Anda di halaman 1dari 24

Case Report Session

ABSES SUBMANDIBULA

Oleh:

Tessa Amanda

1410311005

Ameliora Restky Sayety

1410311100

Preseptor

dr. Jacky Monilson Sp.THT-KL(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH


KEPALA & LEHER (THT-KL)

RSUP.DR.M.DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Abses submandibula adalah terjadinya proses radang disertai terbentuknya
pus pada lokasi submandibula. Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring,
kelenjar liur atau kelenjar limfa submandila.1

Abses submandibula merupakan bagian dari abses leher dalam. Abses leher
dalam terbentuk diruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat
penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus
paranasal, telinga tengah dan leher.Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan
pembengkakan diruang leher dalam yang terlibat. 1

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan case report adalah untuk menambah pengetahuan tentang
etiologi, epidemiologi, patogenesis, gejala klinik, diagnosis, diagnosis banding,
tatalaksana, dan prognosis dari Abses Submandibula.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah case ini yaitu definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis,
gejala klinik, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis dari Abses
Submandibula.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan case ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan
merujuk pada berbagai literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai terbentuknya pus


pada lokasi submandibula. Hal ini termasuk ke dalam salah satu infeksi yang terjadi
pada leher bagian dalam. Abses submandibula dapat menjadi sumber infeksi bagi
ruang leher yang lain, dan dapat juga menjadi tempat penjalaran dari tempat lainnya.
Angka morbiditas yang cukup tinggi pada abses submandibula membuat penyakit ini
membutuhkan diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat.1

2.2 Epidemiologi

Penelitian Huang pada tahun 1997 sampai 2002, menemukan kasus


infeksi leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%)
merupakan kasus terbanyak kedua setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh
Ludwig’s angina (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring(5,9%). 2

Penelitian Yang pada 100 kasus abses leher dalam yang diteliti April
2001 sampai Oktober 2006 mendapatkan perbandingan antara laki-laki dan
perempuan 3:2. Abses submandibula merupakan kasus terbanyak (35%),
diikuti oleh abses parafaring (20%), mastikator (13%),peritonsil (9%),
sublingual (7%),parotis(3%), infra hyoid (26%), retrofaring (13%), ruang
karotis (11%)3. Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang selama
periode Oktober 2009 sampai September 2010 didapatkan abses leher dalam
sebanyak 33 orang. Abses submandibula (26%) merupakan kasus kedua
terbanyak setelah abses peritonsil (32%), diikuti abses parafaring (18%),
abses retrofaring (12%), abses mastikator (9%), dan abses pretrakeal (3%).4
2.3 Etiologi

Sebagian besar infeksi bersumber dari infeksi gigi. Kelenjar ludah, faring,
tonsil dan sinus juga dapat menjadi sumber infeksi. Penyebaran infeksi dapat terjadi
secara langsung maupun melalui kelenjar limfe. Lokasi perforasi infeksi dengan
perlekatan m.mylohyoid dapat menjadi faktor penentu apakah infeksi terjadi di ruang
sublingual atau ruang submandibula. Apabila lokasi infeksi terletak lebih tinggi
dibanding perlekatan dengan m.mylohyoid maka infeksi cenderung terjadi di ruang
sublingual. Sedangkan bila lokasi infeksi terletak lebih rendah dibanding perlekatan
m.mylohyoid maka infeksi akan terjadi di ruang submandibula.5

Kuman penyebab abses submandibula dapat berasal dari kuman aerob dan
anaerob. Golongan kuman aerob yang sering ditemukan adalah Streptococcus sp,
Staphylococcus sp, Neisseria sp, Klebsiella sp, Haemophilus sp. Kuman anaerob
yang dapat ditemukan adalah Bacteriodes melaninogenesis, Eubaacterium
Peptostreptococcus, dan yang jarang ditemukan ialah kuman Fusobacterium.6

