Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
Farmasi merupakan suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan pembuatan dan distribusi
dari produk yang berkhasiat obat, ini meliputi seni dan ilmu pengetahuan dari sumber alam atau
sintetik menjadi material atau produk yang cocok dipakai untuk mencegah, dan mendiagnosa
penyakit. Farmasi juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur,
meracik, memformulasi, mengidentifikasi, mengombinasi, menganalisis, serta menstandarkan
obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian dan penggunaannya secara
aman. Salah satu cabang ilmu farmasi, yaitu farmasetika dasar.
Farmasetika dasar membahas tentang cara penyediaan obat meliputi pengumpulan, pengenalan,
pengawetan, dan pembakuan bahan obat-obatan, seni peracikan obat, serta pembuatan sediaan
farmasi menjadi bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat, penyampaian informasi
obat kepada pasien, konsultasi obat agar pasien dapat memahami penggunaan obat yang baik dan
benar serta perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat.
Obat dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk sediaan, diantaranya sediaan padat, sediaan
setengah padat (semi solid), dan sediaan cair, salah satunya adalah bentuk cair atau larutan.
Sediaan yang dibuat pada praktikum kali ini adalah sediaan cair berupa suspensi.
Dalam suspensi terdapat komposisi yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut
secara kimia maupun fisika. Sediaan cair ini juga mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Secara umum jenis suspensi dapat dibagi menjadi 2 macam, salah
satunya adalah suspensi oral.
Suspensi oral yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi untuk
ditujukan secara penggunaan oral atau melalui saluran gastrointestinal. Mengingat pentingnya
pengetahuan tentang cara pembuatan sediaan suspensi maka dilakukan praktikum ini.
1. Dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan sediaan suspensi dengan benar.
1. Mahasiswa dapat membuat suspensi menggunakan metode campuran dan menggunakan zat
aktif kloramfenikol.
3. Mahasiswa dapat melakukan skrining resep sesuai ketentuan administratif, farmasetik, dan
klinis.
3. Mahasiswa dapat melakukan skrining resep dengan baik dan benar sesuai ketentuan yang
berlaku.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Menurut Dirjen POM (2014), suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat
tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.
2. Menurut Bambang (2007), suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan
obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
3. Menurut Ansel (1989), suspensi adalah sediaan obat yang terbagi dengan halus yang
ditahan dalam suspensi dengan menggunakan pembawa yang sesuai.
4. Menurut Syamsuni (2006), suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak
larut dalam bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair.
1. Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus
yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang sesuai yang ditujukan untuk
pemakaian oral.
2. Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus
yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit.
3. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang
ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
4. Suspensi oftalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel sangat
halus yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.
5. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan cair steril berupa suspensi serbuk dalam medium cair
yang sesuai dan tidak boleh menyumbat jarum suntiknya (syringe ability) serta tidak disuntikkan
secara intravena atau ke dalam larutan spinal.
6. Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa
yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril
setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
II.1.3 Faktor-Faktor yang berpengaruh dalam proses pembuatan sediaan suspensi menurut
Bambang (2007), yaitu:
1. Proses pembasahan.
3. Elektrokinetik.
4. Agregasi.
5. Laju sedimentasi.
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan
ke atas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan
terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan ke
atas terdapat hubungan linier. Artinya semakin kecil ukuran partikel semakin besar luas
penampangnya (dalam volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel,
daya tekan ke atas cairan akan semakin besar, akibatnya memperlambat gerakan partikel untuk
mengendap. Sehingga, untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan
memperkecil ukuran partikel.
