Anda di halaman 1dari 60

KARYA TULIS ILMIAH

IDENTIFIKASI JENIS BAKTERI AEROB PENYEBAB BATUK KRONIS


BERDASARKAN DIAGNOSIS KLINIS DI RS PKU
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh


Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:
FARAH FAUZIANINGTYAS
20110310117

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
2

HALAMAN PENGESAHAN KTI

IDENTIFIKASI JENIS BAKTERI AEROB PENYEBAB BATUK KRONIS


BERDASARKAN DIAGNOSIS KLINIS DI RS PKU
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun oleh :
FARAH FAUZIANINGTYAS
20110310117

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal … Juli 2015

Dosen Pembimbing Dosen Penguji

dr. Hj. Inayati Habib, M.Kes. Sp. MK Dra. Lilis Suryani, M. Kes
NIK. 19680113199708173025 NIK. 19680210199511173013

Mengetahui

Kaprodi Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG, M.Kes


NIK : 197110281997173027
3

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini


Nama : Farah Fauzianingtyas
NIM : 20110310117
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar
– benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Datar Pustaka di bagian akhir Karya
Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 6 Juli 2015


Yang membuat pernyataan,
Tanda tangan

Farah Fauzianingtyas
4

MOTTO

Allah knows best who struggles in his way and Allah knows best who is
wounded in his way.
- Muhammad SAW

No amount of guilt can change the past, and no amount of worrying


can change the future.
- Umar bin Khattab

Happiness can be found even in the darkest of times if ones only


remembers to turn on the light.
- Albus Dumbledore
5

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan pertolongan-Nya.


Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasullullah Muhammad SAW.
Pertolongan dan kekuatan dari Allah SWT telah membuat penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Identifikasi Jenis Bakteri Aerob
Penyebab Batuk Kronis Berdasarkan Diagnosis Klinis di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta”. Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat
memperoleh derajat sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis berharap dengan dibuatnya karya
tulis ilmiah ini dapat memberi informasi yang berperan dalam kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran, serta terdapat manfaat untuk meningkatkan
kesejahteraan umat manusia.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada berbagai pihak yang selama ini telah memberikan dukungan, bimbingan dan
doa dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Allah SWT, atas segala pertolongan, kekuatan, dan nikmat yang tidak terhitung
banyaknya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
2. dr.Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. dr. Inayati Habib, M.Kes., Sp. MK selaku pembimbing dalam penyusunan
proposal karya tulis ilmiah.
4. dr. Siti Aminah TSE, M.Kes., Sp.KK selaku penanggung jawab blok metodologi
penelitian dan statistika.
5. Keluarga penulis, (Bapak) Gunawan Sri Wibowo, S. Sos, (Ibu) Dra. Ilis
Widiyaningrum, M. Pd, dan (Kakak) Aditya Agung Dharmawan, S.E, atas
6

dukungan dan doa yang diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan karya
tulis ilmiah ini.
6. Sahabat – sahabat penulis: Kartika, Larasaty, Nuansa, Rahmatika, Selia, Whika,
Whinda, Fitri, Shinta, Esty, dan Zedda atas semangat dan doa yang diberikan
sehingga penulis mampu menjalani proses penyusunan karya tulis ilmiah ini.
7. Teman-teman kelompok KTI (Prastika, Annisa, Wulan, Suci, Auly, dan Nuurin)
yang telah membantu serta memberikan kritik dan saran dalam penyusunan
karya tulis ilmiah ini.
8. Rekan sejawat PD UMY 2011 yang telah memberikan dukungan bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini belum sempurna, untuk itu
penulis memohon maaf dan demi kebaikan karya tulis ilmiah ini, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata,
penulis mengharapkan agar karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama ilmu kedokteran.

Yogyakarta, 6 Juli 2015


Penulis

Farah Fauzianingtyas
7

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….. ii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN…………………………… iii
MOTTO......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR................................................................................... v
DAFTAR ISI.................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….. ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
INTISARI ..................................................................................................... xi
ABSTRACT .................................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 6
E. Keaslian Penelitian ...................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................


A. TINJAUAN PUSTAKA 9
1. Batuk ..................................................................................... 9
a. Definisi ............................................................................ 9
b. Mekanisme ....................................................................... 10
c. Etiologi ............................................................................. 12
d. Diagnosis Klinis ............................................................... 12
2. Bakteri .................................................................................... 15
a. Morfologi ......................................................................... 15
b. Klasifikasi ........................................................................ 16
c. Patogenesis ....................................................................... 17
B. Kerangka Konsep ......................................................................... 21
C. Hipotesis ....................................................................................... 21

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 22


A. Desain Penelitian .......................................................................... 22
B. Populasi dan Sampel .................................................................... 22
C. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 23
D. Vanabel dan Devinisi Operasional ............................................... 24
E. Instrumen Penelitian .................................................................... 26
F. Cara Pengumpulan Data ............................................................... 27
G. Etika Penelitian……………………………………………….. 31
8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 32


A. Hasil ........................................................................................... 32
B. Pembahasan……………………………………………………. 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 40


A. Kesimpulan .................................................................................. 40
B. Saran ............................................................................................ 41

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 42


LAMPIRAN
9

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep……………………………………………… 21


10

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pasien Batuk Kronis di RS PKU Muhammadiyah


Yogyakarta Berdasarkan Umur………………………………………32
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pasien Batuk Kronis di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta Berdasarkan Jenis Kelamin……………………………32
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pasien Batuk Kronis Di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta Berdasarkan Diagnosis Klinis…………………………33
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Mikroorganisme Penyebab Infeksi pada Pasien Batuk
Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta……………34
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Bakteri Aerob Penyebab Infeksi pada Pasien Batuk
Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta……………34
11

IDENTIFIKASI JENIS BAKTERI AEROB PENYEBAB BATUK


KRONIS BERDASARKAN DIAGNOSIS KLINIS DI RS
PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Farah Fauzianingtyas¹ , dr. Inayati Habib Sp.MK ²


¹Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY
²Departemen Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY

INTISARI

Batuk adalah keluhan yang paling sering disampaikan saat mengunjungi


praktik dokter. Batuk yang bertahan > 8 minggu disebut batuk kronis. Dahak pada
batuk menandakan adanya infeksi di saluran pernafasan yang sering disebabkan
oleh bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis bakteri aerob
penyebab batuk kronis berdasarkan diagnosis klinis di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan
secara cross sectional. Sampel sputum diperoleh dari 30 pasien dengan gejala batuk
kronis yang telah mendapatkan diagnosis klinis dari dokter. Identifikasi
mikroorganisme menggunakan metode kultur sputum dengan media agar darah,
MSA, TSA, dan MacConkey. Analisis data menggunakan metode deskriptif.
Ditemukan 33 mikroorganisme penyebab infeksi saluran pernapasan yaitu
87% (26) bakteri aerob dan 13% (7) jamur. Bakteri aerob penyebab batuk kronis di
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang paling banyak ditemukan adalah
Staphylococcus aureus. Diagnosis klinis pasien dengan batuk kronis di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta yang paling banyak ditemukan adalah PPOK
(penyakit paru obstruktif kronik). Pada proses identifikasi terdapat 3 preparat yang
ditumbuhi lebih dari satu mikroorganisme yang dapat disebabkan adanya hasil
kultur yang terkontaminasi air liur saat melewati mulut dan dapat dilaporkan
sebagai kontaminasi flora normal.

Kata Kunci : batuk kronis, bakteri aerob, diagnosis klinis


12

ABSTRACT

Cough is the most common complaints presented during the doctor's visit. A
cough that persists > 8 weeks is called chronic cough. Sputum in cough
indicates the presence of infection in the respiratory tract that is often caused by
bacteria. This study aimed to identify the type of aerobic bacteria cause chronic
cough based on the clinical diagnosis of PKU Muhammadiyah Hospital in
Yogyakarta. This type of research is descriptive analytic. Data collection was
performed by cross sectional. Sputum samples obtained from 30 patients with
symptoms of chronic cough who have obtained a clinical diagnosis from a doctor.
Identification of microorganisms using sputum culture media blood agar, MSA,
TSA, and MacConkey. The data analysis using descriptive methods.
Found 33 microorganisms that cause respiratory tract infections, namely
87% (26) of aerobic bacteria and 13% (7) fungus. Aerobic bacteria cause chronic
cough in RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta most common is Staphylococcus
aureus. The clinical diagnosis of patients with chronic cough in RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta most common is COPD (chronic obstructive
pulmonary disease). In the identification process, there are 3 preparations were
covered more than one microorganism that can be caused by a contaminated culture
results saliva as it passes through the mouth and can be reported as normal flora
contamination.

Keywords: chronic cough, aerobic bacteria, clinical diagnosis


13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batuk adalah keluhan yang paling sering disampaikan oleh seseorang saat

mengunjungi praktik dokter dan merupakan gejala yang paling sering

ditemukan pada penyakit saluran pernafasan (Birring, 2006). Batuk merupakan

cara tubuh untuk membersihkan tenggorokan dan saluran pernafasan.

