maka pariwisata
adalah sebagai suatu proses yang dapat menciptakan nilai tambah terhadap barang dan atau jasa
sebagai satu kesatuan produk, baik yang tampak nyata (tangible product) dan yang tidak tampak
(intangible product).
Secara garis besar, geografi pariwisata di bagi menjadi supply dan demand.Demand
adalah seorang atau kelompok individu yang melakukan pariwisata ke suatu tempat (tourist)
dengan tourism motivation ataupun tourist motivation. Sedangkan supply adalah segala sesuatu
yang dimiliki oleh negara/daerah penerima wisatawan. Pariwisata terbentuk melalui hubungan
antara supply dan demand tersebut. Kedua hal tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya,
jika di suatu negara tidak ada supply maka otomatis tidak akan ada demand yang berkunjung ke
negara tersebut. Begitu pula jika di suatu negara tidak ada demand, maka supply yang
dimilikinya tidak akan berkembang. Ada lima jenis supply yaitu tourist attraction, accessibility,
amenities, ancillaries, dan community involvement.
2.4 Pengembangan Desa Wisata Penglipuran
Kehadiran desa wisata merupakan fenomena yang menarik belakangan ini di Indonesia.
Pengembangan desa wisata merupakan wahana yang efektif untuk membangun pedesaan,
dimana sebagian besar warga miskin umumnya berada.Pengembangan desa wisata akan dapat
membantu kaum miskin melalui penciptaan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, baik
secara langsung maupun melalui dampak dinamika pariwisata. Pembangunan dan pengembangan
wisata dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebuah desa wisata tidak
hanya dituntut memiliki keunikan seni dan budaya. Tetapi juga pesona alam yang indah serta
fasilitas dan pelayanan wisata lainnya yang diperlukan wisatawan. Dalam kaitan ini Desa Wisata
Penglipuran adalah salah satu desa tujuan wisata di Bali yang terletak di kabupaten Bangli. Ciri
khasnya desa ini tampak jelas dari arsitektur tradisional gerbang rumah mereka yang seragam
dan berderet indah sepanjang jalan desa. Desa Wisata Penglipuran memiliki potensi yang harus
dikembangkan. Segera setelah ditetapkan sebagai desa wisata, masyarakat Desa Penglipuran
mendapat pembinaan dari pemerintah termasuk dalam menambah fasilitas pariwisata seperti

7
menjadikan rumah – rumah penduduk menjadi home stay, dimana masyarakat menyediakan satu
hingga dua kamar dari rumah mereka untuk menampung wisatawan yang ingin menginap di
sana. Dengan harapan agar masyarakat sebagai pemilik potensi wisata di desa tersebut dapat
menikmati langsung hasil dari aktivitas pariwisata.
Menurut I Nyoman Darma Putra, dan I Gde Pitana (2010:70) memberikan definisi desa
wisata bahwa pengembangan desa menjadi destinasi wisata dengan system pengelolaan yang
bersifat dari, oleh, dan untuk masyarakat. Dalam konsep desa wisata, peran aktif pembangunan
dan pengelolaan desa wisata berada di tangan masyarakat desa.Masyarakat desa, entah melalui
lembaga koperasi, atau yayasan, proaktif mengelola daya tarik wisata di daerahnya dengan
mengundang wisatawan untuk datang sekaligus untuk bermalam karena desa wisata juga
menawarkan pelayanan akomodasi.
2.5 Keterkaitan 5 Pilar Pengembangan Sebuah Destinasi Pariwisata Terhadap Desa
Wisata Penglipuran
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dilihat bahwa betapa pentingnya 5 pilar tersebut
dalam pengembangan sebuah destinasi pariwisata. Karena jika suatu Negara sepakat untuk
membangun pariwisata mereka harus menerima konsekuensi untuk membangun daya tarik
wisata “attractions” khususnya daya tarik wisata yang dibuat oleh manusia, sementara untuk
daya tarik alamiah dan budaya diperlukan penataan dan pengemasan agar lebih menarik. Karena
Jarak dan waktu tempuh menuju destinasi “accesable” juga merupakan faktor penting dalam
menarik minat wisatawan untuk datang ke suatu destinasi wisata maka pemerintah harus
membangun jalan raya yang layak bagi transportasi untuk menunjang kegiatan pariwisata,
sementara fasilitas yang dibutuhkan pada kegiatan pariwisata “amenities” seperti hotel,
penginapan, restoran juga harus disiapkan demi menunjang kenyamanan para wisatawan. Selain
itu diperlukan juga hal – hal pendukung kegiatan wisata tersebut “ancillaries” sebagai contoh
jika para wisatawan yang memerlukan jasa tourist information dapat mengunjungi pusat
informasi di counter – counter tertentu juga tersedianya toko – toko souvenir untuk membebli
oleh–oleh pada saat wisatawan akan pulang ke negaranya juga lemabaga– lembagapariwisata
dan perhotelan. Dari keempat pilar tersebut saling terkait satu sama lain untuk menunjang
kesuksesan pengembangan suatu detsinasi wisata, tetapi masih belum lengkap tanpa adanya
keterlibatan masyarakat lokal dalam perencanaan awal, pelaksanaan, dan pengelolaan
pembangunan dan pengembangan pariwisata di suatu destinasi wisata.

