Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

K DENGAN POST TURP BPH


YANG MENGALAMI MASALAH NYERI DI BANGSAL NUSA INDAH I
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Disusun sebagai pengantar Seminar Kasus Asuhan Keperawatan


Stase Keterampilan Dasar Profesi Keperawatan

Disusun oleh:
Ester Rante Panggelo, S.Kep. 19150033
Nurjani Taufik, S.Kep. 19150048
Khairil Anwar, S.Kep. 19150104

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. K DENGAN POST TURP BPH YANG
MENGALAMI MASALAH NYERI DI BANGSAL NUSA INDAH I
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Bantul, 12 September 2019

Mengetahui,
Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik
RSUD Panembahan Senopati Bantul Universitas Respati Yogyakarta

(Neni Mulyani, S.Kep., Ns.) (.......................................................)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan suatu penyakit dimana terjadi
pembesaran dari kelenjar prostat akibat hiperplasia jinak dari sel-sel yang biasa terjadi pada
laki-laki berusia lanjut (Bufa, 2006 dalam Arifianto, Aini, & Sari, 2019). Kondisi patologis ini
paling sering terjadi pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering ditemukan untuk
intervensi medis pada pria di atas usia 50 tahun (Wijaya & Putra, 2013). Perjalanan penyakit
pada BPH sangat kompleks, sekitar 50% kasus BPH berkembang menjadi benign prostatic
enlargement (BPE) yang menggambarkan bertambahnya volume prostat sebagai akibat adanya
perubahan histopatologis jinak pada prostat. Pada keadaan yang lebih lanjut, BPE akan
menimbulkan obstruksi pada saluran kemih yang dikenal sebagai benign prostatic obstruction
(BPO), apabila obstruksi terjadi pada leher uretra disebut bladder outlet obstruction (BOO).
Adanya obstruksi, akan menimbulkan keluhan pada saluran kemih bawah atau lower urinary
tract symptoms (LUTS) (IAUI, 2015).
Di dunia, hampir 30 juta pria menderita BPH pada usia 40 tahun sekitar 40%, usia 60-
70 tahun meningkat menjadi 50% dan usia lebih dari 70 tahun mencapai 90%. Diperkirakan
sebanyak 60% pria usia lebih dari 80 tahun memberikan gejala Lower Urinary Tract sympstons
(LUTS). Di Amerika Serikat, hampir 14 juta pria menderita BPH. Prevalensi dan kejadian
BPH di Amerika Serikat terus meningkat pada tahun 1994-2000 dan tahun 1998-2007.
Peningkatan jumlah insiden ini akan terus berlangsung sampai beberapa dekade mendatang
(Sampekalo, Manoarfa, & Salem, 2015). Menurut data WHO (2013), diperkirakan terdapat
sekitar 70 juta kasus degeneratif, salah satunya ialah BPH, dengan insidensi di negara maju
sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5.35% kasus. Angka kejadian BPH
di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran hospital prevalence di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sejak tahun 1994-2013 ditemukan 3.804 kasus
dengan rata-rata umur penderita berusia 66,61 tahun (IAUI, 2015). Angka kejadian BPH di
Jawa Tengah secara mikroskopi dan anatomi sebesar 40% dan 90% terjadi pada rentang usia
50-60 tahun dan 80-90 tahun (Amalia, 2010).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apa itu penyakit Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) dan asuhan
keperawatannya.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui definisi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
b. Diketahui etiologi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
c. Diketahui manifestasi klinis Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
d. Diketahui patofisiologi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
e. Diketahui pathway Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
f. Diketahui pemeriksaan penunjang Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
g. Diketahui komplikasi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
h. Diketahui penatalaksanaan medis dan keperawatan pada pasien Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH)
i. Diketahui salah satu masalah Basic of Health pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia
(BPH)
j. Diketahui pengkajian keperawatan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
k. Diketahui diagnosa keperawatan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
l. Diketahui rencana keperawatan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


Benign prostate hyperplasia atau sering disebut pembesaran prostat jinak adalah sebuah
penyakit yang sering terjadi pada pria dewasa di Amerika dimana terjadi pembesaran prostat
(Dipiro et al, 2015 dalam Arifianto, Aini, & Sari, 2019). BPH terjadi pada zona transisi prostat,
dimana sel stroma dan sel epitel berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon
seks dan respon sitokin. Pada penderita BPH hormon dihidrotestosteron (DHT) sangat tinggi
dalam jaringan prostat. Sitokin dapat memicu respon inflamasi dengan menginduksi epitel. Prostat
membesar mengakibatkan penyempitan uretra sehingga terjadi gejala obstruktif yaitu : hiperaktif
kandung kemih, inflamasi, pancaran miksi lemah (Skinder et al, 2016 dalam Arifianto, Aini, &
Sari, 2019).
Benign prostate hyperplasia (BPH) dikaitkan dengan gejala saluran kemih bawah, Gejala-
gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita pembesaran prostat jinak yaitu nookturia,
inkontinensia urin, aliran urin tersendat-sendat, mengeluarkan urin disertai darah, dan merasa
tidak tuntas setelah berkemih (Dipiro et al, 2015 dalam Arifianto, Aini, & Sari, 2019).

B. Etiologi
Menurut Nursalam (2008), penyebab khusus hiperplasia prostat belum diketahui secara
pasti, beberapa hipotesis menyatakan bahwa gangguan ini ada kaitannya dengan peningkatan
kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat adalah adanya perubahan keseimbangan antara hormone testosteron
dan estrogen pada lanjut usia. Apabila peran faktor pertumbuhan sebagai pemicu pertumbuhan
stroma kelenjar prostat akan meningkatkan lama hidup sel-sel prostat karena kekurangan sel yang
mati. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem menyebabkan
produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat. Akibatnya uretra prostatic menjadi tertekan dan
sempit yang menyebabkan kandung kemih menjadi kencang untuk bekerja lebih keras
mengeluarkan urine. Normalnya jaringan yang tipis dan fibrous pada permukaan kapsul prostat
menjadi spons menebal dan membesar menimbulkan efek obstruksi yang lama dapat
menyebabkan tegangan dinding kandung kemih dan menurun elastisitasnya.
Menurut (Purnomo., 2003) dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Urologi
menyebutkan bahwa etiologi BPH terjadi karena beberapa faktor, antara lain :
1. Teori dihidrotestosteron (DHT)
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim
5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan
reseptor androgen membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis
protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

Gambar 2.1 Perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron oleh enzim 5α-reduktase


Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH aktivitas enzim 5α-reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada
BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan
dengan prostat normal.
2. Adanya ketidak seimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron tidak seimbang. Telah
diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan
hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian
sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang
sehingga massa prostat jadi lebih besar.
3. Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh
sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma
mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor
yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
4. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologi untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh
sel-sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat
keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan
prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati
dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga
menyebabkan pertambahan massa prostat. Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara
pasti faktor-faktor yang menghambat proses apoptosis.
5. Teori stem sel
Untuk menganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk selsel baru.
Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon
androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun maka akan menyebabkan terjadinya
apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH diperumpamakan sebagai ketidak tepatan
dari aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

C. Manifestasi Klinis
Gejala yang terjadi berupa harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy), pancaran
miksi yang lemah (weak stream), miksi terputus (Intermittency), harus mengejan (straining).
Gejala Iritatif disebabkan oleh pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna pada saat miksi
atau berkemih, sehingga kandung kemih sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala yang
terjadi adalah frekuensi miksi meningkat (Frequency), nookturia, dan miksi sulit ditahan
(Urgency) (Kapoor, 2012 dalam Kobarubun, 2017). Gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh
penderita pembesaran prostat jinak yaitu nookturia, inkontinensia urin, aliran urin tersendat-
sendat, mengeluarkan urin disertai darah, dan merasa tidak tuntas setelah berkemih (Dipiro et al,
2015 dalam Kobarubun, 2017).
Pola keluhan penderita hiperplasia prostat sangat berbeda-beda. Alasannya belum
diketahui, tetapi mungkin berdasarkan atas peningkatan atau penyusustan ringan dalam volume
prostat. Keluhan lain yang berkaitan akibat hiperplasia prostat jika ada infeksi saluran kemih,
maka urin menjadi keruh dan berbau busuk. Hiperplasia prostat bisa mengakibatkan pembentukan
batu dalam kandung kemih. Bila terjadi gangguan faal ginjal, bisa timbul poliuria yang kadang-
kadang mirip dengan diabetes insipidus, mual, rasa tak enak di lidah, lesu, haus dan anoreksia
(Scholtmeijer & schroder, 1987 dalam Kobarubun, 2017).

