Anda di halaman 1dari 7

NAMA : RONI

KLS : 2 A
SMISTER : 3
PRODI : S1 KEPERAWATAN

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu indikator kehamilan berisiko tinggi. Oleh

karena itu, kondisi ini wajib diwaspadai oleh seluruh ibu hamil. Hipertensi dalam kehamilan bisa

saja ringan, namun jika tidak ditangani secara tepat bisa mengakibatkan masalah serius bahkan

mengancam nyawa baik ibu maupun janin yang dikandungnya. Hipertensi dalam kehamilan

lebih berisiko jika terjadi pada wanita yang memiliki hipertensi kronis. Hipertensi kronis adalah

tekanan darah tinggi yang sudah diderita sebelum masa kehamilan. Termasuk juga, tekanan

darah tinggi yang terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau berlangsung lebih lama dari

12 minggu setelah melahirkan.

Jenis Hipertensi dalam Kehamilan

Ada beberapa jenis penyakit tekanan darah tinggi yang ditemukan pada wanita hamil, yakni :

1. Hipertensi Kroni
Hipertensi kronis adalah tekanan darah tinggi yang sudah diderita sebelum kehamilan
atau yang terjadi sebelum 20 minggu usia kehamilan. Tapi karena tidak
ada gejala awal yang bisa dideteksi, kebanyakan wanita bahkan tidak menyadari
kalau dirinya menderita hipertensi jenis ini sehingga sulit untuk menentukan kapan
sebenarnya penyakit ini mulai muncul.

2. Hipertensi Kronis dengan Preeklamsi


Jika hipertensi kronis saat hamil tidak ditangani dengan baik, biasanya akan berujung
pada hipertensi kronis dengan preeklamsia. Kondisi ini ditandai dengan
ditemukannya kandungan protein pada air seni ibu hamil.Jika ini terjadi, penderita
berisiko mengalami komplikasi seperti
gagal jantung kongestif, gangguan penglihatan, stroke, kejang, dan
masalah ginjal atau hati.

3. Hipertensi Gestasional
Ibu hamil penderita hipertensi gestasional mengalami tekanan darah tinggi namun
tidak ada kelebihan protein dalam urin atau tanda kerusakan organ lainnya. Hipertensi
jenis ini terjadi ketika usia kehamilan sudah menginjak 5 bulan dan akan
kembali normal seusai melahirkan. Beberapa wanita memerlukan waktu lebih lama
untuk bisa sembuh dari hipertensi jenis ini pasca persalinan.

4. Preeklamsia

Jika ketiga jenis hipertensi di atas tidak ditangani dengan tepat, maka seorang ibu
hamil berisiko menderita preeklamsia. Preeklampsia adalah komplikasi kehamilan
yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan tanda-tanda kerusakan pada sistem
organ lain, paling sering pada hati dan ginjal. Pada beberapa kasus juga ditemukan
protein pada urine ibu hamil. Preeklampsia biasanya dimulai setelah 20 minggu
kehamilan pada wanita yang tekanan darahnya normal (sebelum hamil). Jika tidak
segera ditangani, preeklamsia bisa berakibat sangat fatal bagi ibu dan bayi.

Preeklamsia umumnya lebih sering terjadi pada mereka yang :

Punya riwayat preeklamsia saat kehamilan sebelumnya

 Perempuan yang baru pertama kali hamil

 Ibu hamil di bawah usia 20 tahun

 Ibu hamil di atas usia 40 tahun

 Obesitas

 Mengandung bayi kembar

 Punya keluarga dengan riwayat hipertensi

 Punya riwayat penyakit kronis


5. Eklamsia

Merupakan tahap akhir hipertensi dalam kehamilan. Eklamsia terjadi saat ibu hamil dengan

kondisi preeklamsia mengalami kejang. Selain kejang, ibu hamil juga bisa mengalami

penurunan kesadaran sehingga membahayakan nyawa bayi dan dirinya sendiri.

Risiko Jika Terjadi Hipertensi Dalam Kehamilan?