8
Karena masyarakat lokal sendirilah yang akan membangun, memiliki, dan mengelola
langsung fasilitas wisata serta pelayanannya, sehingga dengan demikian masyarakat dapat
menerima secara langsung keuntungan ekonomi, memproteksi nilai – nilai social dan budayanya
serta menjaga kelestarian dan keamanan lingkungan sekitarnya.
Pembangunan infrastruktur pariwisata dapat dilakukan secara mandiri ataupun
mengundang pihak swasta nasional bahkan pihak investor asing khususnya untuk pembangunan
yang berskala besar seperti pembangunan Bandara Internasional, dan sebagainya. Perbaikan dan
pembangunan insfrastruktur pariwisata tersebut juga akan dinikmati oleh penduduk lokal dalam
menjalankan aktifitas bisnisnya, dalam konteks ini masyarakat lokal akan mendapatkan pengaruh
positif dari pembangunan pariwisata di daerahnya.
Potensi pengembangan Desa Wisata dapat dikaji melalui keterkaitan pendekatan faktor Demand
(pengunjung) dan Supply (4A dan 1C) yaitu attraction, accessibilty,
amenity, ancillary, dan community involvement.
a. Hubungan Demand dengan Attraction
Tourist attraction sangat mempengaruhi demand atau jumlah wisatawan yang
berkunjung ke suatu destinasi pariwisata. Semakin bagus tourist attractionnya, semakin
banyak demand yang akan mengunjunginya sehingga tourist attraction itu akan semakin
berkembang. Tourist attraction ada yang bersifat natural dan ada pula yang bersifat
kultural. Hal ini sangat menarik perhatian wisatawan, semakin khas dan menarik sebuah
tourist attraction akan semakin banyak pula wisatawan yang ingin melihat atau
mengunjunginya. Seiring dengan permintaan demand, maka berkembanglah tourist
attraction buatan manusia, misalnya taman bermain, dan sebagainya. Dari penjelasan
tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa demand sangat mempengaruhi tourist
attraction, begitu juga sebaliknya.

b. Hubungan Demand dengan Accessibility


Accessibility merupakan suatu hal vital yang sangat mempengaruhi kunjungan
demand. Jika di suatu daerah tidak tersedia aksesibilitas yang mencukupi, seperti Bandar
udara, pelabuhan dan jalan raya maka tidak akan ada demand yang mengunjungi daerah
tersebut. Demand pulalah yang mempengaruhi perkembangan accessibility di suatu

9
daerah. Jika suatu daerah memiliki potensi pariwisata, maka harus disediakan
aksesibilitas yang memadai sehingga daerah tersebut dapat dikunjungi tourist.
c. Hubungan Demand dengan Amenities
Amenities merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam pariwisata. Amenities ini
adalah fasilitas-fasilitas seperti hotel, transportasi, restaurant, spa, dan yang lainnya. Jika
di suatu daerah tidak terdapat amenities yang mencukupi, maka demand tidak akan betah
berkunjung di tempat tersebut. Amenities ini sangat dipengaruhi oleh permintaan dan
harapan konsumen, contohnya spa. Dewasa ini spa sudah menjadi kebutuhan demand.
Oleh karena itu, hampir semua hotel kini menyediakan fasilitas spa. Fasilitas-fasilitas
inilah yang menyebabkan demand merasa betah dan nyaman berada di suatu destinasi
pariwisata. Jika amenitiesnya tidak berkualitas dan mencukupi, maka demand tidak akan
tertarik untuk mengunjungi daerah tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika tidak ada
demand maka amenities pun tidak akan berkembang karena tidak ada pemasukan atau
keuntungan.
d. Hubungan Demand dengan Ancillaries
Ancillaries adalah hal-hal kecil atau pendukung, misalnya warung-warung kecil dan
tourist information centre. Adanya hal-hal pendukung ini disebabkan oleh demand yang
berkunjung ke suatu tempat karena hal-hal tersebut dibutuhkan oleh demand dan dirasa
dapat menghasilkan keuntungan. Contohnya, di suatu kawasan pariwisata terdapat
pedagang-pedagang asongan yang menjual makanan, minuman, maupun souvenir. Hal itu
merupakan inisiatif pedagang yang timbul karena adanya demand yang ingin membeli
barang dagangannya. Disisi lain, ancillaries ini juga dibutuhkan oleh para tourist yang
menginginkan kemudahan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ancillaries ini
timbul karena adanya permintaan dari demand.
e. Hubungan demand dengan community Involvement
Community involvement adalah keterlibatan atau dukungan masyarakat dalam
kegiatan pariwisata. Community involvement ini sangat mempengaruhi kunjungan
demand. Masyarakat harus dapat mendukung jalannya kegiatan pariwisata ini. Jika
masyarakat tidak mendukung atau melakukan tindakan-tindakan anarkis seperti
pencurian, perampokan, pengeboman, pembunuhan, maka demand tidak akan berani
mengunjungi daerah tersebut. Sebaliknya, jika masyarakat bersikap baik dan ramah

