Anda di halaman 1dari 9

Makalah Lembaga Keuangan Mikro

SISTEM MANAJEMEN DANA DAN PENGELOLAAN RISIKO


PADA BAITUL QIRADH DAN BMT DI INDONESIA

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Adella Hukmah Wanda Putri (

Husna Dwi Fahira (160603017)

Jihan Adhiba Ginting (160603037)


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Baitul Mal Wal Tamlik (BMT) dan Baitul Qiradh

1. Pengertian Baitul Mal Wal Tamlik (BMT)


Baitul Mal Wal Tamlik (BMT) merupakan lembaga keuangan yang
beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah, merupakan organisasi bisnis
yang juga berperan sebagai organisasi sosial. Sebagai lembaga bisnis, BMT
lebih mengembangkan usahanya dalam sektor keuangan, yakni simpan pinjam.
Terbuka luas bagi BMT untuk mengembangkan bisnisnya dalam sektor riil
atau sektor keuangan lainnya. Pada dataran hukum di Indonesia, badan hukum
yang paling mungkin untuk BMT adalah koperasi, baik koperasi serba usaha
maupun koperasi simpan pinjam.
Dalam menjalankan usahanya BMT menggunakan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
 Prinsip Bagi Hasil, dimana prinsip ini merupakan suatu sistem yang
meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pemodal dengan
pengelola dana. Pembagian hasil ini dilakukan antara BMT dengan
pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana(penabung).
 Sistem Jual Beli, sistem ini merupakan suatu tata cara jual beli yang
dalam pelaksanaannya BMT man pembelian barang yang sesuai dengan
keinginan nasaabah, dan kemudian bertindak sebagai penjual dengan
menual barang yang telah dibelinya tersebut dengan ditambah margin.
Keuntungan BMT nantinya akan dibagi kepada penyedia dana.
 Sistem Non-profit, sistem yang dering disebut sebagai pembiayaan
kebajikan ini merupakan pembiayaan yang bersifat sosial dan non-
komersial, nasabah cukup mengembalikan pokok pinjamannya saja.

2. Pengertian Baitul Qiradh (BQ)

Baitul Qiradh adalah lembaga keuangan syariah (LKS) yang


kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali
dalam bentuk pembiayaan kepada masyarakat serta memberikan jasa-jasa
lainnya untuk memuaskan nasabah. Fungsi BQ adalah melakukan
kegiatannya untuk tujuan sosial dan niaga dalam rangka mensejahterakan
umat, yang dilakukan baik dengan menghimpun dana dari masyarakat dan
melakukan penyaluran dalam bentuk pembiayaan sector usaha. Sedangkan
tujuan dari BQ yaitu mengembangkan potensi masyarakat agar berperan
memberikan manfaat pembiayaan, menyediakan modal bagi usaha kecil,
mengembangkan sikap hidup hemat dengan kegiatan menabung dan
diharapkan menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi keraguan atas
bunga bank konvensional. Prinsip pelaksanaan pembiayaan pada suatu BQ
tidak menggunakan sistem bunga dalam operasinya, namum menetapkan
sistem bagi hasil berdasarkan ijab qabul antara lembaga keuangan syariah
dengan nasabah

Dalam pengertian asal kata Qiradh sama dengan al-Qithu yang


berarti cabang atau potongan. Sedangkan menurut syara Yang dimaksud
dengan Qiradh adalah harta yang diberikan seorang pemberi Qiradh kepada
orang yang di Qiradhkan untuk kemudian dia memberikannya setelah
mampu. Jadi Qiradh adalah bentuk pinjaman yang diberikan oleh orang
yang mampu kepada orang yang akan mengambil manfaatnya dalam rangka
meringankan beban orang tersebut untuk kemudian akan dikembalikan oleh
si peminjam setelah ia mempunyai kesanggupan untuk membayar.
Dasar hukum qiradh terdapat pada Q.S Al-Hadid ayat 11: “Siapakah
yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka
Allahakan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia
akan memperoleh pahalayang banyak”. Dan juga terdapat pada HR.
Muslim: “Barang siapa yang memudahkan kesulitan dunia saudaranya,
maka Allah akan memudahkan kesulitan yang dihadapinya pada hari
kiamat”.
Baitul