2.4 Patogenesis

Abses submandibula biasanya merupakan perkembangan dari infeksi gigi


terutama gigi molar 2 dan 3. Faktor yang dapat berperan diantaranya hiegine gigi
yang buruk, pencabutan gigi, ataupun trauma dapat memperbesar resiko terjadinya
abses submandibula. Penyebaran infeksi dari sumber infeksi dapat terjadi melalui
kelenjar limfe, ataupun secara langsung dari tempat infeksi. Sebagian besar abses
leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob,
maupun fakultatif anaerob. Odontogenik merupakan penyebab abses leher dalam
tersering (27,5%),diikuti oleh penyakit tonsilar (22,5%), infeksi kulit (8,75%) dan
infeksi parotid (6,25%). Penyebab yang tidak jelas sebanyak 25 % pada 20 pasien.
Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi
anatomi.Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang mastikor kemudian ke
parafaring. Perluasan infeksi ke parafaring jugadapat langsung dari ruang
submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.7
2.7 Manifestasi klinis

Pada abses submandibula didapatkan pembengkakan di bawah dagu atau di


bawah lidah baik unilateral atau bilateral, disertai rasa demam, nyeri tenggorok dan
trismus. Mungkin didapatkan riwayat infeksi atau cabut gigi. Pembengkakan dapat
berfluktuasi atau tidak.8

2.8 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis keluhan yang menyebabkan pasien
datang kerumah sakit biasanya karena pembengkakan dan nyeri pada leher,
rasa panas dan kesulitan membuka mulut. Pasien biasanya akan mengeluhkan
demam, air liur yang banyak, trismus akibat keterlibatan musculus pterygoid,
disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat
ke atas dan terdorong ke belakang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya
pembengkakan di daerah submandibula, fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada
insisi didapatkan material yang bernanah atau purulent (merupakan tanda
khas).Angulus mandibula dapat diraba. Lidah terangkat ke atas dan terdorong
kebelakang.

2.9 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah rutin dapat melihat adanya peningkatan leukosit yang


merupakan tanda infeksi. Analisis gas darah dapat menilai adanya sumbatan jalan
nafas. Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman harusdilakukan untuk mengetahui
jenis kuman dan antibiotik yang sesuai.

2. Pemeriksaan Radiologis

a. Rontgen jaringan lunak kepalaAP dan lateral


Pada foto polos jaringan lunak leher didapatkan gambaran leher
pembengkakan jaringan lunak, cairan di dalam jaringan lunak, udara di subkutis dan
pendorongan trakea

b. Rontgenpanoramik

Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi. Dan


dapat juga digunakan untuk menentukan fokal infeksi.

c. Rontgenthoraks

Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,


pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses. Jika sudah
terdapat komplikasi dapat dijumpai gambaran pneumotoraks dan juga dapat
ditemukan gambaran pneumo mediastinum.

d. Tomografi komputer(CT-scan)

Tomografi Komputer (TK) dengan kontras merupakan


standar untuk evaluasi infeksi leher dalam. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara
selulitis dengan abses, menentukan lokasi dan perluasan abses. Pada gambaran TK
dengan kontras akan terlihat abses berupa daerah hipodens yang berkapsul, dapat
disertai udara di dalamnya, dan edema jaringan sekitar. TK dapat menentukan waktu
dan perlu tidaknya operasi.9

2.10 Penatalaksanaan

Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah :

 Antibiotik(parenteral)

Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman


penyebab, uji kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara
parenteral sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus.
Antibiotik kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positif
dan gram negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah
campuran dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan
metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah
didapat pemberian antibiotik dapat disesuaikan.10

Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas


tinggi terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone,
ceftriaxone, yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka
sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.
Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 10
Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan.
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal
dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas.
Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid,
tergantung letak dan luas abses. Bila abses belum terbentuk,dilakukan
penatalaksaan secara konservatif dengan antibiotic IV, setelah abses terbentuk
(biasanya dalam 48-72 jam) maka evakuasi abses dapat dilakukan.1

Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan


trakeostomi perlu dipertimbangkan.9

Untuk menghindari penjalaran infeksi ke mediastinum (mediastinitis) pada


pasien abses submandibula ditidurkan dalam posisi tredelenberg yaitu posisi kaki
lebih tinggi dari kepala.
2.11 Komplikasi