2. Kekentalan (Viskositas)
Kekentalan suatu cairan memengaruhi pula kecepatan aliran cairan tersebut, semakin kental
suatu cairan, kecepatan alirannya semakin turun atau semakin kecil. Kecepatan aliran dari cairan
tersebut akan memengaruhi pula gerakan turun partikel yang terdapat di dalamnya. Dengan
demikian, dengan menambah kekentalan atau viskositas cairan, gerakan turun partikel yang
dikandungnya akan diperlambat. Perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu
tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
3. Jumlah partikel (Konsentrasi)
Jika di dalam suatu ruangan terdapat partikel dalam jumlah besar, maka partikel akan sulit
melakukan gerakan bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Oleh benturan
ini akan menyebabkan terbentuknya endapan zat tersebut, oleh karena itu semakin besar
konsentrasi partikel, makin besar kemungkinannya terjadi endapan partikel dalam waktu yang
singkat.
Suatu suspensi kemungkinan besar terdiri atas beberapa macam campuran bahan yang
sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan yang
menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah
merupakan sifat alam, kita tidak dapat memengaruhinya.
Suspending agent adalah bahan pengental untuk menaikkan viskositas dari suspensi, umumnya
bersifat mudah mengembang di dalam air (hidrokoloid) (Syamsuni, 2006).
Bahan alam dari jenis gom sering disebut “gom atau hidrokoloid”. Gom dapat larut atau
mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk musilago atau lendir.
Bahan pensuspensi ini terbagi menjadi dua, yaitu :
Menurut Bambang (2007), terdapat beberapa metode dalam proses pembuatan sediaan suspensi,
yaitu:
1. Metode flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel obat terflokulasi merupakan agregat yang bebas dalam
ikatan lemah. Sistem ini peristiwa sedimentasi cepat terjadi dan partikel mengandap sebagai flok
(kumpulan partikel). Sedimen terbentuk dalam keadaan “terbungkus” dan bebas, tidak
membentuk “cake” yang keras dan padat serta mudah terdispersi kembali ke bentuk semula.
Sistem ini kurang disukai karena sedimentasi cepat terjadi dan terbentuk lapisan yang jernih dan
nyata di atasnya.
2. Metode deflokulasi
3. Metode kombinasi
Kecepatan (laju) sedimentasi harus sekecil mungkin sehingga partikel tetap dalam bentuk
dispersi merata dan apabila terbentuk endapan (cake) maka dengan mudah terdispersi kembali
dengan penggojokan ringan, sehingga stabilitas suspensi menjadi optimal. Kondisi ideal ini dapat
dicapai dengan penggabungan kedua metode di atas.
1. Masalah dalam proses pembuatan suspensi (cara memperlambat penimbunan partikel serta
menjaga homogenitasnya).
Rumus struktur :
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak; bau
khas; rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P.
Peyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk,
jauh dari nyala api.
II.2.2 Aqua Destilata (Dirjen POM, 1979; Rowe et al, 2009)
H–O–H
Rumus struktur :
Kegunaan : Pelarut.
Rumus Struktur :
Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih
sampai putih kelabu atau putih kekuningan, tidak berbau, rasa sangat pahit.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol
(95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P, sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
Rumus struktur :
Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak
berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene, dan dalam karbon
tetraklorida. Mudah larut dalam etanol dan eter.
Rumus Struktur :
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%), eter, dan toluena.
II.2.6 Polysorbatum (Dirjen POM, 1979; Sweetnam, 2009; Rowe et al, 2006)
Rumus struktur :
Pemerian : Cairan kental seperti minyak, jernih, kuning, bau asam lemak,
khas.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam etil asetat P
dan dalam methanol P, sukar larut dalam parafin cair P dan dalam minyak biji kapas P.
Rumus struktur :
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak
manis, dan higroskopis.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan
kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah P dan
dengan minyak lemak.
Rumus struktur :
Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna, massa hablur atau berbentuk
kubus, atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa manis, stabil di udara. Larutannya netral
terhadap lakmus.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air
mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan eter.
METODE PRAKTIKUM
Praktikum Suspensi dilaksanakan pada tanggal 21 April 2017 pukul 08.00-11.00 WITA.