Berdasarkan produksi dahak batuk digolongkan menjadi batuk produktif dan

batuk non produktif, disebut sebagai batuk produktif jika batuk disertai dahak

(Wilson, 2005). Dahak pada batuk menandakan adanya infeksi dan peradangan

di saluran pernafasan (Ringel, 2009).

Terdapat tiga jenis batuk berdasarkan lama terjadinya yaitu: batuk akut

(muncul spontan dan segera menghilang sebelum 3 minggu), batuk subakut

(terjadi selama 3 – 8 minggu), dan batuk kronis (terjadi secara terus menerus

hingga lebih dari 8 minggu) (Pavord dan Chung, 2008). Batuk kronis ada

sebanyak 10% dari seluruh populasi batuk. Batuk yang terjadi terus menerus

selama lebih dari 4 minggu dapat digunakan sebagai tanda adanya penyakit atau

gangguan yang terjadi pada saluran pernafasan sehingga memerlukan

pemeriksaan lanjutan (Irwin et al, 2006). Gangguan saluran pernafasan paling

banyak disebabkan adanya infeksi dan seringkali menyebabkan kecacatan dan

kematian di seluruh dunia (Innes dan Reid, 2006).


14

Saluran pernafasan sering terinfeksi oleh patogen yang masuk saat kontak

langsung dengan lingkungan dan secara terus menerus terpapar oleh

mikroorganisme yang terdapat dalam udara yang dihirup (Kamus Kedokteran

Dorland, 2002). Di dunia hampir 4 juta orang meninggal karena infeksi saluran

pernafasan akut hingga kronis setiap tahunnya. Angka kejadian paling tinggi

terdapat pada bayi, anak-anak dan orang lanjut usia (WHO, 2007). Di Indonesia

infeksi saluran pernafasan adalah salah satu dari 10 penyebab kematian utama

(Kemenkes RI, 2012).

Gangguan saluran pernafasan dikelompokkan berdasarkan kemampuan

penularannya menjadi dua golongan yaitupenyakit menular dan tidak menular.

Penyakit menular (PM) yang dikumpulkan dalam Riskesdas 2013 berdasarkan

media penularan melalui udara yaitu: Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),

pneumonia, dan TB paru. Pada golongan penyakit tidak menular (PTM) dalam

Riskesdas 2013 meliputi asma dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).

Penyakit-penyakit tersebut pada umumnya mempunyai gejala umum berupa

batuk (Riskesdas 2013). Risiko menderita infeksi saluran pernafasan meningkat

seiring bertambahnya usia dan pada orang-orang dengan penurunan kekebalan

tubuh.

Angka kematian yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan

meningkat dari tahun ke tahun (Priyanti, 2000). Hasil Survei Kesehatan Rumah

Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran nafas bawah menempati

urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia (PDPI, 2003). Di

Yogyakarta penyakit saluran pernafasan dengan gejala batuk kronis yang paling
15

sering ditemukan yaitu TB paru, PPOK, dan ISPA non pneumonia. (Dinkes

Prov. DIY, 2012). Belum banyak diketahui tentang hubungan antara frekuensi

batuk dan jenis mikroorganisme penyebab batuk, karena parameter lain seperti

sensitivitas tubuh dan keparahan batuk belum dapat digunakan sebagai standar

pasti untuk menentukan mikroorganisme penyebab batuk (Prudon et al, 2005).

Mikroorganisme yang secara umum sering ditemukan sebagai penyebab

infeksi saluran pernafasan adalah bakteri (Talebi-Taber et al., 2010). Bakteri

dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, yaitu

bakteri aerob dan anaerob. Bakteri aerob merupakan bakteri yang tumbuh

optimal pada lingkungan yang mengandung oksigen, sedangkan bakteri anerob

tidak. Infeksi oleh bakteri aerob dan anaerob secara klinis sukar dibedakan

(Behrman et al., 2004). Bakteri aerob yang paling sering teridentifikasi pada

kultur sputum yaitu Staphylococcus aureus dan spesies Klebsiella sp (Ibrahim

et al., 2014).

Keberadaan bakteri-bakteri potensial patogen pada tubuh manusia

menjadi sebuah masalah karena dapat menjadi sumber penularan dan

penyebaran pada orang lain (Rodriguez dan Martinez, 2002). Cara penegakan

diagnosis bakteri penyebab infeksi pada manusia hingga hari ini masih

dilakukan dengan identifikasi melalui kultur mikroorganisme dari cairan tubuh

pasien misalnya dahak atau darah. Meskipun memakan waktu, namun

identifikasi tersebut diperlukan untuk mencegah timbulnya resistensi karena

pemberian antibiotik yang kurang tepat (Ibrahim et al,, 2014).


16

Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Kesehatan

akan tercipta ketika interaksi antara manusia dan lingkungan sekitarnya berjalan

seimbang, namun bila terjadi perubahan dalam lingkungan maka keseimbangan

akan terganggu dan mempengaruhi kesehatan. Faktor-faktor lingkungan yang

dapat mempengaruhi perkembangan mikroorganisme seperti bakteri dan jamur

misalnya suhu dan kelembaban udara. (Pelczar dan Chan, 1988). Kualitas

bakteriologi makanan dan air juga merupakan aspek penting yang dapat

mempengaruhi perbedaan hasil identifikasi bakteri di daerah yang berbeda

(Lima et al., 2010). RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan salah satu

rumah sakit di Yogyakarta selalu menerima pasien gangguan saluran pernafasan

dengan keluhan batuk kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri setiap

tahunnya.

Pertumbuhan bakteri sebagai salah satu mikroorganisme penyebab batuk

sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya, sehingga jenis bakteri

penyebab batuk kronis yang teridentifikasi dari kultur sputum di suatu tempat

dapat berbeda dengan di tempat lain. Penyakit saluran pernafasan di suatu

tempat berbeda dengan di tempat lain karena hal tersebut berhubungan dengan

pertumbuhan mikroorganisme penyebab. Keadaan ini membuat diperlukannya

penelitian mengenai identifikasi jenis bakteri aerob penyebab batuk kronis

berdasarkan diagnosis klinis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Integrasi ayat Al-Quran dengan topik penelitian terdapat pada surat Al

‘Alaq ayat 1 dan 5:

ْ ‫َخلَقَ الَّذ‬
َ ‫( َي ْعلَ ْم لَ ْم َما نَ ْن‬1)‫ي َر ابكَ س اْم ابا اا ْق َرأ‬
(5)‫سا ا ال َعلَ َم‬
17

Artinya :

“(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan. (5)
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Terdapat pula pada Surat Yunus ayat 36 :

َ‫َّللاَ َع ِلي ٌم بِ َما َي ْفعَلُون‬


َّ ‫ش ْيئًا ۚ إِ َّن‬ ِ ‫ظ َّن ََّل يُ ْغنِي ِمنَ ْال َح‬
َ ‫ق‬ َّ ‫ظنًّا ۚ إِ َّن ال‬
َ ‫َو َما يَتَّبِ ُع أ َ ْكث َ ُر ُه ْم إِ ََّّل‬

Artinya :
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja.
Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai
kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan.”

Dalam kedua surat di atas Allah dengan tegas memberikan perintah kepada

manusia untuk mencari ilmu dan menjauhkan diri dari keraguan tentang suatu

hal.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah:

1. Apakah bakteri aerob yang paling banyak ditemukan sebagai penyebab

batuk kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta?

2. Apakah diagnosis klinis pasien dengan batuk kronis yang paling banyak

ditemukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta?


18

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui jenis-jenis bakteri aerob penyebab batuk kronis berdasarkan

diagnosis klinis yang paling banyak ditemukan di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta.

2. Mengetahui diagnosis klinis dengan gejala batuk kronis yang paling banyak

ditemukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan tentang jenis-jenis bakteri aerob penyebab

batuk kronis, sehingga dapat meningkatkan keterampilan penunjang

diagnostik.

2. Bagi Klinisi

Mengetahui jenis bakteri aerob penyebab batuk klinis dalam rangka

perencanaan pemberian terapi dan pengobatan pada pasien sehingga

mengurangi resiko resistensi maupun komplikasi.

3. Bagi Masyarakat

Mendapatkan pengobatan yang tepat, efisien, dan efektif sehingga

menurunkan resiko resitensi maupun komplikasi.


19

E. KEASLIAN PENELITIAN

Selama penelusuran pustaka yang sudah dilakukan oleh peneliti tentang

identifikasi jenis bakteri aerob penyebab batuk kronis berdasarkan diagnosis

klinis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta belum didapatkan penelitian

yang sama dengan penelitian ini. Beberapa hasil penelitian (artikel penelitian)

yang pernah dilakukan adalah:

1. Bakteri Aerob Pada Sputum Kelompok Geriatri Dengan Infeksi Saluran

Pernafasan Di Puskesmas Ranotana Weru (Villy Tompodung, 2014)

Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pola bakteri pada sputum

kelompok geriatri dengan infeksi saluran pernafasandengan menggunakan

metode deskriptif prospektif. Penelitian tersebut menggunakan sampel

sputum dari pasien geriatri di Puskesmas Ranotana Weru. Hasil dari

penelitian tersebut didapatkan bakteri penyebab terbanyak infeksi saluran

pernafasan pada geriatri adalah Streptococcus sp, dan pria lebih banyak

mengalami infeksi saluran pernafasan dibandingkan dengan wanita.

