Anda di halaman 1dari 85

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Imunisasi telah terbukti sebagai salah satu upaya kesehatan masyarakat

yang sangat penting. Program imunisasi merupakan salah satu bentuk intervensi

kesehatan yang sangat efektif untuk menurunkan angka kematian bayi dan balita.

Hal ini dilaksanakan untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi seperti TBC, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, polio, dan campak.

Oleh karena itu, perlindungan awal melalui pemberian imunisasi untuk anak usia

kurang dari satu tahun sangatpenting.

Survei awal yang dilakukan peneliti di Puskesmas Satria Kota Tebing

Tinggi bulan Juli 2018, melalui wawancara dengan koordinator imunisasi yang

ada di puskesmas. Hasil survei awal diperoleh bahwa semua wilayah kerja

Puskesmas Satria yang terdiri dari 7 kelurahan sudah dalam kategori UCI. Survei

awal juga dilakukan di posyandu yang berada di wilayah kerja Puskesmas Satria

terhadap 10 orang ibu yang membawa bayinya ke posyandu. Dari 10 orang

tersebut, semuanya mengikuti jadwal pemberian imunisasi dasar lengkap tepat

pada waktunya. Mereka menyatakan bahwa penyuluhan petugas kesehatan dan

iklan di televisi tentang imunisasi, memotivasi mereka untuk mengimunisasikan

bayinya. Dengan adanya penyuluhan dari petugas kesehatan, pengetahuan mereka

menjadi lebih baik sehingga kesadaran untuk hidup sehat dan menyehatkan

buahhati semakin meningkat sehingga bayi mereka mendapatkan imunisasi dasar

lengkap.

1
2

Data World Health Organization(WHO) menunjukkan bahwa dari 194

negara anggota WHO, 65 di antaranya memiliki cakupan imunisasi Difteri,

Pertusis dan Tetanus (DPT) di bawah target global 90%. Diperkirakan di seluruh

dunia, pada tahun 2013, 1 dari 5 anak atau sekitar 21,8 juta anak tidak

mendapakan imunisasi yang bisa menyelamatkan nyawa mereka. Di Indonesia,

Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) mencapai 86,8% pada tahun 2015 dan perlu

ditingkatkan hingga mencapai target 93% di tahun 2019. Universal Child

Immunization (UCI) desa yang kini mencapai 82,9% perlu ditingkatkan hingga

mencapai 92% di tahun 2019.(1)

Capaian indikator imunisasi dasar lengkap di Indonesia pada tahun 2016

sebesar 91,58%. Capaian ini lebih besar dari capaian tahun 2015 sebesar 86,54%.

Angka ini mencapai target Rencana Strategis (Renstra) tahun 2016 sebesar 91,5%.

Sedangkan menurut provinsi, terdapat dua belas provinsi yang mencapai target

Renstra tahun 2016.(2)

Indikator lain yang diukur untuk menilai keberhasilan pelaksanaan

imunisasi yaitu Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan. UCI

desa/kelurahan adalah gambaran suatu desa/kelurahan dimana ≥ 80% dari jumlah

bayi (0-11 bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi

dasar lengkap. Pada tahun 2016 terdapat tiga provinsi memiliki capaian tertinggi

yaitu Bali (100%), DI Yogyakarta (100%), dan Jawa Tengah sebesar 99.93%.

Sedangkan provinsi dengan capaian terendah yaitu Kalimantan Utara (30,69%),

Papua Barat (56,77%) dan Papua (61.59%).(2)


3

Cakupan program imunisasi di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2012-

2016 mengalami penurunan. Pada tahun 2014, cakupan imunisasi BCG, Polio 4

dan Campak mengalami peningkatan namun tidak untuk DPT3/HB3. Pada tahun

2015, cakupan imunisasi campak mengalami penurunan cukup besar yaitu dari

95,69% (2014) menjadi 89,4% (2015), begitu pula cakupan DPT3/HB3 menurun

dari 89,5% (2014) menjadi 88,5% (2015). Tahun 2016 angka cakupan imunisasi

meningkat untuk BCG (96,54%), DPT1/HB1, DPT3/HB3, dan Campak kecuali

untuk Polio 4 ada penurunan dari 97.77% (2015) menjadi 90.30% (2016).(3)

Data yang diperoleh dari profil Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi,

bahwa pada tahun 2017 dari 35 Kelurahan di Kota Tebing Tinggi ada sebanyak 33

Kelurahan yang sudah menjadi katagori UCI (94,3%). Pencapaian program

imunisasi dasar lengkap secara menyeluruh di Kota Tebing Tinggi adalah 90%.

Angka pencapaian program imunisasi berdasarkan jenis imunisasi di Kota Tebing

Tinggi pada tahun 2017adalah HB0 (90%), BCG (91%), DPT3/HB3 (91%), Polio

(87%) dan Campak (92%).(4)

Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi, adalah salah satu Puskesmas yang

ada di Kota Tebing Tinggi. Wilayah kerja Puskesmas Satria terdiri dari 7

Kelurahan yaitu Damar Sari, Deblod Sundoro, Tambangan Hulu, Tambangan,

Bagelen, Satria dan Kelurahan Tebing Tinggi. Semua wilayah kerja Puskesmas

Satria sudah dalam kategori UCI. Adapun pencapaian program imunisasi dasar

lengkap di Puskesmas Satria pada tahun 2017 adalah 91,21%. Angka pencapaian

imunisasi berdasarkan jenisnya di Puskesmas Satria terdiri dari Hb0 (98,15%),

BCG (98,15%), DPT3/HB3 (91,21%), Polio (90,60%), dan campak (91,21%).(5)


4

Ini menunjukkan bahwa cakupan pencapaian imunisasi terus mengalami

peningkatan. Kalaupun ditemukan kesenjangan cakupan imunisasi, penyebabnya

adalah kurangnya persediaan vaksin, akses terhadap layanan kesehatan,

kurangnya pengetahuan masyarakat serta kecilnya dukungan politis dan financial.

Kondisi geografis Indonesia juga merupakan tantangan bagi program imunisasi,

selain kurangnya pengetahuan masyarakat dan kurangnya informasi tentang

imunisasi, Pemerintah juga telah menggiatkan program promosi kesehatan dalam

rangka penyebarluasan informasi tentang pentingnya imunisasimelalui berbagai

media dan iklan layanan masyarakat(1)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Prihanti, G.S, tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi status kelengkapan imunsiasi dasar di wilayah kerja

Puskesmas Kota Kediri, diperoleh hasil bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

status kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja Puskesmas Kota Kediri

meliputi faktor predisposisi (predisposing) yaitu usia, pekerjaan dan pengetahuan.

Tidak ada hubungan antara faktor penguat (reinforcing) dan faktor pemungkin

(enabling) denganstatus kelengkapan imunisasi dasar.(6)

Pengetahuan orang tua akan mempengaruhi kelengkapan status imunisasi

anak, semakin baik pengetahuan orang tua maka status imunisasi anak baik atau

lengkap begitu pula sebaliknya. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

berlangsung lama dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan akan membentuk sikap ibu, dalam hal ni adalah kepatuhan dalam

pemberian imunisasi dasar lengkap.(7)


5

Sikap orang tua memiliki hubungan dengan kelengkapan imunisasi

dasar.Perbedaan sikap yang dimiliki ibu mempunyai hubungan signifikan dengan

perilaku ibu dalam pemberian imunisasi dasar pada balita.Ibu dengan sikap

negatif mempunyai peluang lebih besar untuk memiliki perilaku negatif dalam

pemberian imunisasi dasar pada balita dan sikap positif mempunyai peluang lebih

besar untuk memiliki perilaku positif dalam pemberian imunisasi dasar pada

balita.(7)

Salah satu faktor yang mempengaruhi pencapaian derajat kesehatan,

termasuk status kelengkapan imunisasi dasar adalah adanya keterjangkauan

tempat pelayanan kesehatan oleh masyarakat. Kemudahan untuk mencapai

pelayanan kesehatan ini antara lain ditentukan oleh adanya transportasi yang

tersedia sehingga dapat memperkecil jarak tempuh, hal ini akan menimbulkan

motivasi ibu untuk datang ketempat pelayanan imunisasi. Menurut Lawrence W.

Green, ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya kesehatan termasuk tenaga

kesehatan yang ada dan mudah dijangkau adalah salah satu faktor yang memberi

kontribusi terhadap perilaku dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.(8)

Lawrence W. Green,(8) juga menyatakan bahwa ketersediaan dan

keterjangkauan sumber daya kesehatan termasuk tenaga kesehatan yang ada dan

mudah dijangkau merupakan salah satu faktor yang member kontribusi terhadap

perilaku sehat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Ibu


6

Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas

Satria Kota Tebing Tinggi Tahun 2018”.

1.2. Rumusan Masalah

Program imunisasi merupakan suatu program yang digunakan untuk

menurunkan angka kesakitan, kematian, dan kecacatan bayi serta anak balita

untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti TBC,

difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, polio, dan campak. Sudah terlaksananya

kelurahan UCI dikarenakan sudah lengkapnya pencapaian imunisasi dasar di

wilayah kerja Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi. Maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1.2.1. Bagaimana pengaruh pengetahuan ibu terhadap kelengkapan imunisasi

dasar pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi

tahun 2018.

1.2.2. Bagaimana pengaruh sikap ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada

bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi tahun 2018.

1.2.3. Bagaimana pengaruh keterjangkauan fasilitas kesehatan terhadap

kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria

Kota Tebing Tinggi tahun 2018.

1.2.4. Bagaimana pengaruh peran petugas kesehatan terhadap kelengkapan

imunisasi dasar pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing

Tinggi tahun 2018.


7

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan ibu terhadap kelengkapan

imunisasi dasar pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing

Tinggi tahun 2018.

1.3.2. Untuk mengetahui pengaruh sikap ibu terhadap kelengkapan imunisasi

dasar pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi

tahun 2018.

1.3.3. Untuk mengetahui pengaruh keterjangkauan fasilitas kesehatan terhadap

kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria

Kota Tebing Tinggi tahun 2018.

1.3.4. Untuk mengetahui pengaruh peran petugas kesehatan terhadap

kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria

Kota Tebing Tinggi tahun 2018.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

tentang pelaksanaan imunisasi dasar lengkap khususnya bagi ibu dankeluarga

tentang pentingnya pemberian imunisasi dasar lengkapsehingga ibu membawa

anaknya ke pelayanan kesehatan untuk imunisasi sesuai jadwalnya.


8

1.4.2. Manfaat Praktis

1). Bagi Responden

Penelitian ini berguna bagi responden sebagai bahan informasi tentang

imunisasi dasar lengkap, sehingga diharapkan dapat merubah perilaku mereka

menjadi lebih baik lagi tentang imunisasi dasar lengkap.

2). Bagi Tempat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan

cakupan pemberian imunisasi, khususnya imunisasi dasar lengkap di Puskesmas

Satria Kota Tebing Tinggi.

3). Bagi Institut Kesehatan Helvetia

Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan bacaandiperpustakaan

Institut Kesehatan Helvetia Medan di bidang kesehatan dan memberikan masukan

dalam sistem pendidikan, terutama untuk materi perkuliahan dan memberikan

pengetahuan serta informasi tentang imunisasi dasar lengkap.

4). Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat dijadikan referensi dan acuan bagi peneliti yang akan melakukan

penelitian selanjutnya, sehingga hasil penelitian selanjutnya akan semakin baik

serta dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang baru.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prihanti, GS., tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi status kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja

Puskesmas X Kota Kediri. Hasil penelitian menunjukkan hasil dengan

signifikansisebesar 0,019 (p < 0,05), artinya ditemukanhubungan yang bermakna

antara pengetahuan dansikap terhadap kelengkapan imunisasi dasar. Pengetahuan

ibu tentang imunisasi akanmempengaruhi keyakinan dan sikap ibu

dalamkepatuhannya terhadap imunisasi. Kepatuhanterhadap perilaku pencegahan

yang berkaitan dengandunia medis merupakan fungsi dari

keyakinantentangkesehatan, ancaman yang dirasakan, persepsikekebalan,

pertimbangan mengenaihambatan ataukerugian (misalnya biaya dan waktu),

sertakeuntungan. Analisis penyebabseseorang berperilaku tertentu salah satunya

yaitupengetahuan. Apabila suatu program interventifseperti imunisasi ingin

dilaksanakan secara seriusdalam menjawab perubahan pola penyakit

makaperbaikan dalam evaluasi perilaku kesehatanmasyarakat dan peningkatan

pengetahuan sangatdibutuhkan.(6)

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yuda, A.D,(7) tentang

Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu terhadap

Kepatuhan Imunisasi Di Wonokusumo, Surabaya.Hasil penelitian uji statistik

bivariat menunjukkan terdapat hubungan karakteristik, pengetahuan, sikap, dan

9
10

tindakan ibu dengan kepatuhan imunisasi dengan p = 0,00 (p<0,05). Seseorang

yang berpengetahuan tinggi akan cenderung mempunyai perilaku yang baik dalam

bidang kesehatan dalam hal ini untuk mengimunisasikan anaknya. Faktor yang

mempengaruhi pemberian imunisasi dasar lengkap adalah pengetahuan ibu dari

hasil uji statistik didapatkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi adalah

pengetahuan ibu.Sikap ibu terhadap imunisasi juga berpengaruh pada kepatuhan

ibu untuk mengimunisasikan dasar pada anaknya. Ibu dengan tingkat sikap yang

baik maka ibu akan mengikuti kegiatan imunisasi dengan teratur.

Jurnal penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Triana,V,(9)

tentang faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi dasar lengkap

tahun 2015. Hasil analisis bivariat diperoleh pengetahuan, sikap dan motivasi

orang tua serta informasi tentang imunisasi merupakan faktor yang mempengaruhi

kelangkapan pemberian imunisasi dasar pada bayi. Orang yang memiliki

pengetahuan tentang sesuatu hal maka orang tersebut akan mengaplikasikan

pengetahuannya tersebutdalam kehidupannya sehari-hari, begitu juga dengan

masalah imunisasi, orang tua/ ibu dengan pengetahuan tinggi tentang imunisasi

maka mereka akan memberikan imunisasi dasar yang lengkap pada bayinya serta

memperhatikan kapan waktu yang tepat untuk memberikan imunisasi tersebut.

