Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif yang
bersifat non reversibel atau reversibel parsial.1
Menurut definisinya, PPOK adalah penyakit yang dikarakteristikan dengan
adanya keterbatasan aliran pernapasan yang persisten, bersifat progresif dan
berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronis di saluran pernapasan
dan paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. 1
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering
dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi
utama dari protease serin.2
Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat keparahan
PPOK. PPOK eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan keluhan/gejala pada
penderita PPOK berupa 3P yaitu: 1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk 2.
Peningkatan produksi dahak/phlegm 3. Peningkatan sesak napas.. Komplikasi bisa
terjadi gagal nafas, infeksi berulang dan cor pulmonal. Prognosa PPOK tergantung
dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS
1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. Rusdi
Umur : 72 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Banyuasin, Sumatera Selatan
Tanggal Masuk MRS : 12 Agustus 2019
No RM : 20.33.39
1.2 Keluhan Utama
Sesak nafas sejak ± 3 hari sebelum masuk rumah sakit
1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita datang dengan keluhan sesak nafas yang diderita sejak ± 3
hari sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan semakin memberat dan
meningkat, sesak tidak dipengaruhi oleh makanan dan minuman, biasanya
sesak akan sedikit berkurang bila pasien beristirahat. Sesak nafas diikuti
dengan keluhan batuk dan berdahak yang kadang sulit dikeluarkan, dan dahak
keluar kadang berwarna putih dan kadang sedikit hijau, dahak berdarah (-).
Batuk dirasakan pasien sudah lama ± 1 tahun lalu, batuk dirasakan semakin
sering, pasien tidak demam, riwayat mual (+), muntah (-), nyeri disekitar
perut (-), BAK dan BAB normal.
Pasien belum pernah mengalami sesak seperti ini sebelumnya, dan
belum pernah mendapatkan pengobatan. Pasien mempunyai riwayat merokok
sejak muda (+).

2
1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM : disangkal
Riwayat hipertensi : (+)
Riwayat minum OAT(obat TB): disangkal
Riwayat merokok : (+)
1.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Jantung : disangkal
1.6 Keadaan Sosial Ekonomi
Cucu pasien mengaku untuk memasak dirumah menggunakan kompor.
Pasien berobat dengan menggunakan BPJS.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum : Sakit sedang, Compos mentis
B. GCS : E4V5M6
C. Tanda Vital
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 110 x/menit, ireguler, kuat (+)
Pernapasan : 26 x/menit
Suhu : 36,3° C axilla
CRT : < 2 detik
BB/TB : 60 kg/165 cm

D. Kepala : Normochepali, simetris.


E. Mata : Conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)
Pupil isokor (3 mm/3mm), Reflek cahaya (+/+).
F. Hidung : Darah (-), secret (-).
G. Telinga : Darah (-), secret (-).
H. Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-).
I. Leher : JVP 5-2 cmH2O, limfonodi tidak membesar.

3
J. Thorax : Retraksi (-).
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan dalam batas normal
Batas Atas : linea para sternalis sinistra ICS 2
Batas kanan : linea sternalis dextra ICS 5
Batas Kiri : linea midclavicula sinistra ICS 5
Auskultasi : Bunyi jantung I-II tunggal, reguler, murmur (-)
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Hipersonor/hipersonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan rhonki kasar (+/+)
Wheezing (+/+)
Ekspirasi memanjang (+)
K. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Massa (-) nyeri tekan (-) lapang perut, hepar/lien tidak
teraba, Ginjal : Nyeri ketok (-)
L. Ekstremitas
Akral hangat +/+, edema +/+

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Darah Lengkap (Agustus 2019)