Perbedaan dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh

peneliti bertujuan untuk mengidentifikasi jenis bakteri aerob penyebab

batuk kronis berdasarkan diagnosis klinis di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta.

2. Identifikasi Bakteri Pada Sputum Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Eksaserbasi Akut di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau (Nora Aries

Marta, 2014)
20

Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui jenis bakteri yang

teridentifikasi di sputum penderita PPOK eksaserbasi akut di RSUD

Arifn Achmad Provinsi Riau. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian deskriptif melalui penelitian kultur bakteri dari sputum

penderita PPOK dengan eksaserbasi akut di RSUD Arifin Achmad

Provinsi Riau yang memenuhi kriteria. Populasi dalam penelitian ini

adalah semua pasien PPOK eksaserbasi akut yang dirawat inap di

bangsal paru RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Kesimpulan pada

penelitian ini bahwa eksaserbasi pada penderita PPOK dominan

disebabkan adanya infeksi bakteri, mayoritas merupakan gram negatif.

Bakteri yang paling banyak ditemukan adalah spesies Klebsiella sp.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu

penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis bakteri aerob

penyebab batuk kronis berdasarkan diagnosis klinis di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Batuk

a. Definisi

Batuk merupakan salah satu mekanisme pertahanan respiratorik

tubuh. (Swarnkar, 2013). Batuk adalah satu dari penyebab tersering

yang membuat seseorang menemui dokter. Pemeriksaan lanjutan pasien

dengan batuk kronis didasari pengetahuan bahwa batuk kronis biasanya

disebabkan adanya gangguan pada saluran pernapasan atas dimana

reseptor batuk tersedia dalam jumlah banyak. Pemeriksaan juga

diperlukan sebagai perencanaan terapi yang efektif (Birring, 2006)

Terdapat tiga jenis batuk berdasarkan lama terjadinya yaitu: batuk

akut (muncul spontan dan segera menghilang sebelum 3 minggu), batuk

subakut (terjadi selama 3 – 8 minggu), dan batuk kronis (terjadi secara

terus menerus hingga lebih dari 8 minggu) (Pavord dan Chung, 2008).

Batuk yang terjadi terus menerus selama lebih dari 4 minggu

menandakan adanya penyakit atau gangguan yang terjadi pada saluran

pernafasan (Irwin et al., 2006).

Batuk yang tetap bertahan setelah dilakukan terapi dengan obat-

obatan lini pertama merupakan alasan dilakukannya penanganan lebih

lanjut. Sebagian besar fakta ilmiah penanganan batuk kronis yang


23

menetap berasal dari adanya penemuan-penemuan yang membuktikan

bahwa batuk yang menetap biasanya diakibatkan oleh adanya penyakit

seperti asma dan gangguan pada saluran pernapasan. Keadaan tersebut

dapat membaik jika pasien mendapatkan perawatan yang lebih intensif

(Pavord dan Chung, 2008).

b. Mekanisme

Mekanisme batuk dapat dicetuskan secara volunteer atau refleksif.

Refleks batuk adalah refleks defensif yang berfungsi untuk melindungi

saluran pernapasan dari mikroorganisme patogen maupun alergen di

udara yang berpotensi menimbulkan gangguan. Dalam beberapa

penyakit saluran napas, batuk yang berlangsung terus-menerus akan

menimbulkan gangguan mukosa. Pemahaman tentang jalur saraf yang

terlibat dalam refleks batuk dapat memfasilitasi pengembangan strategi

terapi yang mencegah timbulnya gangguan atau infeksi (Korpas dan

Tomori, 1978).

Mekanisme batuk tergantung dari lima komponen yaitu reseptor

batuk, saraf aferen, pusat batuk, saraf eferen, dan efektor.Adanya

rangsangan pada reseptor batuk akan dibawa oleh saraf aferen ke pusat

batuk di medula untuk diteruskan ke efektor melalui saraf eferen

(Supriyatno, 2010). Batuk merupakan rangkaian refleks yang

melibatkan reseptor batuk, saraf aferen, pusat batuk, saraf eferen, dan

efektor. Refleks batuk tidak akan sempurna apabila salah satu unsurnya

tidak terpenuhi. Adanya rangsangan pada reseptor batuk akan dibawa


24

oleh saraf aferen ke pusat batuk di medula untuk diteruskan ke efektor

melalui saraf eferen. Reseptor batuk terdapat di beberapa tempat pada

saluran pernapasan, yaitu faring, laring, trakea, bronkus, hidung (sinus

paranasal), telinga, lambung, dan perikardium sedangkan efektor batuk

dapat berupa otot faring, laring, diafragma, interkostal, dan lain-lain.

Proses batuk didahului inspirasi maksimal, penutupan glotis,

peningkatan tekanan intra toraks, terbukanya glotis, dan terjadi batuk

secara eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran

respirasi. Inspirasi diperlukan untuk mendapatkan volume udara

maksimal sehingga terjadi peningkatan tekanan intratorakal.

Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang bertujuan mempertahankan

volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase ini terjadi

kontraksi otot ekspirasi karena pemendekan otot ekspirasi sehingga

selain tekanan intratorakal tinggi tekanan intraabdomen pun tinggi.

Setelah tekanan intratorakal dan intraabdomen meningkat maka glotis

akan terbuka yang menyebabkan terjadinya ekspirasi yang cepat,

singkat, dan kuat sehingga terjadi pembersihan bahan-bahan yang tidak

diperlukan seperti mukus dan lain-lain. Setelah fase tersebut maka otot

respiratorik akan relaksasi yang dapat berlangsung singkat atau lama

tergantung dari jenis batuknya. Apabila diperlukan batuk kembali maka

fase relaksasi berlangsung singkat untuk persiapan batuk (Widdicombe,

2003).
25

Batuk dikenal sebagai suatu mekanisme pertahanan tubuh dengan tiga

fase:

(1) fase inspirasi

(2) ekspirasi maksimal melawan glotis yang tertutup

(3) pembukaan glotis yang diikuti ekspirasi cepat sehingga

menghasilkan suara dengan karakteristik yang kita kenal sebagai suara

batuk (Pavord dan Chung, 2008).

c. Etiologi

Etiologi batuk dapat diketahui setelah mempertimbangkan jenis,

lama, dan umur timbulnya batuk (Supriyatno, 2010). Secara umum

penyebab dari infeksi saluran pernapasan adalah virus dan bakteri (Innes

dan Reid, 2006).

d. Diagnosis Klinis

Penegakan diagnosis etiologi pada pasien dengan keluhan batuk

meliputi pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi (PDPI, 2003).

Berikut ini adalah beberapa penyakit pada saluran pernapasan dengan

manifestasi klinis batuk kronis yang paling banyak dijumpai di

masyarakat berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013:

1) Tuberculosis paru (TB paru)

Di Indonesia penderita TB paru berjumlah 10% dari total

seluruh penderita TB Paru di Indonesia, terbanyak setelah India dan

Cina. Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan

oleh bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama


26

Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui dahak

penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru tersebut. Pada

waktu penderita batuk, butir-butir air ludah beterbangan di udara

yang mengandung basil TBC dan terhisap oleh orang yang sehat dan

masuk ke dalam paru yang kemudian menyebabkan penyakit

tuberkulosis paru. Prevalensi TB paru meningkat seiring

bertambahnya usia, dengan resiko tertinggi pada usia lebih dari 65

tahun (Manalu, 2010).

2) Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

ISPA dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama

pada bayi dan balita dengan angka kematian 20-35% dari total

kematian bayi dan balita di negara berkembang (Denny, 1986).

Prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar

25% (Riskesdas, 2013). Penyakit infeksi akut menyerang salah satu

bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai hidung (saluran atas)

hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan aksesoris seperti

sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi ini dibedakan

menjadi dua yaitu ISPA atas dan bawah. Infeksi saluran pernapasan

atas adalah infeksi yang disebabkan oleh virus atau bakteri

dansering disebut common cold. Sedangkan, infeksi saluran

pernapasan akut bawah merupakan infeksi yang telah didahului oleh

infeksi saluran atas yang disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder,

yang kemudian dapat berkembang menjadi


27

pneumonia.Mikroorganisme penyebab ISPA meliputi virus

parainfluenza, adenovirus, rhinovirus, koronavirus, dan

Streptococcus sp (Zaman, 1997).

3) Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)

bagian bawah yang mengenai parenkim paru dan yang paling sering

menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita (Kemenkes RI,

2010). Beberapa survei yang dilakukan di Jakarta dan Malang

menyimpulkan bahwa penyebab pneumonia utama yang diambil

dari bahan sputum adalah kuman Klebsiella pneumoniae disusul

Staphylococcus koagulase positif, Staphylococcus koagulase

negatif, Strepstococcus sp dan Acinetobacter anitratus (Susilo,

2013).

4) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh

hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif

nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis

kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik

adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik

berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua

tahun berturut – turut dan tidak disebabkan penyakit lainnya.

Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh

pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai


28

kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita

bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema (PDPI,

2003). Sebelumnya istilah bronkhitis kronis dan emfisema lebih

banyak digunakan, tapi sekarang tidak lagi karena keduanya

termasuk dalam diagnosis PPOK (WHO, 2015). Hasil penelitian

oleh Sonita pada tahun 2012 mendapatkan bakteri penyebab PPOK

adalah Klebsiella spp (42,44%), Streptococcus α hemolyticus

(38,37%), Pseudomonas aeruginosa (12,21%), Staphylococcus

aureus (4,65%), Proteus mirabilis (1,16%), Staphylococcus

epidermidis (0,58%) dan Streptococcus pneumoniae (0,58%)

(Sonita, 2012).

2. Bakteri

a. Morfologi

Bakteri berasal dari kata Latin bacterium; dalam bentuk jamak:

bacteria yaitu kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti

sel. Organisme ini termasuk ke dalam domain prokariota dan berukuran

sangat kecil. Pada umumnya, bakteri berukuran 0,3-5 μm (Goszczynska

dan Serfontein, 2000). Ada tiga morfologi dasar bakteri, yaitu: bacillus

(batang kecil), coccus dan spirillum (melingkar atau spiral)

(Fankhauser, 2001).

Bakteri mempunyai ukuran sel antara 0,3 – 5 µm. Bakteri dapat

ditemukan dalam tiga jenis bentuk yaitu :


29

1) Bentuk basil, adalah bentuk yang menyerupai tongkat silindris,

berukuran lebar 0,3-1μm, panjang 1,5-4μm atau terkadang sampai

8μm

2) Bentuk coccus, adalah bentuk menyerupai bola-bola kecil yang rata-

rata berdiameter 1μm

3) Bentuk spiral, adalah bentuk yang panjang berbengkok-bengkok

dan berukuran lebar 0,5-1μm, panjang 2-5 atau terkadang sampai

10μm (Adam, 1992).

Bakteri yang menyebabkan penyakit pada manusia

dikelompokkan menjadi 4 kategori besar yaitu :

1) Eubakteri gram negatif yang memiliki dinding sel

2) Eubakteri gram positif yang memiliki dinding sel

3) Eubakteri sedikit berdinding sel

4) Arkeobakteri (Jawetz, 1996).

b. Klasifikasi

Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, bakteri dibedakan

menjadi dua macam, yaitu bakteri aerob dan bakteri anaerob.

1) Bakteri aerob merupakan bakteri yang membutuhkan oksigen

bebas untuk hidupnya. Bakteri aerob dapat diisolasi dengan mudah

dengan mengkultur bakteri pada media cair. Bakteri hasil kultur

biasanya berkumpul di permukaan media cair sehingga dapat

menyerap oksigen secara maksimal.


30

2) Bakteri anaerob merupakan bakteri yang tidak membutuhkan

oksigen bebas dalam pembentukan energinya. Energi diperoleh dari

proses perombakan senyawa organik tanpa menggunakan oksigen

yang disebut fermentasi. Bakteri anaerob dibedakan menjadi dua

yaitu bakteri anaerob obligat yang hanya dapat hidup di lingkungan

tanpa oksigen, dan akan teracuni jika ada oksigen, dan bakteri

anaerob fakultatif yang dapat hidup di lingkungan yang

mengandung oksigen maupun lingkungan yang tidak mengandung

oksigen (Aryulina, Muslim, et al. 2004).

Sering disinggung adanya bahwa bakteri anaerob berada pada

tempat infeksi akibat lingkungan yang dibentuk oleh bakteri aerob

yang berada di tempat itu secara bersamaan sehingga eliminasi

terhadap bakteri aerob diharapkan secara otomatis akan

menimbulkan kematian untuk bakteri anaerob (Muliawan, 2009).

c. Patogenitas

Patogenesis infeksi bakteri diawali dengan proses infeksi hingga

mekanisme timbulnya tanda dan gejala penyakit (Gadepalli, Dhawan, et

al., 2006). Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,

mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.

Patogenitas bakteri dibagi menjadi dua yaitu patogen oportunistik dan

patogen virulen. Patogen oportunistik biasanya adalah flora normal dan

menyebabkan penyakit bila menyerang bagian yang tidak terlindungi,

biasanya terjadi pada orang yang kondisinya tidak sehat. Patogen virulen
31

lebih berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit meskipun pada

kondisi sehat. Bagian tubuh yang paling sering menjadi tempat perlekatan

bakteri yaitu membran mukosa melalui saluran pernafasan.

Proses patogenesis pada tubuh dimulai dengan masuknya bakteri ke

dalam tubuh lewat bermacam-macam cara, kemudian akan terjadi proses

adhesi - kolonisasi yaitu proses bakteri menempel pada permukaan sel

inang, perlekatan terjadi pada sel epitel. Kemudian bakteri akan

membentuk koloni. Selanjutnya bakteri akan melakukan invasi, yaitu

proses bakteri masuk ke dalam sel inang/jaringan dan menyebar ke

seluruh tubuh; akses yang lebih mendalam dari bakteri supaya dapat

memulai proses infeksi. Kemudian akan terjadi kehidupan intraseluler

(terjadi apabila mikroba benar-benar berpenetrasi dalam sel inang dan

hidup di dalamnya, sebagian besar bakteri gram negatif dan positif

patogen mempunyai kemampuan ini) dan berakhir dengan perusakan

organ atau jaringan (Brooks, Butel, et al., 2005).

Berikut adalah beberapa spesies bakteri patogen yang paling

sering ditemukan pada kultur sputum menurut penelitian yang

dilakukan oleh Ibrahim M dan Staros E.B pada tahun 2012:

1) Streptococcus pneumonia

Streptococcus pneumonia adalah bakteri aerob gram positif

yang merupakan penyebab utama penyakit saluran pernafasan

dengan gejala batuk kronis yaitu pneumonia. Bakteri ini berbentuk

bulat atau lonjong dengan diameter kurang dari 2μm. Suhu optimum
32

untuk perkembangbiakannya adalah 37˚ C. Pada perbenihan cair

dapat tumbuh berpasangan atau berantai.

2) Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif

berbentuk bulat dengan diameter 0,5-1,5μm, tidak bergerak, dan

bentuk koloninya bergerombol seperti anggur. Staphylococcus cepat

resisten terhadap banyak antimikroba sehingga ketika menjadi

penyebab suatu infeksi akan sulit diobati. Suhu optimum untuk

pertumbuhan adalah 30˚-40˚C dengan pH optimum 7,0-7,5. Bakteri

ini peka terhadap panas dan di tubuh manusia paling sering

ditemukan di kulit dan selaput lendir.

3) Klebsiella

Bakteri ini berasal dari famili Enterobacteriaceae. Penyakit

yang ditimbulkan oleh bakteri ini antara lain adalah

bronkopneumoniae dan pneumonia. Bakteri ini termasuk gram

negatif, berbentuk basil atau batang, tidak berspora, tidak bergerak,

dan memiliki kapsul. Bakteri ini berukuran 0,3-1,5 × 0,6-6μm. Suhu

optimum untuk pertumbuhannya adalah 35˚-37˚C, sedangkan pH

optimumnya 7,2.

4) Haemophilus influinzae

Bakteri ini sering ditemukan di selaput mukosa saluran napas

atas pada manusia. Bakteri berbentuk kokobasil atau batang dengan

diameter tubuhkira-kira 1,5 μm dan tampak seperti rantai pendek


33

yang tidak bergerak. Bakteri gram negatif ini tumbuh optimum pada

suhu 37˚C dan pada pH 7,4-7,8 (Bonang dan Koeswardono, 1982).

B. KERANGKA KONSEP

Batuk Kronis Diagnosis


Klinis
Sputum
1. PPOK
Identifikasi Bakteri 2. Tuberculosis paru
3. ISPA
Makroskopik Mikroskopik
4. Pneumonia

Media TSA Pengecatan Gram dsb..

Media MSA

Media Agar Darah

Media MacConkey

Perbedaan Jenis Bakteri

: Diteliti

: : Tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian.


34

C. HIPOTESIS

1) Bakteri aerob penyebab batuk kronis di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta yang paling banyak ditemukan adalah Staphylococcus aureus.

2) Diagnosis klinis pasien dengan batuk kronis di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta yang paling banyak ditemukan adalah PPOK (penyakit paru

obstruktif kronik).
35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Pengambilan sampel

dilakukan secara cross sectional.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang memenuhi karakteristik

yang telah ditentukan. Populasi terbagi dalam dua macam, yaitu :

a. Populasi Target

Pasien dengan gejala batuk kronis.

b. Populasi Terjangkau

Pasien rawat jalan dan rawat inap di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta dengan gejala batuk kronis.

2. Sampel

Sampel diambil dari penderita batuk kronis di poliklinik maupun bangsal

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1) Pasien dengan batuk >8 minggu yang telah mendapatkan diagnosis

klinis dari dokter.