Seseorang yang telah mengetahui kebenaran akan suatu hal maka mereka juga

akan memiliki sikap yang positif terhadap hal tersebut, begitu juga dengan

imunisasi.
11

2.2. Imunisasi

2.2.1. Definisi

Imunisasi merupakan salah satu jenis usaha memberikan kekebalan kepada

anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh guna membuat zat anti untuk

mencegah terhadap penyakit tertentu.(10) Imunisasi adalah salah satu upaya untuk

mencegah terjadinya penyakit menular yang merupakan salah satu kegiatan

prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen

pemerintah untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) khususnya

untuk menurunkan angka kematian pada anak.(11)

Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan

memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah

terhaap penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang

pembentukan zay anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan, seperti

vaksin BCG, Polio, Campak dan melalui mulut seperti vaksin polio.(12)

2.2.2. Tujuan

Pelaksanaan imunisasi bertujuan mencegah terhadap terjadinya penyakit

tertentu pada seseorang sekaligus menghilangkan penyakit tertentu pada

sekelompok masyarakat, bahkan menghilangkan suatu penyakit. Dengan adanya

imunisasi, diharapkan bisa menurunkan angka morbiditas dan mortalitas, serta

mampu mengurangi kecaatan akibat penyakit.(10)

Cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata di seluruh

wilayah. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan terjadinya daerah kantong yang

akan mempermudah terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Untuk mendeteksi dini
12

terjadinya peningkatan kasus penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB,

imunisasi perlu didukung oleh upaya surveilans epidemiologi.(11)

2.2.3. Manfaat

Beberapa manfaat dari pemberian imunisasi secara umum adalah sebagai

berikut:

1) Untuk anak

Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan

cacat atau kematian.

2) Untuk Keluarga

Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.

Mendorong pembentukan keluarga apabila orangtua yakin bahwa anaknya

akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.

3) Untuk negara

Memperbaiki tingkat kesehatan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal

untuk melanjutkan pembangunan.(13)

2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Imunisasi

Menurut Muslihatun,(12) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

keberhasilan imunisasi, dimana diperoleh hasil bahwa:

a. Status Imun Pejamu

Terjadinya antibodi spesifik pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan

mempengaruhi keberhasilan imunisasi. Pada bayi semasa fetus mendapat antibodi

maternal spesifik terhadap virus campak. Apabila vaksinasi campak diberikan

pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi, maka akan memberikan
13

efek yang kurang memuaskan. Demikian pula ASI yang mengandung IgA

sekretori (SigA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilan vaksinasi

polio yang diberikan secara oral. Meskipun demikian, umumnya kadar sIgA

terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa

bulan. Berdasarkan penelitian Sub Bagian Alergi-Imunologi Bagian IKA

FKUI/RSCM Jakarta, kadar sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI

setelah bayi berumur 5 tahun. Kadar sIgA yang tinggi terdapat pada kolostrum.

Oleh karena itu bila vaksinasi polio oral diberikan pada masa pemberian

kolostrum (usia 0-3 hari), hendaknya ASI (kolostrum)jangan diberikan dahulu 2

jam sebelum dan sesudah vaksinasi.

b. Faktor Genetik Pejamu

Interaksi sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara

genetik, respon imun manusia terbagi menjadi respon baik, cukup dan rendah

terhadap antigen tertentu tetapi terhadap antigen lain dapat sangat tinggi respon

imunnya. Oleh karena itu sering ditemukan keberhasilan vaksinasi tidak sampai

100%.

c. Kualitas dan Kuantitas Vaksin

Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respon imun, misalnya vaksin

polio oral akan menimbulkan imunitas lokal dan sistemik, sedangkan vaksin polio

parental hanya memberikan imunitas sistemik saja. Dosis vaksin vaksin yang

tidak tepat juga mempengaruhi respon imun. Dosis terlalu tinggi menghambat

respon imun yang diharapkan, sedangkan dosis terlalu rendah tidak dapat
14

merangsang sel-sel uji klinis karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis

yang direkomendasikan.

2.2.5. Imunisasi Dasar Lengkap

Imunisasi dasar lengkap adalah suatu program imunisasi yang diwajibkan

sesuai program pengembangan imunisasi adalah BCG, polio, hepatitis B, DPT

dan campak. Adapun jadwal pemberian imunisasi dasar lengkap adalah sebagai

berikut(11)

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi

Interval Minimal untuk jenis


Umur Jenis
yang sama
0-24 jam Hepatitis B
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2 Antara DPT-HB-Hib 1 sampai
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3 DPT-HB-Hib 3 berjarak 1 bulan
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV
9 bulan Campak

a. Imunisasi BCG

Baccile Calmette Guerin (BCG), adalah vaksin hidup dibuat dari

mycobacterium bovis yang dibiakkan selama 1-3 tahun, sehingga didapatkan basil

yang tidak virulen, tetapi masih memiliki imunogenitas. Vaksin BCG merupakan

vaksin hidup, sehingga tidak diberikan pada pasien imunokompromise jangka

panjang (leukemia, pengobatan steroid jangka panjang, HIV), vaksin BCG

menimbulkan sensitifitas terhadap tuberkulin berkaitan dengan reaksi imunitas.

Tujuaan imunisasi BCG untuk mencegah TBC, namun jika terkena paparan yang

terus menerus dapat terkena TBC.(12)

Imunisasi diberikan pada bayi umur kurang dari atau sama dengan 2 bulan.

Pemberian pada anak dengan uji Mantoux negatif. Dosis untuk bayi (umur kurang
15

dari 1 tahun) adalah 0,05 ml dan anak 0,10 ml. Vaksin diberikan melalui suntikan

intrakutan di daerah insersio muskulus deltoideus kanan. Tempat ini dipilih

dengan alasan lebih mudah (lemak subkutis tebal), ulkus yang terbentuk tidak

mengganggu struktur otot setempat dan sebagai tanda baku untuk keperluan

diagnosis bila dibutuhkan. Efek proteksi terjadi 8-12 minggu setelah penyuntikan,

bervariasi antara 0-80%. Hal ini mungkin karena vaksin yang dipakai, lingkungan

dengan mycobacterium atipik atau faktor pejamu.(12)

Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, optimal usia 2

bulan. Apabila diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji

tuberkulin terlebih dahulu.(15)KIPI pada imunisasi BCG, yakni ulkus lokal

superfisial 3 minggu setelah penyuntikan. Sembuh dalam 2-3 bulan meninggalkan

parut bulat dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi, maka ulkus

yang timbul lebih besar. Penyuntikan yang terlalu dalam membuat parut yang

terjadi tertarik ke dalam. Kadang-kadang dijumpai limfadenitis supuratif di aksila

atau leher, tergantung umur anak, dosis dan strain vaksin. Apabila limfadenitis

melekat pada kulit atau timbul fistula, dibersihkan/dilakukan drainase dan

diberikan obat anti tuberkulosis oral.(12)

Kontra indikasi pemberian imunisasi BCG, antara lain reaksi tes mantoux

lebih dari 5 mm, sedang menderita infeksi HIV, atau risiko tinggi infeksi HIV,

imunokompromise akibat pengobatan kortokosteroid, efek imunosupresif,

pengobatan radiasi, keganasan sumsum tulang atau sistem limfe, gizi buruk,

demam tinggi, infeksi kulit, pernah TBC dan kehamilan.(12)


16

b. Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah

terjadinya penyakit hepatitis. Kandung vaksin ini adlaah HbsAg dalam bentuk

cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis sebanyak 3 kali dan penguatnya

dapat diberikan pada usia 6 tahun. Imunisasi hepatitis B pada anak balita juga

sangat tinggi dalam memengaruhi angka kesakitan dan kematian balita.(10)

Pemberian imunisasi hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24

jam pasca persalinan, dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya,

khusus daerah dengan akses sulit, pemberian hepatitis B masih diperkenankan

sampai <7 hari.(12) Penyuntikan vaksin hepatitis B dilakukan di lengan dengan

cara intramuskuler pada anak. Sedangkan pada bayi di paha lewat anterolateral

(antero = otot-otot bagian depan, sedangkan lateral = otot bagian luar). Akan

tetapi, penyuntikan di pantat tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas

vaksin.(10)

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2017),(14) Vaksin HB pertama

(monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan

didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal

pemberian vaksin HB monovalen adalah usia 0 bulan, 1 bulan dan 6 bulan. Bayi

lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatitis B

(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan

DTPw, maka jadwal pemberian pada usia 2 bulan,3 bulan dan 4 bulan. Apabila

vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2 bulan, 4

bulan dan 6 bulan.


17

Sebagaimana vaksin BCG, penyuntikan hepatitis B juga tidak

menimbulkan efek samping. Andaipun ada, frekuensinya jarang sekali. Efek

samping ini hanya berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam

ringan, dan pembengkakan. Namun reaksi ini bisa menghilang dalam waktu dua

hari.(10)

Tidak ada tanda klinis yang dapat dijadikan sebagai patokan suksesnya

penyuntikan vaksin hepatitis B. Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan

melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B setelah anak

berusia 1 tahun. Tingkat kekebalan vaksin hepatitis B cukup tinggi, yakni 94-

96%. Pada umumnya setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95% anak mengalami

respon imun yang cukup. Penyuntikan vaksin hepatitis B tidak dapat diberikan

pada anak yang sakit berat.(10)

c. Imunisasi Polio

Imunisasi polio adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah

terjadinya penyakit poliomyelitis yang bisa menyebabkan kelumpuhan pada anak.

Kandungan vaksin ini ialah virus yang dilemahkan. Imunisasi polio diberikan

secara oral. Untuk imunisasi dasar (polio 1, 2 dan 3) vaksin diberikan 2 tetes

peroral dengan interval tidak kurang dari 4 minggu.(10)

Pemberian imunisasi polio bisa jadi lebih dari jadwal yang telah

ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal. Namun, jumlah yang

berlebihan ini tidak berdampak buruk. Sebab tidak ada istilah overdosis dalam

pemberian imunisasi. Pemberian imunisasi polio dapat langsung diberikan saat

anak lahir (0 bulan), kemudian pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Pemberian imunisasi
18

berikutnya bisa dilakukan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali, saat lahir

pemberian imunisasi polio selalu dibarengi dengan imunisasi DPT.(10)

Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana

kesehatan, OPV-0 diberikan saat bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1,

polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling sedikit harus

mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3.(14)

Pemberian imunisasi polio di Indonesia dengan cara OPV (oral

poliomyelitis vaccine). Penggunaan vaksin polio hampir memiliki efek samping.

Hanya sebagian kasus kecil pada anak yang mengalami pusing, diare ringan, dan

sakit otot. Kasusnya pun tergolong sangat jarang. Efektivitas imunisasi polio

terbilang cukup tinggi, yaitu mampu mencekal terjangkitnya hingga 90%.(10)

Vaksin polio tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita penyakit

akut atau demam tinggi, muntah atau diare, penyakit kanker, HIV/AIDS, sedang

menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, serta anak dengan

mekanisme kekebalan yang terganggu.(10)

d. Imunisasi DPT

Imuniasi DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus) ialah imunisasi yang

diberikan untuk mencegah terjangkitnya penyakit difteri, pertusis dan tetanus.

DPT merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah

dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti

(toxoid). Pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahapan

pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ tubuh membuat zat anti.
19

Pada pemberian kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Imunisasi ini

diberikan secara intramuskular.(10)

Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat

diberikan vaksin DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila

diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin tersebut

yaitu usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun

diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia

10-12 tahun dan booster Td diberikan setiap 10 tahun.(14)

Imunisasi DPT diberikan untuk mencegah tiga macam penyakit sekaligus

yaitu difteri, tetanus dan pertusis. DPT diberikan pertama kali saat anak berumur

lebih dari 6 minggu, kemudian ketika berumur lebih dari 6 minggu, kemudian

ketika berumur 4 dan 6 bulan. Ulangan DPT diberikan pada umur 18 bulan dan 5

tahun. Pada anak yang berumur 12 tahun, imunisasi ini diberikan lagi dalam

program BIAS SD kelas VI.(10)

Imunisasi DPT diberikan sebanyak 5 kali dan dilakukan secara bertahap.

DPT diberikan pertama kali sejak anak berusia 2 bulan, dengan interval 4-6

minggu. DPT1 diberikan saat anak berusia 2-4 bulan, DPT2 ketika umur 3-5

bulan dan DPT3 saat usianya memasuki 4-6 bulan. Pemberian vaksin selanjutnya

(DPT4) dapat diberikan 1 tahun setelah DPT3, yaitu pada umur 18-24 bulan.

