Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2. Epidemiologi NSTEMI
Setiap tahunnya, di Amerika Serikat, sebanyak 1.360.000 pasien
datang dengan SKA, 810.000 diantaranya mengalami infark miokard dan
sisanya dengan UA. Sekitar dua per tiga pasien dengan infark miokard
merupakan NSTEMI dan sisanya merupakan STEMI. Didunia sendiri,
lebih dari 3 juta orang pertahun diperkirakan mendapatkan STEMI dan
lebih dari 4 juta orang mengalami NSTEMI. Di Eropa diperkirakan
insidensi tahunan NSTEMI adalah 3 dari 1000 penduduk, namun angka ini
cukup bervariasi di negara-negara lain. Angka mortalitas di rumah sakit
lebih tinggi pada STEMI namun mortalitas jangka panjang didapati dua
kali lebih tinggi pada pasien-pasien dengan NSTEMI dalam rentang 4
tahun (Hamm et al., 2011).
3. Etiologi NSTEMI
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau
prosesvasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat
menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil,
biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat
menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan
penandanekrosis. Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi
miokard yang dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh
thrombusnon-occlusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik
terganggu.
5. Patofisiologi NSTEMI
Ciri khas patofisiologi kondisi NSTEMI adalah akibat
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard.
Mekanisme yang paling sering terlibat dalam ketidakseimbangan tersebut
disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke miokard, melalui lima
mekanisme dibawah ini (Anderson et al., 2014):
1) Yang paling sering disebabkan oleh menyempitnya arteri koroner
yang disebabkan oleh trombus yang terdapat pada plak
ateroskelotik yang terganggu dan biasanya nonoklusif.
Mikroemboli dari agregat trombosit dan komponen-komponen dari
plak yang terganggu tersebut diyakini bertanggung jawab terhadap
keluarnya markers miokard pada pasien-pasien NSTEMI.
Trombus/plak oklusif juga dapat menyebabkan sindroma ini
namun dengan suplai darah dari pembuluh darah kolateral.
Patofisiologi molekuler dan seluler paling sering yang
menyebabkan plak aterosklerotik terganggu adalah inflamasi
arterial yang disebabkan oleh proses non infeksi (mis, lipid
teroksidasi), dapat pula oleh stimulus proses infeksi yang
menyebabkan ekspansi dan destabilisasi plak, ruptur atau erosi,
dan trombogenesis. Makrofag yang teraktivasi dan limfosit T yang
berada pada plak meningkatkan ekspresi enzim-enzim seperti
metalloproteinase yang menyebabkan penipisan dan disrupsi plak
yang dapat menyebabkan NSTEMI.
2) Penyebab lain yang juga sering adalah obstruksi dinamis, yang
dapat dipicu oleh spasme fokal terus menerus dari segmen arteri
koroner epicardial (Prinzmetal’s angina). Spasme lokal ini
disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos vaskular dan atau
disfungsi endotel. Spasme pembuluh darah besar dapat terjadi pada
puncak obstruksi atau plak, yang mengakibatkan angina yang
berasal dari campuran kondisi tersebut atau NSTEMI/UA.
Obstruksi koroner dinamik dapat pula disebabkan oleh disfungsi
mikrovaskular difus, sebagai contoh akibat disfungsi endotel atau
konstriksi abnormal dari pembuluh darah kecil intramural.
3) Penyempitan pembuluh darah tanpa spasme atau trombus. Kondisi
ini terjadi pada pasien dengan atherosklerosis progresif atau akibat
restenosis setelah percutaneous coronary intervention (PCI).
4) Diseksi arteri koroner (dapat terjadi sebagai penyebab SKA pada
wanita-wanita peripartum).
5) UA sekunder, yang kondisi pencetus nya terdapat diluar arteri
koroner. Pasien dengan UA sekunder biasanya, namun tidak selalu,
memiliki penyempitan atherosklerotik koroner yang membatasi
perfusi miokard dan sering memiliki angina kronik stabil. UA
sekunder dapat dipresipitasi oleh kondisi-kondisi seperti
peningkatan kebutuhan oksigen miokard (demam, takikardia,
tirotoksikosis), penurunan aliran darah koroner (hipotensi) atau
penurunan pasokan oksigen miokard (anemia atau hipoksemia).
6. Pathway NSTEMI
Terlampir.
8. Anamnese NSTEMI
Nyeri dada akut adalah salah satu alasan utama pasien-pasien
datang ke unit gawat darurat dan diketahui pasien selama ini sebagai
pertanda SKA, namun setelah evaluasi lebih lanjut hanya sekitar 15-20%
pasien dengan nyeri dada akut yang betul-betul mengalami SKA. Sehingga
perlu pula diketahui gejala-gejala lain yang sering dialami namun kurang
diwaspadai oleh pasien NSTEMI. Oleh karena itu, pendekatan yang tepat
akan keluhan nyeri dada harus dilakukan (Anderson et al., 2014).
