PENDAHULUAN
Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini berarti, bila kita
ingin mengetahui konflik, kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi.
Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi
yang buruk.
Menurut Myers, jika komunikasi adalah suatu proses transaksi, yang berupaya
mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna,
maka dalam proses itu, pasti ada konflik. Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal
tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang
mengekspresikan pertentangan.
1.3. TUJUAN
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik ternyata tidak selama menjadi hal yang bersifat negatif, namun konflik juga bisa
membawa nilai positif dalam hubungan antarpribadi. Itu semua tergantung bagaimana
seseorang dalam mengelola atau memanajemen konflik yang terjadi dengan baik. Konflik
tentunya sebuah hal yang wajar terjadi dalam proses interkasi manusia, di sini tentunya yang
paling penting bagaimana kita mengahadapainya. Apakah dengan tidakan yang dapat
memperbesar dan menjadikan konflik menjadi semakin besar, atau dengan menghadapi
konflik dan memanajemenkannya dengan baik sehingga memberikan jalan solusi terbaik.
2.2. ARTI PENTING MENYELESAIKAN KONFLIK ANTAR PRIBADI
Cara kita bertingkah laku dalam suatu konflik dengan orang lain, akan ditentukan oleh
seberapa penting tujuan-tujuan pribadi dan hubungan dengan pihak lain kita rasakan.
Berdasarkan dua pertimbangan di atas, dapat ditemukan lima gaya dalam mengelola konflik
antarpribadi (Johnson, 1981):
a. Gaya Kura-Kura. Konon, kura-kura lebih senang menarik diri bersembunyi di balik
tempurung untuk menghindari konflik. Mereka cenderung menghindar dari pokok-pokok
soal maupun dari orang-orang yang dapat menimbulkan konflik. Mereka percaya bahwa
setiap usaha memecahkan konflik hanya akan sia-sia. Lebih mudah menarik diri, secara
fisik maupun psikologis, dari konflik daripada menghadapinya. Dalam pewayangan, sikap
semacam ini kiranya kita temukan dalam figure Baladewa.
b. Gaya Ikan Hiu. Ikan hiu senang menaklukkan lawan dengan memaksanya menerima
solusi konflik yang ia sodorkan. Baginya, tercapainya tujuan pribadi adalah yang utama,
sedangkan hubungan dengan pihak lain tidak terlalu penting. Baginya, konflik harus
dipecahkan dengan cara satu pihak menang dan pihak lain kalah. Watak ikan hiu adalah
selalu mencari menang dengan cara menyerang, mengungguli dan mengancam ikan-ikan
lain. Dalam pewayangan, sikap ini kiranya dapat kita temukan dalam figure Duryudana.
c. Gaya Kancil. Seekor kancil sangat mengutamakan hubungan, dan kurang mementingkan
kepentingan pribadinya. Ia ingin diterima dan disukai binatang lain. Ia berkeyakinan
bahwa konflik harus dihindari, demi kerukunan. Setiap konflik tidak mungkin dipecahkan
tanpa merusak hubungan. Konflik harus didamaikan, bukan dipecahkan, agar hubungan
tidak menjadi rusak. Dalam dunia pewayangan, sikap ini kiranya dapat kita temukan
dalam diri tokoh Puntadewa.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Penyelesaian Konflik Johnson & Johnson (1991)
menyatakan beberapa hal yang harus diperhatikan bilamana seseorang terlibat dalam suatu
konflik, dan akibatnya menentukan bagaimana seseorang menyelesaikan konflik, sebagai
berikut:
Tiap orang memiliki tujuan pribadi yang ingin dicapai. Konflik bisa terjadi karena tujuan dan
kepentingan individu menghalangi tujuan dan kepentingan individu lain;
Dalam situasi sosial, yang di dalamnya terdapat keterikatan interaksi, individu harus hidup
bersama dengan orang lain dalam periode tertentu. Oleh karena itu diperlukan interaksi yang
efektif selama beberapa waktu. Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pengelolaan
konflik, seperti dirangkum sebagai berikut.