D. Patofisiologi
BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel epitel berinteraksi. Sel-
sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon seks dan respon sitokin. Di dalam prostat,
testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT), DHT merupakan androgen dianggap
sebagai mediator utama munculnya BPH ini. Pada penderita ini hormon DHT sangat tinggi dalam
jaringan prostat. Sitokin berpengaruh pada pembesaran prostat dengan memicu respon inflamasi
dengan menginduksi epitel. Prostat membesar karena hyperplasia sehingga terjadi penyempitan
uretra yang mengakibatkan aliran urin melemah dan gejala obstruktif yaitu : hiperaktif kandung
kemih, inflamasi, pancaran miksi lemah (Skinder et al, 2016). Penyebab BPH masih belum jelas,
namun mekanisme patofisiologinya diduga kuat terkait aktivitas hormon Dihidrotestosteron
(DHT).

Gambar 2.2 Perubahan Testosteron Menjadi Dihidrotestosteron Oleh Enzim 5α-reductase


(Roehrborn C et al, 2002 dalam Kobarubun, 2017).
DHT merupakan suatu androgen yang berasal dari testosteron melaui kerja enzim 5α-
reductase dan metabolitnya, 5α- androstanediol merupakan pemicu utama terjadinyaa poliferase
kelenjar pada pasien BPH. Pengubahan testosteron menjadi DHT diperantai oleh enzim
5αreductase. Ada dua tipe enzim 5α-reductase, tipe pertama terdapat pada folikel rambut, kulit
kepala bagian depan, liver dan kulit. Tipe kedua terdapat pada prostat, jaringan genital, dan kulit
kepala. Pada jaringanjaringan target DHT menyebaabkan pertumbuhan dan pembesaran kelenjar
prostat (Mc Vary et al, 2010 dalam Kobarubun, 2017).
E. Phatway

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ikatan Ahli Urologi Indonesia (2015), berikut pemeriksaan penunjang pada
pasien dengan beningna prostat hiperplasia :
1. Urinalisi
Pemeriksaan urinalisi dapat menentukan adanya leukosituriaa dan hematuria. Apabila
ditemukan hematuria, maka perlu dicari penyebabnya. Bla dicurigai adannya infeksi saluran
kemih perlu dilakukan pemeriksaan kulltur urine.
2. Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen)
PSA disintesis oleh el epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan cancer specific.
Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan, setelah
manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi,
keganasan prostat, dan usia yang makin tua.
Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika
kadar PSA tinggi berarti:
a. Pertumbuhan volume prostat lebih cepat,
b. Keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan
c. Lebih mudah terjadi retensi urine akut
Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA. Semakin
tinggi kadar PSA, maka semakin cepat laju pertumbuhan prostat.
3. Uroflowmetry (Pancaran Urine)
Uroflowmetry adalah pemeriksaan pancaran urine selama proses berkemih. Pemeriksaan non
invasif ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi salura kemih bagian bawah. Dari
uroflowmetry dapat diperoleh informasi mengenai volume berkemih, laju pancaran
maksimum (Qmax), laju pancaran rata-rata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
laju pancaran maksimum, dan lama pancaran. Pemeriksaan ini dipakai untuk mengevaluasi
gejala obstruksi infravesika, baik sebelum maupunsetelah terapi.
4. Residu Urine
Residu urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine dikandung kemih
setelah berkemih. Jumlah residu urine pada pria normal rata-rata 12 mL. Pemeriksaan residu
urine dapat dilakukan dengan cara USG, bladder scan atau dengan kateter uretra. Pengukuran
dengan kateter ini lebih akurat dibandingkan USG, tetapi tidak nyaman bagi pasien, dapat
menimbulkan cedera uretra, infeksi saluran kemih, hingga bakteremia. Peningkatan volume
residu urine dapat disebabkan oleh obstruksi saluran kemih bagian bawah atau kelemahan
kontraksi otot detrusor. Volume residu urine yang banyak pada pemeriksaan awal
berkaitan dengan peningkatan risiko perburukan gejala. Peningkatan volume residu urine pada
pemantauan berkala berkaitan dengan risiko terjadinya retensi urine.

G. Komplikasi
Pembesaran prostat jinak yang tidak ditangani dapat menyebabkan sejumlah komplikasi
serius, yaitu:
1. Infeksi saluran kemih
2. Penyakit batu kandung kemih
3. Tidak bisa buang air kecil
4. Kerusakan kandung kemih dan ginjal
(Kobarubun, 2017)
H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Transurethral resection of the prostate (TURP)
TURP merupakan metode operasi yang paling sering dilakukan untuk mengangkat kelebihan
jaringan prostat. Dalam prosedur ini, jaringan prostat yang menyumbat diangkat sedikit demi
sedikit, menggunakan alat khusus yang dimasukkan melalui lubang kencing.
2. Transurethral incision of the prostate (TUIP)
TUIP tidak mengangkat jaringan prostat, namun membuat irisan kecil pada prostat agar aliran
urine menjadi lancar. Prosedur ini dilakukan pada pembesaran prostat yang ukurannya kecil
hingga sedang.
3. Metode pengobatan lainnya
Selain kedua prosedur di atas, jaringan prostat yang menyumbat bisa dibakar dengan sinar
laser atau diangkat melalui operasi terbuka. Pengangkatan prostat melalui operasi terbuka
(prostatektomi) dilakukan apabila ukuran jaringan prostat sudah sangat besar atau sudah
terdapat kerusakan pada kandung kemih. Dalam prosedur ini, prostat diangkat melalui sayatan
yang dibuat di perut.
(IAUI, 2015).