B. Sistem Manajemen Dana Pada Baitul Mal Wal Tamlik (BMT) dan
Baitul Qiradh

Manajemen dana merupaka upaya yang dilakukan oleh lembaga bank


syariah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktifitas
funding untuk disalurkan kepada aktifitas financing, dengan harapan tetap
mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitasnya.
Manajemen dana memiliki beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut:

1. Memperoleh profit yang optimal.


2. Menyediakan aktiva cair dank as yang memadai.
3. Menyimpan cadangan.
4. Mengelola kegiatan-kegiatan lembaga ekonomi dengan kebajikan
kebajikan yang pantas bagi seseorang yang bertindak sebagai
pemelihara dana-dana orang lain.
5. Memenuhi kebutuhan masyarakan akan pembiayaan.

Bila tujuan-tujuan di atas diaamati, maka akan didapat kontradiksi


antara tujuan yang satu dengan yang lainnya. Misalnya, disatu sisi bertujuan
untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya, tentunya ini bisa direalisasi
dengan memberikan pembiayaan yang sebesar-besarnya, namun disisi lain
kita juga harus menyediakan dana kas untuk memenuhi kewajiban-
kewajiban segera dibayar, yang harus didukung oleh tersediannya dana
yang memadai.

Jumlah dana yang dapat dihimpun melalui BMT sesungguhnya tidak


terbatas. Namun demikian, BMT harus mampu mengidentifikasi berbagai
sumber dana dan mengemasnya kedalam produk-produknya sehingga
memiliki nilai jual yang layak. Sumber dana pada BMT dikelompokkan
menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Dana Pihak Pertama (DP I), dana pihak pertama sangat diperlukan BMT
terutama pada saat pendirian. Tetapi dana ini dapat terus dikembangkan,
seiring dengan perkembangan BMT. Sumber dana pihak pertama dapat
dikelompokkan ke dalam:
 Simpanan pokok khusus (Modal penyertaan), Simpanan pokok
khusus merupakan simpanan modal penyertaan, yang dapat
dimiliki oleh individu maupun lembaga dengan jumlah setiap
penyimpanan tidak harus sama, dan jumlah dana tidak
mempengaruhi suara dalam rapat. Untuk memperbanyak
jumlah simpanan pokok khusus ini, BMT dapat menghubungi
para aghniya maupun lembaga-lembaga Islam. Simpanan hanya
dapat ditarik setelah jangka waktu satu tahun melalui
musyawarah tahunan. Atas simpanan ini, penyimpan akan
mendapatkan porsi laba pada setiap akhir tahun secara
proporsional dengan jumlah modalnya.
 Simpanan pokok, merupakan simpanan yang harus dibayar saat
menjadi anggota BMT. Besarnya simpanan pokok harus sama.
Pembayarannya dapat saja dicicil, supaya dapat menjaring
jumlah anggota yang lebih banyak. Sebagai bukti keanggotaan,
simpanan pokok tidak boleh ditarik selama menjadi anggota.
Jika simpanan ini ditarik, maka dengan sendirinya
keanggotaannya dinyatakan berhenti.
 Simpanan Wajib, simpanan ini menjadi sumber modal yang
mengalir terus setiap waktu. Besar kecilnya sangat tergantung
pada kebutuhan permodalan dan anggotanya. Besarnya
simpanan wajib setiap anggota sama. Baik simpanan pokok
maupun wajib akan turut diperhitungkan dalam pembagian
Simpanan Hasil Usaha.