Pelaksaan praktikum bertempat di Laboratorium Tekhnologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas
Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
III.2.1 Alat
Untuk menimbang
bahan Hydrocortison,
Neraca
Propylenglycol, Asam 2
analitik
salisilat, Vaselin album,
Adeps lanae
Cawan
porselin
Wadah untuk bahan 1
Untuk menuangkan
Spatula bahan ke dalam 1
lumpang
Wadah untuk
Kaca Arloji 1
penimbangan
Untuk membersihkan
dan mengambil sisa –
Sudip sisa salep yang masih 1
tersisa di dalam
lumpang
Botol
Wadah penyimpanan
Kalibrasi (30 1
suspensi
ml)
III.2.2 Bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70% sebagai desinfektan agar alat berada dalam
keadaan steril atau tidak terkontaminasi benda asing (Prayoga, 2015).
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70% sebagai desinfektan agar alat berada dalam
keadaan steril atau tidak terkontaminasi benda asing (Prayoga, 2015).
4. Dimasukkan ke dalam lumpang kemudian ditambahkan dengan air panas dan digerus
hingga terdengar suara yang khas.
5. Ditutup dengan aluminium foil kemudian didiamkan selama 12 jam.
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70% sebagai desinfektan agar alat berada dalam
keadaan steril atau tidak terkontaminasi benda asing (Prayoga, 2015).
BAB IV
IV.1 Hasil
Suspensi
IV.2 Pembahasan
Pada praktikm kali ini, dilakukan pembuatan sediaan suspensi. Bahan-bahan yang digunakan,
antara lain kloramfenikol, Na CMC, polisorbat 80, propilenglikol, sukrosa, metil paraben, dan
aqua destilata. Zat aktif dalam sediaan yang telah dibuat pada praktikum ini adalah
kloramfenikol.
Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan sediaan ini adalah disiapkan alat dan bahan serta
dibersihkan alat yang digunakan dengan alkohol 70 %. Menurut Pratiwi (2008), alkohol 70 %
dapat mempercepat proses pembersihan alat dari mikroorganisme. Kemudian ditimbang semua
bahan yaitu, kloramfenikol 0,75 gr, Na CMC 0,3 gr, Polisorbat 80 0,06 gr, propilenglikol 3 gr,
sukrosa 65 gr, metil paraben 0,025 gr.
Setelah itu dilakukan pembuatan sirup simplex. Pertama dipanaskan air 100 ml sampai mendidih,
kemudian dimasukkan 0,025 gr metil paraben kedalam air yang telah dipanaskan, diaduk sampai
larut. Menurut Dirjen POM (1979), metil paraben dalam sirup simplex digunakan sebagai
pengawet. Kemudian dimasukkan 65 gr sukrosa sedikit demi sedikit, diaduk sampai mendidih
(karena pada titik didih yang tepat kuman-kuman atau bakteri yang berada di dalamnya akan
mati) dan larutan menjadi agak jernih.
Kedua, dilakukan pembuatan suspending agent, dimasukkan 0,3 gr Na CMC kedalam mortir,
ditambahkan 6 ml air panas. Menurut Jenkins (1995) air panas yang ditambahkan yaitu 20
bagian dari Na CMC, karena menurut Dirjrn POM (1979), kelarutan dari bahan pensuspensi
adalah 1: 20. Setelah itu diaduk sampai terdengar suara khas dari suspending agent, karena bunyi
khas tersebut merupakan suatu karakteristik dari suspending agent. Kemudian ditutup
menggunakan aluminium foil dan didiamkan selama 12 jam. Hal ini karena suspending agent
tidak terlarut, tetapi terdispersi dalam volume air. Jadi untuk terdispersinya atau terjadinya
kontak antara bahan pensuspensi dengan air, membutuhkan rentang waktu tertentu untuk
terdispersi menyeluruh.