Sedangkan DPT5 diberikan ketika anak mulai masuk sekolah, yaitu sekitar 5-7

tahun berikutnya, tepatnya dalam kegiatan imunisasi di sekolah dasar dan

diberikan pada umur 12 tahun.(10)


20

Biasanya pemberian imunisasi DPT menimbulkan demam. Efek samping

ini dapat diatasi dengan obat penurun panas. Apabila demamnya tinggi dan tidak

kunjung reda setelah 2 hari, hendaknya anak segera dibawa ke dokter. Akan

tetapi, jika demam tidak muncul, bukan berarti imunisasi gagal, namun bisa saja

karena kualitas vaksinnya tidak baik.(10)

Imunisasi DPT tidak boleh diberikan pada anak yang mengalami kejang

yang disebabkan oleh suatu penyakit seperti epilepsi, menderita kelainan saraf

yang betul-betul berat, atau seusai dirawat karena infeksi otak dan yang alergi

terhadap DPT. Anak seperti ini hanya boleh menerima imunisasi DT tanpa P,

karena antigen P inilah yang menyebabkan panas.(10)

e. Imunisasi Campak

Campak termasuk salah satu penyakit menular. Angka kejadian campak

juga tinggi dalam mempengaruhi angka kesakitan dan kematian anak. Oleh karena

itu, untuk mencegah tertularnya anak dari penyakit ini, imunisasi campak penting

diberikan sesuai dengan waktunya. Imunisasi campak mengandung vaksin dari

virus yang telah dilemahkan dan diberikan melalui subkutan.(10)

Imunisasi campak diberikan dengan cara penyuntikan pada otot paha atau

lengan bagian atas. Vaksin campak diberikan sebanyak 2 kali, yaitu ketika anak

berusia 9 bulan, kemudian saat ia memasuki usia 6 tahun. Pemberian imunisasi

pertama sangat dianjurkan sesuai jadwal. Sebab antibodi dari ibu sudah menurun

ketika anak memasuki usia 9 bulan, dan penyakit campak umumnya menyerang

anak pada usia balita.(10)


21

Imunisasi campak tidak memiliki efek samping dan relatif aman diberikan.

Meskipun demikian, pada beberapa anak, vaksin campak bisa menyebabkan

demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung

sekitar 1 minggu. Terkadang ada efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.

Dalam beberapa kasus, efek samping campak diantaranya adalah demam tinggi

yang terjadi setelah 8-10 hari setelah vaksinasi dan berlangsung selama 24-48 jam

dan ruam atau bercak-bercak merah sekitar 1-2 hari.(10)

Untuk menghindarkan terjadinya penyebaran penyakit yang diakibatkan

oleh penggunaan berulang alat suntik bekas, maka setiap pelayanan imunisasi

harus menggunakan alat suntik yang akan mengalami kerusakan setelah sekali

pemakaian (Auto Disable Syringe/ADS), baik untuk menyuntikkan maupun

pencampuran vaksin dengan pelarut. Hal-hal yang penting saat pemberian

imunisasi antara lain adalah dosis, cara pemberian dan tempat pemberian

imunisasi. Adapun dosis, cara pemberian dan tempat pemberian imunisasi dapat

dilihat pada tabel berikut ini:(11)

Tabel 2.2 Dosis, Cara Pemberian dan Tempat Pemberian Imunisasi

Jenis Vaksin Dosis Cara Pemberian Tempat Penyuntikan


Hepatitis B 0,5 ml Intra muskuler Paha

BCG 0,05 ml Intra kutan Lengan kanan atas

Polio 2 tetes Oral Mulut

DPT-HB-Hib 0,5 ml Intra muskuler Paha untuk bayi


Lengan kanan untuk batita

Lengan kiri atas


Campak 0,5 ml Sub kutan

2.3. Perilaku
22

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis,

tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Perilaku adalah

kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun tidak

dapat diamati oleh pihak luar.(15)

Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau

rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat

tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.

Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons

tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap

stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku.(8)

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua :

a. Perilaku tertutup (convert behavior)

Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini

masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang

terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati

secara jelas oleh orang lain.


23

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan

atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo(15) adalah suatu respon

seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit

atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta

lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3

kelompok :

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga

kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.

b. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau

sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior).

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita penyakit dan atau kecelakaan.

c. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun sosial budaya, dan sebagainya.Perilaku manusia dibagi ke dalam tiga

domain sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu kognitif (cognitive), afektif

(affective) dan psikomotor (psychomotor).


24

2.4. Variabel yang Terkait dengan Penelitian

2.4.1. Pengetahuan

a. Definisi

Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil

penggunaan panca indranya.Pengetahuan sangat berbeda dengan kepercayaan

(beliefs), takhayul (superstition) dan penerangan-penerangan yang keliru

(misinformation). Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan

pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia. Pada dasarnya pengetahuan

akan terus bertambah dan bervariatif sesuai dengan proses pengalaman manusia

yang dialami.(16)

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.(8)

Pengetahuan dapat diperoleh seseorang secara alami atau diintervensi baik

langsung maupun tidak langsung. Pada umumnya, pengetahuan memiliki

kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola.

Pengetahuan bukanlah fakta dari kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan

sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun

lingkungannya.(17)

b. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo,(8) pengetahuan yang dicakup dalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu:


25

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut

secara benar.

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.


26

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada.

c. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak,(16) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain

agar dapat memahami sesuatu hal. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi

pendidikan seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada

akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak. Sebaliknya, jika

seseorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, maka akan menghambat

perkembangan sikap orang tersebut terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai

yang baru diperkenalkan.

2) Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman

dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

3) Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan mengalami perubahan aspek

fisik dan psikologis (mental). Secara garis besar, pertumbuhan fisik terdiri atas

empat kategori perubahan yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya


27

ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Perubahan ini terjadi karena

pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental, taraf berpikir

seseorang menjadi semakin matang dan dewasa.

4) Minat

Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap

sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal,

sehingga seseorang memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

5) Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam

berinteraksi dengan lingkungannya. Orang cenderung berusaha melupakan

pengalaman yang kurang baik. Sebaliknya, jika pengalaman tersebut

menyenangkan, maka secara psikologis mampu menimbulkan kesan yang sangat

mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaan seseorang. Pengalaman baik ini

akhirnya dapat membentuk sikap positif dalam kehidupannya.

6) Kebudayaan Lingkungan Sekitar

Lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau

sikap seseorang. Kebudayaan lingkungan tempat kita hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam

suatu wilayah mempunyai sikap menjaga kebersihan lingkungan, maka sangat

mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap selalu menjaga kebersihan

lingkungan.
28

7) Informasi

Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat mempercepat

seseorang memperoleh pengetahuan yang baru.

d. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Budiman & Riyanto,(17) menyatakan bahwa menurut Skinner, bila

seseorang mampu menjawab mengenai materi tertentu baik secara lisan maupun

tulisan, maka dikatakan seseorang tersebut mengetahui bidang tersebut.

Sekumpulan jawaban yang diberikan tersebut dinamakan pengetahuan.

Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan

tentang isi materi yang diukur dari subyek penelitian atau responden. Arikunto

membuat kategori tingkat pengetahuan seseorang menjadi tiga tingkatan yang

didasarkan pada nilai persentase yaitu sbagai berikut:

1) Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya 76-100%.

2) Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 56-75%.

3) Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya <56%.

Menurut Azwar,(18) bahwa pengetahuan diperlukan dalam menimbulkan

sikap dan tindakan setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting terhadap pembentukan tindakan

seseorang. Pengetahuan tentang penyakit mempengaruhi persepsi seseorang

terhadap penyakit sehingga dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk

mengurangi ancaman dari suatu penyakit.

Pengetahuan orang tua akan mempengaruhi kelengkapan status imunisasi

anak, semakin baik pengetahuan orang tua maka status imunisasi anak baik atau
29

lengkap begitu pula sebaliknya.(19) Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

berlangsung lama dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan akan membentuk sikap ibu, dalam hal ni adalah kepatuhan dalam

pemberian imunisasi dasar lengkap. Pada penelitian ini yang menjadi faktor

pemungkin adalah ketersedian sarana imunisasi pos posyandu di setiap RT. Akan

tetapi, penyebab masih rendahnya partisipasi ibu dalam mengikuti kegiatan

posyandu disebabkan oleh lama pelayanan posyandu. Faktor penguat terdiri dari

peran petugas imunisasi selaku petugas puskesmas yang memberikan motivasi

dan dukungan kepada ibu dan masyarakat penting dan manfaatnya imunisasi dan

peran kader yang memberikan dukungan dan tidak segan untuk menjemput ibu

dan balitanya untuk melaksanakan dan mengikuti kegiatan imunisasi di pos

posyandu.

2.4.2. Sikap

a. Definisi

Sikap adalah perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang

lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya.

Sikap merupakan kecondongan evaluatif terhadap suatu stimulus atas objek yang

berdampak pada bagaimana seseorang berhadapan dengan objek tersebut. Ini

berarti sikap menunjukkan kesetujuan atau ketidaksetujuan, suka atau tidak suka

seseorang terhadap sesuatu.(16)

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,

tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
30

secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional

terhadap stimulus sosial. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial

menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,

dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu

tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan “pre-disposisi” tindakan atau

perilaku.(8)

b. Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni :

1) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek).

2) Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan merupakan indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas

dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang menerima ide

tersebut.

3) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah

suatu indikasi sikap tingkat ketiga.


31

4) Bertanggung Jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan sikap yang paling tinggi.(8)

c. Indikator Pengukuran Sikap

Hasil pengukuran kategori sikap yakni mendukung (positif), menolak

(negatif) dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku

pada seseorang. Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai

oleh responden, apakah pernyataan tersebut didukung atau ditolak melalui

rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam

dua kategori yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala

sikap yang sering digunakan adalah skala likert.

Dalam skala likert, pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif

maupun negatif dinilai oleh subyek dengan sangat setuju, setuju, tidak setuju dan

sangat tidak setuju. Skala likert merupakan skala yang dapat dipergunakan untuk

pengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang tentang suatu gejala atau

fenomena tertentu. Ada dua bentuk skala likert yaitu pernyataan positif yang

diberi skor 4 (sangat setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak setuju)

dan pernyataan negatif diberi skor 1 (sangat setuju), 2 (setuju), 3 (tidak setuju), 4

(sangat tidak setuju).(17)

Sikap ibu terhadap imunisasi berpengaruh pada kepatuhan ibu untuk

mengimunisasikan dasar pada anaknya. Ibu dengan tingkat sikap yang baik maka

ibu akan mengikuti kegiatan imunisasi dengan teratur. Sikap ibu mengenai

imunisasi adalah setuju atau tidak setuju dengan adanya pelaksanaan program
32

imunisasi, dan keyakinan tentang bahwa imunisasi BCG dapat mencegah penyakit

yaitu penyakit TBC, imunisasi hepatitis B dapat mencegah penyakit yaitu

penyakit hepatitis B, imunisasi DPT dapat mencegah penyakit yaitu penyakit

dipteri, imunisasi polio dapat mencegah penyakit yaitu penyakit polio, imunisasi

campak yaitu dapat mencegah penyakit yaitu penyakit campak.(6)

Menurut Triana,(9) menyebutkan bahwa sikap masyarakat yang cukup

tentang imunisasi perlu diperbaiki agar generasi penerusnya dapat terhindar dari

penyakit menular tertentu. Hal yang perlu diperbaiki adalah meningkatkan

penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya imunisasi, efek samping dari

imunisasi serta kandungan dari vaksin imunisasi. Hal ini dilakukan dengan

harapan tidak ada lagi anggapan bahwa imunisasi tidak penting.Sikap ibu

berhubungan dengan status imunisasi bayi. Sikap ibu yang positif terhadap

imunisasi menyebabkan ibu membawa bayinya ke pusat pelayanan untuk

mendapatkan kelengkapan imunisasi.

2.4.3. Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan

Akses terhadap fasilitas kesehatan dengan situasi dan kondisi geografis

yang sangat beragam merupakan tantangan yang cukup besar di dalam pemberian

pelayanan imunisasi secara merata di seluruh Indonesia. Tanpa akses yang mudah

dan murah untuk dijangkau tentunya akan menyulitkan masyarakat terutama

masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk memperoleh layanan imunisasi

kepada anak-anak mereka. Tidak tercapainya target cakupan imunisasi lengkap

antara lain dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat dapat mencapai akses ke

fasilitas kesehatan. Bagi mereka yang tinggal di daerah perkotaan yang memiliki
33

fasilitas kesehatan lengkap baik rumah sakit maupun klinik dapat dengan mudah

untuk melakukan imunisasi, akan tetapi bagi yang tinggal di pedesaan dengan

fasilitas yang terbatas menyebabkan tidak semua bayi memperoleh layanan

imunisasi. Selain itu, faktor biaya yang harus dikeluarkan untuk imunisasi

terkadang menjadi alasan mengapa balita tidak diimunisasi.(20)

Akses Pelayanan Kesehatan dalam Riskesdas 2013 adalah mengetahui

keberadaan fasilitas kesehatan yang terdiri dari rumah sakit pemerintah, rumah

sakit swasta, Puskesmas atau Puskesmas pembantu, praktik dokter atau klinik,

praktik bidan atau rumah bersalin, Posyandu, Poskesdes atau Poskestren dan

Polindes. Jenis transportasi yang dapat digunakan oleh rumah tangga menuju

fasilitas kesehatan yang terdiri dari mobil pribadi, kendaraan umum, jalan kaki,

sepeda motor, sepeda, perahu, transportasi udara dan lainnya serta penggunaan

lebih dari dari satu jenis transportasi atau kombinasi. Waktu tempuh dengan

transportasi tersebut yang paling sering digunakan oleh rumah tangga dalam

bentuk menit. Kemudian yang terakhir memperoleh gambaran tentang biaya atau

ongkos transportasi oleh rumah tangga menuju fasilitas kesehatan dalam satu kali

pergi.(20)

Semakin banyak sarana dan tenaga kesehatan, semakin kecil jarak jangkau

masyarkat terhadap tempat pelayanan kesehatan seharusnya tingkat penggunaan

pelayanan kesehatan akan bertambah. Membuktikan bahwa menempatkan fasilitas

pelayanan kesehatan lebih dekat kepada masyarakat golongan sosial ekonomi

rendah secara langsung menyebabkan pelayanan tersebut diterima oleh


34

masyarakat. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa jarak (jauhdekatnya)

mempengaruhi masyarakat dalam mencari sarana pengobatan.(21)

Faktor kedekatan tempat pelayanan kesehatan dengan rumah tempat

tinggal menjadi faktor urutan pertama terhadap pemintaan konsumen dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Sedangkan akses ke sarana kesehatan secara

nasional sebanyak 94,1% rumah tangga berada kurang atau samadengan 5 km dari

salah satu sarana pelayanan kesehatan dan sebanyak 90,8% rumah tangga dapat

mencapai sarana pelayanan kesehatan kurang dari 30 menit.(21)

2.4.4. Peran Petugas Kesehatan

Sebagai salah satu upaya untuk mendukung peningkatan mutu pelayanan

kesehatan adalah pengembangan sumber daya manusia kesehatan melalui

penyelanggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan dan

berkesinambungan untuk menghasilkan sumber daya yang profesional yang

kompeten yang memiliki moral dan etika, mempunyai dedikasi tinggi, kreatifdan

inovatif, dan bersikap antisipatif terhadap berbagai perubahan lokal maupun

global. Kompetensi tenaga kesehatan sebagaimana menjadi amanat dari

Permenkes RI Nomor 46 Tahun 2013 tentang RegistrasiTenaga Kesehatan

merupakan salah satu simpul untuk mengukur kecakapan dari seorang tenaga

kesehatan.(21)

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Permana,(22) kelengkapan

imunisasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satu faktornya adalah

peran tenaga kesehatan. Ini menunjukkan bahwa tenaga kesehatan sebagai garda

terdepan dalam pelaksanaan program imunisasi di masyarakat.Petugas kesehatan


35

adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki

pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang

untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya

kesehatan.(23)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zakiyah,(24) mengatakan

pelaksanaan imunisasi tidak terlepas dari peran petugas kesehatan yang

berhubungan langsung baik dengan masyarakat maupun sarana prasarana. Peran

petugas kesehatan dalam program imunisasi meliputi penyusunan perencanaan,

pelaksanaan imunisasi, pengelolaan rantai vaksin, penanganan limbah, standar

tenaga dan pelatihan teknis, pencatatan dan pelaporan, supervisi dan bimbingan

teknis, serta monitoring dan evaluasi.