Komplikasi biasanya dapat terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang


tidak tepat dan tidak adekuat.Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit
diabetes mellitus, adanya kelainan hati dan ginjal dankehamilan. Komplikasi yang
berat dapat menyebabkan kematian.11

Infeksi dapat menjalar ke ruang leher dalamlainnya, dapat mengenai struktur


neurovaskular seperti arteri karotis, vena jugularis interna dan n. X. Penjalaran infeksi
ke daerah selubung karotis dapat menimbulkan erosi sarung karotis atau
menyebabkan trombosis venajugularis interna. Infeksi yang meluas ke tulang dapat
menimbulkan osteomielitis mandibula dan vertebraservikal. Dapat juga terjadi
obstruksi saluran nafas atas, mediastinitis, dehidrasi dan sepsis.11

2.12 Prognosis

Pada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat


didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak
terjadi. Pada fase awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan
pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan
yang sempurna.Apabila telah terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai
40-50% walaupun dengan pemberian antibiotik. Ruptur arteri karotis mempunyai
angka mortalitas 20-40% sedangkan trombosis vena jugularis mempunyai angka
mortalitas 60%.10
BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. K
Unur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pedagang
No. MR : 01020259
Tanggal Pemeriksaan : 8 Juli 2018
Alamat :Lubuk Kilangan
Status : Menikah
Nageri Asal : Indonesia
Nama Ibu Kandung : Pik Daro
Agama : Islam
Suku : Minang
Nomor HP : 082389241374

AUTOANAMNESIS
Seorang pasien perempuan, Ny.K berusia 56 tahun datang ke Instalasi
Gawat Darurat RSUP.Dr.M.Djamil Padang pada tanggal 30 Juni 2018, dengan:

Keluhan Utama
Bengkak di leher dan pipi kiri sejak 2 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
 Sebelumnya pasien mengeluhkan sakit gigi kiri atas dan bengkak sejak 1
bulan yang lalu
 Pasien berobat ke bidan dan mendapatkan obat minum tapi pasien lupa
namanya. Keluhan tidak hilang
 Bengkak dirasakan membesar sejak 2 hari SMRS.
 Sukar menelan ada, pasien tidak bisa minum dan makan
 Sesak nafas tidak ada
 Susah membuka mulut ada sejak 2 hari SMRS
 Nyeri dan sukar menggerakan leher sejak 2 hari SMRS
 Mulut berbau ada
 Suara bergumam ada
 Riwayat trauma leher pasien tidak ada
 Demam batuk dan pilek tidak ada
 Wajah mencong ada
Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
Riwayat Pengobatan
 Pasien mendapatkan obat minum dari bidan untuk mengatasi sakit gigi
namun keluhan tidak hilang
RiwayatPenyakit Keluarga/Riwayat Atopi/Alergi
 Anggota keluarga tidak ada mengalami hal yang sama.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran Umum : Komposmentis Kooperatif
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Nafas :18 kali/menit
Suhu : 36,50C
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 155 cm
IMT : 20,83
Status Gizi : Normal

Pemeriksaan sistemik

Kepala : tidak ada kelainan

Mata
Konjungtiva : tidak anemis

Sklera : tidak ikterik

Leher : tidak ada pembesaran KGB

Toraks

Jantung : dalam batas normal

Paru : dalam batas normal

Abdomen : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Ext remitas : tidak ada kelainan, edem (–)


Status Lokalis THT

1. Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Kel kongenital Tidak ada Tidak ada

Trauma Tidak ada Tidak ada


Daun telinga
Radang Tidak ada Tidak ada

Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada


tragus

Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang (N)