Presentasi klinis dari NSTEMI meliputi berbagai gejala yang
cukup luas. Presentasi klinis yang selama ini umum diketahui antara lain
(Hamm et al., 2011):
a. Nyeri angina yang berdurasi panjang (> 20 menit) saat istirahat
b. Angina onset baru (kelas II atau III berdasarkan klasifikasi
Canadian Cardiovascular Society (CCS))
c. Destabilisasi baru dari yang sebelumnya angina stabil dengan
setidaknya memenuhi karakteristik angina kelas III CCS
(crescendo angina), atau
d. Angina post infark miokard
Gambaran klinis nyeri dada pada NSTEMI adalah rasa berat atau
tekanan pada daerah retrosternal (angina) yang menjalar hingga ke lengan
kiri, leher, atau rahang, yang dapat bersifat intermiten (umumnya
berlangsung selama beberapa menit) atau persisten. Keluhan ini dapat
diikuti dengan keluhan lainnya seperti fatik yang ekstrim, diaphoresis,
nausea, nyeri perut, dyspnoea, dan syncope. Dapat pula didapati keluhan
tidak khas lainnya seperti epigastric pain, masalah pencernaan, nyeri dada
seperti ditikam, nyeri dada dengan ciri pleuritik, atau bertambahnya sesak
napas (Hamm et al., 2011).
Munculnya keluhan-keluhan tersebut setelah aktifitas fisik atau
berkurang saat istirahat atau setelah penggunaan nitrat, mendukung
diagnosis iskemia. Dalam anamnese perlu pula ditanyakan dan dievaluasi
adanya faktor resiko standar seperti usia, diabetes mellitus, hipertensi,
merokok, riwayat keluarga, episode angina, konsumsi aspirin, riwayat
serupa mengalami hal yang sama, penyakit jantung koroner sebelumnya,
dislipidemia, dan lain sebagainya.1 Penting pula mengidentifikasi kondisi-
kondisi klinis lainnya yang dapat mencetuskan NSTEMI seperti anemia,
infeksi, inflamasi, demam dan kelainan metabolik atau endokrin
(umumnya tiroid) (Hamm et al., 2011).
Pasien-pasien yang mengalami NSTEMI tidak selalu datang
dengan keluhan rasa tidak nyaman pada daerah dada. Studi Framingham
adalah studi pertama yang menunjukkan bahwa setengah dari pasien infark
miokard tidak menunjukkan gejala dan tidak disadari oleh pasien. Canto et
al menemukan bahwa sepertiga dari 434.877 pasien yang telah
dikonfirmasi mengalami infark miokard pada National Registry of
Myocardial Infarction datang ke rumah sakit dengan gejala selain rasa
tidak nyaman pada daerah dada. Kondisi ini sepertinya lebih sering
muncul pada pasien-pasien berusia tua, wanita, memiliki diabetes dan atau
memiliki gagal jantung sebelumnya (Anderson et al., 2014).
4. Implementasi
Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi
keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dinilai
berdasarkan kriteria hasil yang telah ditetapkan pada perencanaan. Adapun
hasil yang diharapkan dari masing-masing diagnosa, antara lain:
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung, perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas,
perubahan preload dan perubahan afterload.
a. Pasien menunjukkan curah jantung yang cukup seperti yang
dibuktikan dengan tekanan darah dan denyut nadi dan ritme
dalam parameter normal untuk pasien; denyut perifer yang
kuat; dan kemampuan untuk mentolerir aktivitas tanpa gejala
dispnea, sinkop, atau nyeri dada.
b. Pasien menunjukkan kulit hangat, kering, eupnea tanpa adanya
kerutan paru.
c. Pasien tetap bebas dari efek samping dari obat yang digunakan
untuk mencapai curah jantung yang cukup.
d. Pasien menjelaskan tindakan dan tindakan pencegahan untuk
penyakit jantung.
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas.
a. Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas normal.
b. Tidak menggunakan otot-otot bantu pernapasan.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
3) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
a. Tidak ada edema.
b. Tidak ada distensi vena jugularis.
c. Tidak terjadi peningkatan berat badan dalam waktu singkat.
d. Keseimbangan antara input dan output cairan.
4) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(iskemia).
a. Pasien mengatakan nyeri berkurang/terkontrol atau hilang
dengan skala (0 – 1) dari skala nyeri (0 – 10).
b. Ekspresi wajah pasien tenang.
c. Pasien akan menunjukkan keterampilan relaksasi.
d. Pasien akan tidur/istirahat dengan tepat.
e. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
a. Klien tidak tampak kelemahan.
b. Dyspnea berkurang.
c. Tidak ada dyspneasaat aktivitas.
d. Tidak ada sianosis setelah aktivitas.
e. Dapat beraktivitas optimal.
6) Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian.
a. Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
b. Menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan
rasa takut.
c. Tidak tampak gelisah.
d. Tidak tampak tegang.
DAFTAR PUSTAKA
O'Gara, P. T., Kushner, F. G. & Ascheim, D. D., 2012. Guideline for the
Management of ST-Elevation Myocardial Infarction. American Heart
Association,10: 1-88.
Daga LC, Kaul U, Mansoor A. Approach to STEMI and NSTEMI. J Assoc
PhysiciansIndia.2011 Dec;59 Suppl:19-25
Anderson JL, Adams CD, Antman EM, Bridges CR, Califf RM, Casey DE, et al.
2012 ACCF/AHA Focused Update Incorporated Into the ACCF/AHA
2007 Guidelines for the Management of Patients With Unstable
Angina/Non–ST-Elevation Myocardial Infarction A Report of the
American College of Cardiology Foundation/American Heart Association
Task Force on Practice Guidelines. Diunduh dari
http://circ.ahajournals.org/
Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma E, Bueno H, et al. ESC
Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients
presenting without persistent ST-segment elevation The Task Force for the
management of acute coronary syndromes (ACS) in patients presenting
without persistent ST-segment elevation of the European Society of
Cardiology (ESC). European Heart Journal (2011) 32, 2999–3054
PERKI, 2015, Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung, Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Jakarta.
Morton, G.P. 2012, Keperawatan Kritis, Edisi 2, Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik, Jakarta: DPP PPNI.