Peran petugas kesehatan (Bidan, Perawat, Dokter) berperan dalam

peningkatan derajat kesehatan bayi, juga untuk merubah perilaku masyarakat yang

tidak sehat ke arah perilaku sehat. Dalam menjalakan perannya, tenaga kesehatan

harus mampu menyadarkan masyarakat khususnya ibu-ibu yang memiliki bayi

tentang pentingnya imunisasi dasar lengkap. Oleh karena itu petugas kesehatan

diharapkan dapat melaksanakan kegiatan pencegahan yang meliputi : memberikan

pendidikan pentingnya imunisasi dasar, mengajari ibu-ibu yang memiliki bayi

tentang jadwal pemberian imunisasi, menggerakkan peran kader di tingkat

posyandu desa, melaksanakan pemberian imunisasi pada bayi,

mendokumentasikan setiap pemberian imunisasi pada bayi.(23)


36

2.5. Kerangka Teori Perilaku Kesehatan

Faktor Predisposisi
(Predisposing Faktor)
1. Umur
2. Pendidikan
3. Status Pekerjaan
4. Biaya Pemeriksaan
5. Pengetahuan
6. Sikap

Faktor Pemungkin
(Enabling Faktor) Faktor yang mempengaruhi
perilaku ibu terhadap
Akses Informasi kelengkapan imunitasi dasar

Faktor Pendorong
(Reinforcing Faktor)
1. Peran Kader
2. Dukungan Tenaga
Kesehatan
3. Dukungan Anggota
Keluarga

Gambar 2.1. Kerangka Teori Menurut Lawrence Green(16)

Keterangan :

Variabel yang diteliti

Yang tidak diteliti

2.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan

penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul.(25) Maka hipotesis pada

penelitian ini adalah ada pengaruh pengetahuan, sikap, keterjangkauan fasilitas

kesehatan dan peran petugas kesehatan terhadap kelengkapan imunisasi dasar

pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi Tahun 2018.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah survei analitik. Survei analitik ialah survei

atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena

kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antar

fenomena, baik antara faktor risiko dengan faktor efek. Survei analitik ini

dilakukan dengan rancangan penelitian cross sectional,suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan

cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu

saat (point time approach).(25) Tujuannya adalah untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi perilaku ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi

di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi Tahun 2018.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Satria Jalan Imam

Bonjol Kelurahan Satria Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi. Adapun

alasan pemilihan lokasi penelitian di daerah tersebut karena berdasarkan survey

awal yang dilakukan peneliti, Puskesmas Satria telah mencapai UCI, sehingga

sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu

sehingga memiliki bayi yang lengkap imunisasi dasarnya.

37
38

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu yang diperlukan untuk penelitian ini adalah 3 bulan mulai dari

bulan Juli s/d September 2018.

3.3. Populasi Dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.(25) Populasi penelitian ini

adalah semua ibu yang mempunyai balitausia 13-24 bulan di wilayah kerja

Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi sebanyak 649 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah keseluruhan atau sebagian yang diambil dari keseluruhan

objek yang telah diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Dalam

penelitian ini menggunakan proportional stratified random sampling yaitu suatu

cara pengambilan sampel yang digunakan bila anggota populasinya tidak

homogen yang terdiri atas kelompok yang homogen atau berstrata secara

proportional. Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode pengambilan sampel secara acak dan jumlah sampel

diambil dengan menggunakan rumus Slovin.

Rumusnya :

N
n=
1 + N (e)2
39

Keterangan :

n : Sampel

N : Populasi

e2 : Standar deviasi (0,1)

649
n=
1 + 649 (0,1)2

649
n=
1 + 649 (0,01)

649
n=
7,49

n = 86,6 = 87

Jadi jumlah sampel penelitian adalah 87 orang.Untuk mengetahui jumlah ibu di

tiap kelurahan digunakan teknik proportional stratified random sampling dengan

jumlah 7 Kelurahan, sehingga untuk mengetahui jumlah sampel per kelurahan di

gunakan rumus :

Ʃ Ibu yang mempunyai balita 12-24 bulan x Sampel


Populasi
40

Tabel 3.1 Jumlah Sampel per Kelurahan

Jumlah Sampel per


No Kelurahan Jumlah Bayi Kelurahan

1 Satria 105 x 87
105 = 14
649
2 Damar Sari 96 x 87
96 = 13
649
3 Tambangan 57 x 87
57 = 8
649
4 Tambangan Hulu 63 x 87
63 = 9
649
5 Deblod Sundoro 99 x 87
99 = 13
649
6 Tebing Tinggi 138 x 87
138 = 18
649
7 Bagelen 91 x 87
91 = 12
649
Total 649 87

Untuk mengetahui jumlah responden yang dijadikan sampel penelitian,

digunakan teknik lotre, dengan cara sebagai berikut:

1) Peneliti mendata semua ibu yang mempunyai balita usia 12-24 bulan di tiap

kelurahan, kemudian membuat potongan kertas yang telah diberi nomor urut

1-105 di kelurahan Satria, 1-63 di kelurahan Damar Sari, 1-57 di Kelurahan

Tambangan, 1-63 di Kelurahan Tambangan Hulu, 1-99 di Kelurahan Deblod

Sundoro, 1-138 di Kelurahan Tebing Tinggi dan 1-91 di Kelurahan Bagelen.

2) Kertas dilipat dan dimasukan ke dalam kotak atau gelas yang diberi lubang

kecil pada penutupnya.


41

3) Kotak/gelas dikocok (diaduk-aduk), lalu diambil sebanyak sampel untuk tiap

kelurahan. Yaitu 14 gulungan kertas di Kelurahan Satria, 13 gulungan kertas

di Kelurahan Damar Sari, 8 gulungan kertas di Kelurahan Tambangan, 9

gulungan kertas di Kelurahan Tambangan Hulu, 13 gulungan kertas di

Kelurahan Deblod Sundoro, 18 gulungan kertas di Kelurahan Tebing TInggi

dan 12 gulungan kertas di Kelurahan Bagelen.

4) Angka atau nomor yang tertera dalam kertas tersebut dilihat dan dicatat

angkanya sampai dengan jumlah sampel yang ditentukan terpenuhi. Nomor-

nomor yang terpilih tersebut akan dijadikan sampel penelitian ini.

3.4. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah alur penelitian yang memperlihatkan variabel-

variabel yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi. Atau dengan kata lain dalam

kerangka konsep akan terlihat faktor-faktor yang terdapat dalam variabel

penelitian. Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (x)

yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dan variabel terikat (y) yaitu

kelengkapan imunisasi dasar. Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Variabel Bebas (x) Variabel Terikat (y)

Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Ibu
- Pengetahuan Kelengkapan Imunisasi
- Sikap Dasar
- Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan
- Peran Petugas Kesehatan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian


42

3.5. Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran

3.5.1. Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah batasan yang digunakan untuk mendefinisikan

variabel-variabel atau faktor-faktor yang mempengaruhi variabel. Adapun definisi

operasional variabel penelitian ini adalah:

a. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh ibu tentang imunisasi

dasar lengkap.

b. Sikap adalah reaksi atau respon dari ibu tentang kelengkapan imunisasi dasar

pada bayi.

c. Keterjangkauan fasilitas kesehatan adalah jarak atau waktu yang dapat

ditempuh untuk mencapai tempat pelayanan kesehatan khususnya pelayanan

imunisasi.

d. Peran petugas kesehatan adalah suatu perilaku dalam wujud kegiatan untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada ibu agar

mampu meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

khususnya untuk meningkatkan derajat kesehatan anaknya melalui imuniasi

dasar lengkap.

e. Kelengkapan imunisasi dasar adalah telah tercapainya atau telah lengkapnya

imunisasi yang diberikan kepada bayi dari mulai Hb0, BCG, DPT, Polio dan

campak.

3.5.2. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran adalah aturan-aturan yang meliputi cara dan alat ukur

(instrumen), hasil pengukuran, kategori dan skala ukur yang digunakan untuk
43

menilai suatu variabel. Adapun aspek pengukuran dari variabel x yaitu faktor-

faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dan variabel y yaitu kelengkapan

imunisasi dasar dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.2 Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran

Jenis
Jumlah Cara dan Alat Skala
No Nama Variabel Value Skala
Pertanyaan Ukur Pengukuran
Ukur
Independen
1. Pengetahuan 15 Kuesioner 76-100% Baik (3) Ordinal
dengan (Skor 11-15)
menghitung 56-75% (Skor Cukup (2)
skor 8-10)
pengetahuan <56% Kurang (1)
(skor max = 20) (Skor 0-7)

2. Sikap 13 Kuesioner Skor 33-52 Positif (2) Ordinal


Positif : Skor 13-32 Negatif (1)
SS : 4, S : 3,
TS : 2, STS : 1
Negatif :
SS : 1, S : 2,
TS : 3, STS : 4
dengan
menghitung
skor sikap (skor
max = 52)

3. Keterjangkauan 4 Kuesioner Skor 4 Dekat (2) Interval


fasilitas dengan Skor <4 Jauh (1)
kesehatan menghitung
skor
keterjangkauan
(skor max = 4)

4. Peran petugas 5 Kuesioner Skor 5 Baik (2) Ordinal


kesehatan dengan Skor <5 Kurang (1)
menghitung
skor peran
petugas
kesehatan (skor
max = 5)
44

Jenis
Jumlah Cara dan Alat Skala
No Nama Variabel Value Skala
Pertanyaan Ukur Pengukuran
Ukur
Dependen
5. Kelengkapan 5 Kuesioner Skor 5 Ya (2) Ordinal
imunisasi dasar dengan Skor <5 Tidak (1)
menghitung
skor
kelengkapan
imunisasi dasar
(skor max = 5)

3.6. Metode Pengumpulan Data

3.6.1. Jenis Data

a. Data primer merupakan data karakteristik responden, data pengetahuan,

sikap, keterjangkauan fasilitas kesehatan, peran petugas kesehatan dan

kelengkapan imunisasi dasar.

b. Data sekunder meliputi data deskriptif lokasi penelitian yaitu data tentang

Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi, termasuk visi dan misi, jumlah

balita usia 12-24 bulan, jumlah cakupan imunisasi dasar lengkap dan data

yang mendukung analisis terhadap data primer.

c. Data tertier diperoleh dari berbagai referensi yang sangat valid seperti

jurnal tentang imunisasi.

3.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi atas 3 (tiga) yaitu:

a. Data primer diperoleh langsung dari responden melalui kuesioner yang telah

disiapkan oleh peneliti dan dibagikan kepada responden, yaitu instrumen

pengumpul data yang berisi daftar pertanyaan yang disampaikan kepada

responden untuk dijawab secara tertulis. Dalam hal ini ibu yang mempunyai
45

balita 12-24 bulanyang dijadikan sampel penelitian dibagikan kuesioner.

Setelah dibagikan, diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai cara pengisian

kuesioner tersebut. Kemudian setelah kuesioner tersebut terisi peneliti

kumpulkan kembali, sesuai dengan nomor urut untuk diolah datanya.

b. Data Sekunder diambil dari data jumlah balita usia 12-24 bulan dan data

cakupan pemberian imunisasi dasar di wilayah kerja Puskesmas Satria Kota

Tebing Tinggi.

c. Data tertier diambil dari internet berupa data berupa jurnal penelitian yang

berhubungan dengan judul penelitian.

3.6.3. Uji Validitas dan Realibilitas

a. Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar

mengukur apa yang diukur. Demikian pula kuesioner sebagai alat ukur harus

mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun

tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji

korelasi antara skors (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skors total

kuesioner tersebut. Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik korelasi “product

moment”.(25)

Pelaksanaan uji validitas dilaksanakan di Puskesmas Pabatu Kota Tebing

Tinggi. Untuk mengetahui apakah nilai korelasi tiap-tiap pertanyaan itu

signifikan, maka perlu dilihat pada tabel nilai product moment. Dimana jumlah

responden yang akan dilakukan uji validitas sebanyak 20 orang untuk variabel

pengetahuan sebanyak 20 soal, sikap 20 soal, keterjangkauan fasilitas kesehatan 4


46

soal dan peran petugas kesehatansebanyak 5 soal maka taraf signifikansi ialah

0.444 (n=20, α = 0,05) yang dilihat berdasarkan tabel “r” Product Moment.

