Anda di halaman 1dari 1

ABSTRACT

Murder is an action that is intentionally done to take a person's life. Murder is a crime that
results in the loss of human lives (Saputra, 2016). According to (Sudrajad, 2017) Murder
literally means eliminating the lives of others by breaking the law and harming the interests of
other parties, in this case eliminating one's life can be said to be very contrary to the Law of
the Republic of Indonesia Number 39 of 1999 concerning Human Rights.. Planned murder
consists of murder in the sense that Article 338 is supplemented by an element of
premeditation. More severe criminal threats to premeditated murder, when compared with the
killings in Article 338 and Article 339, are put on the element of intentionally first. (Octaviani,
2014). The trigger factor for the crime of murder is socio-emotional conflict, because someone
feels disappointed, hurt or resentful towards others. In the extreme venting of disappointment,
hurt, revenge or anger is carried out by killing (Octaviani, 2014). Efforts to overcome or
overcome so that a person does not commit crime requires moral education and training,
religious norms and social education. So to do acts that are contrary to religion or contrary to
the law will be far from his mind to do these actions (Octaviani, 2014).
ABSTRAK

Pembunuhan adalah suatu tindakan yang sengaja dilakukan untuk menghilangkan nyawa
seseorang. Pembunuhan merupakan tindak pidana yang berakibat pada hilangnya nyawa
manusia (Saputra, 2016). Menurut (Sudrajad, 2017) Pembunuhan secara harfiah berarti
menghilangkan nyawa orang lain dengan cara melawan hukum dan merugikan kepentingan
pihak lain, dalam hal ini menghilangkan nyawa seseorang dapat dikatakan sangat bertentangan
dengan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan dalam arti Pasal 338 ditambah
dengan adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu. Lebih berat ancaman pidana pada
pembunuhan berencana, jika dibandingkan dengan pembunuhan dalam Pasal 338 maupun
Pasal 339, diletakkan pada adanya unsur dengan sengaja terlebih dahulu. (Octaviani, 2014).
Faktor pemicu terjadinya kejahatan pembunuhan tersebut adalah konflik sosio-emosional,
karena seseorang merasa kecewa, sakit hati atau dendam pada orang lain. Secara ekstrim
pelampiasan rasa kecewa, sakit hati, dendam atau amarah dilampiaskan dengan cara
membunuh.(Octaviani, 2014). Upaya penanggulangan atau mengatasi agar seseorang tidak
melakukan kejahatan diperlukan pembinaan dan pendidikan moral, pendidikan norma agama
dan bermasyarakat. Sehingga untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan agama
atau bertentangan dengan undang-undang akan jauh dari pikirannya untuk melakukan
perbuatan tersebut.(Octaviani, 2014)

Keywords : Pembunuhan, Pembunuhan berencana.

Anda mungkin juga menyukai