Riset Metodologi - Audrey, Nindi, Karel
Riset Metodologi - Audrey, Nindi, Karel
Menurut survei yang dilakukan oleh Price Waterhouse Coopersin (2013), 45% rantai
pasokan yang sangat efisien tidak hanya menerapkan teknologi baru tetapi juga menekankan
strategi sustainability. Setiap perusahaan bertanggung jawab terhadap berbagai aspek antara
lain, ekonomi, sosial, lingkungan beserta dampaknya yang disebut dengan CSR (Corporate
Social Responsibility) dalam literatur (Johnson, Lee, Choi, Mun, & Yoo, 2013). Terdapat
banyak pengertian mengenai CSR (Corporate Social Responsibility) dan semua pengertian
mengatakan bahwa CSR merupakan komitmen dalam bisnis untuk berkontribusi terhadap
perkembangan ekonomi untuk tidak hanya meningkatkan kualitas kehidupan tenaga kerja dan
keluarga mereka tetapi juga masyarakat lokal dan masyarakat luas dalam bentuk berbagai
kegiatan.
CSR atau sederhananya disebut SR dalam penerapan bisnis erat hubungannya dengan
dunia bisnis pakaian dan tekstil. Dickson, Loker, dan Eckman (2009) mengatakan bahwa
terdapat tanggung jawab sosial terhadap standar ketenagakerjaan, hak asasi manusia, dan
lingkungan Hidup, karena saling berkesinambungan. Crowther David (2008 : 201) mengurai
prinsip-prinsip tanggung jawab CSR menjadi tiga, antara lain yaitu Sustainability (sustainability),
Accountability, dan Transparency.
erkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan aktivitas
Sustainability b
(action) tetap memperhitungkan sustainability sumber daya di masa depan. Para ahli maupun
pebisnis besar memilih kata CSR ketika kita mengambil keputusan ataupun gagasan dan
bertanggung jawab penuh secara sosial terkait dengan istilah sustainability. Dalam buku karya
Brundtland yang berjudul komisi dunia untuk lingkungan hidup dan pembangunan, ia
mengatakan “kebutuhan saat ini harus terpenuhi tanpa mengurangi kebutuhan generasi
mendatang" bukan hanya kebutuhan saat ini saja yang harus kita pikirkan, kebutuhan untuk
generasi mendatang pun tentu menjadi topik yang penting dalam pembahasan CSR.
Sustainability bukan hanya digunakan sebagai istilah, tetapi praktik yang harus diterapkan
dalam suatu perusahaan. (Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan, 1987, hal. 8).
Terdapat banyak pertimbangan mengenai upaya apa saja yang akan dilakukan
terhadap sustainability dalam berbagai industri salah satunya industri fashion, industri fashion
memiliki alur yang kompleks, dimulai dengan tahapan-tahapan yang terdapat didalamnya
hingga sampai kepada konsumen (misalnya produksi, distribusi, ritel hingga pembuangannya).
Praktek berkelanjutan yang biasa dilakukan memiliki tahapan-tahapan yang bervariasi,
misalnya pada tingkat ritel, salah satu contoh brand H&M yang menitikberatkan tindakan
sustainability terhadap masalah lingkungan seperti efek karbon, penawaran produk ramah
lingkungan, membuat sumbangan produk atau menawarkan pakaian bekas kepada
konsumen. (H&M, Zara) Dengan demikian, kegiatan apapun yang membentuk “Sustainability”
memiliki banyak segi. Memahami pengaruh sistem sustainability pada konsumen adalah suatu
hal yang penting karena sistem ini dapat berdampak pada reputasi bisnis fashion, karena
banyak konsumen yang sudah aware terhadap Sustainability Development dan akibatnya akan
menghasilkan keputusan pembelian konsumen (Seuring & Muller, 2008). Sustainability System
memiliki pengaruh yang kuat terhadap konsumen dalam memilih dan membeli produk fashion.
Beberapa perusahaan pakaian mengkomunikasikan upaya Sustainability System
melalui situs web atau aplikasinya. Beberapa perusahaan pakaian lainnya mempromosikan
secara langsung sustainability system yang mereka lakukan kepada customer. Misalnya,
konsumen dapat memilih produk pakaian dengan bahan yang mudah terurai terbuat dari bahan
natural namun berkualitas lebih rendah dibandingkan dengan memilih produk pakaian tahan
lama tetapi tidak mudah terurai. Hal ini disebabkan masyarakat sekarang sadar dan peduli
terhadap masalah sustainability yang sedang dihadapi oleh seluruh masyarakat di dunia.