Kemudian skor masing-masing item dihitung korelasinya dengan skor total.

Apabila nilai korelasi > taraf signifikansi maka dinyatakan valid, tetapi apabila

nilai korelasi < taraf signifikansi maka dinyatakan tidak valid.

Adapun hasil dari uji validitas berdasarkan rumus korelasi “Product

Moment” dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.3Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan

No Nilai Korelasi Taraf Sig Keterangan


1 0,216 0,444 Tidak Valid
2 0,456 0,444 Valid
3 0,530 0,444 Valid
4 0,507 0,444 Valid
5 0,389 0,444 Tidak Valid
6 0,576 0,444 Valid
7 0,462 0,444 Valid
8 0,203 0,444 Tidak Valid
9 0,560 0,444 Valid
10 0,586 0,444 Valid
11 0,534 0,444 Valid
12 0,714 0,444 Valid
13 0,534 0,444 Valid
14 0,606 0,444 Valid
15 0,342 0,444 Tidak Valid
16 0,611 0,444 Valid
17 0,335 0,444 Tidak Valid
18 0,457 0,444 Valid
19 0,578 0,444 Valid
20 0,498 0,444 Valid

Dari 20pertanyaan yang dilakukan uji validitas, hanya 15 pertanyaan yang

memiliki nilai lebih besar dari r tabel (n=20, α = 0,05) sebesar 0,444, sehingga ke-

15 pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Sedangkan untuk pertanyaan No. 1, 5, 8,


47

15 dan 17 tidak valid karena memiliki nilai r tabel <α. Pengujian validitas dengan

SPSS adalah menggunakan korelasi, instrumen valid apabila nilai korelasi

(pearson correlation) adalah positif, dan nilai probabilitas korelasi (sig. 2-tailed)

≤ taraf signifikan (α) sebesar 0,05. Berdasarkan hasil SPSS yang telah dilakukan

diperoleh nilai sig.2-tailed ≤ 0,05 (hasil SPSS terlampir) untuk 15 pertanyaan

yang valid, maka dapat disimpulkan bahwa pertanyaan yang valid adalah 15

pertanyaan dan yang tidak valid 5 pertanyaan.

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Variabel Sikap

No Nilai Korelasi Taraf Sig Keterangan


1 0,495 0,444 Valid
2 0,258 0,444 Tidak Valid
3 0,495 0,444 Valid
4 0,497 0,444 Valid
5 0,594 0,444 Valid
6 0,522 0,444 Valid
7 0,309 0,444 Tidak Valid
8 0,494 0,444 Valid
9 0,458 0,444 Valid
10 0,370 0,444 Tidak Valid
11 0,567 0,444 Valid
12 0,525 0,444 Valid
13 0,452 0,444 Valid
14 0,522 0,444 Valid
15 0,277 0,444 Tidak Valid
16 0,485 0,444 Valid
17 0,377 0,444 Tidak Valid
18 0,418 0,444 Tidak Valid
19 0,130 0,444 Tidak Valid
20 0,445 0,444 Valid

Dari 20pertanyaan yang dilakukan uji validitas, hanya 13 pertanyaan yang

memiliki nilai lebih besar dari r tabel (n=20, α = 0,05) sebesar 0,444, sehingga ke-

13 pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Sedangkan untuk pertanyaan No. 2, 7,


48

10, 15, 17, 18 dan 19 tidak valid karena memiliki nilai r tabel <α. Pengujian

validitas dengan SPSS adalah menggunakan korelasi, instrumen valid apabila nilai

korelasi (pearson correlation) adalah positif, dan nilai probabilitas korelasi (sig.

2-tailed) ≤ taraf signifikan (α) sebesar 0,05. Berdasarkan hasil SPSS yang telah

dilakukan diperoleh nilai sig.2-tailed ≤ 0,05 (hasil SPSS terlampir) untuk 13

pertanyaan yang valid, maka dapat disimpulkan bahwa pertanyaan yang valid

adalah 13 pertanyaan dan yang tidak valid 7 pertanyaan.

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Variabel Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan

No Nilai Korelasi Taraf Sig Keterangan


1 0,599 0,444 Valid
2 0,616 0,444 Valid
3 0,729 0,444 Valid
4 0,486 0,444 Valid

Dari 4pertanyaan yang dilakukan uji validitas, semua pertanyaan yang

memiliki nilai lebih besar dari r tabel (n=20, α = 0,05) sebesar 0,444, sehingga ke-

4 pertanyaan tersebut dinyatakan valid.

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Variabel Peran Petugas Kesehatan

No Nilai Korelasi Taraf Sig Keterangan


1 0,445 0,444 Valid
2 0,683 0,444 Valid
3 0,445 0,444 Valid
4 0,445 0,444 Valid
5 0,677 0,444 Valid

Dari 5 pertanyaan yang dilakukan uji validitas, semua pertanyaan yang

memiliki nilai lebih besar dari r tabel (n=20, α = 0,05) sebesar 0,444, sehingga ke-

5 pertanyaan tersebut dinyatakan valid.


49

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan

sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan

pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan

alat ukur yang sama. Tinggi rendahnya reliabilitas, secara empirik ditunjukan oleh

suatu angka yang disebut nilai koefisien reliabilitas. Reliabilitas dihitung dengan

menggunakan rumus Croncbach’s Alpha. Apabila diperoleh rhitung > dan rtabel,

maka kuesioner tersebut dinyatakan reliabel.(26)

Tabel 3.7Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

0,813 (Pengetahuan) 15
0,788 (Sikap) 13
0,727 (Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan) 4
0,685 (Peran Petugas Kesehatan) 5

Maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner tersebut dinyatakan reliabel dan

dapat diandalkan.

3.7. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan komputerisasi, adapun langkah-

langkahnya sebagai berikut :

a. Collecting

Mengumpulan data yang berasal dari kuesioner.


50

b. Checking

Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jawaban kuesioner dengan tujuan

agar data diolah secara benar sehingga pengolahan data memberikan hasil

yang valid dan realibel, dan terhindar dari bias.

c. Coding

Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variabel-variabel

yang diteliti.Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengolahan data

penelitian.

d. Entering

Data entry, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang

masih dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program computer yang

digunakan peneliti yaitu SPSS.

e. Processing

Semua data yang telah diinput ke dalam aplikasi computer akan diolah sesuai

dengan kebutuhan dari penelitian.(27)

3.8. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian menggunakan program SPSS (Statistical

Package for the Social Science) dengan menggunakan langkah-langkah sebagai

berikut:

3.8.1. Analisisunivariat

Digunakan untuk mendeskripsikan data yang dilakukan pada tiap variabel

dari hasil penelitian. Data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.


51

3.8.2. Analisis bivariat

Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel pada penelitian ini,

maka analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat.Untuk mengetahui hubungan

(korelasi) antara variabel bebas (independent variable) dengan variabel terikat

(dependent variable).Untuk membuktikan adanya hubungan yang signifikan

antara variabel bebas dengan variabel terikat digunakan analisis Chi-

Square.Dengan Chi-Square dapat dianalisa bahwa apabila hasil perhitungan

menunjukkan nilai p value<α maka dikatakan (Ho) ditolak dan Ha diterima,

artinya kedua variabel secara statistik mempunyai hubungan yang signifikan.

Kemudian untuk menjelaskan adanya hubungan antara variabel terikat dengan

variabel bebas digunakan analisis tabulasi silang.(27)

3.8.3. Analisis multivariat

Analisis multivariat bertujuan untuk melihat kemaknaan hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen secara simultan (Uji-F) sekaligus

menentukan faktor-faktor yang lebih dominan berhubungan (menggunakan Uji-

T). Uji statistik yang digunakan adalah regresi linier berganda pada batas

kemaknaan 95% dengan perhitungan statistik α = 0,05. Persamaan regresi yang

digunakan adalah:

Y = β0 + βX1 + βX2 + βX3 + βX4 + e

Dimana :

Y = Variabel dependen

β0 = Konstanta

β1- β4 = Koefisien regresi


52

X1 = Variabel pengetahuan

X2 = Variabel sikap

X3 = Variabel keterjangkauan fasilitas kesehatan

X4 = Variabel peran petugas kesehatan

e = Error (tingkat kesalahan) yaitu 0,05 (5%)(29)


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Data Geografi

Puskesmas Satria terletak di Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi.

Adapun batas-batas wilayah Puskesmas Satria adalah sebelah Utara berbatasan

dengan Kecamatan Padang Hulu, sebelas Selatan berbatasan dengan Kabupaten

Serdang Bedagai, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Rambutan dan

sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai.

Wilayah Kerja Puskesmas Satria mencakup 7 Kelurahan yaitu Kelurahan

Tambangan, Kelurahan Tambangan Hulu, Kelurahan Satria, Kelurahan Damar

Sari, Kelurahan Deblod Sundoro, Kelurahan Bagelen dan Kelurahan Tebing

Tinggi.

4.1.2. Data Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Satria adalah 33.273 jiwa

yang dihuni 7.901 rumah tangga (RT), berada dalam wilayah yang mempunyai

luas 114.410 KM2, sehingga dapat diperkirakan setiap rumah tangga rata-rata

dihuni oleh 4 sampai 5 jiwa dengan kata lain dengan tingkat kepadatan penduduk

3 jiwa tiap KM2. Wilayah kerja Puskesmas Satria terdiri dari berbagai etnis dan

latar belakang sosial budaya dan agama.

53
54

4.1.3. Visi Dan Misi

Visi dari Puskesmas Satria adalah Mewujudkan Masyarakat Sehat yang

Mandiri dan Berkeadilan. Sedangkan Misi dari Puskesmas Satria adalah :

a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan

masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.

b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya

kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.

c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.

d. Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.

Program-program pembangunan di bidang kesehatan di Puskesmas Satria

adalah:

a. Promosi kesehatan

b. Kesehatan lingkungan

c. KIA/KB

d. Perbaikan gizi

e. Pencegahan penyakit menular

f. Pengobatan

g. Pengembangan SP2TP (SIK)

h. Kesehatan Rujukan

i. Peningkatan Sarana dan Prasarana

j. Kesehatan Gigi dan Mulut

k. Usaha Kesehatan Sekolah

l. Kesehatan Usila
55

4.2. Hasil Penelitian

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka data kemudian diolah dan

dianalisa. Adapun hasil dari penelitian tentangFaktor-faktor yang Mempengaruhi

Perilaku Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Bayi di Wilayah Kerja

Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi tahun 2018 adalah sebagai berikut:

4.2.1. Analisis Univariat

Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan untuk menganalisis tiap

variabel dari hasil penelitian.

1. Pengetahuan

Setelah semua pertanyaan diketahui maka jawaban responden tentang

pengetahuan akan dikategorikan ke dalam tiga pilihan yaitu baik, cukup dan

kurang. Dikatakan baik apabila skor yang diperoleh responden >10, cukup apabila

skor yang diperoleh responden 8-10 sedangkan kurang apabila skor yang dijawab

oleh responden <8. Adapun kategori pengetahuan responden adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu terhadap Kelengkapan


Imunisasi Dasar pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota
Tebing Tinggi tahun 2018

No Pengetahuan Jumlah (f) Presentase (%)


1 Baik 55 63,3
2 Cukup 27 31,0
3 Kurang 5 5,7
Total 87 100

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, terlihat bahwa mayoritas ibu memiliki

pengetahuan yang baik sebanyak 55 orang (63,3%), memiliki pengetahuan cukup


56

27 orang (31,0%) dan minoritas memiliki pengetahuan kurang sebanyak 5 orang

(5,7%).

2. Sikap

Setelah masing-masing jawaban responden diketahui maka sikap

dikategorikan ke dalam dua pilihan yaitu Positif dan Negatif. Dikatakan Positif

apabila skor yang diperoleh responden 33-52, dikatakan Negatif apabila

mendapatkan skor 13-32. Adapun kategori sikap adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar
pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi
tahun 2018

No Sikap Jumlah (f) Presentase (%)


1 Positif 76 87,4
2 Negatif 11 12,6
Total 87 100

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, terlihat bahwa mayoritas ibu memiliki sikap

positif sebanyak 76 orang (87,4%), dan minoritas memiliki sikap negatif sebanyak

11 orang (12,6%).

3. Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan

Setelah semua pertanyaan diketahui maka jawaban responden tentang

keterjangkauan fasilitas kesehatan akan dikategorikan ke dalam dua pilihan yaitu

dekat dan jauh. Dikatakan dekat apabila skor yang diperoleh responden 4,

sedangkan jauh apabila skor yang dijawab oleh responden <4. Adapun kategori

keterjangkauan fasilitas kesehatan responden adalah sebagai berikut:


57

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan terhadap


Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas
Satria Kota Tebing Tinggi tahun 2018

Keterjangkauan Fasilitas
No Jumlah (f) Presentase (%)
Kesehatan
1 Dekat 65 74,7
2 Jauh 22 25,3
Total 87 100

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, terlihat bahwa mayoritas ibu menyatakan

bahwa fasilitas kesehatan dekat dengan rumahnya sebanyak 65 orang (74,7%) dan

minoritas menyatakan jauh sebanyak 22 orang (25,3%).