Kemudian dibuat suspensi, pertama dikalibrasi botol 30 ml, kemudian dimasukkan 0,75 gr
kloramfenikol ke dalam lumpang, dimasukkan propilenglikol sebanyak 3 gr, dengan cara
meneteskan secara merata pada kloramfenikol hingga tidak ada udara lagi pada kloramfenikol,
diaduk sampai homogen. Menurut Anief (1994), penambahan propilenglikol ini sebagai
humektan atau zat pembasah untuk menggantikan lapisan udara yang ada di permukaan partikel
sehingga zat mudah tebasahi. Setelah itu, dimasukkan suspending agent yang telah disiapkan,
dan diaduk sampai homogen. Menurut Aulton (1988), suspending agent digunakan untuk
meningkatkan viskositas dari suspensi sehingga dapat memperlambat pengendapan.
Dalam pembuatan suspensi, sediaan yang dibuat harus tetap terjaga stabilitasnya agar bahan-
bahan formulasi dari suspensi tersebut tetap homogen. Dalam sediaan farmasi, homogenitas
sangat perlu untuk kesesuaian dosis yang diminum, maka dari itu dalam pembuatan sediaan
suspensi semua bahan harus tercampur secara sempurna atau homogen. Sehingga dalam
pembuatan suspensi ini menggunakan metode campuran antara flokulasi dan deflokulasi, yaitu
sedimentasi terjadi lambat dan mudah terdispersi kembali. Karena pada sediaan suspensi rentan
terjadi endapan atau caking yang apabila dikocok kembali sudah tidak dapat terdispersi kembali.
Untuk itu, kestabilan dalam sediaan suspensi sangat diperlukan.
dr. Yudistira Sp.KK
S I P : 1231/KM/2009
Telp. 082194709164
R/ Kloramfenikol 125 mg
Na CMC 50 mg
Polisorbat 80 10 mg
Sirup simplex 18 ml
Aqua destilata ad 5 ml
ʃ. t.dd cth I
Pro : Nana
Umur : 12 Tahun
ʃ : signa : ditandai
I : unus : satu
0,5 : zero punctu quinqua : nol koma lima
5 : quinqua : lima
10 : decem : sepuluh
ad : ad : sampai
da in : da in : ke dalam
fl : flacon : botol
g : gramma : gram
mg : milligramma : miligram
ml : millilitra : milliliter
No : numero : sebanyak
Ambilah kloramfenikol seratus dua puluh lima milligram, Na CMC lima puluh milligram,
polisorbat 80 sepuluh milligram, propileglikol nol koma lima gram, sirup simplex delapan belas
gram, aqua destilata sampai lima milliliter. Campur dan buatlah suspensi dalam botol tiga puluh
milliliter sebanyak satu. Tandai tiga kali sehari satu sendok teh.
Dilihat berdasarkan skrining resep dari segi administratif resep tersebut kurang
lengkap karena tidak dicantumkan tanda tangan dokter dan alamat pasien (subscriptio).
Jika dilihat dari zat aktifnya, resep ini diindikasikan untuk pilihan utama pada penyakit Tifus,
Paratifus. Infeksi berat yang disebabkan oleh salmonella sp, H.Influenza, Ricketsia,
Lymphogranuloma, Gram negative yang menyebabkan bacteremia meningitis (Sirait, 2016).
1. Kloramfenikol
Kloramfenikol meningkatkan daya kerja dari antikoagulan, fenitoin dan antidiabetika oral.
Lagipula menghambat metabolism dari obat-obat lain, sehingga dapat meningkatkan daya kerja
dari misalnya, difenilhidantoin, sulfonylurea dan warfarin (Tjay, 2015).
2. Na CMC
Na CMC inkompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan garam besi dan beberapa logam
lainnya, seperti alluminium, merkuri, dan seng. Na CMC juga inkompatibel dengan xanthan
gum. Pengendapan dapat terjadi pada pH <2, dan juga bila dicampur dengan etanol (95%). Na
CMC membentuk kompleks coacervates dengan gelatin dan pektin. Ini juga membentuk
kompleks dengan kolagen dan mampu memicu protein bermuatan positif tertentu (Rowe et al.,
2009).