Sempit - -
Dinding liang
telinga Hiperemis Tidak ada Tidak ada

Edema Tidak ada Tidak ada

Massa Tidak ada Tidak ada

Ada / Tidak Ada Ada

Bau - -
Serumen
Warna Cokelat tua Kekuningan

Jumlah Sedikit sedikit

Jenis Lunak lunak

Membran timpani

Warna Putih mengkilat Putih mengkilat

Reflek cahaya Ada, arah jam 5 Ada, arah jam 7

Bulging - -
Utuh
Retraksi - -

Atrofi - -

Sklerotik - -

Jumlah perforasi - -

Jenis - -
Perforasi
Kuadran - -

Pinggir - -

Tanda radang Tidak ada Tidak ada


Fistel Tidak ada Tidak ada

Sikatrik Tidak ada Tidak ada


Mastoid
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Rinne + +

Tes garpu tala Schwabach Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi

Weber Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

Kesimpulan Pendengaran Normal

Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Timpanometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2. Hidung
Pemeriksaan Kelainan

Deformitas Tidak ada

Kelainan Tidak ada


kongenital
Hidung luar
Trauma Tidak ada

Radang Tidak ada

Massa Tidak ada

3. Sinus paranasal
Pemeriksaan Dekstra Sinistra

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

4. Rinoskopi Anterior
Pemerikssaan Dekstra Sinistra

Vibrise ada ada


Vestibulum Radang Tidak ada Tidak ada

Cukup lapang (N) + +


Kavum nasi Sempit
Lapang
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Jumlah Tidak ada Tidak ada
Sekret Bau Tidak ada Tidak ada
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Konka inferior Warna Merah muda
Merah muda
Permukaan licin
Edema licin Tidak ada
Tidak ada
Ukuran - -
Warna -
-
Konka media Permukaan -
Edema - -
-

Cukup lurus/deviasi -
Permukaan licin licin
Septum Warna Merah muda -
Spina - -
Krista - -
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Lokasi - -
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Massa Warna - -
Konsistensi - -
Mudah digoyang - -
Pengaruh - -
vasokonstriktor

5. Rinoskopi Posterior= Tidak dilakukan

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Cukup lapang (N) - -

Koana Sempit

Lapang

Warna - -

Edem - -
Mukosa
Jaringan granulasi - -

Ukuran - -

Warna - -
Konka inferior
Permukaan - -

Edem - -
Adenoid Ada/tidak - -

Muara tuba Tertutup secret - -


eustachius Edem mukosa - -

Lokasi - -

Ukuran - -
- -
Bentuk
Massa - -
Permukaan

Post Nasal Drip Ada/tidak - -

Jenis - -

6. Orofaring dan mulut


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Trismus (+)2cm

Uvula Posisi -

Edema -

Bifida -

Simetris/tidak -

Warna -
Palatum mole + Arkus Faring
Edem -

Bercak/eksudat -

Dinding faring Warna -

Permukaan -

Ukuran - -

Warna - -

Permukaan - -

Muara kripti - -

Detritus - -

Tonsil Eksudat - -

Perlengketan dengan pilar - -

Warna - -

Edema - -
Peritonsil
Abses - -

Lokasi - -

Bentuk - -

Ukuran - -
Tumor Permukaan - -

Konsistensi - -

R. Submandibula Bengkak +

Hiperemis -

Fluktuatif -

Nyeri tekan +

R.Submental Bengkak +

Hiperemis -

Fluktuatif -

Nyeri tekan +

Gigi Karies/Radiks - -

Kesan Hygiene baik Hygiene baik

Warna Merah muda

Bentuk Normal

Deviasi +
Lidah
Massa -

7. Laringoskopi Indirek= Tidak dilakukan


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Bentuk - -

Warna - -

Edema - -
Epiglotis
Pinggir rata/tidak - -

Massa - -

Warna - -

Edema - -
Ariteniod
Massa - -

Gerakan - -

Warna - -

Edema - -
Ventrikular band
Massa - -

Warna - -

Gerakan - -
Plica vokalis Pingir medial - -

Massa - -

Subglotis/trakea Massa - -

Sekret - -

Sinus piriformis Massa - -

Sekret - -

Valekula Massa - -

Sekret - -
( jenisnya )

Pro insisi

Post insisi :
Diagnosa Kerja
Post insisi dan eksplorasi Abses Submandibula Sinistra perluasan parafaring dan parotis
Diagnosa Tambahan
Paralisis nervus facialis HB V