A. Hematologi
Hemoglobin : 14,1 g/dl

4
Jumlah Eritrosit : 5,1 106/uL
Jumlah Leukosit : 41,3 103/mm3
Jumlah Trombosit : 481 103/mm3
Hematokrit : 41,4 %

B. Hitung Jenis
Basophil :0%
Eosinophil :0%
Neutrophil : 90 %
Limfosit :3%
Monosit :6%

MCV : 82,0 fL
MCH : 27,9 pg
MCHC : 34,1 g/L

C. Kimia Darah
Ureum : 77 mg/dL
Kreatinin : 1,9 mg/dL
Glukosa Darah Sewaktu: 148 mg/dL

D. Elektrolit
Natrium : 137 mmol/L
Kalium : 3,4 mmol/L

5
E. Foto Rontgen Thorax AP (Agustus 2019)

- Jantung tidak membesar (CTR < 50%)


- Aorta elongasi dan kalsifikasi. Mediastinum superior tidak melebar
- Trakea relative ditengah. Kedua hillus tidak menebal
- coracan bronkovaskular kedua paru tampak kasar
- Tampak infiltrate di pericardial kanan kiri
- Hemidiafragma kanan licin, hemidiafragma kiri mendatar. Kedua sinus
kostofrenikus lancip
- Tulang-tulang dinding dada yang tervisualisasi optimal kesan intak
Kesan :
Emfisema paru dengan pneumonia
Aorta elongasi dan kalsifikasi

F. Laboratorium Mikrobiologi (Agustus 2019)


Bahan : Sputum
Hasil : Mycpbacterium tuberculosis tidak terdeteksi

6
IV. ASSESSMENT
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) eksaserbasi akut + Hipertensi Stage
2 + Hipokalemia

V. PENATALAKSANAAN
1. Diet tinggi kalori tinggi protein
2. O2 3-4 L/menit
3. IVFD D5% 500 cc drip aminofilin 2 ampul gtt 10x/menit makro
4. Nebulizer Combivent 3x1
5. Erdosteine syrup 2x1 C PO
6. Methylprednisolone 2x4 mg PO
7. Injeksi cefoperazone 2x1 gr
8. Injeksi lansoprazole 2x30 mg
9. Injeksi furosemide 1x20 mg
10. Candesartan 1x16 mg PO
11. Kalium klorida 1x600 mg PO

VI. Follow Up
Tanggal S O A P
13-14 Sesak TD : 130/93 PPOK - Diet TKTP
Agustus nafas (+), RR : 24xmenit eksaserbasi - O2 2lpm
2019 Batuk HR : 89xmenit akut + - IVFD D5% 500 cc
berdahak Suhu : 36,3C hipertensi drip aminofilin 2
(+) Thoraks : stage 2 + ampul gtt 10x/menit
I : simetris, retraksi hipokalemia makro
(+) - Nebulizer
P: Vokal Fremitus Combivent 3x1
simetris kanan = kiri - Erdosteine syrup
P: 2x300 mg PO
hipersonor/hipersonor - Methylprednisolone
2x4 mg PO

7
A: Bronchovesikuler, - Cefoperazone 2x1
suara tambahan : gr IV
ronkhi (+) , wheezing - Lansoprazole 2x30
(+) mg IV
- Injeksi furosemide
1x20 mg
- Candesartan 1x16
mg PO
- Kalium klorida
1x600 mg PO
15-18 Sesak TD : 124/74 PPOK - Diet TKTP
Agustus nafas RR : 22xmenit eksaserbasi - IVFD D5% 500 cc
2019 berkurang HR : 72xmenit akut + drip aminofilin 1
(+), Batuk Suhu : 36C hipertensi ampul gtt 15x/menit
berdahak Thoraks : stage 2 + makro
(+) I : simetris, retraksi (- hipokalemia - Nebulizer
) Combivent 3x1
P: Vokal Fremitus - Erdosteine syrup
simetris kanan = kiri 2x300 mg PO
P: sonor/sonor - Methylprednisolone
A: Bronchovesikuler, 2x4 mg PO
suara tambahan : - Cefoperazone 2x1
ronkhi (+) , wheezing gr IV
(-) - Lansoprazole 2x30
mg IV
- Injeksi furosemide
1x20 mg
- Candesartan 1x16
mg PO

