Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

UTILITAS
PENGGUNAAN KAYU SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DALAM
MEMENUHI KEBUTUHAN UTILITAS PADA INDUSTRI SEMEN
PT. HOLCIM INDONESIA
DOSEN PEMBIMBING : Dr. Amir Husin, ST., MT.

Disusun Oleh :

Azis Purnama Ginting : 170405176

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
T.A. 2019/2020

i
DAFTAR ISI
Halaman Judul.......................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB 1. PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Profil Perusahaan ................................................................................1
1.3 Visi Misi Perusahaan ..........................................................................1
1.4 Alamat Perusahaan .............................................................................1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................2


2.1 Biomassa .............................................................................................2
2.2 Batu Bara ............................................................................................2
2.3 Konversi Biomassa .............................................................................2
2.4 Boiler ..................................................................................................3
2.4.1 Komponen Utama pada Boiler ..................................................3
2.5 Bahan Bakar ........................................................................................3
2.6 Metode Pengkajian Efisiensi...............................................................4
2.6.1 Metode Langsung ......................................................................4
2.7 Neraca Energi .....................................................................................5
2.8 Nilai Kalor ..........................................................................................5
2.9 Kebutuhan Udara Pembakaran ...........................................................6
2.10 Gas Asap ............................................................................................6

BAB 3. ANALISA NILAI KALOR .......................................................................8


3.1 Analisa Nilai Kalor ..............................................................................8

BAB 4 KESIMPULAN ..........................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................10

ii
BAB 1: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menipisnya cadangan bahan bakar fosil dan meningkatnya populasi manusia
sangat kontradiktif dengan kebutuhan energi bagi kelangsungan hidup manusia beserta
aktivitas ekonomi dan sosialnya. Sejak lima tahun terakhir Indonesia mengalami
penurunan produksi minyak nasional akibat menurunnya secara alamiah cadangan
minyak pada sumursumur produksi. Padahal dengan pertambahan jumlah penduduk
meningkat pula kebutuhan akan sarana transportasi dan aktivitas industri yang berakibat
pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). Untuk
memenuhi kebutuhan BBM tersebut (Arhamsyah,2010).

1.2 Profil Perusahaan


PT. Holcim Indonesia, Tbk. merupakan perusahan podusen semen di Indonesia
yang salah satu pabriknya adalah Narogong 2 di Bogor, Jawa barat. Hingga saat ini
perusahaan tersebut telah memiliki empat pabrik yang tersebar diberbagai daerah, yaitu
di Bogor (NAR1 & NAR2) Jawa Barat, Cilacap Jawa Tengah, Tuban Jawa timur, dan
Lokhnga Aceh (Sopan,2018).

1.3 Visi dan Misi Perusahaan


1. Visi

Menjadi yang terbaik dan paling dihormati berperforma perusahaan Indonesia di


industri kami, peringkat di antara yang terbaik di Grup Holcim.
2. Misi

PT Holcim Indonesia Tbk melalui pembuatan dan penjualan semen, beton,


agregat dan pengembangan masyarakat, akan memberikan keuntungan secara lestari
maksimum kembali kepada para pemegang saham dengan tetap menjaga tugas yang
bertanggung jawab perawatan kepada semua pemangku kepentingan.

1.4 Alamat Perusahaan


Holcim Indonesia merupakan produsen semen terbesar ketiga di Indonesia.
Perusahaan ini memiliki 4 pabrik semen yang berlokasi di Lhok Nga di Aceh, Cibinong
di Jawa Barat, Cilacap di Jawa Tengah, dan Tuban Jawa Timur. Serta dilengkapi dengan
terminal distribusi di Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2017, Holcim Indonesia
mencatat pendapatan sebesar Rp 9,4 triliun atau setara USD 701 juta.

1
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biomassa
Secara umum bahan baku biomassa dibedakan menjadi dua jenis utama, yaitu
pohon berkayu (woody) dan rumputrumputan (herbaceous) . Saat ini material berkayu
diperkirakan merupakan 50% dari total potensial bioenergi sedangkan 20% lainnya
adalah jerami yang diperoleh dari hasil samping pertanian (Rohman, 2009). Batang kayu
merupakan contoh aplikasi biomassa untuk energi yang pertama kali dikenal.
Bagaimanapun juga penggunaan batangan kayu untuk tujuan energi saat ini bersaing
dengan penggunaan non-energi yang mempunyai nilai lebih seperti untuk produksi pulp,
industri furniture, dan lain-lain sehingga menyebabkan tingginya harga bahan baku
pengolahan biomassa menjadi senyawa turunan dari syinthesis gas (Biomass To Liquid)
serta meningkatnya konsumsi terhadap pohon. Bahan baku berkayu yang dimaksud
adalah bahan berkayu hasil sisa pengolahan kertas, furniture, dan lain-lain (Arhamsyah,
2010).

