Disusun oleh:
FARAH FAUZIANINGTYAS
20110310117
Disusun oleh :
FARAH FAUZIANINGTYAS
20110310117
dr. Hj. Inayati Habib, M.Kes. Sp. MK Dra. Lilis Suryani, M. Kes
NIK. 19680113199708173025 NIK. 19680210199511173013
Mengetahui
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Farah Fauzianingtyas
4
MOTTO
Allah knows best who struggles in his way and Allah knows best who is
wounded in his way.
- Muhammad SAW
KATA PENGANTAR
dukungan dan doa yang diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan karya
tulis ilmiah ini.
6. Sahabat – sahabat penulis: Kartika, Larasaty, Nuansa, Rahmatika, Selia, Whika,
Whinda, Fitri, Shinta, Esty, dan Zedda atas semangat dan doa yang diberikan
sehingga penulis mampu menjalani proses penyusunan karya tulis ilmiah ini.
7. Teman-teman kelompok KTI (Prastika, Annisa, Wulan, Suci, Auly, dan Nuurin)
yang telah membantu serta memberikan kritik dan saran dalam penyusunan
karya tulis ilmiah ini.
8. Rekan sejawat PD UMY 2011 yang telah memberikan dukungan bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini belum sempurna, untuk itu
penulis memohon maaf dan demi kebaikan karya tulis ilmiah ini, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata,
penulis mengharapkan agar karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama ilmu kedokteran.
Farah Fauzianingtyas
7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….. ii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN…………………………… iii
MOTTO......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR................................................................................... v
DAFTAR ISI.................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….. ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
INTISARI ..................................................................................................... xi
ABSTRACT .................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
INTISARI
ABSTRACT
Cough is the most common complaints presented during the doctor's visit. A
cough that persists > 8 weeks is called chronic cough. Sputum in cough
indicates the presence of infection in the respiratory tract that is often caused by
bacteria. This study aimed to identify the type of aerobic bacteria cause chronic
cough based on the clinical diagnosis of PKU Muhammadiyah Hospital in
Yogyakarta. This type of research is descriptive analytic. Data collection was
performed by cross sectional. Sputum samples obtained from 30 patients with
symptoms of chronic cough who have obtained a clinical diagnosis from a doctor.
Identification of microorganisms using sputum culture media blood agar, MSA,
TSA, and MacConkey. The data analysis using descriptive methods.
Found 33 microorganisms that cause respiratory tract infections, namely
87% (26) of aerobic bacteria and 13% (7) fungus. Aerobic bacteria cause chronic
cough in RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta most common is Staphylococcus
aureus. The clinical diagnosis of patients with chronic cough in RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta most common is COPD (chronic obstructive
pulmonary disease). In the identification process, there are 3 preparations were
covered more than one microorganism that can be caused by a contaminated culture
results saliva as it passes through the mouth and can be reported as normal flora
contamination.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batuk adalah keluhan yang paling sering disampaikan oleh seseorang saat
batuk non produktif, disebut sebagai batuk produktif jika batuk disertai dahak
(Wilson, 2005). Dahak pada batuk menandakan adanya infeksi dan peradangan
Terdapat tiga jenis batuk berdasarkan lama terjadinya yaitu: batuk akut
(terjadi selama 3 – 8 minggu), dan batuk kronis (terjadi secara terus menerus
hingga lebih dari 8 minggu) (Pavord dan Chung, 2008). Batuk kronis ada
sebanyak 10% dari seluruh populasi batuk. Batuk yang terjadi terus menerus
selama lebih dari 4 minggu dapat digunakan sebagai tanda adanya penyakit atau
Saluran pernafasan sering terinfeksi oleh patogen yang masuk saat kontak
Dorland, 2002). Di dunia hampir 4 juta orang meninggal karena infeksi saluran
pernafasan akut hingga kronis setiap tahunnya. Angka kejadian paling tinggi
terdapat pada bayi, anak-anak dan orang lanjut usia (WHO, 2007). Di Indonesia
infeksi saluran pernafasan adalah salah satu dari 10 penyebab kematian utama
media penularan melalui udara yaitu: Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),
pneumonia, dan TB paru. Pada golongan penyakit tidak menular (PTM) dalam
Riskesdas 2013 meliputi asma dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).