8
19 Agustus Sesak TD : 130/80 PPOK - Symbicort
2019 nafas (-), RR : 22xmenit eksaserbasi tubuhaler 2x2 puff
Batuk HR : 88xmenit akut + - Salbutamol 2x2 mg
berdahak Suhu : 36C hipertensi PO
(+) , Thoraks : stage 2 + - Teofilin 1x300 mg
Pasien I : simetris, retraksi (- hipokalemia PO
boleh ) - Erdosteine syrup
pulang P: Vokal Fremitus 2x300 mg PO
simetris kanan = kiri - Methylprednisolone
P: sonor/sonor 2x4 mg PO
A: Bronchovesikuler, - Candesartan 1x16
suara tambahan : mg PO
ronkhi (+) , wheezing
(-)

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau
reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau
gabungan keduanya.4

3.2 Epidemiologi
Secara global, diperkirakan sekitar 3 juta kematian disebabkan
karena PPOK pada tahun 2015 yaitu 5% dari semua kematian global pada
tahun itu. Lebih dari 90% kematian PPOK terjadi di negara berkembang.
Penyebab utama PPOK adalah paparan asap tembakau (baik merokok aktif
atau perokok pasif. Faktor risiko lain termasuk paparan polusi udara dalam
ruangan dan luar ruangan dan debu dan asap kerja (WHO,2015). Prevalens
PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan usia
harapan hidup penduduk dunia. Menurut prediksi WHO, PPOK yang saat
ini merupakan penyebab kematian ke-4 di seluruh dunia diperkirakan pada
tahun 2030 akan menjadi penyebab kematian ke-3 di seluruh dunia.5

3.3 Faktor Resiko


1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus

10
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia.5

3.4 Patofisiologi
Pada PPOK, hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi
utama yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran
napas bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang
dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural
pada paru. Terjadinya penebalan pada saluran napas kecil dengan
peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding
luar saluran napas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan napas. Lumen
saluran napas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung
eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit. 2
Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi
sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotaktik neutrofil
seperti interleukin 8 dan leukotrien B4, tumuor necrosis factor (TNF),
monocyte chemotactic peptide (MCP)-1 dan reactive oxygen species
(ROS).2
Paradigma dominan dari patogenesis emfisema terdiri atas empat
peristiwa yang berkaitan : (1) Paparan kronis dari merokok akan
menyebabkan rekruitmen sel inflamasi ke dalam ruang udara terminal di
paru. (2) Sel-sel inflamasi ini melepaskan elastonic proteinases yang
merusak matriks ekstraseluler di paru. (3) Kematian sel secara struktural
dihasilkan dari stres oksidatif dan hilangnya ikatan matriks sel. (4)
Perbaikan elastin dan komponen matriks ekstraseluler yang tidak efektif
menghasilkan pembesaran ruang udara yang didefinisikan sebagai
emfisema pulmonal.2
Paparan asap rokok dapat mempengaruhi saluran pernapasan besar,
saluran pernapasan kecil (diameter ≤2mm), dan alveoli. Perubahan di
saluran pernapasan besar menyebabkan batuk dan sputum, sedangkan di

11
saluran pernapasan kecil dan alveoli bertanggung jawab terhadap perubahan
fisiologis.2
Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi
pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang
sebelumnya stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien
memerlukan perubahan pengobatan yang biasa digunakan. Eksaserbasi ini
biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme, polusi
udara atau obat golongan sedatif.4
Konsep patogenesis PPOK

Sumber: PDPI. Klasifikasi. Dalam : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif


Kronik) Diagnosis dan Penatalaksanaan. Edisi Juli 2011

12
Sumber : Spurzem JR, Rennard SI, Pathogenesis of COPD, 2005,26(2):142-
53)

Klasifikasi Penyakit Gejala Klinis Spirometri

PPOK Ringan -Dengan atau tanpa -VEP1 ≥ 80% prediksi


batuk (nilai normal
spirometri)
-Dengan atau tanpa
produksi sputum -VEP1/KVP < 70%