4. Basic Promoting Physiology of Health (Nyeri)


1. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan mekanisme untuk menimbulkan kesadaran terhadap kenyataan bahwa
sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan (Sherwood, 2014). Dalam NANDA 2018-2020
dijelaskan bahwa nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai
kerusakan.
Nyeri merupakan sebuah pengalaman universal, nyeri sangat bersifat subyektif dan
individual dan bahwa nyeri adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh yang menandakan
adanya nyeri yang tidak dapat ditangani menyebabkan bahaya fisiologi dan psikologi bagi
kesehatan dan penyembuhan (Kozier, 2011).
2. Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku, dimulai dari stimulus
nyeri  mengirim impuls melalui serabut saraf perifer  serabut nyeri memasuki medulla
spinalis  pesan nyeri berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor  ditransmisikan tanpa
hambatan ke korteks serebral  saat stimulus nyeri mencapai korteks serebral  otak akan
mengintreprestasikan kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan
pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsi nyeri (McNair
1990 dalam Potter & Perry 2012).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Menurut Potter & Perry (2012) faktor yang mempengaruhi nyeri yaitu sebagai berikut:
a. Usia; merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak
dan lansia. Anak-anak masih kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan
perawat yang menyebabkan nyeri, sedangkan kemampuan lansia untuk mengidentifikasi,
nyeri dapat mengalami komplikasi.
b. Kebudayaan; keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri.
c. Makna nyeri; makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman
nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
d. Pengalaman sebelumnya; setiap individu bebas dari pengalaman nyeri.
e. Dukungan keluarga; faktor lain yang mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran orang-
orang yang dekat dengan klien.
f. Anxietas; hubungan antara nyeri dan anxietas bersifdat kompleks, anxietas seringkali
meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan anxietas.
4. Nilai-nilai Normal dan Cara Perhitungannya
a. Provokasi (pencetus); apa yang mencetus rasa nyeri atau yang memperburuk nyeri?
b. Paliatif (pereda); apa yang dilakukan dalam meredakan nyeri? apa obat nyeri yang
digunakan?
c. Quality; bagaimana nyeri yang dirasakan?
d. Region; dimana lokasi nyeri?
e. Severity (keparahan); dinilai menggunakan skala bersifat subyektif yaitu skala numerik
(angka 1-10) untuk klien dewasa dan skala wajah wong beker untuk anak-anak.
f. Timing (waktu); kapan nyeri dimulai? Berapa lama nyeri berlangsung?
5. Jenis Gangguan
a. Trauma pada bagian tubuh; misalnya karena akibat kerusakan jaringan.
b. Gangguan pada jaringan tubuh misalnya pada edema akibat terjadinya penekanan pada
reseptor nyeri.
c. Inflamasi (peradangan)
d. Menstruasi
e. Nyeri dada; nyeri dada atau rasa tertekan di dada bisa menjadi tanda serangan jantung
terutama bila rasa nyerinya lebih terasa saat beraktivitas
f. DPVT (Deep Vein Thrombosis) kondisi ini dipicu oleh duduk yang terlalu lama, misalnya
dalam penerbangan jarak jauh.
g. Ada darah dalam urine; biasanya juga mengalami nyeri di punggung atau pinggang,
mungkin ada batu ginjalm batu ginjal adalag kristal kecil yang terbentuk dari mineral dan
garam di ginjal dan bergerak ke saluran kandung kemih.
(Kozier, 2011).
5. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian nyeri menurut kozier, Erb, Berman, dan Snyder (2010) terdapat 2 komponen utama,
yaitu:
1. Riwayat nyeri untuk mendapatkan fakta klien
a. Mengkaji PQRST
1) P : Provokasi
2) Q : Quality
3) R : Region
4) S : Scale
5) T : Time
b. Gejala; misal mual, muntah, sakit kepala, dan diare
c. Efek pada aktivitas sehari-hari
Perawat meminta pasien untuk menggambarkan bagaimana nyeri mempengaruhi beberapa
aspek kehidupan berikutnya:
1) Tidur
2) Nafsu makan
3) Konsentrasi
4) Kerja/sekolah
5) Hubungan pernikahan/seks
6) Aktivitas
7) Hubungan interpersonal
8) Status emosional (alam perasaan, iritabilitas, depresi, ansietas)
d. Sumber koping
e. Respons afektif
2. Observasi respons perilaku dan fisiologi
a. Ekspresi wajah; mengatup gigi, menutup mulut dengan kuat, membuka mata curam,
menggigit bibir.
b. Vokalisasi; mengeluh dan merintih/menangis atau menjerit.
c. Imobilisasi tubuh/bagian tubuh mengidentifikasi nyeri
d. Pergerakan tubuh tanpa arah
e. Pergerakan tubuh berirama/menggosok-gosok
f. Respons psikologis; terjadi peningkatan TD, nadi, frekuensi RR, pucat, dilatasi pupil.
3. Verbal Rating Scale
Metode ini menggunakan suatu skala untuk mendeskripsikan nyeri yang dirasakan. Pasien
disuruh memilih kata-kata atau kalimat yang menggambarkan karakteristik nyeri yang
dirasakan dari pengukuran yang ada.
Tidak ada Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri paling Nyeri sangat
nyeri ringan Sedang Hebat hebat hebat

4. Numeric Rating Scale


NRS digunakan untuk menilai intensitas dan memberi kebebasan penuh klien untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(Tidak Ada Nyeri) (Nyeri ringan) (Nyeri Sedang) (Nyeri Berat)

5. Visual Analog Scale (VAS)


VAS berbentuk garis horizontal 10 cm dan ujungnya mengidentifikasi nyeri yang berat. Pasien
diminta untuk menunjukkan titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi di sepanjang
rentang tersebut. Ujung kiri menunjuukan tidak ada/tidak nyeri, ujung kanan berat/nyeri yang
paling buruk. Untuk menilai hasil, dengan meletakkan penggaris, diukur dan ditulis dalam
centimeter.

Tidak ada nyeri Nyeri sehebat yang terjadi

6. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul


1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik,biologis/fisik/kimia
2. Nyeri kronis b.d agen pencideraan
3. Ansietas b.d ancaman pada status terkini/stressor

C. Rencana Perawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No Intervensi Rasional
keperawatan Hasil
1 Nyeri akut NOC : Tingkat Nyeri NIC : Manajemen Nyeri 1. Nyeri adalah
b.d agen (2102) (1400) pengalaman subjektif
cidera Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian dan harus di
fisik,biologis/ tindakan keperawatan nyeri secara gambarkan oleh klien
fisik/kimia selaman 3x24 jam komprehensif yang ntuk merencanakan
(00132) diharapkan tingkat meliputi karakteristik, penangan yang efektif
nyeri pasien berkurang onset / durasi, 2. Setap orang
dari level 3 (sedang frekuensi intensitas / mengalami &
menjadi level 5 (tidak beratnya nyeri dan mengungkapkan
ada) dengan kriteria fraktur pencetus. nyeri dengan cara
hasil : 2. Pertimbangan masing-masing
1. Tidak ada nyeri pengaruh budaya menggunakan
2. Tidak ada ekspresi pada respon nyeri berbagai tekhnik
wajah nyeri 3. Kurangi atau adaptasi sosiobudaya
3. Tekanan darah eliminasi faktor- 3. Faktor yang dapat
normal ( systolic: faktor yang dapat mencetuskan/memper
100-140 mmHg, mencetuskan atau parah nyeri harus di
meningkatkan nyeri kurangi/ dihilangkan
diastolic: 60-90 (mis : ketakutan, guna meningkatkan
mmHg) kelelhan, keadaan keseluruhan program
4. RR normal (18-24 monoton & kurang penatalaksanaan nyeri
x/mnt) pengetahuan) 4. Penggunaan upaya
5. Nadi normal (60- 4. Ajarkan teknik pereda nyeridapat
100x/mnt) nonfarmako (mis : meningkatkan
relaksasi, terapi, pelepasan endorphin
musi, imajinasi, & meningkatkan efek
terbimbing, terapi terapi obat pereda
musik, distraksi & nyeri
pijat) 5. Pereda nyeri yang
5. Berikan individu optimal dengan
penurun nyeri yang menggunakan
ptimal dengan analgesic terdiri dari
peresepan analgesic menentukan rute yang
6. Evaluasi keefektifan dipilih, dosis, obat,
dari tindakan frekuensi untuk setiap
pengontrol nyeri individu
yang dipakai selama 6. Penelitian
pengkajian nyeri menunjukan bahwa
dilakukan sebagian besar alas an
umum mengapa nyeri
tidak reda adalah
kegagalan untuk
mengkaji nyeri &
pereda nyeri secara
rutin