tubuh.
meningkat dari tahun ke tahun (Priyanti, 2000). Hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran nafas bawah menempati
Yogyakarta penyakit saluran pernafasan dengan gejala batuk kronis yang paling
15
sering ditemukan yaitu TB paru, PPOK, dan ISPA non pneumonia. (Dinkes
Prov. DIY, 2012). Belum banyak diketahui tentang hubungan antara frekuensi
batuk dan jenis mikroorganisme penyebab batuk, karena parameter lain seperti
sensitivitas tubuh dan keparahan batuk belum dapat digunakan sebagai standar
bakteri aerob dan anaerob. Bakteri aerob merupakan bakteri yang tumbuh
tidak. Infeksi oleh bakteri aerob dan anaerob secara klinis sukar dibedakan
(Behrman et al., 2004). Bakteri aerob yang paling sering teridentifikasi pada
et al., 2014).
penyebaran pada orang lain (Rodriguez dan Martinez, 2002). Cara penegakan
diagnosis bakteri penyebab infeksi pada manusia hingga hari ini masih
akan tercipta ketika interaksi antara manusia dan lingkungan sekitarnya berjalan
misalnya suhu dan kelembaban udara. (Pelczar dan Chan, 1988). Kualitas
bakteriologi makanan dan air juga merupakan aspek penting yang dapat
dengan keluhan batuk kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri setiap
tahunnya.
penyebab batuk kronis yang teridentifikasi dari kultur sputum di suatu tempat
tempat berbeda dengan di tempat lain karena hal tersebut berhubungan dengan
ْ َخلَقَ الَّذ
َ ( َي ْعلَ ْم لَ ْم َما نَ ْن1)ي َر ابكَ س اْم ابا اا ْق َرأ
(5)سا ا ال َعلَ َم
17
Artinya :
“(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan. (5)
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Artinya :
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja.
Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai
kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan.”
Dalam kedua surat di atas Allah dengan tegas memberikan perintah kepada
manusia untuk mencari ilmu dan menjauhkan diri dari keraguan tentang suatu
hal.
B. RUMUSAN MASALAH
adalah:
2. Apakah diagnosis klinis pasien dengan batuk kronis yang paling banyak
C. TUJUAN PENELITIAN
Yogyakarta.
2. Mengetahui diagnosis klinis dengan gejala batuk kronis yang paling banyak
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Peneliti
diagnostik.
2. Bagi Klinisi
3. Bagi Masyarakat
E. KEASLIAN PENELITIAN
yang sama dengan penelitian ini. Beberapa hasil penelitian (artikel penelitian)
pernafasan pada geriatri adalah Streptococcus sp, dan pria lebih banyak
Yogyakarta.
Marta, 2014)
20
Muhammadiyah Yogyakarta.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Batuk
a. Definisi
terus menerus hingga lebih dari 8 minggu) (Pavord dan Chung, 2008).
b. Mekanisme
Tomori, 1978).
rangsangan pada reseptor batuk akan dibawa oleh saraf aferen ke pusat
melibatkan reseptor batuk, saraf aferen, pusat batuk, saraf eferen, dan
efektor. Refleks batuk tidak akan sempurna apabila salah satu unsurnya
secara eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran
volume paru pada saat tekanan intratorakal besar. Pada fase ini terjadi
diperlukan seperti mukus dan lain-lain. Setelah fase tersebut maka otot
2003).
25
fase:
c. Etiologi
penyebab dari infeksi saluran pernapasan adalah virus dan bakteri (Innes
d. Diagnosis Klinis
yang mengandung basil TBC dan terhisap oleh orang yang sehat dan
pada bayi dan balita dengan angka kematian 20-35% dari total
bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai hidung (saluran atas)
menjadi dua yaitu ISPA atas dan bawah. Infeksi saluran pernapasan
3) Pneumonia
bagian bawah yang mengenai parenkim paru dan yang paling sering
2013).
(Sonita, 2012).