Sebagai individu yang memandang sistem sustainability sebagai hal yang penting, kita dapat
memilih perusahaan pakaian dan beberapa merek pakaian, dalam hal ini kategori fast fashion
menjadi moderator variabel yang akan diukur.
Terdapat beberapa ahli yang melakukan penelitian terhadap pengaruh kegiatan
sustainability dengan hubungannya terhadap Brand Attitude, dan CBI (Consumer Brand
Identification). Menguji dan membuktikan sejauh mana pengaruh upaya sustainability
(dibandingkan jika tidak ada upaya sustainability) terhadap hubungan Brand Attitude, dan CBI
(Customer Brand Identification). Kami mengaitkannya dengan WOM sebagai hasil dari
hubungan dengan merek. Model ini dibangun berdasarkan studi Carroll dan Ahuvia (2006) yang
telah mengidentifikasi beberapa anteseden dan konsekuensi dari love brand atau brand loyalty.
Namun dalam penelitian ini, kami mengidentifikasi pengaruh sustainability effort terhadap word
of mouth suatu merek karena belum ada yang melakukan hubungan ini sebelumnya.
Makalah ini disusun sebagai berikut. Bagian selanjutnya memberikan model konseptual
erpengaruh terhadap brand
tentang bagaimana konsep Sustainability Effort pada Fast Fashion b
identity (CBI), brand attitude dan word of mouth , dan mengembangkan hipotesis terkait.
Metode yang dilakukan untuk menguji hubungan antara konsep kemudian dijelaskan kembali.
Hasil dari dari penelitian ini kemudian disajikan, diikuti oleh kesimpulan. Akhirnya, arah
penelitian di masa depan dan beberapa keterbatasan penelitian disajikan sebagai kesimpulan.
2. LITERATURE REVIEW
Banyak Industri Fashion, Technology, dan industri lainnya secara global telah membuat
komitmen besar untuk sustainability pada produk-produk yang mereka jual, terutama dalam
beberapa tahun terakhir.
Kendaraan beremisi rendah dan listrik telah memasuki pasar mobil, dan produsen
peralatan berusaha keras untuk menghasilkan lebih banyak barang rumah tangga hemat
energi. Industri tertentu telah menemukan banyak peluang untuk meningkatkan sustainability
atau menambah manfaat ramah lingkungan lainnya. Dalam industri konstruksi, misalnya,
produk baru atau yang akan datang termasuk urinal tanpa air, pompa panas berbahan bakar
karbon, power-over-the-ethernet untuk penerangan rumah, dan hybrid, pengering efisiensi
tinggi (Peiffer, 2015).
Kemasan ramah lingkungan juga menjadi peluang matang untuk inovasi sustainability.
Sasaran dalam beberapa tahun terakhir adalah yang menghasilkan limbah substansial, banyak
yang tidak dapat didaur ulang, dan juga menghabiskan sumber daya alam dalam
pembuatannya. Dalam proses mengembangkan cara untuk menghasilkan pengemasan sekali
pakai yang mengurangi jejak karbon hingga 31 persen. Ini dicapai dengan menilai dampak
lingkungan dari kemasan ini selama proses produksi, dari bahan baku yang digunakan melalui
distribusi dan pasca penggunaan (Hardcastle, 2016). Dalam industri fashion perusahaan seperti
Zara, Mango, Zara, Disney, H&M, Adidas, dan Nike telah melakukan pengurangan signifikan
dalam jejak karbon mereka dalam beberapa tahun terakhir (Castro, 2016; Hardcastle, 2016).
Merek pakaian berbeda pada berbagai atribut (mis. Harga, kualitas, model, style) dan
telah diklasifikasikan menurut atribut mana yang ditampilkan (mis. Dengan Type Fashion Luxury
dan Fast Fashion, Modest). Sebagai contoh, merek-merek luxury menyediakan pelanggan
dengan langka, produk berkualitas tinggi, dan mungkin abadi, tingkat layanan yang tinggi, dan
luar biasa pengalaman berbelanja (Fionda & Moore, 2009). Produk merek luxury dapat dilihat
sebagai investasi yang harus disimpan dan digunakan untuk jangka waktu yang lama. Guercini
dan Ranfagni (2013), dari pemeriksaan mereka terhadap perusahaan wol Italia, berpendapat
bahwa beberapa komponen sustainability (yaitu daya tahan) melekat pada merek-merek
mewah, dengan demikian, di pada tingkat tertentu, merek-merek mewah secara inheren
berkelanjutan.