4. Peran Petugas Kesehatan

Setelah semua pertanyaan diketahui maka jawaban responden tentang

peran petugas kesehatan akan dikategorikan ke dalam dua pilihan yaitu baik dan

kurang. Dikatakan baik apabila skor yang diperoleh responden 5, sedangkan

kurang apabila skor yang dijawab oleh responden <5. Adapun kategori peran

petugas kesehatan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Peran Petugas Kesehatan terhadap Kelengkapan


Imunisasi Dasar pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota
Tebing Tinggi tahun 2018

No Peran Petugas Kesehatan Jumlah (f) Presentase (%)


1 Baik 66 75,9
2 Kurang 21 24,1
Total 87 100

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, terlihat bahwa mayoritas ibu menyatakan

bahwa petugas kesehatan memiliki peran yang baik sebanyak 66 orang (75,9%),

dan minoritas menyatakan memiliki peran yang kurang sebanyak 21 orang

(24,1%).
58

5. Kelengkapan Imunisasi Dasar

Setelah semua pertanyaan diketahui maka jawaban responden tentang

kelengkapan imunisasi dasar akan dikategorikan ke dalam dua pilihan yaitu ya

dan tidak. Dikatakan ya apabila skor yang diperoleh responden 5, sedangkan tidak

apabila skor yang dijawab oleh responden <5. Adapun kategori kelengkapan

imunisasi dasar adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Bayi di


Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi tahun 2018

No Kelengkapan Imunisasi Dasar Jumlah (f) Presentase (%)


1 Ya 80 92,0
2 Tidak 7 8,0
Total 87 100

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, terlihat bahwa mayoritas ibu telah

mengimunisasi dasar lengkap anaknya sebanyak 80 orang (92,0%), dan terdapat 7

orang (8,0%) yang belum lengkap imunisasi dasarnya.


59

4.2.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui

keterkaitan dua variabel.

a. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar

Tabel 4.6 Distribusi Pengaruh Pengetahuan Ibu Terhadap Kelengkapan


Imunisasi Dasar Pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria
Kota Tebing Tinggi tahun 2018

Kelengkapan Imunisasi
Dasar Jumlah P (Sig)
No Pengetahuan
Ya Tidak
f % f % f %
1 Baik 54 62,1 1 1,2 55 63,3
2 Cukup 24 27,6 3 3,4 27 31,0 0,000
3 Kurang 2 2,3 3 3,4 5 5,7
Total 80 92,0 7 8,0 87 100

Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa dari 55 responden (63,3%) yang

memiliki pengetahuan baik, terdapat 54 orang (62,1%) yang sudah lengkap

imunisasi dasarnya dan 1 orang (1,2%) belum lengkap imunisasi dasar

lengkapnya. Sedangkan dari 5 orang (5,7%) yang memiliki pengetahuan kurang,

terdapat 2 orang (2,3%) yang sudah lengkap imunisasi dasarnya dan 3 orang

(3,4%) belum lengkap imunisasi dasarnya.

Analisa uji statistik dengan menggunakan uji Chi-square didapatkan nilai

P (0,000) < α (0,05) maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh pengetahuan ibu

terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas

Satria Kota Tebing Tinggi tahun 2018.


60

b. Pengaruh Sikap Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar

Tabel 4.7 Distribusi Pengaruh Sikap Ibu Terhadap Kelengkapan Imunisasi


Dasar Pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing
Tinggi tahun 2018

Kelengkapan Imunisasi
Dasar Jumlah P (Sig)
No Sikap
Ya Tidak
f % f % f %
1 Positif 73 84,0 3 3,4 76 87,4
0,004
2 Negatif 7 8,0 4 4,6 11 12,6
Total 80 92,0 7 8,0 87 100

Berdasarkan tabel 4.7 terlihat bahwa dari 76 responden (87,4%) yang

memiliki sikap positif, terdapat 73 orang (84,0%) yang sudah lengkap imunisasi

dasarnya dan 3 orang (3,4%) belum lengkap imunisasi dasar lengkapnya.

Sedangkan dari 11 orang (12,6%) yang memiliki sikapnegatif, terdapat 7 orang

(8,0%) yang sudah lengkap imunisasi dasarnya dan 4 orang (4,6%) belum lengkap

imunisasi dasarnya.

Analisa uji statistik dengan menggunakan uji Chi-square didapatkan nilai

P (0,004) < α (0,05) maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh sikap ibu terhadap

kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota

Tebing Tinggi tahun 2018.


61

c. Pengaruh Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan Terhadap Kelengkapan


Imunisasi Dasar

Tabel 4.8 Distribusi Pengaruh Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan Terhadap


Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi di Wilayah Kerja
Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi tahun 2018

Kelengkapan Imunisasi
Keterjangkauan
Dasar Jumlah P (Sig)
No Fasilitas
Ya Tidak
Kesehatan
f % f % f %
1 Dekat 64 73,6 1 1,1 65 74,7
0,001
2 Jauh 16 18,4 6 6,9 22 25,3
Total 80 92,0 7 8,0 87 100

Berdasarkan tabel 4.8 terlihat bahwa dari 65 responden (74,7%) yang

menyatakan bahwa jarak fasilitas kesehatan dekat dengan rumahnya, terdapat 64

orang (73,6%) yang sudah lengkap imunisasi dasarnya dan 1 orang (1,1%) belum

lengkap imunisasi dasar lengkapnya. Sedangkan dari 22 orang (25,3%) yang

menyatakan jauh, terdapat 16 orang (18,4%) yang sudah lengkap imunisasi

dasarnya dan 6 orang (6,9%) belum lengkap imunisasi dasarnya.

Analisa uji statistik dengan menggunakan uji Chi-square didapatkan nilai

P (0,001) < α (0,05) maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh keterjangkauan

fasilitas kesehatan terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Wilayah

Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi tahun 2018.


62

d. Pengaruh Peran Petugas Kesehatan Terhadap Kelengkapan Imunisasi


Dasar

Tabel 4.9 Distribusi Pengaruh Peran Petugas Kesehatan Terhadap


Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi di Wilayah Kerja
Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi tahun 2018

Kelengkapan Imunisasi
Peran Petugas Dasar Jumlah P (Sig)
No
Kesehatan Ya Tidak
f % f % f %
1 Baik 65 74,8 1 1,1 66 75,9
0,001
2 Kurang 15 17,2 6 6,9 21 24,1
Total 80 92,0 7 8,0 87 100

Berdasarkan tabel 4.9 terlihat bahwa dari 66 responden (75,9%) yang

menyatakan bahwa petugas kesehatan memiliki peran yang baik dalam program

imunisasi, terdapat 65 orang (74,8%) yang sudah lengkap imunisasi dasarnya dan

1 orang (1,1%) belum lengkap imunisasi dasar lengkapnya. Sedangkan dari 21

orang (24,1%) yang menyatakan petugas kesehatan memiliki peran yang kurang

baik, terdapat 15 orang (17,2%) yang sudah lengkap imunisasi dasarnya dan 6

orang (6,9%) belum lengkap imunisasi dasarnya.

Analisa uji statistik dengan menggunakan uji Chi-square didapatkan nilai

P (0,001) < α (0,05) maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh peran petugas

kesehatan terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Wilayah Kerja

Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi tahun 2018.


63

4.2.3. Analisis Multivariat

Analisa multivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan uji regresi linier berganda. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

pengaruh pengetahuan, sikap, keterjangkauan fasilitas kesehatan dan peran

petugas kesehatan terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Wilayah

Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi Tahun 2018 dengan penjelasan

sebagai berikut:

a. Analisis Determinasi (R2)

Analisis determinasi dalam regresi linier berganda digunakan untuk

mengetahui persentase besarnya pengaruh variabel independen secara serentak

terhadap variabel dependen.Pengaruh tersebut disimbolkan dengan R (korelasi).

Seperti yang terlihat dalam tabel model summary berikut ini:

Tabel 4.10 : Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square
Square Estimate

1 0,514(a) 0,264 0,228 0,240

a Predictors: (Constant), Peran_Nakes, Pengetahuan, Sikap, Keterjangkauan


b Dependent Variable: Imunisasi_Dasar

Berdasarkan tabel di atas, nilai pada kolom R adalah 0,514 artinya

pengaruh pengetahuan, sikap, keterjangkauan fasilitas kesehatan dan peran

petugas kesehatan terhadap kelengkapan imunisasi dasaradalah 51,4% (0,514 x

100%). Tabel di atas menunjukkan pula angkaR2 (R Square) sebesar 0,264, hal ini

berarti bahwa persentase variabel dependen (kelengkapan imunisasi dasar) sebesar

26,4% mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan, sikap, keterjangkauan


64

fasilitas kesehatan dan peran petugas kesehatan. Sedangkan sisanya sebesar 73,6%

dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

b. F-test (ANOVA)

Pada uji serentak dilakukan uji simultan dengan F-test (ANOVA) yang

bertujuan untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabel independen

terhadap variabel dependen.Tabel ANOVA menunjukkan besarnya angka

probabilitas atau signifikansi pada perhitungan ANOVA. Nilai yang tertera

digunakan untuk uji kelayanan Model Analisis [dimana sejumlah variabel x

memiliki pengaruh terhadap variabel y] dengan ketentuan angka probabilitas yang

baik untuk digunakan sebagai model regresi harus < 0,05. Nilai ini bisa dilihat

pada kolom Sig. Jika Sig. < 0,05, maka Model Analisis dianggap layak. Jika Sig.

> 0,05, maka Model Analisis dianggap tidak layak.

Tabel 4.11 : ANOVA(b)

Model Sum of Mean


df F Sig.
Squares Square
1 Regression 1,702 4 0,425 7,368 0,000(a)
Residual 4,735 82 0,058
Total 6,437 86
a Predictors: (Constant), Peran_Nakes, Pengetahuan, Sikap, Keterjangkauan
b Dependent Variable: Imunisasi_Dasar

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai Sig adalah

0,000.Maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen (pengetahuan,

sikap, keterjangkauan fasilitas kesehatan dan peran petugas kesehatan) secara

bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen

(Kelengkapan Imunisasi Dasar).


65

Dalam Regresi Linier Berganda, hal utama yang hendak dilihat adalah

apakah serangkaian variabel bebas secara serentak mempengaruhi variabel terikat.

Pada tabel ANOVA terdapat kolom F. Nilai yang tertera pada kolom F tersebut

disebut sebagai F hitung. F hitung ini diperbandingkan dengan F tabel, dimana

peraturannya adalah sebagai berikut:

1) Jika Fhitung> Ftabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat pengaruh

pengetahuan, sikap, keterjangkauan fasilitas kesehatan dan peran petugas

kesehatan terhadap kelengkapan imunisasi dasar.

2) Jika Fhitung< Ftabel maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak terdapat

pengaruh pengetahuan, sikap, keterjangkauan fasilitas kesehatan dan peran

petugas kesehatan terhadap kelengkapan imunisasi dasar.

Berdasarkan hasil penelitian melalui pengolahan data diperoleh nilai Fhitung

= 7,368dan signifikan 0,000dimana :

df1 = k – 1 = 5 – 1 = 4

df2 = n – k = 86 – 5 = 82

dan α = 0,05 maka Ftabel : F4.82 pada tabel F adalah sebesar 2,48

Ternyata Fhitung> Ftabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Kesimpulannya adalah semua variabel independen secara (pengetahuan,

sikap, keterjangkauan fasilitas kesehatan dan peran petugas kesehatan) bersama-

sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.


66

c. Uji Regresi Linier Berganda


Tabel 4.12 Uji Regresi Linier Berganda

Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 0,591 ,098 6,019 ,000
Pengetahuan 0,120 ,054 ,264 2,225 ,029
Sikap 0,206 ,105 ,252 1,961 ,053
Keterjangkauan 0,316 ,266 -,504 -1,185 ,240
Peran_Nakes 0,388 ,252 ,610 1,539 ,128
a Dependent Variable: Imunisasi_Dasar

Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda diperoleh persamaan

dengan rumus Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 maka hasilnya dari persamaan

tersebut sebagai berikut :

Y = 0.591 + 0,120 X1 + 0,206 X2 + 0,316 X3 + 0,388 X4

Interpretasi dari persamaan regresi linier berganda adalah kelengkapan

imunisasi dasar lengkapakan meningkat seiring dengan pengetahuan yang baik,

sikap yang positif, fasilitas kesehatan yang terjangkau dan peran petugas

kesehatan yang baik.

d. Uji Partial

Untuk uji partial disini dilakukan uji t-test yang bertujuan untuk

mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara

individual (partial) terhadap variabel dependen.Berdasarkan data yang dilihat dari

tabel di atas, uji partial (uji t) menunjukkan bahwa dari 4 (empat) variabel

independen yang diteliti (pengetahuan, sikap, keterjangkauan fasilitas kesehatan

dan peran petugas kesehatan), semuanya memiliki pengaruh signifikan dengan

kelengkapan imunisasi dasar.


67

1) Jikathitung>ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat

pengaruhpengetahuan, sikap, keterjangkauan fasilitas kesehatan dan peran

petugas kesehatan terhadap kelengkapan imunisasi dasar.

2) Jikathitung<ttabel maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak terdapat

pengaruh pengetahuan, sikap, keterjangkauan fasilitas kesehatan dan peran

petugas kesehatan terhadap kelengkapan imunisasi dasar.

Berdasarkan hasil uji t maka diperoleh nilai ttabeladalah :

ttabel = (α/2; n-k)

Dimana :

α = konstanta (0,05) / 2 = 0,025

k = jumlah variabel + konstanta =5

n = jumlah sampel = 87

ttabel = ( 0,025; 87-5)

ttabel = (0,025; 82)

ttabel = 1,989 (lampiran t-table)

Dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen

adalah sebagai berikut :

a. Variabel pengetahuan memiliki nilai sig 0,029< 0,05 (sig <α), artinya

signifikan.

b. Variabel sikap memiliki nilai sig 0,053> 0,05 (sig > α), artinya tidak

signifikan.

c. Variabel keterjangkauan fasilitas kesehatan makan memiliki nilai sig0,240>

0,05 (sig > α), artinya tidak signifikan.


68

d. Variabel peran petugas kesehatan memiliki nilai sig 0,128> 0,05 (sig > α),

artinya tidak signifikan.

