Anda di halaman 1dari 3

Mengatasi kerentanan, membangun ketahanan: adaptasi berbasis komunitas terhadap

penyakit yang ditularkan melalui vektor dalam konteks perubahan global

Kevin Louis Bardosh, Sadie J. Ryan, Kris Ebi, Susan Welburn dan Burton Singe

Praktisi kesehatan masyarakat semakin menyadari bahwa kesehatan, penyakit dan


kesejahteraan pada abad ke-21 dipengaruhi oleh perubahan dan tantangan global yang belum
pernah terjadi sebelumnya. Ancaman planet yang berubah dengan cepat, dari perubahan sosial,
lingkungan dan perubahan iklim bisa menimbulkan konsep baru. Tantangan praktis dalam
menanggapi penyakit yang ditularkan melalui vector, ini termasuk dinamika perubahan spasial-
temporal yang tidak linier dan tidak pasti yang terkait dengan iklim, hewan, tanah, air, makanan,
pemukiman, konflik, ekologi, sistem sosio-kultural manusia, ekonomi dan sistem kelembagaan
politik.

Dalam makalah ini, kami menyediakan perspektif biososial alternatif yang didasarkan
pada wawasan ilmu sosial, menggambarkan konsep-konsep kerentanan, ketahanan, partisipasi
dan adaptasi berbasis masyarakat. Analisis kami diinformasikan oleh ulasan realis yang berfokus
pada tujuh penyakit yang ditularkan melalui vektor yang sensitif terhadap perubahan iklim
seperti malaria, schistosomiasis, demam berdarah, leishmaniasis, penyakit tidur, penyakit chagas
dan demam lembah keretakan. Di sini kami menempatkan analisis kami tentang intervensi
berbasis masyarakat yang ada dalam konteks proses perubahan global dan literatur ilmu sosial
yang lebih luas.

Kami mengidentifikasi dan mendiskusikan praktik terbaik dan prinsip-prinsip konseptual


yang harus memandu upaya berbasis masyarakat di masa depan untuk mengurangi kerentanan
manusia kepada penyakit yang ditularkan melalui vektor. Kami berpendapat bahwa perhatian
dan investasi yang lebih terfokus diperlukan dalam partisipasi publik yang bermakna, teknologi
yang tepat, penguatan sistem kesehatan, pembangunan berkelanjutan, perubahan kelembagaan
yang lebih luas dan perhatian pada faktor-faktor penentu sosial kesehatan, termasuk pendorong
ko-infeksi.
Untuk merespons secara efektif terhadap skenario masa depan yang tidak pasti untuk
penyakit yang ditularkan melalui vektor di dunia yang berubah, lebih banyak perhatian perlu
diberikan untuk membangun sistem yang tangguh dan adil di masa kini. Membangun kapasitas
adaptasi lokal akan menuntut intervensi berbasis konteks dan proses-spesifik, tetapi mereka juga
harus tersedia untuk aplikasi di berbagai konteks. Literatur ilmiah mengungkapkan bahwa
pendekatan lokal dan upaya untuk melakukannya, sampai saat ini masih sedikit dan jarang.

Para pelaku kesehatan masyarakat global, sebagai komunitas, perlu berbuat lebih baik.
Dan kita bisa dengan mulai membangun basis bukti, kita perlu menghubungkan penelitian
dengan kebijakan dan tindakan. Kita perlu lebih baik menggunakan penelitian secara real-time
untuk memfasilitasi implementasi yang lebih baik di lapangan. Pelajaran yang dipetik harus
segera diterjemahkan ke dalam kebijakan dan praktik, dan kisah sukses sangat penting untuk
upaya advokasi yang terus berkembang. Semua ini akan menuntut manajemen yang baik, ilmu
biososial yang sehat dan kepemimpinan yang kuat di masa depan.

Arah kebijakan dan strategi Direktorat P2PTVZ didasarkan pada arah kebijakan dan
strategi Kementerian Kesehatan 2005-2025 mengacu pada empat hal penting yakni: 1)
Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Health Care); 2) Penerapan Pendekatan
Keberlanjutan Pelayanan (Continuum Of Care); 3) Intervensi Berbasis Risiko Kesehatan; 4)
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Untuk mencapai tujuan dan sasaran
kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik, maka arah kebijakan
dan strategi pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik 2015-2019 adalah:
1. Perluasan cakupan akses masyarakat (termasuk skrining cepat bila ada dugaan potensi
meningkatnya kejadian penyakit menular seperti Mass Blood Survey untuk malaria) dalam
memperoleh pelayanan kesehatan terkait penyakit menular terutama di daerah- daerah yang
berada di perbatasan, kepulauan dan terpencil untuk menjamin upaya memutus mata rantai
penularan.

2. Untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan penanggulangan penyakit menular, dibutuhkan


strategi innovative dengan memberikan otoritas pada petugas kesehatan masyarakat (Public
Health Officers), terutama hak akses pengamatan faktor risiko dan penyakit dan penentuan
langkah penanggulangannya.
3. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam membantu upaya pengendalian penyakit melalui
community base surveillance berbasis masyarakat untuk melakukan pengamatan terhadap hal-hal
yang dapat menyebabkan masalah kesehatan dan melaporkannnya kepada petugas kesehatan
agar dapat dilakukan respon dini sehingga permasalahan kesehatan tidak terjadi.

4. Meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan dalam pengendalian penyakit menular seperti


tenaga entomologi, epidemiologi, sanitasi dan laboratorium.

5. Peningkatan peran daerah khususnya kabupaten/kota yang menjadi daerah pintu masuk negara
dalam mendukung implementasi pelaksanaan International Health Regulation (IHR) untuk upaya
cegah tangkal terhadap masuk dan keluarnya penyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan
kesehatan masyarakat.

6. Menjamin ketersediaan obat dan vaksin serta alat diagnostik cepat untuk pengendalian
penyakit menular secara cepat.

Anda mungkin juga menyukai