Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH KONVENSI BASEL DALAM MENCEGAH DAN

MENGURANGI IMPOR SAMPAH B3 DI INDONESIA

A. Latar Belakang Masalah

Persoalan mengenai sampah saat ini menjadi masalah besar bagi negara-

negara di dunia, baik negara berkembang maupun negara maju. Sampah

menjadi sumber pencemar utama terhadap lingkungan. Terutama sampah

plastik yang susah untuk terurai dan sampah bekas elektronik membahayakan

kesehatan karena mengandung bahan berbahaya dan beracun. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Jenna R. Jambeck dari University of Georgia,

pada tahun 2010 ada 275 juta ton sampah plastik yang dihasilkan di seluruh

dunia.1 Perkembangan industri perdagangan baik di sektor makanan, minuman,

kebutuhan rumah tangga maupun elektronik serta industri yang menghasilkan

sebuah produk menggunakan plastik mempengaruhi produksi sampah di dunia.

Perkembangan dibidang industri di satu sisi memberi dampak yang

positif bagi negara, namun disisi lain, Perkembangan dibidang industri juga

menimbulkan dampak yang negatif, karena perkembangan dibidang industri

tersebut di atas, tentunya akan menghasilkan limbah serta sampah. Di antara

limbah yang di hasilkan oleh kegiatan industri tersebut adalah limbah bahan

berbahaya dan beracun atau yang lebih dikenal dengan nama limbah B3.

Berdasarkan sifat dan karakteristiknya, limbah bahan berbahaya dan beracun

1
https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20190721140139-33-86420/sebegini-parah-
ternyata-masalah-sampah-plastik-di-indonesia, di akses pada 27 November 2019

1
memiliki dampak, bahaya yang serius dan berkepanjangan yang mengancam

kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya serta lingkungan hidup.

Darurat masalah sampah membuat negara-negara di dunia saat ini

berupaya untuk mengelola sampah yang dihasilkan di negara nya demi

kesehatan lingkungan serta masyarakat di negara tersebut. Beberapa negara

berhasil mengelola sampah dan limbah nya dengan baik, misalnya negara

Jepang. Jepang merupakan salah satu negara terbersih dari sampah di dunia,

akibat dari pengelolaan sampahnya yang baik. Tetapi beberapa negara Barat

seperti Amerika dan negara-negara di Unieropa memilih untuk mengekspor

sampahnya ke negara lain. Negara-negara tersebut mengekspor sampah mereka

ke negara China, selama beberapa dekade China telah menjadi importir sampah

terbesar dunia, China mulai menampung sampah sejak tahun 1980-an untuk

dijadikan bahan bakar sektor manufakturnya yang sedang tumbuh. Negara

tersebut juga mengembangkan industri pengolahan dan daur ulang limbah

secara keseluruhan, tetapi penanganan sampah yang tidak tepat dan kurangnya

pengawasan yang efektif mengubah China menjadi pencemar lingkungan utama

di dunia. Akibat hal itu pemerintah China membuat kebijakan menghentikan

impor sampah plastik dari sejumlah negara di Uni Eropa dan Amerika, hal ini

lah yang mengakibatkan impor sampah plastik beralih tujuan ke negara-negara

di ASEAN termasuk Indonesia. Para peneliti dari Universitas Georgia Amerika

Serikat menggunakan data-data perdagangan dunia dan menemukan negara

maju mengekspor sampah plastik (70 persen pada 2016) ke negara

2
berpendapatan rendah di Asia Timur dan Pasifik selama bertahun-tahun,

termasuk Indonesia.