-Sesak napas derajat


sesak 1 sampai derajat
sesak 2

PPOK Sedang -Dengan atau tanpa -VEP1/KVP < 70%


batuk
-50% ≤ VEP1 < 80%
-Dengan atau tanpa prediksi
produksi sputum

-Sesak napas derajat 3

13
PPOK Berat -Sesak napas derajat -VEP1/KVP < 70%
sesak 4 dan 5
-30% ≤ VEP1 < 50%
-Eksaserbasi lebih prediksi
sering terjadi

PPOK Sangat Berat -Sesak napas derajat -VEP1/KVP <70%


sesak 4 dan 5 dengan
-VEP1 < 30% prediksi,
gagal napas kronik
atau
-Eksaserbasi lebih
-VEP1 < 50% dengan
sering terjadi
gagal napas kronik
-Disertai komplikasi kor
pulmonale atau gagal
jantung kanan

Klasifikasi PPOK (Gold, 2009)

14
3.5 DIAGNOSIS 4
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Lingkungan asap rokok dan polusi udara terdapat faktor
predisposisi
- pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan Fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
- jugularis di leher dan edema tungkai
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
Hipersonor, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
• Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh

15
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometry
2. Peak flow meter (arus puncak respirasi)
3. Pulse oxymetri
4. Analisis gas darah
5. Foto thorax
6. Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leukosit,, trombosit)

3.6 Diagnosa Banding 4


• Asma
• SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculososis)

Asma PPOK SOPT


Timbul pada usia muda ++ - +
Sakit mendadak ++ - -
Riwayat merokok +/- +++ -
Riwayat atopi ++ + -
Sesak dan mengi berulang +++ + +
Batuk kronik berdahak + ++ +
Hipereaktiviti bronkus +++ + +/-
Reversibiliti obstruksi ++ - -
Variabiliti harian ++ + -
Eosinofil sputum + - ?
Neutrofil sputum - + ?
Makrofag sputum + - ?

16
3.7 Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut 4
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi
atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.
Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline,
atau frekuensi nadi > 20% baseline.
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang
ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat).
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
1. Diagnosis beratnya eksaerbasi
- Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal
- Kesadaran
- Tanda vital
- Analisis gas darah
- Pneomonia
2. Terapi oksigen adekuat
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan
utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang
mengancam jiwa
3. Pemberian obat-obatan yang maksimal
a. Bronkodilator
Golongan β– 2 agonis

17
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai
obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
berat.
Mekanisme kerja: melalui stimulasi reseptor β2 di trachea dan
bronkus, yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini
memperkuat pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi
menjadi cyclic-adenosin mononosphat (cAMP) dengan pembebasan
energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya
kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek bronchodilatasi dan
penghambatan pelepasan mediator oleh sel mast.
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4xperhari ).
Mekanisme kerja : Di dalam sel-sel otot polos terdapat
keseimbangan antara sistem adrenergis dan sistem kolinergis. Bila karena
sesuatu sebab reseptor b2 dari sistem adrenergis terhambat, maka sistem
kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronchokonstriksi. Antikolinergik
memblok reseptor muskarinik dari saraf-saraf kolinergis di otot polos
bronkus, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek
bronkodilatasi.

b. Kortikosteroid
Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30-40
mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena.
Budesonide inhalasi kortikosteroid dapat menjadi alternatif (namun lebih
mahal) dibandingkan kortikosteroid oral dalam terapi eksaserbasi..
Preparat steroid inhalasi dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki
efek anti inflamasi topikal yang maksimal dan efek sistemik seminimal
mungkin. Termasuk dalam golongan obat inhalasi steroid antara lain