4.3. Pembahasan

4.3.1. Pengaruh Pengetahuan Ibu Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada


Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi tahun 2018

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 55 responden (63,3%) yang

memiliki pengetahuan baik, terdapat 54 orang (62,1%) yang sudah lengkap

imunisasi dasarnya dan 1 orang (1,2%) belum lengkap imunisasi dasar

lengkapnya. Sedangkan dari 5 orang (5,7%) yang memiliki pengetahuan kurang,

terdapat 2 orang (2,3%) yang sudah lengkap imunisasi dasarnya dan 3 orang

(3,4%) belum lengkap imunisasi dasarnya.Analisa uji statistik dengan

menggunakan uji Chi-square didapatkan nilai P (0,000) < α (0,05) maka dapat

disimpulkan terdapat pengaruh pengetahuan ibu terhadap kelengkapan imunisasi

dasar pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi tahun

2018.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Prihanti, GS., tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi status kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerja

Puskesmas X Kota Kediri. Hasil penelitian menunjukkan hasil dengan signifikansi

sebesar 0,019 (p < 0,05), artinya ditemukan hubungan yang bermakna antara

pengetahuan dan sikap terhadap kelengkapan imunisasi dasar. Pengetahuan ibu

tentang imunisasi akan mempengaruhi keyakinan dan sikap ibu dalam

kepatuhannya terhadap imunisasi. Kepatuhan terhadap perilaku pencegahan yang

berkaitan dengan dunia medis merupakan fungsi dari keyakinan tentang


69

kesehatan, ancaman yang dirasakan, persepsi kekebalan, pertimbangan mengenai

hambatan atau kerugian (misalnya biaya dan waktu), serta keuntungan. Analisis

penyebab seseorang berperilaku tertentu salah satunya yaitu pengetahuan. Apabila

suatu program interventif seperti imunisasi ingin dilaksanakan secara serius dalam

menjawab perubahan pola penyakit maka perbaikan dalam evaluasi perilaku

kesehatan masyarakat dan peningkatan pengetahuan sangat dibutuhkan.(6)

Menurut Azwar,(20)bahwa pengetahuan diperlukan dalam menimbulkan

sikap dan tindakan setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting terhadap pembentukan tindakan

seseorang. Pengetahuan tentang penyakit mempengaruhi persepsi seseorang

terhadap penyakit sehingga dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk

mengurangi ancaman dari suatu penyakit.

Pengetahuan orang tua akan mempengaruhi kelengkapan status imunisasi

anak, semakin baik pengetahuan orang tua maka status imunisasi anak baik atau

lengkap begitu pula sebaliknya.(21)Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

berlangsung lama dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan akan membentuk sikap ibu, dalam hal ni adalah kepatuhan dalam

pemberian imunisasi dasar lengkap. Pada penelitian ini yang menjadi faktor

pemungkin adalah ketersedian sarana imunisasi pos posyandu di setiap RT. Akan

tetapi, penyebab masih rendahnya partisipasi ibu dalam mengikuti kegiatan

posyandu disebabkan oleh lama pelayanan posyandu.Faktor penguat terdiri dari

peran petugas imunisasi selaku petugas puskesmas yang memberikan motivasi

dan dukungan kepada ibu dan masyarakat penting dan manfaatnya imunisasi dan
70

peran kader yang memberikan dukungan dan tidak segan untuk menjemput ibu

dan balitanya untuk melaksanakan dan mengikuti kegiatan imunisasi di pos

posyandu.

Menurut asumsi peneliti adanya hubungan antara tingkat pengetahuan ibu

dengan kelengkapan imunisasi dasar pada anak dikarenakan dasar pengetahuan

yang baik. Ini menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan ibu semakin baik

pula pencapaian imunisasi dasar pada balita. Namun ibu yang memiliki

pengetahuan kurang bukan berarti tidak lengkap imunisasi dasarnya. Karena

dalam penelitian ini, walaupun ibu memiliki pengetahuan kurang tetapi memiliki

bayi yang lengkap imunisasi dasarnya. Hal ini dikarenakan dekatnya jarak rumah

dengan posyandu dan adanya dukungan dari petugas kesehatan.

4.3.2. Pengaruh Sikap Ibu Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada


Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi tahun
2018

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 76 responden (87,4%) yang

memiliki sikap positif, terdapat 73 orang (84,0%) yang sudah lengkap imunisasi

dasarnya dan 3 orang (3,4%) belum lengkap imunisasi dasar lengkapnya.

Sedangkan dari 11 orang (12,6%) yang memiliki sikap negatif, terdapat 7 orang

(8,0%) yang sudah lengkap imunisasi dasarnya dan 4 orang (4,6%) belum lengkap

imunisasi dasarnya. Analisa uji statistik dengan menggunakan uji Chi-square

didapatkan nilai P (0,004) < α (0,05) maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh

sikap ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Wilayah Kerja

Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi tahun 2018.


71

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuda,

A.D,(9) tentang Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu

terhadap Kepatuhan Imunisasi Di Wonokusumo, Surabaya.Hasil penelitian uji

statistik bivariat menunjukkan terdapat hubungan karakteristik, pengetahuan,

sikap, dan tindakan ibu dengan kepatuhan imunisasi dengan p = 0,00 (p<0,05).

Seseorang yang berpengetahuan tinggi akan cenderung mempunyai perilaku yang

baik dalam bidang kesehatan dalam hal ini untuk mengimunisasikan anaknya.

Faktor yang mempengaruhi pemberian imunisasi dasar lengkap adalah

pengetahuan ibu dari hasil uji statistik didapatkan bahwa faktor yang paling

mempengaruhi adalah pengetahuan ibu.Sikap ibu terhadap imunisasi juga

berpengaruh pada kepatuhan ibu untuk mengimunisasikan dasar pada anaknya.

Ibu dengan tingkat sikap yang baik maka ibu akan mengikuti kegiatan imunisasi

dengan teratur.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Triana,

V, (10) tentang faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi dasar

lengkap tahun 2015. Hasil analisis bivariat diperoleh pengetahuan, sikap dan

motivasi orang tua serta informasi tentang imunisasi merupakan faktor yang

mempengaruhi kelangkapan pemberian imunisasi dasar pada bayi. Orang yang

memiliki pengetahuan tentang sesuatu hal maka orang tersebut akan

mengaplikasikan pengetahuannya tersebutdalam kehidupannya sehari-hari, begitu

juga dengan masalah imunisasi, orang tua/ ibu dengan pengetahuan tinggi tentang

imunisasi maka mereka akan memberikan imunisasi dasar yang lengkap pada

bayinya serta memperhatikan kapan waktu yang tepat untuk memberikan


72

imunisasi tersebut. Seseorang yang telah mengetahui kebenaran akan suatu hal

maka mereka juga akan memiliki sikap yang positif terhadap hal tersebut, begitu

juga dengan imunisasi.

Sikap ibu terhadap imunisasi berpengaruh pada kepatuhan ibu untuk

mengimunisasikan dasar pada anaknya. Ibu dengan tingkat sikap yang baik maka

ibu akan mengikuti kegiatan imunisasi dengan teratur. Sikap ibu mengenai

imunisasi adalah setuju atau tidak setuju dengan adanya pelaksanaan program

imunisasi, dan keyakinan tentang bahwa imunisasi BCG dapat mencegah penyakit

yaitu penyakit TBC, imunisasi hepatitis B dapat mencegah penyakit yaitu

penyakit hepatitis B, imunisasi DPT dapat mencegah penyakit yaitu penyakit

dipteri, imunisasi polio dapat mencegah penyakit yaitu penyakit polio, imunisasi

campak yaitu dapat mencegah penyakit yaitu penyakit campak.(6)

Menurut Triana,(10) menyebutkan bahwa sikap masyarakat yang cukup

tentang imunisasi perlu diperbaiki agar generasi penerusnya dapat terhindar dari

penyakit menular tertentu. Hal yang perlu diperbaiki adalah meningkatkan

penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya imunisasi, efek samping dari

imunisasi serta kandungan dari vaksin imunisasi. Hal ini dilakukan dengan

harapan tidak ada lagi anggapan bahwa imunisasi tidak penting. Sikap ibu

berhubungan dengan status imunisasi bayi. Sikap ibu yang positif terhadap

imunisasi menyebabkan ibu membawa bayinya ke pusat pelayanan untuk

mendapatkan kelengkapan imunisasi.

Menurut asumsi peneliti, bahwa sikap positif responden berdampak

kepada status kelengkapan dan cakupan imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas
73

Satria. Sikap yang positif dapat mempermudah penyebaran informasi tentang

penting dan dampak apabila tidak mengikuti kegiatan imunisasi kepada

masyarakat di lingkungan sekitar yang memiliki bayi apabila tidak mengikuti atau

berpartisipasi dalam kegiatan imunisasi. Perbedaan sikap yang dimiliki ibu

mempunyai hubungan signifikan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi

dasar pada balita. Ibu dengan sikap negatif mempunyai peluang lebih besar untuk

memiliki perilaku negatif dalam pemberian imunisasi dasar pada balita dan sikap

positif mempunyai peluang lebih besar untuk memiliki perilaku positif dalam

pemberian imunisasi dasar pada balita.

4.3.3. Pengaruh Keterjangkauan Fasilitas Kesehatan Terhadap


Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi di Wilayah Kerja
Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi tahun 2018

Hasil penelitian menunjukkan responden yang menyatakan bahwa jarak

fasilitas kesehatan dekat dengan rumahnya, lebih banyak yang lengkap imunisasi

dasarnya. Namun responden yang jarak rumahnya jauh ke fasilitas kesehatan,

lebih banyak yang belum lengkap imunisasi dasarnya. Analisa uji statistik dengan

menggunakan uji Chi-square didapatkan nilai P (0,001) < α (0,05) maka dapat

disimpulkan terdapat pengaruh keterjangkauan fasilitas kesehatan terhadap

kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota

Tebing Tinggi tahun 2018.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nainggolan,

(2013),(22) bahwa berdasarkan hasil analisis menunjukkan adanya hubungan

yangbermakna (P value=0,001) antara waktu tempuh ke fasilitas kesehatan

UKBM (OR=1,23); waktu tempuh(P value=0,000) ke fasilitas kesehatan non


74

UKBM (OR=1,80) dengan kelengkapan imunisasi anak bawah dua tahun

(baduta). Diperlukan upaya dan peran serta pemerintah danmasyarakat untuk

meningkatkan aksesibilitas penduduk terhadap fasilitas kesehatan terutama

fasilitas Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) untuk meningkatkan

cakupan kelengkapan imunisasidasar di seluruh Indonesia.

Akses terhadap fasilitas kesehatan dengan situasi dan kondisi geografis

yang sangat beragam merupakan tantangan yang cukup besar di dalam pemberian

pelayanan imunisasi secara merata di seluruh Indonesia. Tanpa akses yang mudah

dan murah untuk dijangkau tentunya akan menyulitkan masyarakat terutama

masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk memperoleh layanan imunisasi

kepada anak-anak mereka. Tidak tercapainya target cakupan imunisasi lengkap

antara lain dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat dapat mencapai akses ke

fasilitas kesehatan. Bagi mereka yang tinggal di daerah perkotaan yang memiliki

fasilitas kesehatan lengkap baik rumah sakit maupun klinik dapat dengan mudah

untuk melakukan imunisasi, akan tetapi bagi yang tinggal di pedesaan dengan

fasilitas yang terbatas menyebabkan tidak semua bayi memperoleh layanan

imunisasi. Selain itu, faktor biaya yang harus dikeluarkan untuk imunisasi

terkadang menjadi alasan mengapa balita tidak diimunisasi.(22)

Akses Pelayanan Kesehatan dalam Riskesdas 2013 adalah mengetahui

keberadaan fasilitas kesehatan yang terdiri dari rumah sakit pemerintah, rumah

sakit swasta, Puskesmas atau Puskesmas pembantu, praktik dokter atau klinik,

praktik bidan atau rumah bersalin, Posyandu, Poskesdes atau Poskestren dan

Polindes. Jenis transportasi yang dapat digunakan oleh rumah tangga menuju
75

fasilitas kesehatan yang terdiri dari mobil pribadi, kendaraan umum, jalan kaki,

sepeda motor, sepeda, perahu, transportasi udara dan lainnya serta penggunaan

lebih dari dari satu jenis transportasi atau kombinasi. Waktu tempuh dengan

transportasi tersebut yang paling sering digunakan oleh rumah tangga dalam

bentuk menit. Kemudian yang terakhir memperoleh gambaran tentang biaya atau

ongkos transportasi oleh rumah tangga menuju fasilitas kesehatan dalam satu kali

pergi.(22)

Semakin banyak sarana dan tenaga kesehatan, semakin kecil jarak jangkau

masyarkat terhadap tempat pelayanan kesehatan seharusnya tingkat penggunaan

pelayanan kesehatan akan bertambah. Membuktikan bahwa menempatkan fasilitas

pelayanan kesehatan lebih dekat kepada masyarakat golongan sosial ekonomi

rendah secara langsung menyebabkan pelayanan tersebut diterima oleh

masyarakat. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa jarak (jauhdekatnya)

mempengaruhi masyarakat dalam mencari sarana pengobatan.(23)

Faktor kedekatan tempat pelayanan kesehatan dengan rumah tempat

tinggal menjadi faktor urutan pertama terhadap pemintaan konsumen dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Sedangkan akses ke sarana kesehatan secara

nasional sebanyak 94,1% rumah tangga berada kurang atau samadengan 5 km dari

salah satu sarana pelayanan kesehatan dan sebanyak 90,8% rumah tangga dapat

mencapai sarana pelayanan kesehatan kurang dari 30 menit.(23)

Menurut asumsi peneliti, bahwa semakin dekat jarak fasilitas kesehatan

dengan rumah penduduk, semakin baik cakupan pelayanan imunisasi dasar karena

semakin mudah masyarakat untuk menjangkau sarana pelayanan kesehatan.


76

Masyarakat akan menggunakan sarana pelayanan kesehatan tersebut jika akses

yangtersedia bisa dijangkau. Pelayanan kesehatan merupakan salah satufasilitas

yang seharusnya dapat dinikmati olehsemua kalangan secara adil dan merata.