2. Bakteri
a. Morfologi
dan Serfontein, 2000). Ada tiga morfologi dasar bakteri, yaitu: bacillus
(Fankhauser, 2001).
8μm
b. Klasifikasi
tanpa oksigen, dan akan teracuni jika ada oksigen, dan bakteri
c. Patogenitas
biasanya terjadi pada orang yang kondisinya tidak sehat. Patogen virulen
31
kondisi sehat. Bagian tubuh yang paling sering menjadi tempat perlekatan
seluruh tubuh; akses yang lebih mendalam dari bakteri supaya dapat
1) Streptococcus pneumonia
bulat atau lonjong dengan diameter kurang dari 2μm. Suhu optimum
32
2) Staphylococcus aureus
3) Klebsiella
optimumnya 7,2.
4) Haemophilus influinzae
yang tidak bergerak. Bakteri gram negatif ini tumbuh optimum pada
B. KERANGKA KONSEP
Media MSA
Media MacConkey
: Diteliti
: : Tidak diteliti
C. HIPOTESIS
obstruktif kronik).
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
1. Populasi
a. Populasi Target
b. Populasi Terjangkau
2. Sampel
a. Kriteria Inklusi
mengeluarkan dahak.
b. Kriteria Eksklusi
2010).
Penelitian dilakukan selama 8 bulan yaitu pada bulan Juli 2014 – Februari 2015.
1. Variabel
a. Variabel Bebas
Variabel bebas yaitu jenis bakteri aerob yang didapatkan dari sputum
Yogyakarta.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat yaitu diagnosis klinis batuk kronis yang dilakukan oleh
c. Variabel Pengganggu
jumlah sampel.
2. Definisi Operasional
Pasien batuk kronis adalah pasien dengan gejala batuk lebih dari 8
Muhammadiyah Yogyakarta.
38
b. Bakteri Aerob
c. Diagnosis Klinis
gigi palsu (bila ada). Cara membatukkan sputum dimulai dengan pasien
e. Identifikasi Bakteri
dan kultur.
f. Pemeriksaan Mikroskopik
g. Pemeriksaan Kultur
media agar MacConkey, media MSA, dan media TSA untuk mengamati
h. Uji Oksidase
E. Instrumen Penelitian
1. Alat
c. Mikroskop cahaya
d. Objek glass
e. Kertas saring
f. Lampu Bunsen
g. Inkubator
h. Sarung tangan
i. Masker
2. Bahan
a. Sampel dahak
b. Formalin
c. Alkohol
d. Minyak imersi
e. Cat gram
g. Media MacConkey
h. Media TSA
i. Media MSA
1. Tahap Persiapan
Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pengambilan Sampel
Yogyakarta.
kultur.
1) Pemeriksaan Mikroskopik
(3) Mengambil satu atau dua koloni bakteri pada media agar
alkohol 96% (Gram C) sampai tidak ada lagi zat warna yang
terlarut.
1 menit.
2) Pemeriksaan Kultur
bakteri.
(2) Letakkan satu atau dua tetes sputum dahak pasien dengan
menggunakan ose.
(5) Berilah nomor pada media tanam sesuai dengan nomor urut
pasien.
b) Uji Oksidase
G. Etika Penelitian
menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap
menghormati hak-haknya.
pengumpulan data dan hanya akan memberi kode pada data tersebut untuk
3. Confidentiality (kerahasiaan)
tertentu saja yang akan digunakan dan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
BAB IV
A. HASIL
1. Karakteristik Responden
33%).
Yogyakarta
Pada penelitian ini sampel sputum diambil dari pasien dengan gejala
54, 34%.