2.2 Batu Bara


Batubara merupakan salah satu energi utama di Indonesia yang dalam
pemanfaatannya dapat menjadi energi alternatif yang menjanjikan dengan cara
dikonversi ke bentuk cair. Secara sederhana proses pencairan batubara adalah proses
konversi batubara padat menjadi suatu produk cair, pada suhu dan tekanan hidrogen
yang cukup tinggi dengan bantuan katalis dan media pelarut (Talla,2013).

2.3 Konversi Biomassa


Sekarang ini panas hasil pembakaran akan dikonversi menjadi energi listrik
melalui turbin dan generator. Panas hasil pembakaran biomassa akan menghasilkan uap
dalam boiler, kemudian uap akan ditransfer kedalam turbin sehingga akan menghasilkan
putaran dan menggerakan generator. Putaran dari turbin dikonversi menjadi energi
listrik melalui magnet-magnet dalam generator. Pembakaran langsung terhadap
biomassa memiliki kelemahan, sehingga pada penerapan saat ini mulai menerapkan
beberapa teknologi untuk meningkatkan manfaat biomassa sebagai bahan bakar
(Pambudi, 2008). Beberapa penerapan teknologi konversi yaitu : pembakaran secara
langsung, yaitu hidrogen dan karbon monoksida. Gas hasil dapat di bakar secara
langsung pada internal combustion engine atau reaktor pembakaran. Melalui proses
Fische-Tropsch gas hasil gasifikasi dapat di ekstrak menjadi methanol. Menurut
Sulaiman (2009) gasifikasi merupakan salah satu alternatif dalam rangka program
penghematan dan diversifikasi energi. Selain itu gasifikasi akan membantu mengatasi
masalah penanganan dan pemanfaatan limbah dari hasil kayu. Menurut Rohman
(2009) proses gasifikasi untuk material berkayu tidak mungkin dilakukan secara
langsung, karena ukuran partikel yang terlalu besar atau terlalu berlainan, kandungan air

2
dan kandungan kotoran-kotoran. Oleh karena itu biomassa berkayu memerlukan
perlakuan pendahuluan dan transformasi menjadi bahan baku yang tepat untuk proses
gasifikasi dan proses yang lebih lanjut, dimana bahan baku tersebut biasa berupa
serpihan kayu, serbuk kayu atau dalam bentuk pellet (Arhamsyah,2010).

2.4 Boiler
Menurut United Nations Environment Programme (2006 via situs
http://www.energyefficiencyasia.org/) ketel uap atau boiler adalah bejana tertutup
dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk air panas atau steam. Air
panas atau steam pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk mengalirkan panas
ke suatu proses. Air adalah media yang berguna dan murah untuk mengalirkan panas ke
suatu proses. Jika air dididihkan sampai menjadi steam, volumenya akan meningkat
sekitar 1600 kali, menghasilkan tenaga yang menyerupai bubuk mesiu yang mudah
meledak, sehingga boiler merupakan peralatan yang harus dikelola dan dijaga dengan
sangat baik. Secara proses konversi energi, boiler memiliki fungsi untuk mengkonversi
energi kimia yang tersimpan di dalam bahan bakar menjadi energi panas yang ditransfer
ke fluida kerja (Tambunan,2016).
Kedua keluaran gas panas ini dapat dimanfaatkan oleh dua boiler PH dan AQC
dalam satu sistem waste heat recovery power generation (WHRPG) yang terintegrasi
untuk menghasilkan uap bertekanan yang digunakan sebagai penggerak turbin uap yang
terhubung dengan generator untuk membangkitkan daya listrik. Komponen yang
terdapat di dalam boiler terdiri dari susunan pipa pembentuk uap diantaranya
ekonomiser, evaporator dan superheater. Ekonomiser berfungsi sebagai pemanas awal,
evaporator berfungsi sebagai penghasil uap dan superheater berfungsi untuk pemanas
lanjut. Optimalisasi siklus termodinamika kedua boiler dalam sistem WHRPG sangat
diperlukan untuk mencapai efisiensi yang tertinggi berdasarkan konfigurasi tekanan
pada desain turbin uap yang diteliti (Sasono,2019).