Sadar akan resiko kerusakan pada kesehatan manusia dan lingkungan

disebabkan oleh perpindahan lintas batas limbah B3 dan pembuangannya

terutama di negara-negara berkembang yang dijadikan tempat pembuangan

limbah B3 hasil produksi negara-negara maju, maka dibentuklah konvensi

mengenai Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya dan

pembuangannya yang dikenal sebagai Basel Convention on the Control of

Transboundary Movement of Hazardous Wastes and Their Disposal

(selanjutnya disingkat konvensi Basel 1989).2 Merupakan hasil dari sebuah

konvensi khusus tentang konvensi menyeluruh mengenai pengawasan dari

pergerakkan lintas batas limbah B3 yang diselenggarakan oleh UNEP (The

United Nations Environment Programme), yaitu merupakan badan khusus PBB

yang bergerak dibidang permasalahan lingkungan hidup. Konvensi ini dibuat

untuk mengatur tentang pelarangan perdagangan dan perpindahan limbah B3

dari suatu negara anggota ke negara anggota lainnya. Konvensi hanya

membolehkan perdagangan dan perpindahan limbah B3 hanya untuk keperluan

daur ulang atau keperluan bahan baku industri tertentu dengan suatu syarat

bahwa negara asal bersedia menerima kembali sisa limbah B3 tersebut kalau

dari pemakaiannya masih meninggalkan limbah B3.3

2
Rahayu Repindowaty Harahap,”Impor New Process Scrapsand Wastes Of Natural Latex
Condoms Ditinjau Dari Perspektif Basel Convenion On The Control Of Transboundary Movements
Of Hazardous Wastes And Their Disposal”, Fakultas Hukum Universitas Jambi, Volume14, Nomor
2, Hlm. 36.
3
Sukanda husin, Hukum Lingkungan Internasional, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2016, hlm.
27.

3
Konvensi Basel 1989 yang lahir di Basel pada tanggal 22 Maret 1989 dan

diratifikasi oleh indonesia dengan keputusan presiden republik indonesia

Nomor 61 tahun 1993 tentang pengesahan Basel Convention on the Control of

Transboundary Movement of Hazardous Wastes and Their Disposal. Salah satu

poin penting alam konvensi tersebut adalah mengawasi perpindahan seperti

limbah B3 dari negara ke negara lain. Hal ini ditegaskan dalam pasal 6 ayat (1)

konvensi basel 1989 bahwa : “Negara pengekspor harus memberitahukan, atau

harus memastikan generator atau eksportir untuk memberitahukan secara

tertulis melalui saluran pejabat yang berwenang dari negara-negara terkait

tentang perpindahan lintas batas limbah berbahaya dan limbah lain yang

diusulkan”.

Larangan memasukkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) juga

telah tertuang dalam UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada Pasal 69 ayat (1), diantaranya disebutkan

bahwa setiap orang dilarang untuk melakukan hal-hal berikut: Memasukkan B3

yang dilarang menurut peraturan perundangundangan ke dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia Memasukkan limbah yang berasal dari luar

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup

Negara Kesatuan Republik Indonesia Memasukkan limbah B3 ke dalam

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Membuang B3 dan limbah B3 ke

media lingkungan hidup; Kemudian peraturan tentang limbah ini juga diatur

dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pasal 29 Ayat

(1) UU Pengelolaan Sampah diantarnya menyebutkan bahwa setiap orang

4
dilarang untuk melakukan hal-hal berikut: Memasukkan sampah ke dalam

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Mengimpor sampah Mencampur

sampah dengan limbah berbahaya dan beracun

Di indonesia, kegiatan impor limbah sebenarnya legal kegiatan impor

limbah, asalkan yang diimpor adalah limbah non-B3. Ketentuan tentang impor

limbah telah diatur dalam beberapa peraturan, baik Undang-Undang maupun

Peraturan Menteri. Aturan-aturan yang ada pada dasarnya terdiri atas dua jenis,

yaitu yang mengizinkan dengan batasan atau prasyarat tertentu dan yang

melarang tanpa memberikan batasan. Peraturan Menteri Perdagangan Republik

Indonesia (Permendagri) Nomor 84 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor

Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri.

Peraturan ini menggantikan Permendagri Nomor 31/M DAG/PER/5/2016

tentang Ketentuan Impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan

Beracun.Permendagri Nomor 84 Tahun 2019 Pasal 2 Ayat (1) menyebutkan

bahwa: “Dengan peraturan menteri ini, Limbah Non B3 dapat diimpor.