1. Pastikan perawat
NIC : Pemberian memiliki obat yang
NOC : kontrol nyeri Analgesik (2210) benar, dosis, yang
(1605) 1. Cek perintah benar, dosis yang
Setelah dilakukan pengobatan meliputi benar, & frekuensi
tindakan keperawatan obat, dosis & yang benar
selama 3x24 jam frekuensi obat 2. Beberapa tipe nyeri
diharapkan nyeri analgesic yang berespon terhadap
pasien dapat direspkan obat-obatan
berkurang dari level 3 2. Tentukan pilihan nonopioid saja,
(kadang-kadang) analgesic (narkotik, sementara nyeri lain
menjadi level 1 (tidak nonnarkotik, dapat diredakan
pernah menunjukkan) NSAID, berdasarkan dengan kombinasi
dengan kriteria hasil: tipe dan keparahan anatar opiod dosis
1. Dapat mengenali nyeri rendah dengan
nyeri 3. Ajarkan tentang nonoiod
2. Menggambarkan penggunaan 3. Nyeri berat sulit di
faktor penyebab analgesik, strategi control dengan
nyeri untuk menurunkan meningkatkan
3. Dapat mencegah efek samping dan ansietas serta
nyeri harpan terkait keletihan pasien
dengan keterlibatan
dalam keputusan
pengurangan nyeri
2 Nyeri kronis NOC : NIC : Manajemen Nyeri
b.d agen 1. Kontrol Nyeri (1400) 1. Agar kebutuhan
pencideraan 2. Tingkat Nyeri 1. Tentukan akibat dari dasar pasien
pengalaman nyeri terpenuhi
3. Nyeri : efek yang terhadap kualitas 2. Meningkatan
menganggu hidup pasien (mis : pengeluaran hormon
4. Nyeri : respon tidur, nafsu makan, endorphin &
psikologis pengertian, perasaan meningkatkan efek
tambahan setelah dll) terapi obat analgesik
dilakukan tindakan 2. Ajarkan penggunaan 3. Nyeri berat sulit &
keperawatan teknik non kontrol dan
selama 3x 24 jam, farmakologi meningkatkan
nyeri : efek yang 3. Ajarkan metode ansietas serta
menggangu farmakologi untuk keletihan pasien
berkurang dari menurunkan nyeri
level…ke level…
dengan kriteria
hasil :
5. Tidak ada
gangguan tidur
6. Tidak ada
gangguan
konsentrasi
7. Tidak ad ekspresi
menahan nyeri
3 Ansietas NOC : NIC:
Faktor yang Tingkat kecemasan Pengurangan Kecemasan
berhubungan (1211) (5820) 1. Agar pasien
dengan: Setelah dilakukan 1. Bantu klien mengetahui situasi
Ancaman tindakan keperawatan mengidentifikasi yang memicu
pada status selama…..x 24 jam, situasi yang memicu terjadinya
terkini stresor diharapkan tingkat terjadinya kecemasan
kecemasan pasien di kecemasan 2. Untuk membina
perthankan / tingkatan 2. Gunakan pendekatan hubungan rasa
dari rangking……. Ke yang tenang dan percaya dan
rangking……. Dengan meyakinkan meyakinkan pasien
kriteria hasil : 3. Berada disisi klien 3. Agar pasien merasa
8. perasaan gelisah untuk meningkatkan aman untuk
berkurang rasa aman dan mengatasi
9. wajah tegang tidak mengurangi kecemasan
ada ketakutan 4. Agar pasien sedik
10. rasa takut dan 4. Instruksikan klien lebih tenang
cemas tidak ada untuk menggunakan 5. Untuk mengurangi
11. tidak berkeringat teknik relaksasi rasa kecemasan
dingin 5. Atur penggunaan pasien
obat-obatan untuk
mengurangi
kecemasan secara
tepat
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata :
a. Pasien
Nama : Tn. K
Umur : 70 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Taman Karanggayam RT 01 Bantul
Tanggal Masuk RS : 4 September 2019
Jam MRS : 10.00 WIB
Diagnosa Medis : Hyperplasia Of Prostat (BPH)
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. W
Umur : 63 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Taman Karanggayam RT 01 Bantul
Hubungan dengan : Istri
klien
2. Keluhan utama : Tn K mengatakan nyeri pada area operasi
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan beberapa jam setelah tindakan operasi mengalami nyeri pada bagian
operasi dan pasien meringis kesakitan.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
1) Penyakit yang pernah dialami
a) Kanak-kanak : Pasien mengatakan tidak perna mengalami penyakit
kronis dan hanya mengalami batu dan pilek
b) Kecelaakan : Pasien mengatakan sering mengalami kecelakaan lalu
lintas dan kecelakaan terakir terjadi sekitar 20 tahun
yang lalu saat mengendarai mobil.
c) Pernah dirawat : Pasien mengatakan perna dirawat di rumah sakit karena
hipertensi dan karena ganglion di kaki kanan dan kiri
d) Operasi : Pasien mengatakan perna di operasi karena ganglion di
kaki kanan dan kiri
2) Alergi : Pasien mengatakan tidak memiliki alergi baik terhadap
makanan dan kondisi lingkungan
3) Imunisasi : Pasien mengatakan imunisasi sudah lengkap
4) Kebiasaan : Pasien mengatakan tidak merokok dan minum-
minuman beralkohol tetapi suka minum kopi setiap pagi
hari
5) Obat-obatan
a) Lamanya : Pasien mengatakan sudah mengkonsumsi obat
candesartan sekitar 20 tahun yang lalu
b) Macam : Obat hipertensi
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang memiliki penyakit seperti pasien yaitu
BPH, dan hipertensi.
Genogram

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Perempuan meninggal

: Laki-laki meninggal

: Tn. K

: Keturunan
: Hubungan pernikahan
: Satu rumah
4. Basic Promoting physiology of Health
a. Aktivitas dan latihan
Sebelum Sakit
DS : Pasien mengatakan sebelum sakit aktivitas yang dilakukan yaitu
mengajar
Selama Sakit
DS : Tn. K mengatakan ia tidak bisa beraktivitas seperti buang air besar
dibantu oleh kelurga di tempat tidur dengan mengunakan pispot.
DO : Tampak Tn. K buang air besar dibantu oleh istri atau keluarganya di
atas tempat tidur
Kemampuan ambulasi & ADL (Indeks Barthel):
Sebelum Selama
Aspek Kriteria
Sakit Sakit
Makan/minum 0 : Tidak mampu 2 1
1 : Butuh bantuan memotong,
menyuap
2 : Mandiri
Mandi 0 : Tergantug orang lain 1 0
1 : Mandiri
Perawatan diri 0 : Membutuhkan bantuan orang 1 0
(Grooming) lain
1 : Mandiri dalam perawatan
muka, rambut, gigi, dan
bercukur
Berpakaian/ber 0 : Tergantung orang lain 2 1
dandan 1 : Sebagian dibantu (misal
mengancing baju)
2 : Mandiri
BAK 0 : Inkontinensia atau pakai 2 0
kateter dan tidak terkontrol
1 : Kadang Inkontinensia (maks,
1x24 jam)
2 : Kontinensia (teratur untuk
lebih dari 7 hari)
Buang air besar 0 : Inkontinensia (tidak teratur 2 1
(Bladder) atau perlu enema)
1 : Kadang Inkontensia (sekali
seminggu)
2 : Kontinensia (teratur)
Penggunaan 0 : Tergantung bantuan orang lain 2 1
toilet 1 : Membutuhkan bantuan, tapi
dapat melakukan beberapa hal
sendiri
2 : Mandiri
Berpindah 0 : Tidak mampu 3 2
1 : Butuh bantuan untuk bisa
duduk (2 orang)
2 : Bantuan kecil (1orang)
3 : Mandiri
Berjalan/mobili 0 : Immobile (tidak mampu) 3 2
tas 1 : Menggunakan kursi roda
2 : Berjalan dengan bantuan satu
orang
3 : Mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu
seperti, tongkat)
Naik turun 1 : Tidak mampu 2 1
tangga 1 : Membutuhkan bantuan
(alat bantu)
2 : Mandiri

Interpretasi hasil Nilai


Ketergantungan total 0–4
Ketergantungan Berat 5-8
Ketergantungan Sedang 9-11
Ketergantungan ringan 12-19
Mandiri 20

Hasil interpretasi Penilaian pasien: 9 (ketergantungan sedang)


Tabel skala jatuh dari morse :
No Pengkajian Skala Nilai Ket
1 Riwayat jatuh : apakah jatuh Tidak 0 0
dalam 3 bulan terakhir. Ya 25
2 Diagnosa sekunder : Apakah Tidak 0 15
memiliki lebih dari satu penyakit. Ya 15
3 Alat Bantu jalan : 0 0
Bedrest / dibantu perawat
Kruk / tongkat / walker. 15
Berpegangan pada benda – benda 30
sekitar. (Kursi, lemari,meja).
4 Terapi intravena : Apakah saat Tidak 0 20
ini terpasang infus. Ya 20
5 Gaya Berjalan / cara 0 10
Berpindah:
Normal / Besrest / immobile
(tidak dapat bergerak sendiri)
Lemah tidak bertenaga. 10
Gangguan atau tidak 20
normal(pincang /diseret).
6 Status mental: 0 0
Menyadari kondisi dirinya.
M mengalami keterbatasan daya 15
ingat.
Total nilai 45