2.5 Bakar Bakar


Sistem boiler terdiri dari sistem air umpan, sistem steam, dan sistem bahan
bakar. Pada bagian ini, yang akan dibahas lebih lanjut adalah sistem bahan bakar. Bahan
bakar (fuel) adalah segala bahan yang dapat dibakar (Ir. Syamsir A. Muin, Pesawat-
Pesawat Konversi Energi 1 (Ketel Uap) 1988:146). Bahan bakar hanya dapat terbakar
bila sudah cukup panas. Proses pembakaran merupakan proses kimia antara bahan
bakar, udara dan panas.
Proses pembakaran yang terjadi di dalam ruang bakar ketel uap bertujuan untuk
merubah air menjadi uap. Pengetahuan mengenai sifat bahan bakar membantu dalam
memilih bahan bakar yang benar untuk keperluan yang benar dan untuk penggunaan
bahan bakar yang efisien. Uji laboratorium biasanya digunakan untuk mengkaji sifat dan
kualitas bahan bakar. Jadi untuk melakukan pembakaran diperlukan dua unsur, yaitu:

3
1. Bahan bakar
2. Oksigen
Berbagai jenis bahan bakar (seperti bahan bakar cair, padat, dan gas) yang
tersedia tergantung pada berbagai faktor seperti biaya, ketersediaan, penyimpanan,
handling, dan lain-lain.
1. Bahan Bakar Padat
Bahan bakar padat yang terdapat dibumi kita ini berasal dari zat-zat organik.
Bahan bakar padat mengandung unsur-unsur antara lain: Zat arang atau Karbon (C), zat
lemas atau Nitrogen (N), Hidrogen (H), Belerang (S), zat asam atau Oksigen (O), Abu,
dan Air yang kesemuanya itu terikat dalam satu persenyawaan kimia.
2. Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair berasal dari minyak bumi. Minyak bumi didapat dari dalam
tanah dengan jalan mengebornya pada ladang-ladang minyak, dan memompanya sampai
ke atas permukaan bumi, untuk selanjutnya diolah lebih lanjut menjadi berbagai jenis
minyak bakar.
3. Bahan Bakar Gas
Didalam tanah banyak terkandung: Gas Bumi (Petrol Gas) atau sering disebut
pula dengan gas alam, yang timbul pada saat proses pembentukan minyak bumi, gas
tambang, dan gas rawa CH4 (Methane) (Tambunan,2016).

2.6 Metode Pengkajian Efisiensi


Efisiensi adalah suatu tingkatan kemampuan kerja dari suatu alat. Sedangkan
efisiensi pada boiler atau ketel uap yang didapatkan dari perbandingan antara energi
yang dipindahkan atau diserap oleh fluida kerja didalam ketel dengan masukan energi
kimia dari bahan bakar (Tambunan,2016).

2.6.1 Metode Langsung


Perhitungan Efisiensi Boiler dengan Metode Langsung Energi yang didapat dari
fluida kerja (air dan steam) dibandingkan dengan energi yang terkandung dalam bahan
bakar boiler.

Effisiensi boiler (ηboiler) = Panas pembentukan uap / Panas uap × 100%


Effisiensi boiler (ηboiler) = Ws × (hu−ha) / (Wf × LHV) × 100%

Keterangan:
Ws = kapasitas produksi uap (kg uap/jam)
Wf = konsumsi bahan bakar (kgBB/jam)
hu = entalpi uap (kJ/kg)
ha = entalpi air umpan/pengisi ketel (kJ/kg)
LHV = nilai kalor pembakaran rendah (kJ/kg)

4
Proses Pembentukan Uap Sebagai fluida kerja di ketel uap, umumnya digunakan
air (H2O) karena bersifat ekonomis, mudah di peroleh, tersedia dalam jumlah yang
banyak, serta mempunyai kandungan entalpi yang cukup tinggi bila dibandingkan
dengan fluida kerja yang lain.

2.7 Necara Energi


Neraca Kalor atau Neraca Energi Neraca kalor atau neraca energi adalah
perimbangan antara “energi masuk” (input) dengan “energi berguna” (output) dan
“kehilangan energi” (losses) (Ir. Syamsir A. Muin, “Pesawat-Pesawat Konversi Energi 1
(Ketel Uap)”, CV. Rajawali, 1988:221).