Jika hipertensi dalam kehamilan tidak ditangani dengan baik berisiko memberi dampak

buruk bagi kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi, seperti :

 Berkurangnya Aliran Darah ke Plasenta

Tekanan darah tinggi akan mempengaruhi jumlah aliran darah yang mengalir ke plasenta.

Kondisi ini tentu akan membuat janin dalam kandungan kesulitan mendapat oksigen dan nutrisi.

 Pertumbuhan Janin Terhambat

Kekurangan pasokan oksigen dan nutrisi pada janin bisa menyebabkan bayi lahir prematur,

kurang berat badan, dan bahkan pada beberapa kasus berujung pada kematian, baik saat masih

dalam kandungan maupun ketika lahir.Abrupsio Plasenta Merupakan kondisi kesehatan yang

ditandai dengan terpisahnya plasenta dari dinding rahim bagian dalam

sebelum persalinan terjadi. Selain bisa merusak plasenta yang membahayakan kelangsungan

hidup janin, ibu hamil juga akan mengalami perdarahan hebat.

 Persalinan prematur

Terkadang dokter menyarankan persalinan dini untuk mencegah komplikasi yang mengancam

jiwa saat ibu mengalami hipertensi dalam kehamilan.


 Peningkatan Risiko Penyakit Kardiovaskular

Wanita yang menderita preeklamsia selama kehamilan lebih berisiko terkena penyakit

kardiovaskular setelah persalinan, terlebih jika bayi lahir sebelum waktunya.

 Kemungkinan efek samping dari obat pengontrol tekanan darah

Jika ibu hamil menggunakan obat-obatan untuk mengontrol tekanan darahnya, obat-obat ini

berpotensi memberikan efek samping yang merugikan bagi janin.

Cara Mengatasi Hipertensi Dalam Kehamilan Secara Tepat

Pemantauan tekanan darah secara rutin adalah bagian paling penting untuk mendeteksi secara

dini.

 Tekanan darah tinggi : mulai 140/90 mmHg ke atas

 Tekanan darah normal : mulai 90/60 sampai 120/80 mmHg

 Tekanan darah rendah : di bawah 90/60 mmHg

Hipertensi kronis tidak bisa diobati. Yang bisa dilakukan adalah mengontrol tekanan darah tetap

stabil selama masa hamil. Ibu hamil dengan hipertensi harus secara rutin memeriksakan diri dan
mengomunikasikannya secara terbuka dengan petugas kesehatan.

Selain itu, penting sekali bagi ibu hamil untuk menerapkan pola hidup sehat, seperti

 Banyak makan sayur dan buah yang mengandung serat

 Aktif bergerak; bisa dengan jalan-jalan santai atau berenang

 Berhenti merokok dan batasi konsumsi alcohol

 Kurangi mengasup makanan dengan kadar garam tinggi


 Jenis-jenis makanan penurun darah tinggi yang bisa dikonsumsi secara aman
Bisakah hipertensi dicegah dan diobati?

Seperti pasien hipertensi pada umumnya, ibu hamil yang mengalami hipertensi juga boleh
mengonsumsi obat-obatan penurun tekanan darah. Namun, perlu diperhatikan bahwa konsumsi
obat-obatan ini harus berdasarkan ketentuan resep karena tidak semua jenis obat hipertensi boleh
dikonsumsi saat hamil.

Sayangnya, konsumsi obat hipertensi bisa dikatakan bukanlah solusi mutlak untuk
menyelesaikan masalah kesehatan ini. Terlebih lagi jika Anda hanya mengandalkan gaya hidup
sehat dan perbaikan pola makan saat sudah terdiagnosis hipertensi saat hamil.