Sementara, untuk jenis-jenis limbah non B3 yang dapat dapat diimpor pun telah

diatur dalam lampiran peraturan tersebut. Limbah tersebut hanya dapat

digunakan untuk bahan baku industri.4

Alasan impor sampah ini tak terlepas pada kebutuhan bahan baku

industri. Salah satu yang membutuhkannya adalah industri kertas. Industri ini

memakai sampah kertas (waste paper) untuk kemudian diolah menjadi kertas

4
https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/21/083400265/jadi-keresahan-bagaimana-
sebenarnya-aturan-impor-sampah-di-indonesia-?page=all

5
baru. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan kebutuhan bahan baku bagi

industri plastik nasional mencapai 5,6 juta ton per tahun. Sebanyak 2,3 juta ton

dipenuhi dari virgin plastic (bijih plastik murni), impor bijih plastik 1,67 juta

ton, dan pemenuhan material plastik daur ulang dalam negeri 1,1 juta ton.

Artinya, industri plastik masih kekurangan material sebanyak 600.000 ton yang

selama beberapa waktu dipenuhi dari impor "sampah plastik" berupa scrap

sebanyak 110.000 ton. Dalam aturan itu disebutkan bahwa limbah non-B3 yang

dapat diimpor hanya berupa sisa, reja (sisa buangan) dan scrap. Lebih lanjut,

limbah non-B3 yang dimaksud juga tidak terkontaminasi limbah B3 atau limbah

lainnya.

Namun, yang terjadi pada saat pemeriksaan ditemukan adanya limbah B3

padahal dokumen persetujuan impor adalah non-B3. Terjadi penyelundupan

limbah B3 melalui impor limbah non-B3 oleh negara-negara yang melakukan

ekspor limbah non-B3, Impor sampah di Indonesia di akhir tahun 2017 sebesar

10 ribu ton per bulan. Jumlahnya meningkat di tahun 2018 sebesar 35 ribu ton

per bulan. Ada tiga negara pengekspor sampah terbesar ke Indonesia, dalam

kurun Januari hingga November 2018, yakni Inggris sebanyak 67,8 ribu 7 ton,

Jerman terbanyak kedua sebesar 59, 6 ribu 68 ton, dan Australia sebanyak 42,1

ribu ton sampah. Amerika Serikat, Belanda, Jepang, Belgia, Perancis, Spanyol
5
dan Hong Kong juga turut menjadi penyumbang sampah. Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI mencatat 882 kontainer berisi

5
https://www.liputan6.com/news/read/4013804/bea-cukai-tahan-65-kontainer-sampah-impor-
dari-amerika-dan-eropa, di akses pada 28 November 2019

6
skrap plastik dan skrap kertas diimpor masuk ke Indonesia dalam kurun lima

bulan selama periode April hingga Agustus 2019. Sebanyak 318 kontainer di

antaranya berisi sisa material plastik tercampur limbah Bahan Beracun dan

Berbahaya (B3).6 Didapati bahan plastik, botol, hingga popok bayi bekas

pakai dalam kontainer pengangkut limbah non-B3. Hingga 17 September 2019,

bea cukai mencatat telah menindak lebih dari 2.041 kontainer di Pelabuhan

Tanjung Perak, Batam, Pelabuhan Tanjung Priok, dan Tangerang.7

Berdasarkan uraian di atas, maka dari itu penulis tertarik untuk

melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “Pengaruh Konvensi Basel

Dalam Mencegah dan Mengurangi Impor Sampah B3 di Indonesia”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Pengaruh Konvensi Basel pada tahun 1993 dalam mencegah

dan mengurangi impor sampah B3 di indonesia?

2. Bagaimanakah pengaturan lalu lintas limbah non-B3 menurut Permendagri

Nomor 84 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan

Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri dikaitkan dengan

permasalahan lalu lintas limbah B3 dari negara maju ke negara

berkembang?