Sebagai energi masuk atau suplai energi (Qin) adalah jumlah energi hasil pembakaran
bahan bakar: Jadi suplai energi:

Qin = Wf × (LHV) kJ/jam


Qin = (LHV) kJ/kgBB

“Energi berguna” (Qout) adalah energi yang diserap oleh air umpan sampai
terbentuk uap didalam ketel. Jadi energi yang diserap:

Qout = Ws (hu - ha) kJ/jam


Qout = We (hu – ha) kJ/kgBB
We = Ws / Wf kg uap/kgBB

(disebut sebagai kelipatan penguapan) “Kehilangan energi panas” (Qlost) adalah


semua kehilangan panas yang disebabkan oleh kondisi pembakaran dan peralatan ketel.
Jadi secara sederhana dapat dinyatakan sebagai berikut ini

Qlost = [Wf × (LHV)] – [Ws (hu - ha)] kJ/jam


Qlost = LHV – [We (hu – ha)] kJ/kgBB

2.8 Nilai Kalor


Nilai Kalor (Heating Value) Nilai kalor merupakan jumlah energi kalor yang
dilepaskan bahan bakar pada waktu terjadinya oksidasi unsur-unsur kimia yang ada pada
bahan bakar tersebut. Bahan bakar adalah zat kimia yang apabila direaksikan dengan
Oksigen (O₂) akan menghasilkan sejumlah kalor. Bahan bakar dapat berwujud gas, cair,
maupun padat. Selain itu, bahan bakar merupakan suatu senyawa yang tersusun atas
beberapa unsur seperti Karbon (C), Hidrogen (H), Belerang (S), dan Nitrogen (N).
Kualitas bahan bakar ditentukan oleh kemampuan bahan bakar untuk menghasilkan
energi

5
a. Nilai Kalor Pembakaran Tinggi
Nilai kalor pembakaran tinggi atau juga dikenal dengan istilah High Heating
Value (HHV) adalah nilai pembakaran dimana panas pengembunan air dari proses
pembakaran ikut diperhitungkan sebagai panas dari proses pembakaran. Dirumuskan
dengan:
HHV = 33950C + 144200 (H2 - O2 8 ) + 9400S kJ/kg

b. Nilai Kalor Pembakaran Rendah


Nilai kalor pembakaran rendah atau juga dikenal dengan istilah Low Heating
Value (LHV) adalah nilai pembakaran dimana panas pengembunan uap air dari hasil
pembakaran tidak ikut dihitung sebagai panas dari proses pembakaran. Dirumuskan
dengan:
LHV = HHV - 2400 (M + 9H2) kJ/kg

2.9 Kebutuhan Udara Pembakaran


Kebutuhan udara pembakaran didefinisikan sebagai kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk pembakaran 1 kg bahan bakar secara sempurna yang meliputi (Ir. M. J.
Djokosetyardjo, “Ketel Uap”, PT. Pradnya Paramita 1989:74):
a. Kebutuhan udara teoritis (Uteo):

Uteo = 100 23,1 × ( 2,67C + (8H – O) + S) kg/kgBB

b. Kebutuhan udara pembakaran sebenarnya/aktual (Uact):

Uact = Uteo (1 + EA) kg/kgBB

dimana EA = koefisien/angka kelebihan udara (excess air).

2.10 Gas Asap


Reaksi pembakaran akan menghasilkan gas baru, udara lebih dari sejumlah
energi. Senyawa-senyawa yang merupakan hasil dari reaksi pembakaran disebut gas
asap. (Ir. M. J. Djokosetyardjo, “Ketel Uap”, PT. Pradnya Paramita 1989:74).

a. Berat gas asap teoritis (Gteo)

Gteo = Uteo + (1 - A) kg/kgBB


Dimana:
A = kandungan abu dalam bahan bakar (ash)

6
b. Berat gas asap sebenarnya/aktual (Gact)

