Anda di halaman 1dari 4

DVI atau Disaster Victim Identification

Abstrak

Tujuan : untuk menanggulangi Bencana massal yang didefinisikan sebagai suatu


peristiwa yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, yang dapat terjadi
secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa manusia,
kerusakan harta benda dan lingkungan, serta melampaui kemampuan dan sumber daya
masyarakat.

Metode dan hasil: Prinsipnya adalah pemeriksaan identitas seseorang memerlukan


berbagai metode dari yang sederhana sampai yang rumit. Identifikasi memiliki 2
metode, yaitu metode sederhana(cara visual, melalui kepemilikan, dokumentasi)
dan ilmiah (Sidikjari, Serologi, Odontologi, Biologi). Selanjutnya dalam identifikasi tidak
hanya menggunakan satu cara saja, segala cara yang mungkin harus dilakukan, hal ini
penting oleh karena semakin banyak kesamaan yang ditemukan akan semakin akurat.
Identifikasi tersebut minimal harus menggunakan 2 cara yang digunakan memberikan hasil
yang positif (tidak meragukan). Setelah korban teridentifikasi sedapat mungkin dilakukan
perawatan jenazah. Perawatan jenazah setelah teridentifikasi dilaksanakan oleh unsur
Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Sosial dan Dinas Pemakaman yang dibantu oleh
keluarga korban. Kemudian jenazah diserahkan kepada keluarganya oleh petugas khusus
dari Komisi Identifikasi

Kesimpulan: Penanganan identifikasi korban bencana massal berdasarkan standar yang


berlaku merupakan suatu proses yang dapat dipertanggung-jawabkan, baik secara ilmiah
dan secara hukum. Diperlukan kerjasama dan pengertian yang baik di antara semua pihak
yang terlibat dalam penerapannya, sehingga proses identifikasi mencapai ketepatan dalam
identifikasi dan bukan hanya kecepatan dalam prosesnya.

Signifikansi dan manfaat: studi ini menjelaskan penanggulangan untuk


mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal secara ilmiah yang dapat
dipertanggung-jawabkan dan mengacu kepada standar baku Interpol.

Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 13.667 pulau dengan batas
luasnya sebesar 2.027.087 km2 mempunyai kurang lebih 129 gunung merapi. Secara
geologis Indonesia terletak di pertemuan diantara 3 plat tektonik utama (Eurasia,
IndoAustralia dan Mediterania) dan secarademografi terdiri dari bermacam-macam
etnik, agama, latar belakang sosial dan budaya, dimana keadaan tersebut memberikan
petunjuk bahwa Indonesia berisiko tinggi sebagai negara yang rawan dari bencana alam
terjadinya gempa bumi, Tsunami, longsor, banjir maupun kecelakaan baik darat, laut
maupun udara.Bencana massal didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang disebabkan oleh
alamatau karena ulah manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang
menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, serta
melampaui kemampuan dan sumber daya masyarakat untuk menanggulanginya.
Umumnya korban yang hidup telah banyak dapat diatasi oleh tim medis, para medis dan
tim pendukung lainnya. Namun berbeda bagi korban yang sudah mati yang perlu ditangani
secara khusus dengan membentuk tim khusus pula. Dalam penggolongannya bencana
massal dibedakan menjadi 2 tipe. Pertama, Natural Disaster, seperti Tsunami, gempa bumi,
banjir, tanah longsor dan sejenisnya. Sedangkan yang kedua, dikenal sebagai ‘Man
Made Disaster’ yang dapat berupa kelalaian manusia itu sendiri seperti: kecelakaan udara,
laut, darat, kebakaran hutan dan sejenisnya serta akibat ulah manusia yang telah
direncanakannya seperti pada kasus terorisme.2,3 DVI (Disaster Victim Identification)
adalah suatu definisi yang diberikan sebagai sebuah prosedur untuk mengidentifikasi
korban mati akibat bencana massal secara ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan
dan mengacu kepada standar baku Interpol. Adapun proses DVI meliputi 5 fase, dimana
setiap fasenya mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya, yang terdiri dari ‘The
Scene’, ‘The Mortuary’, ‘Ante Mortem Information Retrieval’, ‘Reconciliation’ and
‘Debriefi”. Dalam melakukan proses tersebut terdapat bermacam-macam metode dan
tehnik identifikasi yang dapat digunakan. Namun demikian Interpol menentukan
Primary Indentifiers yang terdiri dari Fingerprints, Dental Records dan DNA serta
Secondary Indentifiers yang terdiri dari Medical, Property dan Photography. Prinsip
dari proses identifikasi ini adalah dengan membandingkan data Ante Mortem dan Post
Mortem, semakin banyak yang cocok maka akan semakin baik. Primary Identifiers
mempunyai nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan Secondary Identifiers
Metode
Identifikasi korban
Pengetahuan mengenai identifikasi (pengenalan jati diri seseorang) pada awalnya
berkembang karena kebutuhan dalam proses penyidikan suatu tindak pidana khususnya
untuk menandai ciri pelaku tindak kriminal, dengan adanya perkembangan masalah
masalah sosial dan perkembangan ilmu pengetahuan maka identifikasi dimanfaatkan
juga untuk keperluan-keperluan yang berhubungan dengan kesejahteraan umat
manusia.Pengetahuan identifikasi secara ilmiah diperkenalkan pertama kali oleh dokter
Perancis pada awal abad ke 19 bernama Alfonsus Bertillon tahun 1853-1914 dengan
memanfaatkan ciri umum seseorang seperti ukuran anthropometri, warna rambut, mata
dan lain-lain. Kenyataan cara ini banyak kendala-kendalanya oleh karena
perubahanperubahan yang terjadi secara biologis pada seseorang dengan bertambahnya
usia selain kesulitan dalam menyimpan data secara sistematis.Sistem yang berkembang
kemudian adalah pendeteksian melalui sidik jari (Daktiloskopi) yang awalnya
diperkenalkan oleh Nehemiah Grew tahun 1614-1712, kemudian oleh Mercello Malphigi
tahun 1628-1694 dan dikembangkan secara ilmiah oleh dokter Henry Fauld tahun 1880 dan
Francis Dalton tahun 1892 keduanya berasal dari Inggris. Berdasarkan perhitungan
matematis penggunaan sidik jari sebagai sarana identifikasi mempunyai ketepatan yang
cukup tinggi karena kemungkinan adanya 2 orang yang memiliki sidik jari yang sama
adalah 64 x 109: 1, kendala dari sistem ini adalah diperlukan data dasar sidik jari dari
seluruh penduduk untuk pembanding. Adanya perkembangan ilmu pengetahun, saat
ini berbagai disiplin ilmu pengetahuan dapat dimanfaatkan untuk meng-identifikasi
seseorang, namun yang paling berperan adalah berbagai disiplin ilmu kedokteran
mengingat yang dikenali adalah manusia. Identifikasi melalui sarana ilmu
kedokteran dikenal sebagai Identifikasi Medik. Manfaat identifikasi semula hanya
untuk kepentingan dalam bidang kriminal (mengenal korban atau pelaku
kejahatan), saat ini telah berkembang untuk kepentingan non kriminal seperti
asuransi, penentuan keturunan, ahli waris dan menelusuri sebab dan akibat
kecelakaan, bahkan identifikasi dapat dimanfaatkan untuk pencegahan cedera atau
kematian akibat kecelakaan.

METODOLOGI IDENTIFIKASI
Prinsipnya adalah pemeriksaan identitas seseorang memerlukan berbagai metode
dari yang sederhana sampai yang rumit.
a. Metode sederhana
1) Cara visual, dapat bermanfaat bila kondisi mayat masih baik, cara ini mudah
karena identitas dikenal melalui penampakan luar baik berupa profil tubuh atau
muka. Cara ini tidak dapat diterapkan bila mayat telah busuk, terbakar, mutilasi
serta harus mempertimbangkan faktor psikologi keluarga korban (sedang berduka,
stress, sedih, dll)
2) Melalui kepemilikan (property)
identititas cukup dapat dipercaya terutama bila kepemilikan tersebut (pakaian,
perhiasan, surat jati diri)masih melekat pada tubuh korban.
3) Dokumentasi, foto diri, foto keluarga,
foto sekolah, KTP atau SIM dan lain sebagainya.
b. Metode ilmiah, antara lain:
1) Sidik jari,
2)Serologi,
3) Odontologi,
4) Antropologi
5) Biologi.
Cara-cara ini sekarang berkembang dengan pesat berbagai disiplin ilmu ternyata
dapat dimanfaatkan untuk identifikasi korban tidak dikenal.

Anda mungkin juga menyukai