6
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190918201548-20-431725/882-kontainer-
sampah-plastik-diimpor-ke-indonesia-sejak-april, di akses pada 28 november 2019.
7
https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/21/083400265/jadi-keresahan-bagaimana-
sebenarnya-aturan-impor-sampah-di-indonesia-?page=all. Di akses pada 28 November 2019.

7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a) Agar diketahui Pengaruh Konvensi Basel dalam mencegah dan

mengurangi impor sampah B3 di Indonesia.

b) Agar diketahui permendagri Nomor 84 Tahun 2019 dikaitkan dengan

permasalahan lalu lintas limbah B3 dari negara maju ke negara

berkembang?

2. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini akan dapat memberikan

kegunaan serta manfaat sebagai berikut:

a. Penelitian ini tidak hanya sebagai syarat kelulusan untuk mendapatkan

gelar sarjana tapi juga berguna untuk menambah pemahaman bagi

penulis terhadap suatu penulisan karya ilmiah yang baik dan benar.

b. Dari hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan

sumbangsih ilmu terhadap pengembangan ilmu pengetahuan yang

bermanfaat kepada dunia akademik baik ilmu pengetahuan pada

umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

c. Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dan sebagai

bahan pertimbangan bagi pemerintah dan organ-organ yang terdapat di

dalamnya atas pertimbangan untuk mencegah dan mengurangi impor

sampah B3 dari negara maju ke negara berkembang terkhusus

Indonesia.

8
D. Kerangka Teori

Menurut Kaelan M.S landasan teori suatu penelitian adalah merupakan

dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian

adalah bersifat strategis artinya realisasi pelaksanaan penelitian.8

1. Teori Kedaulatan (Sovereignity)

Teori ini berkembang di Eropa antara abad XV-XIX. Asal kata

kedaulatan yang dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah souvereignity

berasal dari kata latin superanus berarti yang teratas. Negara dikatakan

berdaulat atau souvereign karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri

hakiki Negara. Bila dikatakan bahwa Negara itu berdaulat, dimaksudkan

bahwa Negara itu mempunyai kekuasaan tertinggi. Kedaulatan berarti

kekuasaan tertinggi. Negara berdaulat memang berarti bahwa Negara itu

tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari pada kekuasaannya

sendiri.9 Menurut D.P Connell berpendapat, karena pelaksanaan kedaulatan

didasarkan pada wilayah, maka wilayah adalah konsep fundamental hukum

internasional. Pada prinsipnya suatu negara hanya dapat melaksanakan

jurisdiksi secsra eksklusif dan penuh di dalam wilayahnya saja. Karena itu

pula suatu negara yang tidak memiliki wilayah tidaklah mungkin menjadi

suatu negara.10 Dalam teori kedaulatan juga harus memperhatikan Teori Sic

8
Fadhlan Dini Hanif, “ Tanggung jawab negara (state responsibility) terhadap pecemaran
udara lintas batas negara berdasarkan Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution”,
Skripsi, Program Studi Ilmu Hukum Universitas Riau, Pekanbaru, 2013, hlm. 9.
9
http://www.landasanteori.com diakses, tanggal 24 Desember 2019.
10
Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional: Edisi Revisi, Raja Grafindo
Perkasa, Jakarta, 2002, hlm. 3

9
Utere Tuo Ut Alienum Non Laedas (segala aktivitas yang terjadi dalam suatu

negara, tidak boleh menimbulkan kerugian pada negara lain).