18
Beclometasonem Dipropionate (BDP),Budesonide (BUD), Triamcinolone
Acetonite (TA), Flunisonide, Fluticasone Dipropionate (FDP).6
Kortikosteroid menembus membran sel dan akan berikatan dengan
reseptor glukokortikoid yang banyak terdpat pada sitoplasma sel target.
Selanjutnya kompleks tersebut akan masuk ke dalam nukleus dan
berikatan dengan elemen respon glukokortikoid yang spesifik (“specific
glucocorticoid response element”) untuk dapat mengatur transkripsi gen.
Jadi kortikosteroid mengendalikan inflamasi melalui proses transkripsi
gen , suatu proses yang rumit, memerlukan waktu 6 - 12 jam. Mekanisme
utama steroid diduga melalui inhibisi pembentukan sitokin tertentu.
Seperti IL1, TNFα, GM-CSF, IL-3, IL- 4, IL-5, IL-6, dan IL-8. Steroid
juga mempercepat regenerasi sel epitel, dan jangka panjang juga
mengurangi jumlah sel mas.6
Obat steroid inhalasi yang mencapai paru-paru hampir seluruhnya
diabsorpsi, sehingga keseimbangan antara efek terapi dan efek samping
sistemik sepenuhnya tergantung pada bioavaibilitas obat yang tertelan.

19
Beberapa terapi inhalasi yang tersedia : 7

Generic Beclomethasone Budesonide Flunisolide Fluticasone Fluticasone Triamcinolone


name Dipropionate Propionate Propionate Acetonide
Brand name Beclovent Pulmicort Aerobid and Flovent Flovent Azmacort
(manufacturer) (Glaxo Turbuhaler Aerobid-M (Glaxo Rotadisk (Rhone-
welcome) (Astra (Forest) welcome) (Glaxo Paulenc
Vanceril and Zeneca) welcome) Rorer)
Vanceril DS
(Schering
Plough)
Dosage form MDI, DPI MDI MDI 44,10, DPI 50, MDI with
42µg/puff ex- 200µg/dose 250µg/puff or 220 100, or 250 builtin
actuator ex-actuator µg/puff µg/dose spacer, 100
(84µg/puff for exactuator µg/puff
the double- exspacer
strength
product)
Recommended 252-840µg , 400- 1,0002,000µg, 176- 200- 600-1,6000µg,
adult daily 2 puffs tid-10 1,600µg 1 2 puffs bid- 1,760µg 2,000µg 2 puffs tid-8
dose puffs bid (half dose bid-4 4 puffs bid 2 puffs bid 2 doses bid puffs bid
th enumber of doses bid (44)-4 puffs (50)-4
puffs for the (stable bid (220) doses bid
doublestrength patient can (250)
product) be
maintained
in 1 dose of
200
µg/doses

20
Budesonide (BUD) merupakan steroid inhalasi yang paling banyak
diteliti. Kadar puncak tercapai setelah 15 – 30 menit inhalasi, terdeposisi
25%-30% di jaringan paru. Dimetabolisme secara cepat dan sempurna di
hepar, bentuk metabolitnya diekskresi melalui urin dan feses dan hanya
memiliki potensi seperseratus dari Budesonid. Budesonid mempunyai
kemampuan berikatan (afinitas) dengan reseptor glukokortikoid 7 kali
lebih besar dibanding deksametason.
Efek samping lokal pemberian steroid inhalasi yang pernah
dilaporkan adalah disfonia dan kandidiasis oral. Disfonia diduga terjadi
karena miopati pada otot laring, namun efek samping ini bersifat
reversibel. Kandidiasis oral dapat dicegah dengan cara berkumur atau
cuci mulut setelah pemakaian steroid inhalasi.
Kortikosteroid Inhalasi (ICS) dan Long Acting Beta2 Agonist
(LABA) adalah 2 obat yang banyak digunakan dalam pengobatan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Kedua obat ini dapat
digunakan secara tunggal (monoterapi) atau kombinasi.8
Dalam panduan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD) 2013, disebutkan bahwa ICS dan LABA dapat
digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi. Tetapi penggunaan
secara kombinasi lebih efektif untuk memperbaiki fungsi paru, status
kesehatan dan mengurangi eksaserbasi pada PPOK sedang sampai berat.8

c. Antibiotik
- Peningkatan jumlah sputum
- Sputum berubah menjadi purulen
- Peningkatan sesak
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan
komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di
rumah sakit sebaiknya intravena.