36

2) Pasien dengan batuk produktif (menghasilkan dahak) dan mampu

mengeluarkan dahak.

3) Pasien yang telah mendapatkan diagnosis infeksi saluran pernapasan

yaitu ISPA, pneumonia, TB paru, asma, dan PPOK.

4) Pasien yang bersedia menjadi responden penelitian dan bekerja

sama selama proses penelitian berlangsung.

5) Bersedia diambil sputum dahaknya untuk dilakukan identifikasi

jenis bakteri aerob penyebab batuk kronis.

b. Kriteria Eksklusi

1) Pasien dengan batuk kurang dari 8 minggu.

2) Pasien yang sedang mengkonsumsi obat – obatan untuk infeksi

selain infeksi saluran pernapasan, karena dikhawatirkan akan

mengganggu hasil penelitian.

3) Pasien yang tidak bersedia menjadi responden penelitian.

Penelitian ini menggunakan 30 sampel sesuai dengan teori Roscoe dalam

buku Research Method for Businerss yang menyatakan bahwa ukuran

sampel minimum yang layak dalam penelitian adalah 30 (Sugiyono,

2010).

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di poliklinik atau bangsal RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta dan identifikasi perbedaan jenis bakteri aerob

penyebab batuk kronis dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas


37

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian dilakukan selama 8 bulan yaitu pada bulan Juli 2014 – Februari 2015.

D. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel

Pada penelitian ini menggunakan 3 variabel, yaitu :

a. Variabel Bebas

Variabel bebas yaitu jenis bakteri aerob yang didapatkan dari sputum

dahak pasien dengan batuk kronis di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat yaitu diagnosis klinis batuk kronis yang dilakukan oleh

klinisi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

c. Variabel Pengganggu

Variabel pengganggu yaitu sterilitas, suhu inkubasi, kontaminasi, dan

jumlah sampel.

2. Definisi Operasional

a. Pasien Batuk Kronis

Pasien batuk kronis adalah pasien dengan gejala batuk lebih dari 8

minggu pada bagian rawat jalan atau rawat inap di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta.
38

b. Bakteri Aerob

Bakteri aerob merupakan bakteri yang hanya dapat tumbuh di

tempat – tempat yang mengandung oksigen. Bakteri aerob yang

mungkin didapatkan misalnya Streptococcus pneumonia,

Staphylococcus aureus, dan spesies Klebsiella.

c. Diagnosis Klinis

Diagnosis klinis adalah diagnosis yang dilakukan oleh dokter

sesuai kriteria diagnosis terhadap pasien dengan gejala batuk kronis

yang berobat rawat jalan atau rawat inap di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta. Diagnosis klinis yang mungkin didapatkan misalnya ISPA,

pneumonia, TB paru, asma, dan PPOK.

d. Proses Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sputum pasien

dengan gejala batuk kronis > 8 minggu. Proses pengambilan sampel

dilakukan pada pagi hari. Sebelum mengeluarkan sputum, pasien

diminta untuk berkumur-kumur dengan air dan pasien harus melepas

gigi palsu (bila ada). Cara membatukkan sputum dimulai dengan pasien

menarik nafas dalam dan kuat sebanyak 2 – 3 kali dengan pernafasan

dada kemudian batukkan kuat sputum ke dalam pot penampung berupa

pot steril bermulut besar dan berpenutup. Periksa sputum yang

dibatukkan, bila ternyata yang dibatukkan adalah air liur/saliva, maka

pasien harus mengulangi membatukkan sputum. Proses dapat diulang


39

sampai mendapatkan dahak yang berkualitas baik dan volume yang

cukup (3-5 ml).

e. Identifikasi Bakteri

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan jenis

bakteri aerob penyebab batuk kronis berdasarkan diagnosis klinis yang

dilakukan oleh klinisi dengan menggunakan pemeriksaan mikroskopik

dan kultur.

f. Pemeriksaan Mikroskopik

Identifikasi perbedaan jenis bakteri aerob penyebab batuk kronis

melalui pemeriksaan mikroskopik dilakukan menggunakan mikroskop

cahaya pada sediaan yang telah dilakukan pengecatan gram dengan

sebelumnya ditetesi minyak imersi. Pemeriksaan dilakukan dengan

perbesaran 1000 kali untuk mengamati bentuk, susunan, dan sifat

terhadap pengecatan gram.

g. Pemeriksaan Kultur

Identifikasi perbedaan jenis bakteri aerob penyebab batuk kronis

melalui pemeriksaan kultur dilakukan menggunakan media agar darah,

media agar MacConkey, media MSA, dan media TSA untuk mengamati

bentuk koloni, warna, dan pigmen bakteri.

h. Uji Oksidase

Uji oksidase dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri

memproduksi enzim oksidase yang memegang peranan penting dalam

transport elektron selama respirasi aerobik.


40

E. Instrumen Penelitian

1. Alat

a. Lidi steril / spuit injeksi

b. Ose bulat / lancip

c. Mikroskop cahaya

d. Objek glass

e. Kertas saring

f. Lampu Bunsen

g. Inkubator

h. Sarung tangan

i. Masker

2. Bahan

a. Sampel dahak

b. Formalin

c. Alkohol

d. Minyak imersi

e. Cat gram

f. Media agar darah

g. Media MacConkey

h. Media TSA

i. Media MSA

j. Larutan dimethyl dihidrocloride 1%


41

F. Cara Pengumpulan Data

1. Tahap Persiapan

a. Mengurus persyaratan penelitian dan perizinan kepada RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta.

b. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan saat penelitian.

c. Menentukan dan mencari subjek sebagai responden penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Meminta responden untuk bekerjasama dalam penelitian.

b. Memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian dan peran

keikutsertaan dalam penelitian.

3. Tahap Pengambilan Data

a. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dahak pada pasien dengan gejala batuk kronis

dilakukan di poliklinik atau bangsal RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta.

b. Pengambilan Data Diagnosis Klinis

1) Melihat data diagnosis klinis yang dilakukan oleh klinisi RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta di rekam medis.

2) Melihat data pengobatan yang sudah dilakukan kepada pasien

dengan gejala batuk kronis.

c. Identifikasi Jenis Bakteri Aerob

Identifikasi jenis bakteri aerob penyebab batuk kronis dilakukan

di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


42

dengan menggunakan pemeriksaan mikroskopik dan pemeriksaan

kultur.

1) Pemeriksaan Mikroskopik

a) Membuat Sediaan Oles

(1) Meneteskan cairan formalin pada objek glass sebanyak satu

tetes, ratakan lalu panaskan di atas lampu Bunsen. Hal ini

dilakukan untuk menghilangkan lemak dan organisme –

organisme yang mungkin terdapat pada objek glass.

(2) Memijarkan seluruh panjang kawat ose di atas lampu bunsen

dan melewatkan tangkainya di atas api lalu biarkan dingin

selama beberapa saat.

(3) Mengambil satu atau dua koloni bakteri pada media agar

darah, MSA, TSA, atau MacConkey dengan menggunakan

kawat ose kemudian diletakkan pada objek glass lalu

ratakan. Mengeringkan sediaan dengan memanaskan di atas

lampu Bunsen dengan jarak tidak terlalu dekat dari api

selama beberapa saat.

(4) Memberi nomor pada sediaan sesuai nomor urut pasien.

b) Melakukan Pengecatan Gram

a. Tuangkan zat warna Karbol-Gentian ungu (Gram A) pada

sediaan oles yang telah tersedia lalu biarkan selama 1 menit.

b. Zat warna dibuang dan segera diberi larutan lugol (Gram B)

tanpa dicuci terlebih dahulu lalu biarkan selama 1 menit.


43

c. Buang larutan lugol dan sediaan dicuci dengan cairan

alkohol 96% (Gram C) sampai tidak ada lagi zat warna yang

terlarut.

d. Cuci sediaan dengan air bersih.

e. Tuangkan larutan air Fuschin (Gram D) dan biarkan selama

1 menit.

f. Cuci lagi sediaan dengan air kran sampai bersih.

g. Keringkan sediaan dengan menggunakan kertas saring.

h. Hasil pengecatan : Gram positif berwarna violet dan Gram

negatif berwarna merah.

c) Identifikasi Jenis Bakteri Aerob

(1) Identifikasi sediaan yang telah dicat gram dengan terlebih

dahulu ditetesi minyak imersi dilakukan menggunakan

mikroskop cahaya pada perbesaran 1000 kali.

(2) Identifikasi mikroskopik dilakukan untuk melihat bentuk sel,

susunan, dan sifat bakteri aerob terhadap pewarnaan gram.

2) Pemeriksaan Kultur

a) Membuat Biakan Pada Media Tanam

(1) Pakailah sarung tangan dan masker untuk menghindari

terjadinya kontaminasi flora normal tubuh pada pembiakan

bakteri.

(2) Letakkan satu atau dua tetes sputum dahak pasien dengan

gejala batuk kronis pada media agar darah dan MacConkey


44

yang telah disediakan dengan menggunakan lidi / spuit

injeksi (tanpa jarum) untuk

(3) Pijarkan seluruh panjang kawat ose di atas lampu bunsen.