Sebaliknya, merek pakaian Fast fashion (mis. H&M, Bershka, Mango) menyediakan bagi
pelanggan produk murah dan berkualitas rendah (Joy, Sherry, Venkatesh, Wang, & Chan,
2012). Merek-merek Fast fashion telah dikritik karena sifat sekali pakai dari barang-barang
mereka bawa ke pasar (Cline, 2012). H&M adalah salah satu contohnya. Meskipun H&M
memiliki berkomitmen pada konsep sustainability sebagai salah satu strategi bisnis yang
mereka lakukan, seperti yang mereka report dalam website-websitenya dan telah melaporkan
proses sustainability melalui situs product mereka (How we report, 2014), perusahaan telah
dikritik sebagai tidak sustainability karena kurangnya inheren umur panjang produk (mis. Joy et
al.).
Sebagai contoh, Park dan Kim (2016) menemukan sustainability konsumen
pengetahuan melemahkan pengaruh nilai yang dirasakan merek-merek mode cepat (mis. H&M,
Forever 21, Zara) pada kepercayaan merek konsumen yang pada gilirannya mempengaruhi
merek mereka loyalitas. Sebaliknya, Levi's, merek pakaian AS, telah diakui sebagai
Berkelanjutan Merek Pakaian Koalisi (SAC) yang mengembangkan standar industri yang luas
untuk berkelanjutan produk dan proses dan dipandang sebagai menarik oleh konsumen (Kunz,
Karpova, & Garner, 2016). Dengan demikian, sangat layak bahwa pengaruh upaya
sustainability hidup loyalitas merek konsumen mungkin berbeda berdasarkan jenis merek dan
dengan demikian, jenis pakaian merek dapat memoderasi hubungan antara upaya sustainability
dan loyalitas merek.
2.6 Hyphothesis Development
H1 : Dampak Positif Brand Attitude bagi konsumen pada Brand Type (Fast Fashion)
akan lebih kuat ketika terdapat sustainability effort dibandingkan jika tidak ada
sustainability effort.
H2 : Dampak Positif Word of Mouth bagi konsumen pada Brand Type (Fast Fashion)
akan lebih kuat ketika terdapat sustainability effort dibandingkan jika tidak ada
sustainability.
H3 : Dampak Positif C-B Identification bagi konsumen pada Brand Type (Fast Fashion)
akan lebih kuat ketika terdapat sustainability effort dibandingkan jika tidak ada
sustainability.
3. RISET METODOLOGI
Word of Mouth Saya mengajak teman dan keluarga untuk membeli merek ini
Saya merekomendasikan merek ini setiap kali ada yang meminta saran saya.
Jika merek tersebut disebutkan dalam sebuah percakapan, saya akan
merekomendasikan merek ini
Saya sebenarnya sudah merekomendasikan merek ini kepada teman dan / keluarga
saya.
CB- Identification Membeli produk fashion dari brand ini, dapat meningkatkan karakter saya
Ketika seseorang memuji merek ini, rasanya seperti saya yang mendapatkan pujian.
-saya percaya bahwa produk / layanan dari merek pakaian jenis ini membantu saya
menentukan siapa saya.
-Saya percaya bahwa merek pakaian jenis ini menumbuhkan nilai-nilai yang saya hargai.
-Dalam bertindak sebagai konsumen saya lebih kepada tipikal konsumen untuk brand ini.
REFERENCES
Ahmed Rageh Ismail, Gabriella Spinelli. (2018). Effects of brand love, personality and image on
word of mouth: The case of fashion brands among young consumers
Bhattacharya, C. B., Rao, H., & Glynn, M. A. (1995). Understanding the bond of identification:
An investigation of its correlates among art museum members. Journal of Marketing, 59,
46–57.
Byun, S., & Sternquist, B. (2008). The antecedents of in-store hoarding: Measurement and
application in the fast fashion retail environment. The International Review of Retail,
Distribution and Consumer Research, 18(2), 133–147.
Johnson, K. K. P., Lee, M., Choi, D., Mun, J. M., & Yoo, N. (2013). Trends in research
addressing fashion and social responsibility. Journal of Global Fashion Marketing, 4(3),
145–157.
Kim K. P. Johnson, Mijeong Noh (2019) Effect of apparel brands’ sustainability efforts on
consumers’ brand loyalty.