10
terhadap tamu, maka tourist akan betah tinggal di daerah tersebut.Dari penjelasan di atas,
dapat disimpulkan bahwa supply sangat berpengaruh terhadap demand dan begitu juga
sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan suatu daerah pariwisata, harus tersedia
supply dan demand yang mencukupi. Dengan adanya supply yang berkualitas dan
menarik maka akan banyak wisatawan yang tertarik mengunjungi daerah tersebut.
Demand pulalah yang memberikan pemasukan atau keuntungan agar supply dapat terus
berkembang.

11
BAB III
PENUTUP

Keterkaitan pendekatan factor Demand (pengunjung) dan Supply (4A dan 1C) yaitu
attraction, accessibilty, amenity, ancillary, dan community involvement secara nyata berpengaruh
positif terhadap pembangunan dan pengembangan destinasi pariwisata. Dihubungkan dengan
konsep 4A, yakni daya tarik wisata “attractions”, jarak dan waktu tempuh menuju destinasi
diukur dari bandara “accesable”, adanya fasilitas pendukung pariwisata “amenities”, adanya
lembaga pariwisata “ancillary” dan keterlibatan masyarakat lokal dalam perencanaan,
pelaksanaan, hingga pengelolaan suatu destinasi pariwisata merupakan suatu pilar penting yang
saling terkait dalam menarik minat wisatawan untuk berkenujung ke destinasi wisata tersebut,
sehingga tercipta suatu kegiatan pariwisata yang sangat berperan sebagai penggerak
perekonomian daerah.
Untuk itu, diperlukan adanya pemeratan pembangunan pariwisata disemua kabupaten dan
kota yang ada di Bali, pemerintah provinsi hendaknya dapat menentukan skala prioritas
pembangunan berdasarkan keunggulan daerah masing-masing, siapa yang menjadi pusat
pariwisata, dan siapa sebagai pendukungnya, bagaimana system pemerataan yang ideal, serta
penentuan komposisi alokasi kontribusi pariwisata terhadap pembangunan daerah di provinsi
Bali.
Kaitannya dalam potensi pengembangan Desa Wisata Penglipuran melalui
kajian attraction, accessibilty, amenity, ancillary, dan community involvement bahwa
pemerintah dan masyarakat memerlukan kerjasama dan usaha yang lebih keras dalam
memaksimalkan 5 pilar tersebut sehingga dapat memberikan sebuah nilai tambah atau
keunikan yang mengundang wisatawan (demand) untuk berkunjung secara reguler.
Adapun beberapa potensi keunikan atau keunggulan yang dapat mengubah
comparative advantage menjadi competitive advantage yaitu :
a. Attraction
Keunggulan dari desa adat penglipuran ini dibandingkan dengan desa-desa
lainnya di Bali adalah, bagian depan rumah serupa dan seragam dari ujung
utama desa sampai bagian hilir desa. Corak pintu gerbangnya atau yang disebut
dengan “angkul angkul” terlihat seragam satu sama lainnya. Penampilan fisik