Lewatkan juga tangkainya di atas api, kemudian dinginkan

selama beberapa saat.

(4) Ratakan usapan sputum dahak pada media tanam

menggunakan ose.

(5) Berilah nomor pada media tanam sesuai dengan nomor urut

pasien.

(6) Inkubasi pada suhu 37º Celcius selama 18 – 24 jam.

b) Uji Oksidase

Uji oksidase dilakukan untuk mengetahui kemampuan

bakteri dalam memproduksi enzim oksidase. Dilakukan pada

koloni bakteri yang telah diikubasi selama 18 – 24 jam

menggunakan larutan 1% dimethyl dihidrocloride.

c) Identifikasi Jenis Bakteri Aerob

Identifikasi sediaan secara makroskopik untuk mengamati

bentuk koloni, warna, dan pigmen dari setiap jenis bakteri.

G. Etika Penelitian

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden (informed consent)

Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan

dilakukan serta peran keikutsertaan responden pada penelitian. Jika calon


45

responden bersedia diteliti, maka mereka diminta untuk menandatangani

lembar persetujuan (informed consent) tersebut. Tetapi jika calon responden

menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap

menghormati hak-haknya.

2. Anonimity (tanpa nama)

Peneliti tidak mencantumkan nama responden dalam lembar

pengumpulan data dan hanya akan memberi kode pada data tersebut untuk

menjaga kerahasiaan data responden.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya data

tertentu saja yang akan digunakan dan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pada pasien dengan gejala batuk kronis di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta diperoleh 30 sampel sputum. Pasien dengan gejala

batuk kronis tersebut mempunyai karakteristik sebagaimana terdapat pada tabel 1.

A. HASIL

1. Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini adalah pasien dengan gejala batuk

kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pasien Batuk Kronis di RS PKU


Muhammadiyah Yogyakarta Berdasarkan Umur.

Nomor Usia Frekuensi Persentase (%)


1 17 - 25 1 3, 33
2 26 - 35 1 3, 33
3 36 - 45 5 16, 67
4 46 - 55 5 16, 67
5 56 - 65 5 16, 67
6 > 65 13 43, 33
Total 30 100

Pasien dengan gejala batuk kronis di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta mayoritas berusia > 65 tahun yaitu sebanyak 13 orang (43,

33%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pasien Batuk Kronis di RS PKU


Muhammadiyah Yogyakarta Berdasarkan Jenis Kelamin.

Nomor Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)


1 Laki – laki 20 66, 67
2 Perempuan 10 33, 33
Total 30 100
33

Sebagian besar pasien dengan gejala batuk kronis di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta berjenis kelamin laki – laki dengan persentase

sebesar 66, 67%.

2. Diagnosis Klinis Pasien Batuk Kronis di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta

Pada penelitian ini sampel sputum diambil dari pasien dengan gejala

batuk kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang telah

mendapatkan diagnosis klinis dari dokter. Diagnosis klinis yang didapatkan

sebagaimana terdapat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pasien Batuk Kronis Di RS PKU


Muhammadiyah Yogyakarta Berdasarkan Diagnosis Klinis

Nomor Diagnosis Klinis Frekuensi Persentase (%)


1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik 16 53,34
2 Pneumonia 3 10
3 Asma 3 10
4 Bronchopneumonia 1 3, 33
5 Bronkiektasis 2 6, 67
6 Kanker paru 1 3, 33
7 Tuberculosis paru 1 3, 33
8 Abses paru 1 3, 33
9 Batuk kronis 2 6, 67
Total 30 100

Diagnosis klinis pasien dengan gejala batuk kronis di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta adalah infeksi saluran pernafasan, paling

banyak adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik dengan persentase sebesar

54, 34%.
34

3. Hasil Identifikasi Mikroorganisme pada Pasien Batuk Kronis Di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta

Mikroorganisme penyebab infeksi saluran pernafasan diidentifikasi

dengan sampel sputum dari pasien dengan gejala batuk kronis di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta sebanyak 30 pasien. Terdapat beberapa

mikroorganisme penyebab infeksi saluran pernafasan pada pasien dengan

gejala batuk kronis sebagaimana terdapat pada tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Mikroorganisme Penyebab Infeksi pada


Pasien Batuk Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Nomor Mikroorganisme Frekuensi


1 Bakteri 26
2 Jamur 7
Total 33

Dari 30 pasien yang diambil sampel sputumnya, terdapat 3 orang

pasien yang dalam sputumnya didapatkan lebih dari satu mikroorganisme

sehingga didapatkan 33 mikroorganime penyebab batuk kronis.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Bakteri Aerob Penyebab Infeksi pada Pasien


Batuk Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Nomor Jenis Bakteri Frekuensi Persentase (%)
1 Staphylococcus aureus 11 42, 3
2 Staphylococcus non aureus 8 30, 8
3 Enterobacteriaceae lactose fermented 5 19, 2
4 Enterobacteriaceae non lactose 2 7, 7
fermented
Total 26 100
35

Bakteri aerob penyebab infeksi pada pasien batuk kronis di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta adalah Staphylococcus aureus sebesar 42,3 %.

B. PEMBAHASAN

Pasien batuk kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta digolongkan

menjadi tiga kelompok berdasarkan rentang usia. Mayoritas pasien berusia > 65

tahun sebanyak 13 orang (43, 33%). Hasil penelitian ini sama seperti penelitian

yang dilakukan di Puskesmas Bahu Manado yaitu pasien infeksi saluran

pernafasan terbanyak berusia lebih dari 60 tahun. Hal ini dapat terjadi karena

daya tahan tubuh pada usia tersebut telah mengalami penurunan. Apabila terjadi

ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat

berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Fungsi sistem imunitas tubuh

(immunocompetence) menurun sesuai umur. Kemampuan imunitas tubuh

melawan infeksi menurun termasuk kecepatan respons imun dengan

peningkatan usia. Hal ini bukan berarti manusia lebih sering terserang penyakit,

tetapi saat menginjak usia tua maka resiko kesakitan meningkat seperti penyakit

infeksi, kanker, kelainan autoimun, atau penyakit kronik. Salah satu komponen

utama sistem kekebalan tubuh adalah sel T, suatu bentuk sel darah putih

(limfosit) yang berfungsi mencari jenis penyakit pathogen lalu merusaknya.

Limfosit dihasilkan oleh kelenjar limfe yang penting bagi tubuh untuk

menghasilkan antibodi melawan infeksi. Secara umum, limfosit tidak berubah

banyak pada usia tua, tetapi konfigurasi limfosit dan reaksinya melawan infeksi

berkurang. Manusia memiliki jumlah sel T yang banyak dalam tubuhnya,


36

namun seiring peningkatan usia maka jumlahnya akan berkurang yang

ditunjukkan dengan rentannya tubuh terhadap serangan penyakit. Kelompok

lansia kurang mampu menghasilkan limfosit untuk sistem imun. Sel perlawanan

infeksi yang dihasilkan kurang cepat bereaksi dan kurang efektif daripada sel

yang ditemukan pada kelompok dewasa muda.

Berdasarkan distribusi sampel menurut jenis kelamin, penderita infeksi

saluran pernapasan terbanyak pada pasien batuk kronis di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta adalah laki - laki yaitu sebanyak 20 sampel (67%),

sementara wanita sebanyak 10 sampel (33%). Hasil ini sesuai dengan

kepustakaan yang menyebutkan bahwa laki - laki lebih rentan menderita infeksi

saluran pernapasan dibandingkan dengan wanita seperti pada penelitian di

RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada tahun 2008-2012. Tingginya angka

infeksi saluran pernafasan pada laki – laki dapat disebabkan oleh kebiasaan pria

yang lebih suka merokok. Merokok merupakan faktor resiko terjadinya infeksi

saluran pernafasan, dimana fungsi paru akan menurun (Maulida, 2014). Pada

penelitian ini sebagian besar pasien laki – laki adalah perokok dan sisanya

adalah mantan perokok sehingga infeksi saluran pernafasan lebih banyak

ditemukan pada laki – laki dibanding perempuan.

Sampel dari penelitian ini menggunakan sputum dari pasien dengan gejala

batuk kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang telah mendapatkan

diagnosis klinis dari dokter. Terdapat 30 diagnosis yang didapatkan dari dokter

berupa infeksi saluran pernafasan. Diagnosis tersebut didominasi oleh Penyakit

Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebanyak 16 diagnosis (53%). Hasil ini sesuai
37

dengan penelitian oleh American Lung Association Epidemiologi and Statistic

Unit Research and Program Services pada tahun 2002 yang menunjukkan

bahwa usia lebih dari 60 tahun mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap

kejadian PPOK. PPOK adalah penyakit saluran pernafasan bawah yang dapat

dicegah. Penyebab utama PPOK adalah asap tembakau (termasuk paparan

pasif). Faktor risiko lain termasuk polusi udara, debu, dan bahan kimia (uap,

iritasi dan asap). Sebelumnya istilah bronkhitis kronis dan emfisema lebih

banyak digunakan, tapi sekarang tidak lagi karena keduanya termasuk dalam

diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronis (WHO, 2015). Riwayat merokok dan

paparan polusi dapat menjadi penyebab dideritanya PPOK oleh pasien.