Tingkatan Resiko Nilai MPS


Tidak Beresiko 0 – 24
Resiko Rendah 25 – 50
Resiko Tinggi ≥51
Hasil interpretasi Penilaian pasien: Resiko Rendah
b. Tidur dan istirahat
Sebelum Sakit
DS : Pasien mengatakan sebelum sakit tidur dari jam 22.00-04.00 (7 jam)
dan tidur siang 2-3 jam
Selama Sakit
DS : Pasien mengatakan selama sakit tidur dan istirahat sedikit terganggu,
tidur malam dari jam 24.00-03.00 (4 jam) dan tidur siang sekitar 1 jam.
DO : Tampak kelopak mata Tn.K menghitam dengan skela berwarna putih
c. Kenyamanan dan nyeri
Sebelum Sakit
DS : Tn. K mengatakan sebelumnya tidak merasakan nyeri seperti saat ini
Selama Sakit
Data Subyektif
Onset : Tn. K mengatakan nyeri setelah operasi
Paliatif : Tn. K mengatakan nyeri berkurang saat istirahat
Provocatif : Tn. K mengatakan nyeri dirasakan apabiala bergerak miring kanan dan
kiri
Quality : Tn. K mengatakan nyeri dirasakan seperti tersayat-sayat
Region : Tn. K mengatakan nyeri yang dirasakan pada perut bagian bawah dan
kelamin

Severity : Tn. K mengatakan nyeri yang dirasakan skala 6 (nyeri sedang)


Time : Tn. K mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul yang dirasakan
selama 1 detik
DO : Tn. K tampak meringis kesakitan, Tn. K tampak memegang area
sekitar nyeri (perut bagian bawah)
TD: 120/80 mmHg
N: 80 x/menit
S: 37.2 0C
RR: 22 x/menit
d. Nutrisi
Sebelum Sakit
DS : Tn. K mengatakan sebelum sakit senang mengkonsumsi makanan yang
tinggi lemak hewani seperti daging sapi dan kambing, makan 3x sehari
dengan satu kali makan satu porsi.
Selama Sakit
DS : Tn. K mengatakan selama sakit nafsu makannya tidak ada masalah,
makannya 3x sehari dengan satu kali makan satu porsi.
DO : A: (BB : 64 kg TB : 173 cm IMT: 21.38)
B : (HB: 15.4 g/dl, HT: 44 vol %)
C : Konjungtiva anemis, kulit lembab
e. Cairan, Elektrolit dan Asam Basa
Sebelum Sakit
DS : Klien mengatakan sebelum sakit dirinya minum air mineral dengan
jumlah sekitar 8 gelas/hari
Selama Sakit
DS : Klien mengatakan sebelum sakit dirinya minum air mineral dengan
jumlah sekitar 8 gelas/hari
DO : CRT < 3 detik
Turgor kulit elastis
Tidak ada pitting edema
Dari Pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB
Input Output
Makan 100 ml/8 jam Urin 350 ml/ 8 jam
Minum 500 ml/8 jam Feses 100 ml
Air metabolisme 107 ml/8 jam IWL 320 ml/8 jam
Infus* 500 ml/8 jam Drainage* -
Nutrisi NGT* - Perdarahan* -
Obat* 6 ml/8 jam Muntah* -
Lainnya - Lainnya -
Total 1.213 Total 770
*kalau ada
Balance cairan = Input – Output
= 1.213 - 770
= 443
f. Oksigenasi
Sebelum Sakit
DS : Tn. K mengatakan tidak mempunyai masalah dalam bernafas
Selama Sakit
DS : Tn. K mengatakan selama sakit juga tidak pernah mengalami kesulitan
bernafas
DO : Tidak ditemukan alat bantu bantu nafas ataupun otot bantu nafas yang
digunakan Tn K.
Tn. K nampak tidak sesak
g. Eliminasi Fekal/Bowel
Sebelum sakit
DS : Tn. K mengatakan sebelum sakit BAB 2x/hari tanpa ada kesulitan
dengan konstensi lembek
Selama sakit
DS : Tn. K mengatakan sebelum sakit BAB 2x/hari dan dibantu oleh
isterinya menggunakan pispot diatas temapat tidur dengan konstensi
lembek dan berwarna coklat
DO : Tidak teraba masa pada perut kuadran kiri bawah
h. Eliminasi urin
Sebelum sakit
DS : Tn. K mengatakan sebelum sakit buang air kecil sekitar 5 x/hari tanpa
ada kesulitan dan berwarna kuning pucat
Selama sakit
DS : Tn. K mengatakan selama sakit ia tidak sadar kalau buang air kecilnya
keluar berapa kali sehari kerana mengunakan kateter
DO : tampak urien yang tertampung di DC sebanyak 350 ml
i. Sensori, persepsi, dan kognitif
Sebelum sakit
DS : Tn. K mengatakan sebelum sakit tidak mengalami gangguan pada
penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan pengecapatan.
Semua masih berfungsi dengan baik
Selama sakit
DS : Tn. K mengatakan sebelum sakit tidak mengalami gangguan pada
penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan pengecapatan.
Semua masih berfungsi dengan baik.
DO : Tn. K mampu mendengar dengan baik
Orientasi Tn. K baik.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
Vital sign : TD : 140/80 mmHg
Nadi : Frekuensi : 80 x/menit
Irama : Reguler
Kekuatan/isi : Teraba kuat
RR : Frekuensi : 22 x/menit
Irama : Reguler
Suhu : 37,2oC
b. Head to toe
1) Kepala
a) Kulit kepala : Tampak bersih
b) Rambut : Berwarna hitam dan sebagian berwarna putih
c) Muka : Oval dengan kerutan di wajah tampak bersih
d) Mata
(1) Palpebra : Begkak
(2) Kornea : Bening dengan sedikit keruh di pupil
(3) Sklera : Putih
(4) Pupil : Coklat, isokor
(5) Lensa : Sedikit keruh
e) Hidung : Simetris, tidak ada polip
f) Mulut : Bibir lembab, tidak ada sariawan
g) Telinga : Simetris, pendengaran baik
2) Leher : Tidak ada pembengkakakn, tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada
otot bantu nafas
3) Punggung : Tidak ada kelainan pada tulang punggung
4) Pinggang : Tidak ada kelainan di pinggang, tidak ada nyeri tekan
5) Dada : Simetris
a) Pulmo
(1) Inspeksi : Pengembangan paru kiri dan kanan seimbang, tidak terdapat
penggunaan otot bantu nafas, pola pergerakan dada reguler, dan
tidak terdapat lesi.
(2) Palpasi : Fremitus taktil kiri dan kanan seimbang, tidak terdapat nyeri
tekan pada thorax anterior dan posterior
(3) Perkusi : Saat perkusi terdengar suara sonor
(4) Auskultasi : Vesikuler di seluruh lapang paru, bronchovesikuler di ICS II
dan tracheal di daerah trachea
b) Cor
(1) Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
(2) Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS IV area midclavicula dengan
diameter 1,5 cm dan teraba kuat
(3) Perkusi : Batas atas jantung : ICS II parasternalis sinistra
Batas bawah jantung : ICS V midclavicula
Batas kanan jantung : ICS II parasternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS V midclavicula
(4) Auskultasi : Suara jantung 1 lup, suara jantung 2 dup
6) Abdomen
a) Inspeksi : Perut berbentuk flat, tidak terdapat pembesaran organ, tidak
terdapat pelebaran vena dan lesi atau bekas operasi di perut
tidak ada.
b) Auskultasi : Tidak terdengar bunyi bruit pada area epigastrium, bising usus
15x/m
c) Perkusi : Terdengar suara redup di area tupokondria dextra dari ICS VI
sampai ICS IX dan terdengar suara timfani hampir seluruh area
abdomen.
d) Palpasi : Hepar teraba dan tidak ada nyeri tekan
7) Genetalia
DS : Tn. K mengatakan tidak ada gangguan di daerah genetalianya
DO : Pasien berjenis kelamin laki-laki terpasang kateter
8) Rectum
DS : Tn. K mengatakan tidak ada gangguan di daerah rectumnya
DO : Tidak ditemukan haemoroiod
9) Ekstremitas :
DS : Tn. K mengatakan susah menggerakan kakinya akibat nyeri
yang dirasakan
DO : ROM aktif seluruh ekstremitas