12
desa adat juga sangat khas dan indah. Jalan utama desa adat berupa jalan
sempit yang lurus dan berundag undag. Potensi pariwisata yang dimiliki oleh
desa Adat panglipuran adalah adatnya yang unik serta tingginya frekuensi
upacara adat dan keagamaan. Meski desa adat penglipuran saat ini sudah
tersentuh modernisasi yakni perubahan kearah kemajuan namun tata letak
perumahan di masing masing keluarga tetap menganut filsafat Hindu yakni Tri
Hita Karana. Desa tersusun sedemikian rapinya yang mana daerah utamanya
terletak lebih tinggi dan semakin menurun sampai kedaerah hilir.
Selain bentuk depan yang sama, adanya juga keseragaman bentuk dari
bahan untuk membuat rumah tersebut. Seperti bahan tanah untuk tembok dan
untuk bagian atap terbuat dari penyengker dan bambu untuk bangunan diseluruh
desa.
a. Accessibility
Desa adat penglipuran tepatnya berada di Kelurahan Kubu Kabupaten Bangli,
kurang lebih 45 km dari kota Denpasar. Apabila ditempuh dengan kendaraan
bermotor akan menempuh kurang lebih satu jam perjalanan. Memang akses
untuk mencapai Desa Wisata ini agak jauh, tetapi itu dapat dijadikan keunggulan,
dengan jarak yang jauh dari hiruk pikuk kota Denpasar,wisatawan dapat
menikmati sisi tradisional masyarakat Bali yang masih asli dengan tenang jauh
dari kejenuhan akan keramaian kota. Juga yang dapat dijadikan nilai tambah
bahwa areal pemukiman serta jalan utama desa ada penglipuran adalah areal
bebas kendaraan terutama roda empat. Keadaan ini, semakin memberikan
kesan nyaman bagi para wisatawan yang datang.
b. Amenities
Tetapi dalam pengadaan amenities demi kenyamanan wisatawan, Desa
Wisata Penglipuran masih sangat minim karena pembnagunan akomodasi home
stay baru saja dilakukan. Jadi wisatawan masih belum bisa untuk menginap di
areal Desa Wisata Penglipuran ini. Hal ini terjadi karena pemerintah dan
masyarakat terkesan bimbang akan konsep Desa Wisata Penglipuran ini, yang
digaungkan sebagai suatu alternatif destinasi wisata tetapi pada kenyataannya

13
dapat dilihat bahwa Desa Wisata Penglipuran ini hanya sebagai obyek wisata
yang hanya dapat dikunjungi dan dinikmati tetapi bukan untuk ditinggali untuk
beberapa waktu. Sehingga minimnya kesempatan wisatawan untuk terlibat
secara langsung dengan aktifitas masayarakat lokal yang kaya akan adat istiadat
tradisional Bali. Tetapi hal tersebut dapat sedikit diobati dengan mengunjungi
Desa Wisata Penglipuran ini dalam beberapa jam dan mengunjungi pemukiman
penduduk untuk terlibat dalam aktifitas mereka sehari – hari.
c. Ancillararies
Tentunya dengan keminiman akomodasi bagi wisatawan maka secara
otomatis penyediaan pelengkap berupa lembaga pariwisata serta informasi yang
bisa di dapatkan di Desa Wisata Penglipuran juga tidak ada kecuali di
tempat pembayaran pengunjung.
d. Community Involvement
Desa ini merupakan salah satu kawasan pedesaan di Bali yang memiliki
tatanan yang teratur dari struktur desa tradisional, perpaduan tatanan
tradisional dengan banyak ruang terbuka pertamanan yang asri membuat
desa ini membuat kita merasakan nuansa Bali pada dahulu kala.
Penataan fisik dan struktur desa tersebut tidak lepas dari budaya yang
dipegang teguh oleh masyarakat adat Penglipuran dan budaya
masyarakatnya juga sudah berlaku turun temurun. Banyak wisatawan
yang datang dapat menikmati suasana desa dan masuk kerumah mereka
untuk melihat kerajinan – kerajinan yang penduduk desa buat. Sehingga
untuk tinggal berlama lama disini sangatlah menyenangkan. Hal ini dapat
terjadi tidak lain karena kesadaran penyelenggara kegiatan pariwisata
untuk melibatkan masyarakat lokal Desa Wisata Penglipuran
berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan Desa
Wisata ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Darma Putra I Nyoman dan Pitana, I Gde. 2010. Pariwisata Pro-Rakyat.


Jakarta:Kementerian Kebudayaan dan Pariwista.
Putra, Wyasa. Fungsi Hukum Dalam Pengaturan Pariwisata Sebagai Bentuk
Perdaganagn Jasa. Denpasar: Universitas Udayana. 2010
Desa Penglipuran. http://www.navigasi.net/goart.php?a=budsplpr
Pengantar Pariwisata. http://blog.isi-dps.ac.id/tisnaandayani/pengantar-pariwisata

15

Anda mungkin juga menyukai