Diagnosa Banding
 Parotitis
Pemeriksaan Rutin
Hb :11,6 gr/dl
Leukosit : 17.190 /mm3
Trombosit : 180.000 /mm3
HT : 36%
GDS : 171 mg/dl
GD puasa : 127 mg/dl
GD2PP : 164 mg/dl

Pemeriksaan Laboratorium/Anjuran
- Kultur pus abses
- Rontgen panoramik gigi
Resume
Seorang pasien Perempuan datang dengan keluhan bengkak dibawah dagu sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku pernah sakit gigi 1 bulan yang lalu dan dibawa ke
bidan dan diberikan obat akan tetapi tidak mengalami perbaikan. Pasien mengeluhkan bengkak
yang semakin membesar dibawah dagu dan terasa nyeri. Pasien merasa nyeri menelan dan susah
untuk membuka mulut sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien sulit untuk menggerakan
leher.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada pemeriksaan oral cavity pada ruang
submandibular adanya bengkak hiperemis dan adanya nyeri tekan. Terdapat juga pada ruang
submentalis bengkak, hiperemis dan nyeri tekan.
Diagnosis
Post Insisi dan Eksplorasi Abses Submandibula Sinistra perluasan parafaring dan parotis
Diagnosa Tambahan
Paralisis nervus facialis HB V
Penatalaksanaan
 Redresing luka
 Ceftriaxon 2 x 1 gr (iv)
 Betadine Gargle 3 x 1
Prognosis
Dubia et Bonam
BAB 4
DISKUSI

Pasien perempuan 56 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M Djamil Padang pada tanggal 30
Juli 2018 dengan keluhan bengkak di leher dan pipi kiri sejak 2 hari SMRS. Keluhan ini dapat
disebabkan oleh adanya abses pada ruang potensial di leher dalam. Dapat juga dipikirkan
kemungkinan keganasan di daerah sekitar, infeksi pada gigi, ataupun peradangan pada daerah
parotis.
Bengkak yang ada pada daerah bawah dagu pasien bisa disebabkan oleh adanya proses
radang pada salah satu daerah potensial leher dalam. Abses leher dalam ini bisa disebabkan salah
satunya oleh infeksi gigi khususnya gigi molar 2 dan 3. Kemungkinan penyebab lainnya yaitu
adanya keganasan pada daerah leher. Hal ini juga nantinya dapat menimbulkan rasa nyeri pada
pasien. Pasien yang mengeluhkan sulit untuk membuka mulut dikarenakan terganggunya fungsi
M. PPterigoid Interna.
Dari anamnesis pasien mengeluhkan ada bengkak dan nyeri di bawah dagu. Pasien tidak
ada riwayat demam, batuk dan pilek sebelumnya. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya sesak
nafas. Pasien merasa kesulitan untuk makan dikarenakan tidak bisa membuka mulut. Nyeri
menelan tidak didapatkan pada pasien ini. Serta sebelumnya pasien mengeluhkan adanya sakit
gigi. Hal ini dapat menjadi salah satu kemungkinan penyebab terjadinya abses pada pasien ini.
Diketahui bahwa salah satu etiologi dari abses mandibula adanya infeksi gigi sebelumnya.
Dari Status lokalis THT didapatkan adanya bengkak hiperemis dan nyeri tekan pada
ruang submentalis. Dan juga adanya bengkak, hiperemis, nyeri tekan dan terdapat luka terbuka
bekas insisi pada ruang submandibula. Selain itu, juga terdapat bengkak, hiperemis dan nyeri
tekan pada daerah parotis. Dimana dengan pemeriksaan fisik tersebut sudah bisa menegakkan
diagnosis adanya post insisi dan eksplorasi abses submandibula sinistra perluasan parafaring dan
parotis.

Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang diantaranya darah rutin dimana leukosit
yang tinggi menandakan adanya suatu infeksi. Dan juga dilakukan pemeriksaan CT Scan pada
pasien untuk melihat pembengkakan pada leher pasien. Serta telah dilakukan insisi dan
eksplorasi pada abses yang ada pada pasien.
Pada pasien ditemukan adanya parese nervus fasialis. Sebagai saraf motorik nervus
fasialis keluar dari foramen stilomastoideus memberikan cabang yakni nervus auricularis
posterior dan kemudian memberikan cabang ke otot stilomastoideus sebelum masuk ke glandula
parotis. Di dalam glandula parotis nervus fasialis dibagi atas lima jalur percabangannya yang
nantinya akan mensyarafi daerah wajah. Pasien mengalami perluasan abses hingga parafaring
dan parotis sehingga dapat mengganggu fungsi persyarafan.

Pada pasien tatalaksana yang diberikan yaitu redresing luka setiap harinya. Serta
pemberian betadine kumur 3 kali sehari untuk desinfeksi. Dan yang paling penting yakni
pemberian antibiotik parenteral jenis ceftriaxone. Hal ini disebabkan pemberian antibiotik
ceftriaxone menunjukan sensifitas tinggi terhadap kuman aerob. Namun untuk tatalaksana lebih
lanjut pada pasien, dilakukan kultur pus pada kuman abses untuk mengetahui etiologi kuman dan
antibiotik yang sensitif terhadap pasien.

Edukasi pada pasien diantaranya untuk tidur dengan tidak menggunakan bantal agar
nanah yang tersisa tidak turun ke rongga mediastinum atau rongga thorax. Prognosis biasanya
baik pada kasus abses submandibula apabila ditatalaksana dengan insisi abses dan diberikan
antibiotik segera.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fachrudin D. Abses Leher Dalam: Iskandar M, Soepardi AE editor, Buku ajar Ilmu
Penyakit Telinga hidung Tenggorok, Edisi ke 7, Jakarta:Balai Penerbit FK-UI. 2012
p.185-188
2. Yang S.W, Lee M.H, See L.C, Huang S.H,et al. Deep neck abscess; an analysis of
microbial etiology and effectiveness of antibiotics. Infection and Drug Resistence.
2008;1:1-8
3. Novialdi, M.Rusli Pulungan. Pola Kuman Abses Leher Dalam. Bagian Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/
RSUP Dr.M Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2010.

4. Inagaki Y, Abe M, Inaki R, Liang Z, Suenaga H, Abe T, dkk. A Case of Systemic


Infection Caused by Streptococcus pyogenes Oral Infection in an Edentulous
Patient.Jepang : Department of Oral & Maxillofacial Surgery, University of Tokyo
Hospital.2017. P 4-5
5. Cumming S. et al. Odontogenic Infection in Otolaryngology Head and Neck Surgery.
Mosby CD
6. Scott BA, Steinberg CM, Driscoll BP. Infection of the deep Space of the neck. In: Bailley
BJ, Jhonson JT, Kohut RI et al editors. Otolaryngology Head and neck surgery.
Philadelphia: JB.Lippincott Company 2001.p.701-15
7. Clarence T. Sasaki, et al. Yale University School of Medicine. 2018
8. Brito TP, Hadzboun IM, Fernandes LF, Bento LR, Zappelini CEM, Chone CT, et al. Deep
neck abscesses: Study of 101 cases. Braz J Otorhinolaryngol. 2017;83(3):341-348.

9. Wates E, Higginson J, Kichenaradjou A, McVeigh K, A severe deep neck odontogenic


infection not prioritised by the emergency department triage system and National Early
Warning Score, Bristol : University of ristol Medical School. 2018. P 2-3
10. Motahari SJ, Poormoosa R, Nikkhah M, Bahari M, Shirazy SMH, Khavarinejad F, et
al. treatment and prognosis of deep neckinfections. Indian J Otolaryngol Head Neck
Surg 2015;67:134–7.
11. Klauffmann P, Cordesmeyer R, Troltzsch M, Sommer C, Laskawi R. Deep Neck
Infection : A single-center analysis of 63 cases. Jerman: Department of Oral and
Maxillofacial Surgery, University of Göttingen.2017. P 539-540

Anda mungkin juga menyukai