6. Psiko Sosio Budaya dan Spiritual


a. Psikologis
 Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada:
Tn. K mengatakan mengetahui bahwa BPH yang dialaminya karena pola
minumnya yang kurang
 Perasaan klien pada saat mengalami penyakit:
Tn. K mengatakan khawatir dengan keadaanya sekarang
 Sumber koping (keluarga/masyarakat/teman)
Tn. K mengatakan selalu mendapat dukungan dari keluarga agar cepat sembuh
 Mekanisme koping
Tn. K mengatakan biasanya berdiskusi dengan keluarganya untuk menyelesaikan
masalah
b. Sosial
 Aktivitas dan peran klien di masyarakat:
Tn. K mengatakan sebagai masyarakat biasa yang berbaur dengan masyarakat
lainnya
 Kebiasan lingkungan yang tidak disukai
Tn. K mengatakan tidak ada
c. Budaya
 Suku bahasa
Suku jawa
 Budaya yang diikuti adalah budaya Jawa
 Kebudayaan yang dianut merugikan kesehatannya
Tn. K mengatakan tidak ada
d. Spiritual
 Aktivitas ibadah sebelum sakit
Tn. K mengatakan dilakukan
 Aktivitas ibadah sehari-hari selama sakit
Tn. K mengatakan dilakukan
 Kegiatan keagaam yang biasa dilakukan
Tn. K mengatakan pengajian
 Keyakinan tentang peristiwa yang dialami saat ini
Tn. K meyakini ini adalah cobaan yang diberikan oleh Tuhan agar dia lebih
memperhatikan dan menjaga kesehatannya
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal: 4 September 2019
Harga
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi Hasil
Normal
Hematologi
Hemoglobin 15,4 14.0-18.0 g/dL Normal
Leukosit 5.36 4.00-11.00 103/uL Normal
Eritrosit 5.19 4.50-5.50 106/uL Normal
Trombosit 233 150-450 103/uL Normal
Hematokrit 44.0 43.0-52.0 vol% Normal
Hitung Jenis
Esonofil 1 2-11 % Normal
Basofil 1 0-1 % Normal
Batang 0 2-5 % Turun
Segmen 68 51-67 % Naik
Limfosit 25 20-35 % Normal
Monosit 5 4-8 % Normal
Golongan Darah
Harga
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi Hasil
Normal
Golongan Darah B
Hemostatis
PPT 12.9 12.0-16.0 detik Normal
APTT 30.2 28.0-38.0 Normal
Control PPT 12.6 11.0-16.0 detik Normal
Control APTT 32.8 18.0-36.5 Normal
Fungsi Ginjal
Ureum 31 17-43 mg/dl Normal
Creatinin 0.99 0.90-1.30 mg/dl Normal
Diabetes
Gula Darah Sewaktu 111 80-200 mg/dl Normal
Elektrolit
Natrium 136.0 137.0-145.0 mmol/l Turun
Kalium 4.50 3.50-5.10 mmol/l Normal
Klorida 106.0 98.0-107.0 mmol/l Normal
Sero Imunologi
HBSAg Negatif Negatif

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan USG Lower Abdomen
Hasil:
 Ren sinistra : Ukuran normal, batas cortex dan medulla tegas, sistem pelvicocalyx tak
melebar, tampak batu dengan ukuran 0,34 cm
 Ren dextra : Ukuran dan echostruktur normal, batas cortex dan medulla tegas sistema
pelvicocalyx tak melebar, tak tampak batu
 Vu : Dinding licin, tak tampak batu maupun massa
 Prostat : Ukuran membesar (Vol 35.3 ml) buging ke lumen Vu, echostruktur
normal, tak tampak nodul
Kesan
 Pembesaran prostat sesuai gambar gambar BPH
 Nefrolithiasis sinistra
 Tak tampak kelainan pada ren dextra dan Vu

8. Terapi Medis
Jenis Terapi Nama Obat Dosis Rute Fungsi
Cairan IV Ringer Laktat 20 tpm IV Menambah cairan elektrolit
Obat Parenteral Ranitidine 1 amp/12 jam IV Untuk mengurangi asam
lambung
Cefotaxime 1 gr/12 jam IV Antibiotik
Paracetamol 500 mg/8 jam IV Analgesik
Obat peroral Amlodipin 10 mg 1x1 Oral Untuk menurunkan tekanan
darah tinggi
Candesartan 16 mg 2x1 Oral Obat untuk hipertensi
C. Analisa Data
Nama Klien : Tn. K No. Register :
Umur : 70 Tahun Diagnosa Medis : Post TURP BPH
Ruang Rawat : Nusa Indah Alamat : Bantul
Tgl/Jam Data Fokus Etiologi Problem
6/9/2019 DS: Agen Cidera Fisik Nyeri Akut
15.00 WIB O : Tn. K mengatakan nyeri
setelah operasi saat buang air
kecil
P : Tn. K mengatakan nyeri
setelah operasi berkurang saat
istirahat dan bertambah saat
bergerak miring kanan dan kiri
Q : Tn. K mengatakan nyeri
dirasakan seperti tersayat-sayat
R : Tn. K mengatakan nyeri yang
dirasakan pada perut bagian
bawah dan kelamin
S : Tn. K mengatakan nyeri yang
dirasakan skala 6 (nyeri
sedang)
T : Tn. K mengatakan nyeri yang
dirasakan hilang timbul yang
dirasakan selama 1 detik
6/9/2019 DS : Tn. K mengatakan ia tidak Nyeri Hambatan mobilitas
15.00 WIB bisa beraktivitas seperti di tempat tidur
bangun dari tempat tidur atau
sekedar berjalan kecil.
DO : Tampak Tn. K hanya
berbaring di tempat tidur
6/9/2019 DS : Tn.K mengatakan nyeri di statis cairan tubuh Risiko infeksi
15.00 WIB area bekas operasi
DO : Tampak pasien terpasang
kateter
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 37,3oC
RR: 22 x/menit

D. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik ditandai dengan keluhan tentang
intensitas menggunakan standar skala nyeri
2. Hambatan mobilitas di atas tempat tidur berhubungan dengan nyeri ditandai dengan
hambatan kemampuan untuk miring kanan dan miring kiri
3. Risiko infeksi ditandai dengan faktor risiko statis cairan tubuh
E. Rencana Intervensi Keperawatan
Nama Klien : Tn. K No. Register :
Umur : 70 Tahun Diagnosa Medis : Post TURP BPH
Ruang Rawat : Nusa Indah Alamat : Bantul
No Dx Kep. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional TTD
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
dengan agen cidera fisik keperawatan selama 2x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui kualitas nyeri yang
ditandai dengan keluhan status kontrol nyeri klien komprehensif yang meliputi lokasi, dirasakan pasien
tentang intensitas ditingkatkan dari level 3 karakteristiik, onset atau durasi,
menggunakan standar (kadang-kadang frekuensi, kualitas, intensitas atau
skala nyeri menunjukkan) ke level 4 beratnya nyeri dan faktor pencetus
(sering menunjukkan) dengan 2. Pilih dan implementasikan tindakan 2. Umtuk mengurangi nyeri yang
kriteria hasil: yang bearagam (misalnya, dirasakan pasien
1. Mengenali kapan nyeri farmakologi, non farmakologi,
terjadi interpersonal) untuk memfasilitasi
2. Menggambarkan faktor penurunan nyeri, sesuai dengan
penyebab kebutuhan.
3. Menggunakan tindakan 3. Berikan informasi mengenai nyeri, 3. Agar pasien memahami tentang
pencegahan nyeri tanpa seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri yang dirasakan
analgesik nyeri akan dirasakan, dan antisipasi
4. Menggunakan analgesik akibat ketidaknyamanan prosedur.
yang direkomendasikan 4. Kolaborasi dengan pasien, orang 4. Untuk memilih tindakan
terdekat, dan tim kesehatan lainnya penurun nyeri sesuai dengan
untuk memilih dan kebutuhan pasien
mengimplementasikan tindakan
penurun nyeri non farmakologi
sesuai kebutuhan
No Dx Kep. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional TTD
Pemberian Analgesik
1. Cek adanya riwayat alergi obat 1. Untuk memudahkan dalam
2. Cek perintah pengobatan meliputi pemberian obat
obat, dosis, dan frekuensi obat 2. Untuk meminimalkan
analgesik yang diresepkan. kesalahan pemberian obat yang
3. Berikan kebutuhan kenyamanan dan dapat memperberat nyeri pasien
aktivitas lain yang dapat membantu 3. Agar pasien merasa nyaman
relaksasi untuk memfasilitasi dan nyeri yang dirasakan
penurunan nyeri. berkurang
4. Dokumentasikan respons terhadap 4. Untuk melihat perkembangan
analgesik dan adanya efek samping efek terapeutik yang
5. Lakukan tindakan-tindakan untuk diharapkan dari obat peneuru
menurunkan efek samping analgesik nyeri yang diberikan
6. Kolaborasi dengan dokter apakah 5. Untuk mencegah efek yang
obat, dosis rute pemberian, atau tidak diharapkan dari obat yang
perubahan interval dibutuhkan, buat diberikan
rekomendasi khusus berdasarkan 6. Agar mempermudah dalam
prinsip analgesik pemberian obat ke pasien
2 Hambatan mobilitas di Setelah dilakukan tindakan NIC: Terapi latihan: mobilisasi
atas tempat tidur keperawatam selama 2x24 (pergerakan) sendi 1. Untuk meminimalkan
berhubungan dengan jam status posisi tubuh: 1. Monitor lokasi dan terjadinya maslah pada
nyeri ditandai dengan berinisiatif sendiri pasien kecendrungan adanya nyeri pergerakan
hambatan kemampuan ditingkatkan dari level 3 dan ketidaknyamanan 2. Untuk mempercepat proses
untuk miring kanan dan (cukup terganggu) ke level 4 pergerakan/aktivitas penyembuhan
miring kiri (sedikit terganggu) dengan 2. Lakukan latihan ROM pasif
kriteria hasil: atau ROM dengan bantuan, 3. Untuk mempermudah proses
1. Bergerak dari posisi sesuai imdikasi penyembuhan dengan posisi
berbaring ke posisi berdiri 3. Dukung pasien untuk duduk duduk ditempat tidur
2. Bergerak dari posisi duduk ditempat tidur disamping 4. Untuk mempermudah proses
ke posisi berbaring tempat tidur atau kursi sesuai penyembuhan dengan posisi
3. Berpindah dari satu sisi ke toleransi miring kanan dan miring kiri
sisi lain sambil berbaring
No Dx Kep. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional TTD
4. Bergerak dari posisi 4. Dukung pasien untuk miring 5. Untuk mempermudah dalam
berdiri ke posisi duduk kanan dan miring kiri sesuai memberikan asuhan
toleransi keperawatan
5. Kolaborasi dengan ahli terapi
fisik dalam mengembangkan
dan menerapkan sebuah
program latihan
3 Risiko infeksi d.t statis Setelah dilakukan tindakan NIC: Kontro infeksi (6540) 1. Agar mempercepat proses
cairan tubuh keperawatan selama 2x24 jam 1. Dorong intake cairan dan nutrisi penyembuhan bekas operasi
status kontrol infeksi klien yang sesuai 2. Agar mencegah infeksi akibat
ditingkatkan dari level 3 2. Berikan terapi antibiotik yang sesuai bakteri yang disebabkan dari
(cukup terganggu) ke level 4 3. Anjurkan pasien untuk meminum operasi
(sedikit terganggu) dengan obat antibiotik seperti yang 3. Agar memcegah terjadinya
kriteria hasil: diresepkan risiko infeksi
1. Nyeri 4. Ajarkan pasien dan keluarga 4. Agar meminimalkan terjadinya
2. Malaise mengenai tanda dan gejala infeksi masalah kesehatan yang baru
dan kapan harus melaporkanya akibat dari kurang tahunya
kepada penyedia perawatan tanda dan gejala infeksi
kesehatan
F. Catatan Perkembangan
Nama Klien : Tn. K No. Register :
Umur : 70 Tahun Diagnosa Medis : Post TURP BPH
Ruang Rawat : Nusa Indah Alamat : Bantul

Hari Ke-1
No Dx Tanggal Jam Implementasi Evaluasi Nama/TTD
1 6/9/2019 15.00 1. Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal S
mengenai ketidaknyamanan O : Tn. K mengatakan nyeri setelah operasi diarea
S : genetalia
O : Tn. K tampak meringis kesakitan P : Tn. K mengatakan nyeri setelah operasi saat
berkurang saat istirahat dan bertambah setelah
15.10 2. Memberikan informasi mengenai nyeri, penyebab operasi saat bergerak miring kanan dan kiri
nyeri, dan lama nyeri dirasakan. Q : Tn. K mengatakan nyeri dirasakan seperti
S : - tersayat-sayat
O : Tn. K dapat menyimak, dan mendengarkan R : Tn. K mengatakan nyeri yang dirasakan pada
terkait penyebab nyeri muncul perut bagian bawah dan kelamin
15.15 3. Melakukan pengkajian nyeri secara kompleks S : Tn. K mengatakan nyeri yang dirasakan skala 6
S: (nyeri sedang)
O : Tn. K mengatakan nyeri setelah operasi T : Tn. K mengatakan nyeri yang dirasakan hilang
diarea genetalia timbul yang dirasakan selama 1 detik
P : Tn. K mengatakan nyeri setelah operasi O : Tn. K tampak meringis kesakitan
saat berkurang saat istirahat dan bertambah TD : 160/100 S: 37.3 0C
setelah operasi saat bergerak miring kanan N: 82 x/menit RR: 20 x/menit
dan kiri A : Tujuan belum tercapai
Q : Tn. K mengatakan nyeri dirasakan seperti P : Lanjutkan intervensi
tersayat-sayat 1. Melakukan pengkajian nyeri secara kompleks
R : Tn. K mengatakan nyeri yang dirasakan 2. Mengajarkan metode nonfarmakologi (terapi nafas
pada perut bagian bawah dan kelamin dalam)
No Dx Tanggal Jam Implementasi Evaluasi Nama/TTD
S : Tn. K mengatakan nyeri yang dirasakan 3. Berkolaborasi dengan tim medis untuk memilih
skala 6 (nyeri sedang) tindakan penurunan nyeri farmakologi
T : Tn. K mengatakan nyeri yang dirasakan
hilang timbul yang dirasakan selama 1
detik
16.00 4. Mengajarkan metode nonfarmakologi (terapi nafas
dalam dan memberikan posisi yang nyaman (semi
fowler buat Tn.K)
S : Tn.K mengatakan merasa lebih nyaman
O : Tn. K tampak mengikuti yang diajarkan
oleh perawat .
16.15 5. Memberikan informasi yang akurat untuk
meningkatkan pengetahuan dan respon keluarga
terhadap pengalaman nyeri
S :
O : Tn. K dan keluarga tampak menyimak
terkait informasi pengetahuan terhadap
pengalamin nyeri.
17.00 6. Mengolaborasikan dengan dokter
apakah obat, dosis, rute pemberian, atau perubahan
interval dibutuhkan, buat rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip analgesik
O : Injeksi IV : Paracetamol 500 mg/8 jam