Gact = Uact + (1 – A) kg/kgBB

7
BAB 3: ANALISA NILAI KALOR

3.1 Analisa Nilai Kalor


Contoh uji dari 8 jenis kayu diambil secara acak pada bagian tertentu dan dibuat
serpihan-serpihan kecil dengan menggunakan gergaji. Nilai kalor dihitung berdasarkan
banyaknya kalor yang dilepaskan yang akan sama dengan kalor yang akan diserap oleh
air dalam kalorimeter, yang dinyatakan dalam kilokalori per kilogram.
Nilai kalor tertinggi dicapai jika kayu dalam kondisi kering tanur, yaitu sekitar 4
500 kkal/kg (Haygreen et al., 2003). Dalam penggunaan praktis, mengeringkan kayu
sampai kondisi kering tanur tidak ekonomis dari segi biaya. Untuk mendapatkan nilai
kalor optimum, kayu digunakan pada kondisi kering udara (kadar air 12%) dengan nilai
kalor berkisar 4 000 kkal/kg. Perbandingan nilai kalor kayu dengan batu bara yang
digunakan dalam industri disajikan dalam Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa gmelina
pada kadar air 9.24% memiliki nilai kalor tertinggi jika dibandingkan dengan tanaman
lainnya, sedangkan kayu trembesi dengan kadar air 10.36% memiliki nilai kalor
terendah, yaitu 3.926 kkal/kg. Angsana memiliki kadar abu tertinggi, yaitu 9.08%, tetapi
nilai ini masih jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar abu batu bara muda
sebesar 19.2%. Batu bara dengan kualitas lebih baik memiliki nilai kalor 6.300 kkal/kg
pada kadar air 2.1% dan kadar abu yang lebih kecil, yaitu 18.1%.
Nilai kalor dipengaruhi oleh kadar air, ekstraktif, susunan kimia kayu, dan jenis
kayu. Nilai kalor kayu kering udara 15% lebih kecil daripada kayu kering tanur. Selain
kadar air sebagai faktor utama yang mempengaruhi nilai kalor kayu, ekstraktif
merupakan faktor penting dalam menentukan nilai kalor. Sebagai contoh, oleoresin
memiliki nilai kalor 8 500 kkal/kg. Pengaruh dari komposisi kimia yang diturunkan dari
nilai kalor lignin (6 100 kkal/kg) lebih besar daripada nilai kalor selulosa (4 150-4 350
kkal/kg) (Haygreen et al., 2003). Abu dapat ditelusuri karena adanya senyawa yang
tidak terbakar yang mengandung unsur-unsur seperti kalsium, kalium, magnesium,
mangan, dan silikon (Haygreen et al., 2003). Pada proses produksi semen, abu bukan
merupakan masalah yang mengganggu karena abu yang dihasilkan dari proses
pembakaran dicampur pada proses produksi. Silika yang dihasilkan dalam proses
pembakaran kayu juga merupakan salah satu bahan dasar pembuat semen
(Cahyono,2008).

8
BAB 4 : KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
1. Biomassa kayu dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan yaitu
sumber energi yang dapat diperbaharui.
2. Sebagai bahan bakar, biomassa perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu agar
dapat lebih mudah dipergunakan yang dikenal sebagai konversi biomassa.
Teknologi konversi biomassa tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat yang
digunakan untuk mengkonversi biomassa dan menghasilkan perbedaan bahan
bakar
3. Beberapa teknologi konversi biomassa yang bisa diterapkan antara lain :
biobriket, gasifikasi, pirolisa, liquification, biokimia dan karbonisasi. Teknologi
konversi gasifikasi yang paling baik digunakan untuk biomassa kayu.
4. Dengan mengetahui tentang biomassa dari kayu dan pengolahannya sebagai
sumber energi terbarukan maka kita dapat mengembangkan Industri di
Indonesia khususnya dalam rangka mengatasi krisis bahan bakar minyak.

9
DAFTAR PUSTAKA

Tambunan, Iskandar. 2016. Analisa Efisiensi Water Tube Boiler Kapasitas 200
Ton/Jam Dan Tekanan 84 Bar Di Pt Toba Pulp Lestari Tbk. Jurusan
Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan: Medan.
Talla, Harli, Hendra Amijaya, Agung Harijoko, Dan Miftahul Huda. 2013. Karakteristik
Batubara Dan Pengaruhnya Terhadap Proses Pencairan. Reaktor, Vol. 14
No. 4, Oktober 2013, Hal. 267-271
Arhamsyah. 2010. Pemanfaatan Biomassa Kayu Sebagai Sumber Energi Terbarukan
The Utilization Of Wood Biomass As A Source Renewable . Pemanfaatan
Biomassa Kayu Sebagai Sumber Energi Terbarukan.
Sasono, Teguh, Tjatur Udjianto. 2019. Optimasi Siklus Termodinamika Integrasi Boiler
Aqc Dan Ph Pada Desain Whrpg Di Industri Semen. Jurnal Teknik Energi.
Volume 9 Nomor 1. Issn: 2089-2527.
Cahyono, Tekat Dwi, Zahrial Coto, dan Fauzi Febrianto. 2008. Analisis Nilai Kalor Dan
Kelayakan Ekonomis Kayu Sebagai Bahan Bakar Substitusi Batu Bara Di
Pabrik Semen1). Forum Pascasarjana Vol. 31 No. 2 April 2008: 105-116.
Sopan, Teddy. 2018. Skripsi Analisis Sistem Pendingin Tipe Grate Cooler Nar 2 Di
Pabrik Narogong Pt. Holcim Indonesia, Tbk. Program Studi Sarjana
Teknik Mesin Fakultas Teknik:Universitas Sriwijaya

10

Anda mungkin juga menyukai