21
d. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin

3.8 Komplikasi 5
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada
kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limposit darah.
3. Kor Pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai
gagal jantung kanan.

22
ANALISA KASUS

Tn. R seorang laki-laki berusia 72 tahun datang ke IGD RSUD


Banyuasin dengan keluhan sesak nafas sejak ± 3 hari sebelum masuk rumah
sakit, sesak dirasakan semakin memberat dan meningkat, sesak tidak
dipengaruhi oleh makanan dan minuman, biasanya sesak akan sedikit
berkurang bila pasien beristirahat. Sesak nafas diikuti dengan keluhan batuk
dan berdahak yang kadang sulit dikeluarkan, dan dahak keluar kadang
berwarna putih dan kadang sedikit hijau, dahak berdarah (-). Batuk dirasakan
pasien sudah lama ± 1 tahun lalu, batuk dirasakan semakin sering, pasien
tidak demam, riwayat mual (+), muntah (-), nyeri disekitar perut (-), BAK
dan BAB normal.
Pasien belum pernah mengalami sesak seperti ini sebelumnya, dan
belum pernah mendapatkan pengobatan. Pasien mempunyai riwayat merokok
sejak muda (+).
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum, tampak sakit
sedang , kesadaran compos mentis, dan tekanan darah yaitu 160/100 mmHg,
nadi 110 x/m, respiratory rate 26 x/m, suhu 36.3 derajat celcius, berat badan:
60 kg. Dilihat dari tanda vital dalam keadaan tidak normal. Pada pemeriksaan
thorax paru pada perkusi didapatkan hipersonor/hipersonor, dan pada
auskultasi didapatkan suara tambahan ronki kasar (+/+) dan wheezing (+/+),
serta didapatkan ekspirasi memanjang, yang menandakan bahwa telah terjadi
PPOK eksaserbasi akut. Dilakukan pemeriksaan radiologi didapatkan kesan
Emfisema paru dengan pneumonia. Pada pasien ini telah terjadi adanya kor
pulmonale/gagal jantung kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal
sehingga menyebabkan gagal jantung kanan sehingga pada pasien ini terdapat
pitting edema pada kedua tungkai.
Pasien diberikan berupa oksigen nasal kanul, bronkodilator drip dalam
pengenceran, bronkodilator inhalasi, serta mukolitik dan antibiotic.
Konseling, edukasi, dan informasi sangat penting dalam penatalaksanaan
kasus ini dimana yang harus dititik beratkan adalah tentang diagnosis,

23
tatalaksana, komplikasinya, serta upaya pencegahan sekunder untuk
menghambat penyulit pada pasien PPOK eksaserbasi akut. Prognosis pada
pasien ini adalah dubia.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung


Disease (GOLD). Global Strategy for The Diagnosis, Management, and
Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Update 2014.
Geneva: WHO Press; 2014.
2. Harrison S. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Dalam: Longo DL,
3. Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, penyunting.
4. Harrison‟s Principles of Internal Medicine. Edisi ke-18. Amerika Serikat:
McGraw-Hill; 2012. hlm. 1547-54
5. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi Akut. Diakses tanggal 16 desember
2016 di http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-
ppok-isi2.html
6. PDPI. Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan di Indonesia. Penyakit Paru
Obstrukstif Kronik. 2003.
7. WHO. 2015. COPD diakses pada tanggal 16 desember 2016, available at
http://www.who.int/topics/chronic_obstructive_pulmonary_disease/en/
8. Global Strategy for Diagnosis, Management, and Prevention of COPD –
2016 available at http://goldcopd.org/global-strategy-diagnosis-
management-prevention-copd-2016/
9. Colice Gl. Comparing Inhaled Corticosteroids. Respiratory Care
2000;7:846- 53.
10. Nannini LJ, Poole P, Milan SJ, Kesterton A. Combined corticosteroid
and long-acting beta2-agonist in one inhaler versus inhaled
corticosteroids alone for chronic obstructive pulmonary disease

25

Anda mungkin juga menyukai