2. Dana Pihak Kedua (DP II), dana ini bersumber dari pinjaman pihak luar.
Nilai dana ini memang sangat tidak terbatas. Artinya tergantung pada
kemampuan BMT masing-masing, dalam menanamkan kepercayaan
kepada calon investor. Pihak luar yang dimaksud ialah mereka yang
memiliki kesamaan sistem yakni bagi hasil, baik bank maupun non
bank. Oleh sebab itu, sedapat mungkin BMT hanya mengakses sumber
dana yang dikelola secara Syariah. Berbagai lembaga yang mungkin
dijadikan mitra untuk meraih pembiayaan misalnya, Bank Muamalat
Indonesia, BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah dll serta
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

3. Dana Pihak Ketiga (DP III), dana ini merupakan simpanan sukarela atau
tabungan dari para anggota BMT. Jumlah dan Sumber dana ini sangat
luas dan tidak terbatas. Dilihat dari cara pengembaliannya sumber dana
ini dapat dibagi menjadi dua, yakni:
 simpanan lancar (Tabungan), adalah simpanan anggota kepada
BMT yang dapat diambil sewaktu-waktu (setiap saat). BMT
tidak dapat menolak permohonan pengambilan tabungan ini.
 Deposito adalah simpanan anggota kepada BMT, yang
pengambilannya hanya dapat dilakukan pada saat jatuh tempo.
Jangka waktu yang dimaksud meliputi satu, dua, tiga, enam dan
dua belas bulan.

Dana yang telah diperoleh akan dialokasikan untuk menghasilkan


pendapatan. Dari pendapatan tersebut didistribusikan kepada para anggota
penyimpan. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan sumber-sumber pendapatan yang
diperoleh, yaitu :
1. Sumber pendapatan sesuai dengan akad-akad penyaluran pembiayaan,
maka hasil penyaluran dana tersebut dapat memberikan pendapatan.
Sumber pendapatan tersebut dapat diperoleh dari :
 Bagi hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah.
 Keuntungan atas kontrak jual-beli (al Ba’i).
 Hasil sewa atas kontrak ijarah dan ijarah wa iqtina.
 Fee dan biaya administrasi atas jasa-jasa lainnya.

2. Pembagian Keuntungan (Profit Distribution), pendapatan-pendapatan


yang dihasilkan dari kontrak pembiayaan, setelah dikurangi dengan
biaya-biaya operasional, harus dibagi atau didistribusikan antara pihak
BMT dengan penyandang dana, yaitu nasabah investasi, para penabung,
dan para pemegang saham sesuai dengan nisbah bagi-hasil yang
diperjanjikan. Berdasarkan kesepakatan mengenai nisbah bagi-hasil
antara BMT dengan para anggota tersebut, maka pengalokasian
penghasilannya dengan tahap-tahap sebagai berikut :
 Menetapkan jumlah relative masing-masing dana simpanan
yang berhak atas bagi-hasil usaha menurut tipenya, dengan cara
membagi setiap tipe dana-dana dengan seluruh jumlah dana-
dana yang ada dikalikan 100%.
 Menetapkan jumlah pendapatan bagi-hasil bagi masing-masing
tipe dengan cara mengkalikan persentasi (jumlah relative) dari
masing-masing dana simpanan pada nomor 1 dengan jumlah
pendapatan.
 Menetapkan porsi bagi-hasil untuk masing-masing tipe dana
simpanan sesuai dengan nisbah yang diperjanjikan.
 Menghitung jumlah relative biaya operasional terhadap volume
dana, kemudian mendistribusikan beban tersebut sesuai dengan
porsi dana dari masingmasing tipe simpanan.
 Mendistribusikan bagi-hasil untuk setiap pemegang rekening
menurut tipe simpanannya sebanding dengan jumlah
simpanannya.
C. Pengelolaan Risko Baitul Mal Wal Tamlik (BMT) dan Baitul Qiradh

Lembaga keuangan mikro termasuk BPRS, BMT, dan Baitul Qiradh selalu
berhubungan dengan risiko menyangkut fungsi utamanya sebagai penyalur
dana masyarakat. Dalam hal menghimpun dana, mereka berhadapan dengan
risiko likuiditas, operasional dan reputasi. Dalam penyaluran dana, mereka
menghadapi resiko pembiayaan macet dan tunggakan sampai kepada resiko
pasar. Pada BMT regulasi tentang manajemen risiko belum diatur secara detail.
Kep-menkop UKM nomor 91 tahun 2004 tentang Juklak Koperasi Jasa
Keuangan Syariah (KJKS) mengatur manajemen risiko pada KJKS sebagai
berikut:

1. Pasal 27 terdiri dari dua ayat, (1) pengelolaan KJKS/unit jasa keuangan
syariah wajib memperhatikan azas-azas dan pembiayan yang sehat, dan
menerapkan prin-sip-prinsip kehati-hatian serta pembiayaan yang benar
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (2) Penilaian atas kemampuan
dan kesang-gupan anggota/calon anggota yang dibiayai untuk melunasi
kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan wajib
mempertimbangkan watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek
usaha dari anggota/ calon anggota.

2. Pasal 28 terdiri dati tiga ayat, (1) KJKS/Unit Jasa Keuangan Syariah
dapat menetapkan agunan sebagai jaminan pembiayaan dengan catatan
terlebih dahulu telah diketahui ke-layakan kemampuan anggota/calon
anggota dalam mengembalikan kewajibannya sesuai dengan rencana
pemanfaatan yang disepakati. (2) Agunan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat berupa barang atau hak tagih dari usaha yang dibiayai
oleh pembiayaan yang bersangkutan atau pernyataan kesanggupan
tanggung renteng diantara anggota atas segala kewajibannya. (3)
Agunan berupa barang bisa diatur dengan ketentuan barang tersebut
secara fisik tetap berada pada anggota/calon anggota.

Penerapan pengelolaan risiko pembiayaan pada BMT dan Baitul Qiradh


dapat digunakan dengan melalui langkah-langkah seperti; mengidentifikasi,
mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul. Untuk memenuhi
langkah-langkah tersebut maka perlu diperhatikan beberapa hal-hal yang dapat
membantu dalam pengelolaan risiko, yaitu sebagai berikut:
1. Penerapan Risiko Bisnis, BMT mengembangkan pemetaan risiko usaha
(business risk mapping) untuk mengidentifikasi risiko utama yang
mengancam BMT. Ada beberapa cara yang umum dilakukan yaitu:
 Membuat daftar berbagai risiko yang ada dengan
mengelompokkannya ke dalam sebuah kuadran tergantung tinggi-
rendahnya tingkat kemungkinan terjadi dan dapat berdampak
kepada rugi yang besar atau kecil.
 Membuat peta yang menyajikan kajian perbandingan antara risiko
kredit, risiko pasar, likuiditas, dan risiko operasional yang dihadapi.
Dengan membandingkan risiko pada sebuah matriks antara dampak
dan frekuensinya, manajemen akan dapat melihat gambaran
menyeluruh dari semua risiko berikut keterkaitannya satu sama lain.

2. Alat Modelling, sebuah aplikasi yang memudahkan para manajer untuk


mengelola ketidakpastian. Berikut beberapa model yang paling sering
digunakan, yaitu:
 Analisis scenario untuk melihat rentang kemungkinan dan
mempertimbangkan perubahan yang mungkin terabaikan.
 Analisis statistic dan teknik Value at Risk (VaR) untuk
mengestimasi variasi kerugian yang mungkin terjadi di masa datang.
 Model keuangan untuk mensimulasi berbagai risiko keuangan dan
dampak dari berbagai scenario pada portofolio kredit dan modal.
 Mengantisipasi bencana yang akan mengganggu kelangsungan
usaha.
 Menilai risiko teknis selama pembangunan produk baru dengan cara
mengidintifikasi sedini mungkin adnya kesalahan dalam proses
pembangunannya.

3. Teknik mengidentifikasi dan menilai risiko, beberapa teknik yang lazim


digunakan BMT dalam mengindetifikasi dan menilai risiko sebagai berikut:
 Brainstroming Groups
 Workshop
 Questionnaires
 Self-assessment
 Filters
 Assessment Matrix
 Risk Identification Templates
 “Bottom up” Risk Assessment
 Value at Risk (VaR)
 Prioritizing Risk

Anda mungkin juga menyukai