3. Polisorbat 80
Perubahan warna dan/ atau pengendapan terjadi dengan berbagai zat, terutama fenol, tanin, tars,
dan bahan tarlike. Aktivitas antimikroba pengawet paraben dikurangi dengan adanya polisorbat
(Rowe et al., 2009).
4. Propilen Glikol
Inkompatible dengan bahan yang mudah teroksidasi seperti potassium permanganat (Rowe et al.,
2009).
a. Cara pemakaian
Diminum 3 kali sehari tiap 8 jam 1 sendok teh sesudah makan, dan obat ini harus dihabiskan.
Suspensi perlu dikocok setiap kali sebelum digunakan untuk menjamin distribusi zat padat yang
merata dalam pembawa sehingga dosis yang diberikan setiap kali tepat dan seragam (Ansel,
1989).
b. Cara penyimpanan
Semua suspensi harus dikemas dalam wadah mulut lebar yang mempunyai ruang udara yang
memadai di atas cairan sehingga dapat dikocok dan mudah dituang. Kebanyakan suspensi harus
disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan terlindung dari pembekuan, panas yang
berlebihan, dan cahaya (Ansel, 1989).
c. Jangka waktu
Obat ini bekerja menghambat sintesis protein kuman dengan cara berikatan pada ribosom
sehingga menghambat pembentukan rantai peptida. Kloramfenikol secara inta vena
menimbulkan kadar yang lebih rendah dalam darah dibandingkan secara oral. Kloramfenikol
bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang peka seperti riketsia, mikoplasma dan beberapa
strain kuman gram positif dan gram negatif (Sukandar, 2008).
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1. Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan dengan menggunakan metode campuran
antara flokulasi dan defllokulasi. Dan kami membuat suspending agent terlebih dahulu (12 jam
sebelum praktikum) agar suspending agent tersebut mengembang. Sirup simplex yang digunakan
juga diperhatikan komposisinya yaitu, 65 bagian sukrosa, 35 bagian air, dan 0,25% methyl
paraben. Untuk pembuatan suspensi, bahan-bahan yang dimasukkan ke dalam lumpang memiliki
urutan masing-masing yaitu chloramphenicol, propilenglikol, Na CMC, polysorbat-80, sirup
simplex, dan ditambahkan aqua destilata hingga mencapai tanda kalibrasi.
2. Dilihat dari zat aktif yang digunakan dalam pembuatan sediaan suspensi diindikasikan
untuk pasien yang mengidap penyakit tifus dan paratifus.
3. Jika dilihat dari segi adminstratifnya resep sediaan suspensi ini tidak terdapat tanda tangan
dokter, dan jika dilihat dari segi farmasetiknya resep ini mengalami over dosis sehingga apoteker
harus menghubungi dokter kembali.
V.2 Saran
Sebaiknya alat-alat di dalam laboratorium lebih diperbanyak lagi untuk mempermudah dan
mengoptimalkan kelancaran praktikum.
V.2.3 Saran Jurusan
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. A. 1987. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ansel, H.C. 1989. Pengatar Bentuk sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI Press.
Aulton, M. E. 1988. Pharmaceutics, The Science of Dosage From Design. London: Churcill
Livingstone.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke-IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi Ke-V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Prayoga, L. 2015. Proses Sterilisasi dan Penanganan Kontaminas. Jawa Tengah: Unsoed
Rowe, R.C., et al. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients 5th edition. London:
Pharmaceutical Press.
Rowe, R.C., et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th edition. London:
Pharmaceutical Press.
Sirait, M. 2016. ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat, Volume 50. Jakarta: PT. ISFI
Penerbitan.
Sukandar, E.Y dkk. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
Syamsuni, H. A., 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tjay, T.H., Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting Edisi ke 7. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media
Komputindo.