Identifikasi mikroorganisme pada 30 sampel didapatkan bahwa 26 sampel

(87%) adalah spesies bakteri aerob. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri aerob

berperan penting sebagai penyebab batuk kronis. Dalam literatur sebelumnya

telah disebutkan bahwa bakteri dan virus merupakan penyebab infeksi saluran

pernafasan yang paling sering ditemukan pada pasien yang berusia di atas 60

tahun (Innes dan Reid, 2007). Ketika tubuh dalam kondisi yang baik beberapa

spesies bakteri tersebut dapat ditemukan sebagai flora normal saluran

pernafasan (Sethi, 2008) namun kemampuan patogenik dari bakteri dapat

diperkuat oleh adanya paparan dari udara yang masuk selama proses

pernafasan, karena saluran pernafasan merupakan jalan termudah bagi

mikroorganisme asing untuk masuk ke dalam tubuh ketika terhirup melalui

hidung atau mulut bersama udara (Bousquet, Jeffery, et al. 2000).


38

Bakteri aerob yang paling banyak ditemukan pada peneltian ini adalah

Staphylococcus aureus. Hal ini sesuai dengan literatur sebelumnya yang

mengatakan bahwa patogen yang paling sering terdeteksi dari kultur sputum

yaitu Staphylococcus aureus (Ibrahim, 2014). Staphylococcus aureus adalah

bagian dari genus Staphylococcus yang merupakan bakteri gram positif, non

motil, katalase positif. Staphylococcus dianggap sebagai patogen penting pada

manusia karena sering menjadi penyebab infeksi pada tubuh, terutama jenis

Staphylococcus aureus (Yugueros, Temprano, et al 2001). Pada penelitian oleh

Andreas Budi K dkk di salah satu rumah sakit di Yogyakarta pada tahun 2009

bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Klebsiella sp. Perbedaan dari

jenis bakteri yang ditemukan dapat terjadi karena adanya perbedaan

karakteristik pasien.

Selain Staphylococcus aureus bakteri penyebab infeksi yang didapatkan

dari identifikasi pada sampel sputum pasien batuk kronis di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta adalah Staphylococcus non aureus sebanyak 8

sampel (30,8%), Enterobacteriaceae lactose fermented sebanyak 5 sampel

(19,2%), dan Enterobacteriaceae lactose non fermented sebanyak 2 sampel

(7,7%). Pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap

Staphylococcus non aureus sehingga jenisnya belum diketahui. Menurut

Aminullah (2008) bakteri jenis Staphylococcus sp yang paling sering

menyebabkan infeksi yaitu jenis Staphylococcus epidermidis. Data yang

diperoleh di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang periode

2010-2012 Klebsiella sp merupakan penyebab terbanyak PPOK yang


39

menggunakan ventilator, data ini berbeda dengan penelitian pada pasien batuk

kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Adanya perbedaan jenis bakteri

penyebab infeksi dapat disebabkan oleh faktor individual pasien maupun

kondisi lingkungan.

Selain spesies Staphylococcus, pada penelitian ini juga didapatkan spesies

Enterobacter. Enterobacter termasuk dalam famili Enterobactericeae yang

merupakan kelompok gram negatif berbentuk batang yang habitat umumnya

adalah di usus manusia. Bakteri ini tidak akan menimbulkan penyakit jika

tidak bergabung dengan jenis bakteri lain. Ini disebabkan bakteri

Enterobacter bukan penyebab tunggal munculnya suatu penyakit. Escherichia

coli merupakan famili Enterobactericeae yang sering ditemukan pada manusia

sebagai mikroorganisme normal di usus besar manusia dan akan menjadi

patogen bila pindah dari habitatnya yang normal ke bagian lain dalam inang

(Melliawati, 2009). Pada keadaan tertentu jika terjadi perubahan daya tahan

tubuh pada inang atau bila ada kesempatan memasuki bagian tubuh yang lain,

bakteri ini mampu menimbulkan penyakit (Irianto, 2006). Klebsiella sp

merupakan bagian dari famili Enterobactericeae yang pada beberapa penelitian

sering ditemukan pada kultur sputum pasien batuk kronis.

Pada proses identifikasi mikroorganisme terdapat 3 preparat yang

ditumbuhi lebih dari satu mikroorganisme. Campuran mikroorganisme

biasanya ditemukan pada hasil kultur yang terkontaminasi air liur saat melewati

mulut seseorang. Jika mikroorganisme tumbuh dalam kultur, maka dapat

dilaporkan sebagai kontaminasi flora normal (Beers dan Robert, 2004). Hasil
40

pada penelitian ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa adanya

bakteri pada isolasi mikroorganisme dari kultur dahak dapat disebabkan

kontaminasi flora normal dan merupakan bukti dari adanya infeksi saluran

pernapasan (Beers dan Robert, 2004).

Proses pengambilan sampel sputum sangat berpengaruh terhadap kualitas

sampel. Sebagian besar sampel sputum pada penelitian ini berasal dari pasien

yang telah berusia lanjut sehingga mengalami kesulitan saat mengeluarkan

mengeluarkan sputum, hal ini dapat menyebabkan sputum yang dikeluarkan

bercampur air liur dan terkontaminasi mikroorganisme di air liur.

Pemeriksaan sputum sangat bermanfaat untuk diagnosis mikrobiologi

pasien dengan keluhan batuk produktif (Lahti, Peltota, et al., 2008). Perlu

dilakukan penelitian lanjutan yang jumlah sampelnya lebih besar agar dapat

mewakili pola kolonisasi pada kelompok populasi dan bisa diberlakukan untuk

populasi masyarakat Indonesia.

.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh melalui penelitian ini adalah:

1. Bakteri aerob penyebab batuk kronis di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta yang paling banyak ditemukan adalah Staphylococcus aureus.

2. Diagnosis klinis pasien dengan batuk kronis di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta yang paling banyak ditemukan adalah PPOK (penyakit paru

obstruktif kronik).

B. Saran

1. Uji identifikasi mikroorganisme hendaknya dilakukan tidak sebatas pada

identifikasi bakteri aerob saja tapi juga dilakukan uji identifikasi pada

bakteri anaerob, jamur, hingga jenis spesiesnya. Sehingga etiologi

mikroorganisme penyebab batuk kronis bisa ditegakkan.

2. Hendaknya dilakukan penambahan jumlah sampel yang diteliti untuk

mendapatkan hasil yang lebih akurat.

3. Sebaiknya dilakukan perluasan daerah yang dijadikan sampel untuk

mengetahui pola persebaran bakteri penyebab batuk kronis.


41

DAFTAR PUSTAKA

Andreas BK, Setiyarni S, Syahirul A (2009). Gambaran Ketaatan Perawatan Jalan


Nafas dan Kejadian Infeksi Nosokomial Saluran pernafasan di ICU RS X
Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta.
Anonim. (2012). Penyakit Tidak Menular. Buletin Jendela Data & Informasi
Kesehatan. Volume 2. Kementerian Kesehatan RI [file data]. Diakses 12
Jnuari 2015 dari
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/b
uletin-ptm.pdf

Aminullah A (2008). Masalah terkini penyakit paru obstruktif kronik. Binarupa


Aksara Publisher.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (2013).
Riset Kesehatan Dasar: Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI. (diakses 18 Desember 2014)
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf

Beers MH, Robert Berkow (2004). Infectious Diseases Caused by Mycobacteria.


In The Merck Manual of Diagnosis and Therapy. Whitehouse Station,
NJ: Merck Research Laboratories. Diakses 12 Januari 2015 dari
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/Sputum+Culture

Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB (2004). Nelson Textbook of Pediatrics.


Edisi 17, WB Saunders, Philadelphia, h. 954–958

Birring SS, Matos S, Patel RB, Prudon B, Evans DH, Pavord ID (2006). Cough
Frequency, Cough Sensitivity and Health Status in Patients with Chronic
Cough. Elsevier Limited. 100(6). Diakses 2 April 2014 dari
http://search.proquest.com/docview/1035043179?accountid=38628

Bousquet J, Jeffery PK, Busse WW, Johnson M, Vignola AM (2000). Asthma.


From Bronchoconstruction to airway inflammation and remodeling. Am J
Respir Crit Care Med. May;161(5):1720-45. PMID 10806180.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10806180

Denny FW, Loda FA (1986). Acute Respiratory Infections Are The Leading Cause
of Death in Children in Developing Countries. Am J Trop Med, 35 : 1-2
42

Dinas Kesehatan Provinsi DI. Yogyakarta (2012). Profil kesehatan DIY 2012. [file
data]. Diakses 6 Feruari 2015 dari http://dinkes.jogjaprov.go.id/download

Dorland, WAN (2002). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC

Ibrahim M, Staros EB (2014). Sputum Culture. Diakses pada 10 Oktober 2014 dari
http://emedicine.medscape.com/article/2119232-overview

Innes JA, Reid PT (2006). Respiratory Disease. Didalam : Boon NA, Colledge NR,
Walker BR, Hunter JA (2007). “Davidson’s Principles & Practice of
Medicine”. Churchill Livingstone, Edisi 20. h. 687.