Perbaikan gaya hidup dan pola makan seharusnya sudah dilakukan jauh-jauh hari saat Anda
merencanakan kehamilan, dan terdiri dari cara berikut:

 Menjaga berat badan ideal sebelum hamil sehingga tidak terlalu kurus ataupun terlalu gemuk.
 Aktif bergerak dan berolahraga guna mencegah kenaikan berat badan yang tidak terkendali.
 Menyesuaikan kenaikan berat badan saat hamil dengan indeks massa tubuh Anda sebelum hamil.
Artinya, kenaikan berat badan tidak boleh berlebihan jika sebelumnya indeks massa tubuh Anda
sudah berlebih, serta tidak boleh kurang jika tubuh Anda tergolong kurus.
 Tidak mengikuti anjuran makan yang menyesatkan, misalnya memperbanyak makanan manis
agar janin lekas bertumbuh besar atau makan dengan dua porsi untuk memenuhi kebutuhan
janin.

Jika Anda mengalami obesitas saat merencanakan kehamilan, ada baiknya untuk menunda
kehamilan terlebih dahulu. Namun, terkadang ada kondisi tertentu yang mungkin membuat Anda
tidak dapat menunda kehamilan. Dalam kasus seperti ini, maka prinsip utamanya bukan lagi
untuk menurunkan berat badan, melainkan menjaga berat badan tetap terkontrol dan tidak naik
secara terus-menerus guna mencegah hipertensi pada ibu hamil.

 sehingga tidak terlalu kurus ataupun terlalu gemuk.


 Aktif bergerak dan berolahraga guna mencegah kenaikan berat badan yang tidak terkendali.
 Menyesuaikan kenaikan berat badan saat hamil dengan indeks massa tubuh Anda sebelum hamil.
Artinya, kenaikan berat badan tidak boleh berlebihan jika sebelumnya indeks massa tubuh Anda
sudah berlebih, serta tidak boleh kurang jika tubuh Anda tergolong kurus.
 Tidak mengikuti anjuran makan yang menyesatkan, misalnya memperbanyak makanan manis
agar janin lekas bertumbuh besar atau makan dengan dua porsi untuk memenuhi kebutuhan
janin.

Jika Anda mengalami obesitas saat merencanakan kehamilan, ada baiknya untuk menunda
kehamilan terlebih dahulu. Namun, terkadang ada kondisi tertentu yang mungkin membuat Anda
tidak dapat menunda kehamilan. Dalam kasus seperti ini, maka prinsip utamanya bukan lagi
untuk menurunkan berat badan, melainkan menjaga berat badan tetap terkontrol dan tidak naik
secara terus-menerus guna mencegah hipertensi pada ibu hamil.
Bisakah Ibu Hamil dengan Hipertensi Melahirkan Normal?

Wanita hamil yang menderita tekanan darah tinggi bisa melakukan persalinan “normal” alias

vaginal birth selama kondisi tekanan darahnya cukup stabil. Dokter akan melakukan pengecekan

tekanan darah secara rutin setiap satu jam sekali.

Namun, jika hipertensi yang diderita sudah kronis, maka melahirkan melalui

proses bedah Caesar dianggap lebih aman. Setelah bayi lahir, kondisi tekanan darah akan dicek
setiap 2 jam sekali.

Hipertensi Pasca-Persalinan

Umumnya tekanan darah tinggi akan terus terjadi sampai 12 minggu setelah persalinan. Jika

sudah mengonsumsi obat pengontrol tekanan darah sejak hamil, petugas medis mungkin akan

menyarankan ibu untuk melanjutkan pengobatan sampai gejala hipertensi sudah tidak tampalagi.

Beberapa obat anti-hipertensi mungkin akan mempengaruhi volume ASI pada ibu sehingga

proses menyusui akan sedikit terganggu. Komunikasikan dengan bidan atau dokter secara

terbuka agar dicarikan jalan keluar yang tepat.

Pada intinya, hipertensi dalam kehamilan memang berisiko menimbulkan efek buruk. Namun

jika dilakukan pengobatan yang tepat, wanita yang mengalami hipertensi memiliki peluang yang

sama untuk bisa hamil dan menyusui secara normal. Pengawasan dan penanganan yang baik

selama proses kehamilan dan setelah persalinan akan sangat menentukan keberlangsungan hidup

ibu dan bayinya. (Baca juga Kapan kehamilan dikatakan berisiko tinggi).

Anda mungkin juga menyukai