Prinsip ini juga tersirat dalam Deklarasi Stockholm 1972 yang

menyatakan kalau setiap negara memiliki kedaulatan untuk mengeksploitasi

sumber daya alamnya tanpa merugikan negara lain. Oleh karena itu, semua

negara yang menjadi bagian dari masyarakat internasional harus mengakui

dan menghormati hal tersebut, karena kedaulatan yang dimiliki oleh negara

itu bukan tak terbatas. Intinya, berdasarkan ketentuan hukum internasional

pertanggungjawaban negara timbul apabila negara yang bersangkutan

merugikan negara lain, dan dibatasi hanya terhadap perbuatan yang

melanggar hukum internasional. Apabila kemudian terbukti adanya

pelanggaran tersebut, maka diperlukan adanya upaya pemulihan yang dapat

berupa satisfaction, misalnya permohonan ma'af secara resmi, ataupun

berwujud pecuniary reparation, misalnya dengan pemberian ganti rugi

material.11

2. Teori Pertanggungjawaban Negara (State Responsibility)

Dalam interaksinya satu sama lain amat besar kemungkinanya negara

membuat kesalahan ataupun pelanggaran yang merugikan

negara lain, disinilah muncul pertanggungjawaban negara tersebut.

Pertanggungjawaban negara dalam hukum internasional pada dasarnya

11
Novia kusma Ningsih, “Pertanggungjawaban Negara Terhadap Pencemaran Laut Timor Oleh
Tumpahan Minyak Australia Berdasarkan UNCLOS III 1982 dan Hukum Lingkungan
Internasional”, Jom Fakultas Hukum Volume III No 1 Februari 2016, hlm 4.

10
dilatarbelakangi pemikiran bahwa tidak ada satupun negara yang dapat

menikmati hak- haknya tanpa menghormati negara lain.

Setiap pelanggaran terhadap hak negara lain menyebabkan Negara

tersebut wajib untuk memperbaikinya atau dengan kata lain

mempertanggungjawabkanya. Hal ini sebenarnya merupakan hal yang biasa

dalam sistem hukum dimana pelanggaran terhadap kewajiban yang

mengikat secara hukum akan menimbulkan tanggungjawab bagi

pelanggarnya.12

E. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan

hubungan antara konsep-konsep yang ingin atau akan diteliti. Selain itu,

kerangka konseptual pada hakekatnya merupakan suatu pengarahan atau

pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang seringkali masih

bersifat abstrak.13 Kerangka konseptual dalam penilitian ini memuat definisi-

definisi operasional yang menguraikan pengertian-pengertian dari berbagai

macam istilah sebagai berikut.

1. Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang

ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.14

2. Basel Convention on the Control of Transboundary Movement of

Hazardous Wastes and Their Disposal (selanjutnya disingkat konvensi

12
Sefriani, Hukum Internasional, Raja Grafindo Persada,Jakarta, hlm. 266.
13
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, hlm. 133.
14
Erina Bibina Br Ginting, ” Pengaruh Pemberantasan Illegal Fishing Di Perairan Indonesia
Terhadap Hubungan Bilateral Indonesia Dengan Negara Lain”, Jom Fakultas Hukum Volume II
Nomor II 2015, hlm. 6.

11
Basel 1989) merupakan hasil dari sebuah konvensi khusus tentang konvensi

menyeluruh mengenai pengawasan dari pergerakkan lintas batas limbah B3

yang diselenggarakan oleh UNEP (The United Nations Environment

Programme), yaitu merupakan badan khusus PBB yang bergerak dibidang

permasalahan lingkungan hidup.

3. Impor adalah jasa ke dalam pasar sebuah negara baik untuk keperluan

konsumsi ataupun sebagai barang modal atau bahan baku produksi dalam

negeri.15

4. Ratifikasi adalah pengesahan dan penandatanganan dokumen negara oleh

lembaga legislatif khususnya pengesahan undang-undang, perjanjian antar

negara dan persetujuan hukum internasional.16

5. UNEP (The United Nations Environment Programme), yaitu merupakan

badan khusus PBB yang bergerak dibidang permasalahan lingkungan

hidup

6. Indonesia merupakan wilayah yang memiliki tidak kurang dari 17.504

pulau yang terbentang disekitar seperdelapan keliling bumi. Pulau

Sumatera di bagian barat dan Papua di bagian timur.17

15
Edward Christianto,”Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Beras di Indonesia”, Jurnal
JIBEKA Volume 7 No 2 Agustus 2013: 38 – 43, hlm.
16
http://kbbi.web.id
17
Clive Gifford, Paula Borton, Mike Davis, Deborah Otter, The Kingfisher Geography
Encyclopedia, Lentera Abadi, Jakarta, 2007, hlm. 328.