Stenberg dan Soriano (dalam Farida, 1996) berpendapat bahwa gaya pengelolaan konflik
seorang individu dapat diprediksi dari karakteristik-karakteristik intelektual dan
kepribadiannya. Mereka menemukan bahwa subyek dengan skor intelektual yang rendah
cenderung menggunakan aksi fisik dalam mengatasi konflik. Sebaliknya subyek dengan skor
intelektual yang tinggi lebih cenderung untuk menggunakan gaya-gaya pengelolaan konflik
yang membuat konflik melunak.
d. Situasional.
Aspek situasi yang penting antara lain adalah perbedaan struktur kekuasaan, riwayat
hubungan, lingkungan sosial dan pihak ketiga. Apabila satu pihak memiliki kekuasaan lebih
besar terhadap situasi konflik, maka besar kemungkinan konflik akan diselesaikan dengan
cara dominasi oleh pihak yang lebih kuat posisinya. Riwayat hubungan menunjuk pada
pengalaman sebelumnya dengan pihak lain, sikap dan keyakinan terhadap pihak lain tersebut.
Termasuk dalam aspek lingkungan sosial adalah norma-norma sosial dalam menghadapi
konflik dan iklim sosial yang mendukung melunaknya konflik atau justru mempertajam
konflik. Sedangkan campur tangan pihak ketiga yang memiliki hubungan buruk dengan salah
satu pihak yang berselisih dapat menyebabkan membesarnya konflik. Sebaliknya, hubungan
baik pihak ketiga dengan pihak-pihak yang berselisih dapat melunakkan konflik karena pihak
ketiga dapat berperan sebagai mediator.
e. Interaksi
Digunakannya pendekatan disposisional saja dalam mencari pemahaman akan perilaku sosial
dianggap mempunyai manfaat yang terbatas. Pendekatan yang lebih dominan dalam
menerangkan perilaku sosial adalah interaksi dan saling mempengaruhinya determinan
situasional dan disposisional.
f. Isu Konflik.
Tipe isu tertentu kurang mendukung resolusi konflik yang konstruktif dibandingkan dengan
isu yang lain. Tipe isu seperti ini mengarahkan partisipan konflik untuk memandang konflik
sebagai permainan kalah-menang. Isu yang berhubungan dengan kekuasaan, status,
kemenangan, dan kekalahan, pemilikan akan sesuatu yang tidak tersedia substitusinya, adalah
termasuk tipetipe isu yang cenderung diselesaikan dengan hasil menang-kalah. Tipe yang lain
yang tidak berhubungan dengan hal-hal di atas dapat dipandang sebagai suatu permainan
yang memungkinkan setiap pihak yang terlibat untuk menang. Pada umumnya, konflik kecil
lebih mudah diselesaikan secara konstruktif daripada konflik besar. Akan tetapi pada konflik
yang destruktif, konflik yang sebenarnya kecil cenderung untuk membesar dan meluas.
Perluasan ini dapat terjadi bila konflik antara dua individu yang berbeda dianggap sebagai
konflik rasial. Selain itu bisa juga jika konflik tentang masalah biasa dipandang sebagai
konflik yang bersifat substantif atau dipandang menyangkut harga diri dan kekuasaan.
2.3. MENYELESAIKAN KONFLIK ANTAR PRIBADI
Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict) Menurut Wijono (1993 :
66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi
yaitu:
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau
kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok
orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai
penengah. Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan
pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk
campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya
sendiri.
Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:
- Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang
berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan
penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
- Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang
diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara
langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.
- Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk
mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya
rintangan komunikasi (communication barriers).
Ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik
interpersonal yaitu:
Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses,
dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan
kekuasaan atau menghakimi salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Strategi dalam Mengatasi Konflik yaitu : Gaya kura-kura; Gaya ikan hiu; Gaya kancil;
Gaya rubah; Gaya burung hantu.
3.2. SARAN
Diharapkan setelah para pembaca membaca makalah ini, pembaca dapat menerapkan
ilmu pengetahuan yang terdapat dalam makalah ini serta dapat mengimplementasikannya
dalam kehidupan sehari-hari, yaitu dapat melakukan hubungan antar manusia dengan baik.