Dengantidak memandang masyarakat itu mampu atautidak, semuanya harus dapat

menikmati layanankesehatan dengan baik. Apabila fasilitas kesehatan ini mudah

dijangkau dengan alat transportasi yang tersedia, maka fasilitas kesehatan tersebut

akan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat.

4.3.4. Pengaruh Peran Petugas Kesehatan Terhadap Kelengkapan


Imunisasi Dasar Pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota
Tebing Tinggi tahun 2018

Hasil penelitian menunjukkan bahwa petugas kesehatan memiliki peran

yang baik dalam program imunisasi, hal ini terlihat dari banyaknya responden

yang sudah lengkap imunisasi dasarnya.Analisa uji statistik dengan menggunakan

uji Chi-square didapatkan nilai P (0,001) < α (0,05) maka dapat disimpulkan

terdapat pengaruh peran petugas kesehatan terhadap kelengkapan imunisasi dasar

pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi tahun 2018.

Sebagai salah satu upaya untuk mendukung peningkatan mutu pelayanan

kesehatan adalah pengembangan sumber daya manusia kesehatan melalui

penyelanggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan dan

berkesinambungan untuk menghasilkan sumber daya yang profesional yang

kompeten yang memiliki moral dan etika, mempunyai dedikasi tinggi, kreatifdan

inovatif, dan bersikap antisipatif terhadap berbagai perubahan lokal maupun

global. Kompetensi tenaga kesehatan sebagaimana menjadi amanat dari

Permenkes RI Nomor 46 Tahun 2013 tentang RegistrasiTenaga Kesehatan


77

merupakan salah satu simpul untuk mengukur kecakapan dari seorang tenaga

kesehatan.(23)

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Permana,(24) kelengkapan

imunisasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satu faktornya adalah

peran tenaga kesehatan. Ini menunjukkan bahwa tenaga kesehatan sebagai garda

terdepan dalam pelaksanaan program imunisasi di masyarakat.Petugas kesehatan

adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki

pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang

untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya

kesehatan.(25)

Menurut penelitian yang di lakukan oleh Zakiyah,(26) mengatakan

pelaksanaan imunisasi tidak terlepas dari peran petugas kesehatan yang

berhubungan langsung baik dengan masyarakat maupun sarana prasarana. Peran

petugas kesehatan dalam program imunisasi meliputi penyusunan perencanaan,

pelaksanaan imunisasi, pengelolaan rantai vaksin, penanganan limbah, standar

tenaga dan pelatihan teknis, pencatatan dan pelaporan, supervisi dan bimbingan

teknis, serta monitoring dan evaluasi.

Peran petugas kesehatan (Bidan, Perawat, Dokter) berperan dalam

peningkatan derajat kesehatan bayi, juga untuk merubah perilaku masyarakat yang

tidak sehat ke arah perilaku sehat. Dalam menjalakan perannya, tenaga kesehatan

harus mampu menyadarkan masyarakat khususnya ibu-ibu yang memiliki bayi

tentang pentingnya imunisasi dasar lengkap. Oleh karena itu petugas kesehatan

diharapkan dapat melaksanakan kegiatan pencegahan yang meliputi : memberikan


78

pendidikan pentingnya imunisasi dasar, mengajari ibu-ibu yang memiliki bayi

tentang jadwal pemberian imunisasi, menggerakkan peran kader di tingkat

posyandu desa, melaksanakan pemberian imunisasi pada bayi,

mendokumentasikan setiap pemberian imunisasi pada bayi.(25)

4.3.5. Pembahasan Analisa Multivariat

Analisis multivariat merupakan salah satu teknik statistik yang digunakan

untuk memahami struktur data dalam dimensi tinggi. Variabel-variabel itu saling

terkait satu sama lain. Disinilah letak perbedaan antara multivariabel dan

multivariat.Multivariat pasti melibatkan multivariabel tetapi tidak

sebaliknya.Multivariabel yang saling berkorelasilah yang dikatakan

multivariat.Analisis statistik multivariat merupakan metode statistik yang

memungkinkandilakukannya penelitian terhadap lebih dari dua variabel secara

bersamaan.Dengan menggunakan teknik analisis ini, dapat dianalisis pengaruh

beberapa variabel terhadap variable-variabel lainnya dalam waktu yang

bersamaan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai R adalah 0,514

artinya pengaruh pengetahuan, sikap, keterjangkauan fasilitas kesehatan dan peran

petugas kesehatan terhadap kelengkapan imunisasi dasar adalah 51,4%..

Sedangkan angkaR2 (R Square) sebesar 0,264, hal ini berarti bahwa persentase

variabel dependen (kelengkapan imunisasi dasar) sebesar 26,4% mempunyai

pengaruh terhadap pengetahuan, sikap, keterjangkauan fasilitas kesehatan dan

peran petugas kesehatan.


79

Pada uji serentak (ANOVA) diperoleh nilai Sig adalah 0,000.Maka dapat

disimpulkan bahwa semua variabel independen (pengetahuan, sikap,

keterjangkauan fasilitas kesehatan dan peran petugas kesehatan) secara bersama-

sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen

(Kelengkapan Imunisasi Dasar).Analisis regresi linier berganda diperoleh

persamaan: Y = 0.591 + 0,120 X1 + 0,206 X2 + 0,316 X3 + 0,388 X4. Interpretasi

dari persamaan regresi linier berganda adalah kelengkapan imunisasi dasar

lengkapakan meningkat seiring dengan pengetahuan yang baik, sikap yang positif,

fasilitas kesehatan yang terjangkau dan peran petugas kesehatan yang baik.

Secara parsial, hanya variabel pengetahuan memiliki nilai sig 0,029< 0,05

(sig <α), artinya signifikan. Sedangkan untuk variabel lainnya (sikap,

keterjangkauan fasilitas kesehatan, peran petugas kesehatan) memiliki nilai

signifikan > 0,05, sehingga ketiga variabel tersebut tidak signifikan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah di lakukan dalam pembahsan yang telah di

uraikan sebelumnya mengenai “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Ibu

Terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas

Satria Kota Tebing Tinggi Tahun 2018”, maka di peroleh suatu kesimpulan

sebagai berikut :

a. Pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar pada bayi adalah baik (63,2%),

memiliki sikap yang positif (87,4%), menyatakan rumahnya dekat dengan

fasilitas kesehatan (74,7%) dan adanya peran yang baik dari petugas

kesehatan (75,9%), sehingga banyak bayi yang telah lengkap diimunisasi

dasarnya di Puskesmas Satria (92,0%).

b. Hasil uji chi-square diperoleh nilai P = 0,000 untuk variabel pengetahuan, P =

0,004 untuk variabel sikap, P = 0,001 untuk variabel keterjangkauan fasilitas

kesehatan dan P = 0,001 untuk peran petugas kesehatan(P-value< 0,05).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pengetahuan sikap,

keterjangkauan fasilitas kesehatan dan peran petugas kesehatan terhadap

kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Satria

Kota Tebing Tinggi.

c. Hasil Uji Regresi Linier Berganda diperoleh bahwa Y = 0.591 + 0,120 X1 +

0,206X2+ 0,316 X3 + 0,388 X4. Interpretasi dari persamaan regresi linier

80
81

berganda adalah kelengkapan imunisasi dasar akan meningkat seiring dengan

pengetahuan yang baik, sikap yang positif, fasilitas kesehatan yang

terjangkau dan peran petugas kesehatan yang baik.

5.2. Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai

berikut :

5.2.1. Bagi Puskesmas Satria

Bagi Petugas Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi, agar tetap

mempertahankan pencapaian imunisasi dasar lengkap di wilayah kerja Puskesmas

Satria yang sudah baik ini. Bagi para petugas Puskesmas serta Kader Posyandu

diharapkan :

a. Mempertahankan agar di tahun yang akan datang pelaksanaan imunisasi dasar

lengkap tetap berlangsung dengan baik dan mencapai angka 100%.

b. Menjadikan contoh bagi Puskesmas setempat.

c. Meningkatkan peran kerja tenaga kesehatan swasta sebagai bahan pelaporan

pencatatan.

d. Meningkatkan pengetahuan yang berhubungan dengan bidang kesehatan

(misalnya: mengikuti seminar kesehatan, membaca buku, dan lain-lain)

sehingga dapat memudahkan penyampaian informasi kepada wargayang

membutuhkan, serta informasi yang warga peroleh dapat dipercaya dan

akurat.

e. Selalu mengikuti program kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah.


82

f. Sering mengadakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan

agar warga terbiasa dan semakin mengerti akan pentingnya kesehatan.

g. Meningkatkan kinerja pukesmas yang sudah baik ini menjadi lebih baik lagi.

h. Membentuk sarana pelayanan kesehatan yang terdekat seperti posyandu di

daerah rumah-rumah penduduk yang agak jauh menuju ke puskesmas,

sehingga tidak ada lagi masyarakat yang merasa jarak pelayanan kesehatan

jauh dari rumahnya.

5.2.2. Bagi Institusi Kesehatan Helvetia

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan bagi Institut

Kesehatan Helvetia dan dapat dijadikan bahan acuan peneliti selanjutnya

khususnya tentang imunisasi dasar lengkap.

5.2.3. Bagi Responden

Diharapkan kepada ibu yang mempunyai bayi dan balita di wilayah kerja

Puskesmas Satria agar :

a. Mengikuti setiap kegiatan kesehatan yang dilaksanakan oleh

Puskesmas/Posyandu setempat.

b. Orang tua yang memiliki balita melaporkan riwayat kesehatan anak kepada

pihak Puskesmas.

c. Menanamkan pola hidup sehat pada masing-masing individu.

d. Meningkatkan pengetahuan yang berhubungan dengan kesehatan (misalnya

melihat di TV, membaca buku, konsultasi dengan dokter, serta mengikuti

kegiatan posyandu).
83

5.2.4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat menggali faktor-faktor lain yang

belum ada di penelitian ini yang mungkin dapat mempengaruhi perilaku ibu

terhadap kelengkapan imunisasi dasar.


DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Bersama Tingkatkan Cakupan Imunisasi, Menjaga Anak Tetap


Sehat. [Online].; 2015 [cited 2015 April 27. Available from:
http://www.depkes.go.id/article.
2. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Health Statistics.
Jakarta: Katalog Dalam Terbitan, Kementerian Kesehatan RI; 2017. Report
No.: ISBN 978-602-416-253-5.
3. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Profil Kesehatan Sumatera Utara.
Medan:, Dinas Kesehatan; 2016.
4. Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi. Profil Dinas Kesehatan Kota Tebing
Tinggi. Kota Tebing Tinggi, Dinas Kesehatan; 2017.
5. Puskesmas Satria. Profil Puskesmas Satria Kota Tebing Tinggi. , Kota Tebing
Tinggi; 2017.
6. Prihanti GS. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Kelengkapan
Imunsiasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Kediri. Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah. 2016 Desember; 12(2).
7. Yuda AD. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Ibu
Terhadap Kepatuhan Imunisasi Di Wonokusumo, Surabaya. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 2018 Januari; 6(1).
8. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni Jakarta: Rineka Cipta;
2014.
9. Triana V. Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Imunisasi Dasar
Lengkap Tahun 2015. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. 2015
November;(ISSN 1978-3833).
10. Fida , Maya. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Yogyakarta: D-Medika; 2014.
11. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang
Penyelenggaraan Imunisasi Jakarta; 2017.
12. Muslihatun WN. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita Yogyakarta: Fitramaya;
2013.
13. Proverawati, Andhini. Imunisasi dan Vaksinasi Yogyakarta: Offset; 2015.
14. IDAI. Jadwal Imunisasi 2017. Jakarta:, Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2017.
15. Notoatmodjo S. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Jakarta: Rineka
Cipta; 2014.
16. Mubarak WI. Promosi Kesehatan Untuk Kebidanan Jakarta: Salemba Medika;
2013.
17. Budiman, Riyanto. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap Dalam
Penelitian Kesehatan Jakarta: Salemba Medika; 2013.
18. Azwar S. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Budiman; 2014.
19. Mondal, R.K., Majumder, M.K, Rayhan, S.J. The Impact Of Maternal
Eduction On Child Health. Asian Journal of Social Science & Humanities.
2014; 3(3).
20. Nainggolan O. Pengaruh Akses ke Fasilitas Kesehatan terhadap Kelengkapan
Imunisasi Baduta (Analisis Riskesdas 2013). Media Litbangkes. 2016 Maret;
26(1).
21. Nurhidayah L. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Desa
Jurangbahas dalam Pemanfaatan Puskesmas di Puskesmas II Wangon
Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas. Skripsi. Purwokerto: Universitas
Muhammadiyah Purwokerto, Fakultas Ilmu Kesehatan; 2017.
22. Purnama E. Hubungan Peran Tenaga Kesehatan dengan Kelengkapan
Imunisasi Dasar Anak Usia 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Ampel
1 Boyolali. Perpustakaan Pusat UGM. 2016.
23. Ningsih F. Hubungan Peran Orang Tua dan Petugas Kesehatan Dengan
Kelengkapan Imunisasi pada Keluarga yang Memiliki Bayi Usia 0-12 Bulan
di Wilayah Kerja Puskesmas Pahandut Kota Palangka Raya. 2016 Agustus; 08
(02).
24. Zakiyah A. Hubungan antara Peran Petugas Kesehatan dengan Cakupan
Imunisasi per Antigen Tingkat Puskesmas di Kabupaten Jember. Artikel
Ilmiah. 2014.
25. Susila, Suyanto. Metode Penelitian Epidemiologi Bidang Kedokteran dan
Kesehatan Yogyakarta: Bursa Ilmu; 2014.
26. Muhammad I. Pemamfaatan SPSS Dalam Penelitian Kesehatan & Umum dr.
Hj. Razia Begum Suroyo MS,MK, editor. Medan: Citapustaka Media Perintis;
2016.
27. Muhammad I. Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan
Menggunakan Metode Ilmiah Bandung: Citapustaka Media Perintis; 2016.

Anda mungkin juga menyukai