12
F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Dalam penelitian ini akan digunakan jenis penelitian hukum

normatif. Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum

normatif atau penelitian hukum kepustakaan (di samping adanya penelitian

hukum sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer).18

Penelitian ini bertitik tolak dari bidang-bidang tata hukum (tertulis) tertentu,

dengan cara mengadakan identifikasi terlebih dahulu terhadap kaidah-

kaidah hukum yang telah dirumuskan (umpamanya) di dalam perundangan-

undangan tertentu.19

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian

yang bersifat deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang

menggambarkan keadaan yang sebenarnya pada saat berlangsungnya

penelitian melalui pengumpulan data yang kemudian diinterprestasikan satu

sama lain sehingga diperoleh perumusan dan analisa terhadap masalah yang

ada. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa metode

penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penuangan pikiran yang

memaparkan, menggambarkan dan melaporkan suatu keadaan atau objek

dari apa yang diteliti berdasarkan fakta-fakta dan keterangan yang

diperoleh.

18
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm. 14.
19
Ibid.,hlm. 15.

13
2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan

data sekunder yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yag mempunyai otoritas

(authoritatif).20 Bahan hukum tersebut terdiri atas peraturan Perundang-

undangan antara lain:

1) Konvensi yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia, yaitu Basel

Convention on the Control of Transboundary Movements of Hazardous

Wastes And Their Disposal 1989 yang telah diratifikasi oleh Pemerintah

Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993 Tentang

Pengesahan Basel Convention on the Control of Transboundary

Movements of Hazardous Wastes And Their Disposal.

2) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang- Undang Negara

Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Negara Republik

Indonesia Nomor 10 Tahun 1995 jo Undang-Undang Negara Republik

Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 jo Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999 tentang

20
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2017, hlm. 47.

14
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

3) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Permendagri)

Nomor 84 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan

Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder adalah semua publikasi tentang hukum yang

merupakan dokumen yang tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri atas: (a)

buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberpa permasalahan

hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum, (b) kamus-kamus

hukum, (c) jurnal-jurnal hukum, dan (d) komentar-komentar atas putusan

hakim.21 Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian

ini antara lain:

1) Dr. Sukanda Husin, “Hukum Lingkungan Internasional”, Rajawali

Pers, Jakarta, 2016.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus,

dan sebagainya.

21
Ibid, hlm. 54.

15
3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam Penelitian Hukum

Normatif adalah metode penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan

(library research) yaitu memanfaatkan perpustakaan sebagai sarana dalam

mengumpulkan data, dengan mempelajari buku-buku sebagai bahan

referensi yang berhubungan dengan penelitian.

4. Analisis Data

Pengolahan data berupa analisis data secara yuridis kualitatif yang

mana merupakan uraian-uraian yang dilakukan terhadap bahan-bahan

hukum yang terkumpul dan dikarenakan data tersebut tidak berbentuk

angka-angka yang akan disusun secara logis dan sistematis serta tanpa

menggunakan rumus statistik. Dalam menarik kesimpulan, penulis

menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berfikir yang menarik

kesimpulan dari satu pernyataan yang bersifat umum menjadi suatu

pernyataan atau dalil serta kasus yang bersifat khusus.

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

D. Kerangka Teori

E. Kerangka Konseptual

F. Metode Penelitian

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Konvensi Basel

B. Tinjauan Umum Tentang Impor Sampah B3

C. Tinjauan Umum Tentang UNEP (The United Nations Environment

Programme)

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Konvensi Basel pada tahun 1993 dalam mencegah dan

mengurangi impor sampah B3 di indonesia

B. pengaturan lalu lintas limbah non-B3 menurut Permendagri Nomor 84

Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya

dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri dikaitkan dengan

permasalahan lalu lintas limbah B3 dari negara maju ke negara

berkembang.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

17
H. Jadwal Penelitian

Tabel I.1
Jadwal Penelitian

Uraian Januari Februari Maret April Mei Juni Juli


kegiatan 2020 2020 2020 2020 2020 2020 2020
Penulisan
Proposal
Seminar
Proposal
Perbaikan
Proposal
Pengumpulan
Data
Pengolahan
Data
Seminar
Skripsi
Perbaikan
Skripsi
Penyerahan
Skripsi Ke
Fakultas