Irwin RS, Baumann MH, Bolser DC, Boulet LP, Braman SS, Brightling CE, Brown
KK, Canning BJ, Chang AB, Dicpinigaitis PV, Eccles R, Glomb WB,
Goldstein LB, Graham LM, Hargreave FE (2006). Diagnosis and
Management of Cough Executive Summary: ACCP Evidence-Based
Clinical Practice Guidelines. Chest, 129(1 Suppl): 1S–23S.
DOI:10.1378/chest.129.1_suppl.1S (diakses 12 April 2014).

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2010). Buletin Pneumonia. Diambil


(Minggu, 7 Februari 2014, 01.30 WIB) dari
www.depkes.go.id/.../buletin/buletin%20pneumonia.pdf.

Kerlinger, FN, Lee HB. (2000). Foundations of behavioral research. (4th ed.).
Holt, NY: Harcourt College Publishers.

Korpas J, Tomori Z (1978). Cough and Other Respiratory Reflexes. In: Progress
in Respiratory Research. Vol. 12. Basel: Karger

Lahti E, Peltola V, Virkki R, Rantakokko-Jalava K, Jalava J (2008). Induced


Sputum in The Diagnosis of Childhood Community Acquired Pneumonia.
Thorax; 64(3): 252-7.

Lima ABM, Leao LSNO, Oliveira LSC, Pimenta FC. (2010). Nasophryngeal
Gram-negative Bacilli Colonization in Brazilian Children Attending
Daycare Centers. Braz J Microbiol. 2010;41(1)

Manalu HSP (2010). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru dan


Cara Penanggulangannya. Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (diakses tanggal 10 April 2014)
dari
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=r
ja&uact=8&ved=0CCIQFjAA&url=http%3A%2F%2Fejournal.litbang.depkes.go
43

.id%2Findex.php%2Fjek%2Farticle%2Fdownload%2F1598%2Fpdf&ei=hUfWV
MSRCZHhuQTVwIIQ&usg=AFQjCNFxVZOnYd95zcnxGlRbsup2CPbeVg&si
g2=7y1SR8d101icDIQsrQWlug

Maulida, VS (2014). Persentase Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik


(PPOK) Tahun 2008-2012 di Medical Record Rumah Sakit Umum Daerah
Arifin Achmad Pekanbaru. Karya Tulis Ilmiah Program Studi Diploma III
Keperawatan Fakultas MIPA dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Riau, Pekanbaru.
Melliawati, R (2009). Escherichia coli dalam Kehidupan Manusia. BioTrends
Vol.4(1). Diakses pada 28 Januari 2015 dari
http://www.biotek.lipi.go.id/images/stories/biotrends/vol4no1/EcoliR.Mell
iawati1014.pdf
Pavord ID, Chung KF (2008). Chronic Cough 2: Management of Chronic Cough.
Elsevier Limited, 371(9621). (diakses tanggal 4 April 2014) dari
http://search.proquest.com/docview/199013910?accountid=38628

Pavord ID, Chung KF (2008). Management of Chronic Cough. Elsevier Limited,


Volume 371, No. 9621, p1375–1384.
DOI: http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(08)60596-6 (diakses 16
Oktober 2014)

Pelczar MJ, Chan ECS (1988). Dasar-dasar Mikrobiologi, Jilid 2. Universitas


Indonesia Press: Jakarta.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003). Pneumonia Komuniti: Pedoman


Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia [file data]. Dapat diperoleh di
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
pneumoniakom/pnkomuniti.pdf (diakses 11 November 2014)

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2011). PPOK Pedoman Diagnosis dan


Tatalaksana di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Priyanti ZS (2000). Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI/RSUP
Persahabatan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

Prudon B, Birring SS, ChB MB, Vara DD, Hall AP, BChir MB, Thompson JP,
Pavord ID (2005). Cough and Glottic-Stop Reflex Sensitivity in Health and
Disease. Chest, 127:550–557.
http://journal.publications.chestnet.org/data/Journals/CHEST/22021/550.p
df (diakses 12 April 2014)
44

Rodriguez JAG, Martinez MJF (2002). Dynamics os Nasopharyngeal Colonization


by Potential Respiratory Pathogens. Journal of Antimicrobial
Chemotherapy. 50: 59-73

Sethi S, Murphy TF (2008). Infection in The Pathogenesis and Course Of Chronic


Obstructive Pulmonary Disease. NEJM 359(22):2355-2365

Sonita A, Erly, Masri M (2012). Pola Resistensi Bakteri pada Sputum Pasien PPOK
Terhadap Beberapa Antibiotika di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr.
M. Djamil Periode 2010 – 2012. Diambil dari
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=r
ja&uact=8&ved=0CB8QFjAA&url=http%3A%2F%2Fjurnal.fk.unand.ac.id%2Fi
mages%2Farticles%2Fvol3%2Fno3%2F354-
357.pdf&ei=Il_WVKzHEpG9uATF1AI&usg=AFQjCNEG2n6Q9KWsoF7yhHF
7nEJYyZ046A&sig2=jClYwLe1rRDdBk32TpioSw (diakses 4 Januari 2015)

Sugiyono (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung:


Alfabeta.
Supriyatno, B (2010). Chronic Cough in Children. Majalah Kedokteran Indonesia,
Vol: 60(6), Juni 2010.

Susilo J, Sartono TR, Sumarno (2013). Deteksi Bakteri Klebsiella Pneumoniae


Pada Sputum Dengan Metode Imunositokimia Menggunakan Anti Outer
Membrane Protein Berat Molekul 40 Kda Klebsiella Pneumoniae Sebagai
Antibodi. Diambil dari
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1
0&cad=rja&uact=8&ved=0cg4qfjaj&url=http%3a%2f%2fjkb.ub.ac.id%2f
index.php%2fjkb%2farticle%2fdownload%2f233%2f225&ei=r1fwvn7snz
wtuat_94lgcg&usg=afqjcnh-
xp_tnemgfbh9d0rn9zesteaw9g&sig2=la0vof6xlj011ix8bs8g5a (diakses 6
Januari 2015)

Swarnkar V, Abeyratne UR, Chang AB, Amrulloh YA, Setyati A, Triasih R


(2013). Automatic Identification of Wet and Dry Cough in Pediatric
Patients with Respiratory Diseases. Springer US, Volume 41, Issue 5 , pp
1016-1028. DOI: 10.1007/s10439-013-0741-6. (diakses pada 5 September
2014)
45

Talebi-Taber M, Javad-Mousavi S, Arian-Mehr S, Barati M (2010). Comparing


Community Acquired Pneumonia Between Elderly Population and Others.
Iranian Journal of Clinical Infectious Diseases. 2010;5(4) h.218-22
Widdicombe J. A Brief Overview of the Mechanism of Cough. Dalam: Chung KF,
Widdicombe J, Broushey H, “Cough: Causes, Mechanism, and Therapy”.
Massachusetts:Blackwell, 2003.h.17-23.

World Health Organization (2015). Chronic obstructive pulmonary disease


(COPD). Prevention and Control of Noncommunicable Diseases:
Guidelines for Primary Health Care in Low Resource Settings 2012.
Diambil dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs315/en/ (diakses
5 September 2014)

World Health Organization (2007). Infection Prevention and Control of Epidemic-


and Pandemic-Prone Acute Respiratory Diseases in Health Care. WHO
Regional Office for the Western Pacific: Epidemic and Pandemic Alert and
Response, World Health Organization. Diambil dari
http://www.who.int/csr/resources/publications/WHO_CDS_EPR_2007_6c
.pdf (diakses 5 September 2014)

Yugueros J, Temprano A (2001). Identification of Staphylococcus spp. by PCR-


Restriction Fragment Length Polymorphism of Gap Gene. Journal Of
Clinical Microbiology, 0095-1137/01/$04.000 DOI:
10.1128/JCM.39.10.3693–3695.2001 Oct. 2001, p. 3693–3695 Vol. 39, No.
10 Copyright © 2001, American Society for Microbiology. All Rights
Reserved (diakses 11 Januari 2015)

Zaman, K (1997). Acute Lower Respiratory Infections in Rural Bangladesh


Children: Patternsof Treatment and Identijication of Barriers. Southeast
Asian J Trop Med Public Health. 28: 1 :99-106.
46

Lampiran 1. Surat Pernyataan Persetujuan untuk Ikut Serta Dalam Penelitian


(Informed Consent)

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM

PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Usia :

Alamat :

Pekerjaan :

No. Identitas :

Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa:

setelah mendapat keterangan saya sepenuhnya menyadari dan memahami tentang

tujuan, manfaat dan peran saya dalam penelitian, serta sewaktu-waktu saya dapat

mengundurkan diri dari keikutsertaan saya. Saya setuju ikut serta dalam penelitian

yang berjudul: Identifikasi Jenis Bakteri Aerob Penyebab Batuk Kronis

Berdasarkan Diagnosis Klinis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 2014

Penanggung Jawab Penelitian, Paserta Penelitian,

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai