Anda di halaman 1dari 13

1

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

A. Definisi
Hipertensi dapat diartikan sebagai tekanan darah persiten dimana tekanan sistoliknya
di atas 140mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Brunner and Sudarth,2002)
WHO (World Health Organization), memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90
mmHg, dan tekanan darah sama atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin.
Sedangkan, NM Kaplan (Bapak Ilmu Penyakit Dalam), memberikan batasan dengan
membedakan usia dan jenis kelamin sebagai berikut.
a. Pria, usia < 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah pada waktu berbaring >
130/90 mmHg
b. Pria, usia > 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya > 145/95 mmHg
c. Pada wanita tekanan darah > 160/95 mmHg, dinyatakan hipertensi.

B. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut JNC-7 2003 adalah sebagai berikut :
1. Klasifikasi Tekanan Darah Usia 18 Tahun Keatas
No Kategori Sistolik Diastolik
1 Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
2 Normal Tinggi 120 – 139 mmHg 80 – 90 mmHg
3 Hipertensi :
a. Stadium 1 atau stadium Ringan 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
b. Stadium 2 atau stadium Sedang 160 – 179 mmHg 100 – 109 mmHg
c. Stadium 3 atau stadium Berat 180 – 209 mmHg 110 – 119 mmHg
d. Stadium 4 atau stadium Sangat > 209 mmHg > 119 mmHg
Berat

Departement | Emergency_Nursing
2

2. Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan.


No Diagnosis Tekanan Darah
1. Hipertensi karena kehamilan
 Hipertensi  Kenaikan tekanan darah diastolik 15
mmHg atau 90 mmHg
 Preeklampsia ringan  Kenaikan tekanan darah diastolik 15
mmHg atau 90 mmHg
 Preeklampsia berat  Tekanan diastolik > 110 mmHg
 Eklampsia  Hipertensi

3. Klasifikasi hipertensi pada anak


Berdasarkan rekomendasi The Task Force, hipertensi pada anak adalah suatu keadaan di
mana tekanan darah sistolik dan atau diastolik rata-rata berada pada persentil besar sama
dengan 95 menurut umur dan jenis kelamin, yang dilakukan paling sedikit tiga kali
pengukuran.
Klasifikasi hipertensi menurut derajatnya adalah hipertensi ringan, bila tekanan darah
baik sistolik maupun diastolik berada 10 mmHg di atas persentil ke-95 (khusus remaja
150/100-159/109 mmHg). Hipertensi sedang, bila tekanan darah baik sistolik maupun
diastolik lebih besar dari 20 mmHg di atas persentil ke-95 (khusus remaja besar dari
160/110 mmHg.

C. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab hipertensi esensial ini tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi,
seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin
angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok, alkohol dan stress. yang tidak dapat
dikontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur) dan yang dapat dikontrol (seperti
kegemukan, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam). Hipertensi
dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup.

Departement | Emergency_Nursing
3

b. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal, penggunaan kontrasepsi
oral yaitu pil, gangguan endokrin, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan, dll.

D. Patofisiologi
Tekanan darah ditentukan oleh dua factor yaitu aliran darah dan tahanan pembuluh darah.
Sebaliknya aliran darah ditentukan oleh cardiac output, kekuatan, kecepatan, ritme dari denyut
jantung dan volume darah. Sedangkan tahanan terhadap aliran terutama ditentukan oleh
diameter dari diameter pembuluh darah dan sedikit oleh viskositas darah. Peningkatan tahanan
perifer sebagai akibat dari penyempitan arteriole merupakan karakteristik yang paling dikenal
pada hipertensi. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah
ke korda spinalis dan keluar dari columna medula spinalis ke ganglia simpatis di thorax dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini neuron preganglion
melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstiktor.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktifitas
vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epineprin yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat respon
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah
ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II suatu vasokonstriktor kuat yang merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.

Departement | Emergency_Nursing
4

Pathway

Ginjal Medula
otak
Pusat
Medula Korteks vasomotor
adrenal adrenal
Saraf simpatis Kelenjar
adrenal
Epinefri Kortiso
nn l Asetilkolin

Norepinefri
n
Kecemasan
Vasokonstrik , ketakutan
si
Hipertensi

Penurunan
aliran darah
k Fungsi Fungsi
Peningkatan volume Dialisi
intravaskuler Ginjal GFR nefron ekskresi
s

Reni Fungsi non


n ekskresi
Angiotensin
I
G3 G3 Absorbsi Ca
Angiotensin
reproduksi eritro-
II
poetin Hipokalse
Korteks Libido
Anemia mi
adrenal
Retensi
Na dan air Aldosteron

Ekskresi H+ Ekskresi Ekskresi Ekskresi


posphat kalium sampah
Asidosis nitrogen
metabolik Hiperkalemia Uremia proteinuria
Departement | Emergency_Nursing
5

E. Manifestasi Klinis
Pemeriksaan fisik, jarang dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi
dengan gejala : sakit kepala/pusing, mudah lelah dan marah, telinga berdengung, rasa berat di
tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang. tetapi dapat juga terjadi gejala yang muncul
setelah terjadi komplikasi, seperti : perubahan pada retina seperti perdarahan, exudat,
penyempitan pembuluh darah dan pada kasus hipertensi berat dapat ditemukan adanya edema
pupil.
 Jantung: dapat terjadi suara jantung ke dua yang keras, pada pasien yang lebih tua sering
terjadi bising ejeksi sistolik akibat sklerosis aorta dan ini dapat berkembang menjadi
stenosis aorta pada beberapa individu.
 Nokturia (peningkatan produksi urin malam hari).
 Azotemia (peningkatan nitrogen urea darah dan kreatinin).

F. Komplikasi
Komplikasi potensial yang mungkin terjadi mencakup:
a. Perdarahan retina, bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan
b. Gagal jantung kongestif
c. Cedera serebrovaskular (CVA) atau stroke
d. CRF (Chronic Renal Failure)
e. Pecahnya pembuluh darah otak

G. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan dasar
 Hemoglobin
 BUN/kreatinin
 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
 Gula darah
 EKG
b. Pemeriksaan yang tidak selalu dikerjakan
 Sedimen urine
 Darah: kadar glukosa kholesterol, trigliserida, kalsium, kalium dan asam urat.
Departement | Emergency_Nursing
6

 Foto thorax
c. Pemeriksaan khusus yang hanya dikerjakan pada kasus-kasus tertentu.
 Renovasculer : IVP dan Renogram
 Phaechromocytoma : kolesterol darah dan urine

H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non farmakologis
2. Modifikasi diet
1) Pembatasan natrium
2) Penurunan masukan klesterol dan lemak jenuh
3) Penurunan masukan kalori untuk mengontrol berat badan
4) Menurunkan masukan minuman beralkohol.
3. Menghentikan merokok
4. Aktivitas : Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis
1.Mempunyai efektivitas yang tinggi
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang. Golongan obat - obatan yang diberikan
pada klien dengan hipertensi seperti
1) Golongan Diuretik :
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat
kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa
jantung menjadi lebih ringan.

Departement | Emergency_Nursing
7

a) Hidroklorotiasid 25 mg(HCT)
 Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
 Dosis : 1-2 X 25-50 mg.
 Efek samping : hipokalemi, hiponatremi, hiperurikalemi, hiperkolesterolemi,
hiperglikemi, kelemahan atau kram otot, muntah dan disines.
 Kontra indikasi : DM, Gout Artritis, riwayat alergi (Sindrom Steven Johnson).
 Catatan :
- terapi hipertensi pada usia lanjut dengan HCT lebih banyak efek
sampingnya dari pada efektifitasnya.
- Untuk menghindari efek hipokalemi maka diberikan asupan Kalium 1 X 500
mg, atau memperbanyak makan pisang.
b) Furosemid 40 mg
 Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
 Dosis : 1-2 X 40-80 mg.
 Efek samping : sama dengan HCT.
 Kontra indikasi : DM, gout artritis, riwayat alergi (Sindrom Steven Johnson).
2) Golongan Inhibitor Simpatik (Beta Blocker)
Mekanisme kerja antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung.
Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contohnya Metoprolol, Propranolol dan
Atenolol.
Propranolol 40 mg
 Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
 Dosis : 3 X 40-160 mg.
 Efek samping : depresi, insomnia, mimpi buruk, pusing, mual, diare, obstipasi,
bronkospasme, kram otot dan bradikardi serta gagal jantung.
 Kontra indikasi : DM, gagal jantung, asma, depresi.

Departement | Emergency_Nursing
8

3) Golongan Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE I)


Golongan obat ini menyebabkan penurunkan tekanan darah dengan cara melebarkan
arteri
Kaptopril 25 mg
 Indikasi : hipertensi ringan sampai berat
 Dosis : dosis awal 2-3 X 12,5-25 mg, bila setelah 1-2 minggu belum ada respon
dosis dinaikkan 2-3 X 50 mg.
Kaptopril harus diberikan 1 jam sebelum makan.
 Efek samping : pruritus, retensi kalium ringan, proteinuri, gagal ginjal,
neutropeni dan agranulositosis, mual dan muntah, gangguan pengecap,
parestesia, bronkospame, limfadenopati dan batuk-batuk.
 Kontra indikasi : asma
4) Golongan Antagonis Kalsium
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
(otot pembuluh darah).
a) Diltiazem 30 mg
 Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
 Dosis : 3-4 X 30 mg.
 Efek samping : Bradikardi, dizziness, sakit kepala, mual, muntah, diare,
konstipasi, udem ekstremitas bawah, shoulder and elbow pain.
 Kontra indikasi : Sick sinus Syndrome, AV Block.
b) Nifedipin 10 mg
 Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
 Dosis : 3 X 10-20 mg
 Efek samping : sama dengan diltiasem.
 Kontra indikasi : sama dengan diltiasem.

I. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
Departement | Emergency_Nursing
9

2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu
dingin
3. Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, factor stress
multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan
yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola
bicara
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
6. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut,
gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal
optik
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat,
nyeri abdomen
8. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea
nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas
tambahan, sianosis
9. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural

J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
2. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
3. Resiko perfusi renal inefektif berhubungan dengan (faktor resiko): Cardiopulmonary
bypass, Hipertensi, Hipovolemia, Hipoksemia dan Hipoksia

Departement | Emergency_Nursing
10

K. Rencana dan Intervensi Keperawatan


No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen nyeri
berhubungan dengan ...x24 jam nyeri terkontrol : 1. Kaji secara komphrehensif tentang nyeri,
peningkatan tekanan meliputi: skala nyeri, lokasi, karakteristik dan
vaskuler serebral No Kriteria Score onset, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor
1 Mengenal faktor penyebab 5 presipitasi.
nyeri 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari
2 Mengenali tanda dan gejala 5 ketidaknyamanan
nyeri 3. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai dengan
3 Mengetahui onset nyeri 5 anjuran sebelum memulai aktivitas
4 Menggunakan langkah- 5 4. Gunakan komunkiasi terapeutik agar klien dapat
langkah pencegahan nyeri mengekspresikan nyeri
5 Menggunakan teknik 5 5. Kaji latar belakang budaya klien
relaksasi 6. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan
6 Menggunakan analgesic 5 mengontrol nyeri yang telah digunakan
yang tepat 7. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
7 Melaporkan nyeri terkontrol 5 8. Berikan informasi tentang nyeri, seperti:
Keterangan : penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan
1. Tidak pernah menunjukkan pencegahan
2. Jarang menunjukkan 9. Motivasi klien untuk memonitor sendiri
3. Kadang-kadang menunjukkan nyerinya
4. Sering menunjukkan 10. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi nafas
5. Selalu menunjukkan dalam
11. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol
nyeri
12. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
13. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau
terjadi keluhan.

Departement | Emergency_Nursing
11

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


2 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x24 jam, Monitoring:
b.d: curah jantung terkontrol 1. Pantau frekuensi dan irama jantung
 perubahan denyut Kriteria hasil: 2. Observasi warna kulit & CRT
jantung 3. Observasi adanya JVD
 dan irama jantung No Kriteria Score 4. Monitor Tanda-tanda Vital
 perubahan preload 1 Hasil pemeriksaan EKG 5 5. Monitor output urine dan catat adanya
 perubahan after load normal perubahan jumlah, arna dan
 Perubahan kontraktilitas 2 aritmia (-) 5 konsentrasi urine
jantung 3 Nadi dalam batas normal : 60- 5 6. Auskultasi suara jantung
 Perubahan stroke 100 mmHg 7. Catat ada tidaknya suara nafas
volume 4 RR: 12-20 x/mnt 5 tambahan
5 Tekanan darah : 5 8. Kaji adanya JVD
(100-140/60-90mmhg)
6 palpitasi 5 Mandiri:
7 Produksi urine 0,5-1 ml/Kg 5 1. Tinggikan kaki untuk mrnghindari
BB/jam tekanan di baah lutut
8 JVD ( -) 5 2. Berikan lingkungan yang tenang dan
9 CRT < 2s 5 nyaman
10 CVP 3-11 mmHg atau 4-15 5
cmH2O Pendidikan kesehatan:
1. Anjurkan klien untuk bedrest
11 murmur (-) 5
2. Anjurkan klien untuk tidak mengejan
12 Penurunan berat badan secara 5
signifikan (-)
Kolaborasi:
13 perubahan warna kulit (-) 5
1. Berikan oksigen sesuai indikasi
14 suara jantung S3 dan S4 (-) 5
2. Pemeriksaan EKG serial
15 PND (paroksismal noktural 5 3. Berikan diuretic, vasodilator, digoksin
dispnea) (-) sesuai indikasi
16 edema 5
17 orthopnea (-) 5

Departement | Emergency_Nursing
12

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
3 Resiko perfusi renal Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor:
inefektif selama ...x24 jam, perfusi renal klien efektif 1. Pantau tanda-tanda vital
b.d (faktor resiko): kriteria hasil: 2. Observasi status hidrasi (misalnya, membobservasi
 Cardiopulmonary No Kriteria Score ran mukosa lembab, keadekuatan nadi dan tekanan
bypass 1 Temperature : 5 darah ortostatik)
 Hiperlipidemia (36,5 – 37,5 °c) 3. Observasi tanda-tanda retensi/kelebihan cairan
 Hipertensi 2 Bunyi napas tambahan (-) 5 (ronkhi basah, peningkatan CVP atau tekanan baji
 Hipovolemia 3 Nadi dalam batas normal : 60- 5 kapiler paru, edema, distensi vena leher, dan asites)
 Hipoksemia 100 mmHg 4. Timbang berat badan klien setiap hari dan pantau
 Hipoksia 4 RR: 12-20 x/mnt 5 perubahannya.
5 Tekanan darah : 5
(100-140/60-90mmhg) Mandiri:
6 Urine jernih 5 1. Bagi asupan cairan yang dianjurkan untuk 24 jam
7 Produksi urine 0,5-1 ml/Kg 5 2. Pertahankan restriksi diet dan cairan (misalnya
BB/jam rendah natrium, tidak menggunakan garam) sesuai
8 JVD ( -) 5 dengan permintaan
9 CRT < 2s 5
10 Edema perifer dan asites (-) 5 Pendidikan Kesehatan:
1. Jelaskan semua prosedur dan senasi yang diharapkan
11 Membrane mukosa lembab 5
dari klien
12 Uji laboratorium dalam batas 5
2. Jelaskan kebutuhan akan retriksi cairan, jika
normal (Na+, K+, Cl-, Ca+, Mg+,
diperlukan
bikarbonat,
3. Ajarkan klien tanda dan gejala yang
13 BUN dalam batas normal 5
mengindikasikan perlu untuk menghubungi dokter
14 Kreatinin dalam batas normal 5
(misalnya demam, perdarahan)
15 Hematokrit dalam batas normal 5
16 PCO2 arterial dalam batas 5 Kolaborasi:
normal 1. Berikan diuretik sesuai permintaan
17 Akral hangat 5 2. Laporkan pada dokter jika ada tanda dan gejala
kelebihan volume cairan bertambah buruk
Departement | Emergency_Nursing
13

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien
Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita SelektaKedokteran Edisi III jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.

Smeltzer & Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Volume 2 Edisi 8. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC

Price Sylvia A & Wilson Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC

Departement | Emergency_Nursing

Anda mungkin juga menyukai