18
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adolf, Huala. 2002. Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional: Edisi Revis.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Deliana, Evi. 2011, Hukum Perjanjian Internasional. Pekanbaru: Pusat


Pengembangan Pendidikan Universitas Riau.

Fuady, Munir. 2013, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum. Jakarta:
Kencana

Hadiwijoyo, Suryono Sakti. 2011, Perbatasan Neraga Dalam Dimensi Hukum


Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kusumaatmadja, Mochtar danEtty RAgoes. 2003, Pengantar Hukum


International. Bandung: Alumni.

Lestari, Maria Maya. 2009, Hukum Laut Internasional. Pekanbaru: Pusat


Pengembangan Pendidikan Universitas Riau

Mauna, Boer. 2005, Hukum Internasional. Bandung: PT. Alumni

Mardalis. 2012, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, dalam Nico


Ngani, Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum, Yogyakarta: Tim
Pustaka Yustisia.

Malanczuk, Peter. 1997, Akehurst”s Introduction to International Law: 7th revised


adition, London & New York: Routledge,

Pratomo, Eddy. 2011, Hukum Perjanjian Internasional. Bandung: PT. Alumni.

Sefriani. 2014, Hukum Internasional Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Sodik, Didik M. 2011, Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia.


Bandung: PT Refika Aditama.

Soekanto, Soerjono. 1986, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press.

Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji. 2014, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers.

19
Starke, J.G.. 2010, Pengantar Hukum Internasional 1. Jakarta: Sinar Grafika

B. Jurnal/Kamus/Makalah/Skripsi

Fadhlan Dini Hanif, 2013, “ Tanggung jawab negara (state responsibility) terhadap
pecemaran udara lintas batas negara berdasarkan asean agreement on
transboundary haze pollution”, Skripsi, Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Riau, Pekanbaru.

Harry Purwanto, “Keberadaan Asas Pacta Sunt Servanda Dalam Perjanjian


Internasional”, Mimbar Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,
Volume 21, Nomor 1, Februari 2009.

National Interest Analysis, Treaty between Australia and the Democratic Republic
of Timor-Leste Establishing their Maritime Boundaries in the Timor Sea, new
york, 2018, hlm, 4, diunduh dari https://1.next.weslaw.com/ , tanggal 6 maret
2018.

C. Peraturan Perundang-Undangan/Konvensi/Protokol

The United Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS) 1982

Konvensi Wina 1969

D. Website

http://m.detik.com/news/abc-Australia/d-3900651/perjanjian-batas-laut-
Australia-timor-leste-bisa-pengaruhi-Indonesia, diakses pada tanggal 13 Februari
2019

https://id.scribd.com/doc/114966544/UNCLOS-1982, diakses pada tanggal 18


Februari 2019.

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://repository.wi
dyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/3710/Bab%25202.pdf%3fseque
nce%3D4&ved+2ahUKEwj83_GKr8nhAhWMQo8KHVBSDoIQFjATegQIBBAG
&usg=AOvVaw2dQf30Vd7gmZp3AmoIJshH, diakses pada tanggal 12 April 2019.

http://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.uks
w.edu/bitstream/123456789/14834/2/T1_372013014_BAB%250II.pdf&ved=2ahU
KEwigptno48TgAhUCeisKHXevCHAQFjAFegQIBRAB&usg=AOvVaw0G33N0o
dFDjnPboSDepqeb&cshid=1550475636751, diakses pada tanggal 18 Februari
2019.

20
http://scdc.binus.ac.id/himpgsd/2017/09negara-maritim/, diakses pada tanggal 18
Februari 2019.

21
22
23

Anda mungkin juga menyukai