2 6/9/2019 15.00 1. Memonitor lokasi dan kecendrungan adanya nyeri S : Tn. K mengatakan sudah bisa melakukan miring
dan ketidaknyamanan pergerakan/aktivitas kanan dan miring kiri tetapi dibantu oleh
S : Pasien mengatakan masih merasa nyeri di keluarga tetapi belum bisa untuk duduk di
daerah bekas operasi sehingga sulit untuk tempat tidur
melakukan aktivitas O : Tampak Tn. K bisa miring kiri dan miring kanan
18.00 2. Menganjurkan pasien untuk duduk ditempat tidur, A : Tujuan belum tercapai
disamping tempat tidur atau kursi sesuai toleransi P : Lanjutkan intervensi
No Dx Tanggal Jam Implementasi Evaluasi Nama/TTD
S: Pasien mengatakan mau untuk melatih 1. Dukung pasien untuk duduk ditempat tidur,
duduk di tempat tidur disamping tempat tidur atau kursi sesuai toleransi
18.05 3. Menganjurkan pasien untuk miring kanan dan miring 2. Dukung pasien untuk miring kanan dan miring kiri
kiri sesuai toleransi sesuai toleransi
S: Pasien mengatakan mau untuk miring
kanan dan miring kiri di tempat tidur
3 6/9/2019 16.45 1. Mendorong intake cairan dan nutrisi yang sesuai S: Tn. K dan keluarga mengatakan sudah mengerti tanda
S: Tn. K mengatakan akan memakan makanan yang dan gejala infeksi
sehat seperti makan sayur dan buah dan akan
mengurangi makan makanan yang tinggi lemak O:
hewani seperti daging sapi dan kambing Tn. K mendapatkan injeksi IV cefotaxime 1 gr/12 jam
16.50 2. Memberikan terapi antibiotik yang sesuai yaitu Tn. K terpasang kateter
cefotaxime 1 gr/12 jam secara IV TD : 160/100 S: 37.3 0C
S: pasien mengatakan mau diberikan obat antibiotik N: 82 x/menit RR: 20 x/menit
17.00 3. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan A: Tujuan belum tercapai
gejala infeksi dan kapan harus melaporkanya P: Lanjutkan intervensi
kepada penyedia perawatan kesehatan 1. Dorong intake cairan yang sesuai
S: Pasien mengatakan mengerti mengenai tanda dan 2. Berikan terapi antibiotik yang sesuai yaitu
gejala infeksi setelah diajarkan cefotaxime 1 gr/12 jam
Hari ke 2
No Dx Tanggal Jam Implementasi Evaluasi Nama/TTD
1 7/9/2019 10.00 1. Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal S : Tn.K mengatakan nyeri sudah berkurang
mengenai ketidaknyamanan O : Tn. K mengatakan nyeri masih dirasakan
S : Tn.K mengatakan nyeri sudah berkurang diarea porasi tetapi sudah berkurang
O : P : Tn. K mengatakan nyeri berkurang saat
istirahat dan bertambah saat duduk
10.05 2. Melakukan pengkajian nyeri secara kompleks Q : Tn. K mengatakan nyeri dirasakan seperti
S: tertusuk benda tumpul
O : Tn. K mengatakan nyeri masih dirasakan R : Tn. K mengatakan nyeri yang dirasakan
diarea porasi tetapi sudah berkurang pada perut bagian bawah dan kelamin
P : Tn. K mengatakan nyeri berkurang saat S : Tn. K mengatakan nyeri yang dirasakan
istirahat dan bertambah saat untuk duduk skala 3 (nyeri ringan)
Q : Tn. K mengatakan nyeri dirasakan seperti T : Tn. K mengatakan nyeri yang dirasakan
tertusuk benda tumpul hilang timbul yang dirasakan selama 1
R : Tn. K mengatakan nyeri yang dirasakan detik
pada perut bagian bawah dan kelamin O : Kesadaran compesmentis GCS 15
S : Tn. K mengatakan nyeri yang dirasakan TD : 130/90 mmHg S : 37,3
skala 3 (nyeri ringan) N : 80 x/menit RR : 20
T : Tn. K mengatakan nyeri yang dirasakan A : Tujuan tercapai sebagian
hilang timbul yang dirasakan selama 1 P : Pasien pulang, konsul ke poli
detik
10.30 3. Anjurkan metode nonfarmakologi (terapi nafas
dalam dan tetap memperhatikan posisi keyamanan
Tn.K)
S : Tn.K mengatakan sudah lebih nyaman
untuk miring kanan dan miring kiri
O : Tn. K tampak mengikuti yang diajarkan
oleh perawat dan.
17.00 4. Mengolaborasikan dengan dokter
apakah obat, dosis, rute pemberian, atau perubahan
interval dibutuhkan, buat rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip analgesik
No Dx Tanggal Jam Implementasi Evaluasi Nama/TTD
O : Injeksi IV : Paracetamol 500 mg/8 jam

2 7/9/2019 15.00 1. Menganjurkan pasien untuk duduk ditempat tidur, S : Tn. K mengatakan sudah dapat untuk miring
kanan dan miring kiri, namun duduk sudah bisa
disamping tempat tidur atau kursi sesuai toleransi
tetapi perlu bantuan dari keluarga
S: Pasien mengatakan mau untuk melatih duduk di O : Tampak Tn. K bisa melakukan miring kanan dan
miring kiri serta duduk di tempat tidur masih
tempat tidur
dibantu oleh keluarga
18.00 2. Menganjurkan pasien untuk miring kanan dan miring A : Tujuan tercapai sebagagian
kiri sesuai toleransi P : Pasien pulang, konsul ke poli
S: Pasien mengatakan mau untuk miring kanan dan
miring kiri di tempat tidur
3 6/9/2019 14.00 1. Dorong intake cairan yang sesuai S: Tn. K mengatakan akan memakan makanan yang 14.00
S: Tn. K mengatakan akan memakan makanan sehat seperti makan sayur dan buah dan akan
yang sehat seperti makan sayur dan buah dan mengurangi makan makanan yang tinggi lemak hewani
akan mengurangi makan makanan yang tinggi seperti daging sapi dan kambing serta akan
lemak hewani seperti daging sapi dan kambing menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah
serta akan menghabiskan makanan yang sakit
diberikan oleh rumah sakit O: -Tn. K tampak
17.00 2. Berikan terapi antibiotik yang sesuai yaitu Terpasang kateter
cefotaxime 1 gr/12 jam - Injeksi IV cefotaxime 1 gr/12 jam
S: Pasien mengatakan mengerti mengenai tanda TD : 130/80
dan gejala infeksi setelah diajarkan N: 82 x/menit
S: 37.2 0C
RR: 22 x/menit
A: Tujuan belum teratasi
P: Pasien pulang, konsul ke poli
DAFTAR PUSTAKA

Anjarsari, B. A. R. (2017). Studi Penggunaan Seftriakson pada Pasien Benign Prostatic


Hyperplasia (BPH). Universitas Muhammadiyah Malang.
Arifianto, Aini, D. N., & Sari, N. D. W. (2019). The Effect of Benson Relaxation Technique on a
Scale Of Postoperative Pain in Patients with Benign Prostat Hyperplasia at RSUD dr . H
Soewondo Kendal, (18). https://doi.org/10.26714/mki.2.1.2019.1-9
Kobarubun, I. S. (2017). Studi Penggunaan Natrium Metamizol pada Pasien Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH). universitas Muhammadia Malang.
Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). (2015). Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran
Prostat Jinak (BPH). IAUI.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2013
Wijaya, S. A., & Putra, M. Y. (2013). Keperawatan Medikal Bedah: Keperawatan Dewasa, Teori
Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sampekalo, Manoarfa, & Salem. (2015). Angka kejadian yang disebabkan oleh BPH di RSUD
Prof. Dr. R.D Kandu Manado. Jurnal e-Clinic (eCl), 568-572.
Amalia , R. (2010). Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak (Studi Kasus di
RS Dr Kariadi, RS Sultan Agung, RS Roemani Semarang). Prosiding Seminar Nasional (pp.
167-171). Semarang: LPPM UNIMUS Semarang
Parsons, J.K, 2010. Benign Prostatic Hyperplasia and Male Lower Urinary Tract Symptoms:
Epidemiology and Risk Factors. Curr Bladder Dysfunct Rep. 2010;5:212–18
BPOM, 2012. Alternatif Herbal Untuk Kesehatan Prostat. InfoPOM, Vol. 13 No.5..
Purnomo B. B, 2003. Dasar-Dasar Urologi, Edisi 3. Jakarta : Sagung Seto.
Skinder, D., Zacharia, I., Studin, J., and Covino, J., 2016. Benign Prostatic Hyperplasia: A Clinical
Review Vol. 29 No. 8

Anda mungkin juga menyukai