34
Muhammadiyah Yogyakarta
dengan sampel sputum dari pasien dengan gejala batuk kronis di RS PKU
B. PEMBAHASAN
menjadi tiga kelompok berdasarkan rentang usia. Mayoritas pasien berusia > 65
tahun sebanyak 13 orang (43, 33%). Hasil penelitian ini sama seperti penelitian
pernafasan terbanyak berusia lebih dari 60 tahun. Hal ini dapat terjadi karena
daya tahan tubuh pada usia tersebut telah mengalami penurunan. Apabila terjadi
peningkatan usia. Hal ini bukan berarti manusia lebih sering terserang penyakit,
tetapi saat menginjak usia tua maka resiko kesakitan meningkat seperti penyakit
infeksi, kanker, kelainan autoimun, atau penyakit kronik. Salah satu komponen
utama sistem kekebalan tubuh adalah sel T, suatu bentuk sel darah putih
Limfosit dihasilkan oleh kelenjar limfe yang penting bagi tubuh untuk
banyak pada usia tua, tetapi konfigurasi limfosit dan reaksinya melawan infeksi
lansia kurang mampu menghasilkan limfosit untuk sistem imun. Sel perlawanan
infeksi yang dihasilkan kurang cepat bereaksi dan kurang efektif daripada sel
kepustakaan yang menyebutkan bahwa laki - laki lebih rentan menderita infeksi
infeksi saluran pernafasan pada laki – laki dapat disebabkan oleh kebiasaan pria
yang lebih suka merokok. Merokok merupakan faktor resiko terjadinya infeksi
saluran pernafasan, dimana fungsi paru akan menurun (Maulida, 2014). Pada
penelitian ini sebagian besar pasien laki – laki adalah perokok dan sisanya
Sampel dari penelitian ini menggunakan sputum dari pasien dengan gejala
diagnosis klinis dari dokter. Terdapat 30 diagnosis yang didapatkan dari dokter
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebanyak 16 diagnosis (53%). Hasil ini sesuai
37
Unit Research and Program Services pada tahun 2002 yang menunjukkan
bahwa usia lebih dari 60 tahun mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap
kejadian PPOK. PPOK adalah penyakit saluran pernafasan bawah yang dapat
pasif). Faktor risiko lain termasuk polusi udara, debu, dan bahan kimia (uap,
iritasi dan asap). Sebelumnya istilah bronkhitis kronis dan emfisema lebih
banyak digunakan, tapi sekarang tidak lagi karena keduanya termasuk dalam
diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronis (WHO, 2015). Riwayat merokok dan
(87%) adalah spesies bakteri aerob. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri aerob
telah disebutkan bahwa bakteri dan virus merupakan penyebab infeksi saluran
pernafasan yang paling sering ditemukan pada pasien yang berusia di atas 60
tahun (Innes dan Reid, 2007). Ketika tubuh dalam kondisi yang baik beberapa
diperkuat oleh adanya paparan dari udara yang masuk selama proses
Bakteri aerob yang paling banyak ditemukan pada peneltian ini adalah
mengatakan bahwa patogen yang paling sering terdeteksi dari kultur sputum
bagian dari genus Staphylococcus yang merupakan bakteri gram positif, non
manusia karena sering menjadi penyebab infeksi pada tubuh, terutama jenis
Andreas Budi K dkk di salah satu rumah sakit di Yogyakarta pada tahun 2009
bakteri yang paling banyak ditemukan adalah Klebsiella sp. Perbedaan dari
karakteristik pasien.
(7,7%). Pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap
menggunakan ventilator, data ini berbeda dengan penelitian pada pasien batuk
kondisi lingkungan.
adalah di usus manusia. Bakteri ini tidak akan menimbulkan penyakit jika
patogen bila pindah dari habitatnya yang normal ke bagian lain dalam inang
(Melliawati, 2009). Pada keadaan tertentu jika terjadi perubahan daya tahan
tubuh pada inang atau bila ada kesempatan memasuki bagian tubuh yang lain,
biasanya ditemukan pada hasil kultur yang terkontaminasi air liur saat melewati
dilaporkan sebagai kontaminasi flora normal (Beers dan Robert, 2004). Hasil
40
pada penelitian ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa adanya
kontaminasi flora normal dan merupakan bukti dari adanya infeksi saluran
sampel. Sebagian besar sampel sputum pada penelitian ini berasal dari pasien
pasien dengan keluhan batuk produktif (Lahti, Peltota, et al., 2008). Perlu
dilakukan penelitian lanjutan yang jumlah sampelnya lebih besar agar dapat
mewakili pola kolonisasi pada kelompok populasi dan bisa diberlakukan untuk
.
BAB V
A. Kesimpulan
obstruktif kronik).
B. Saran
identifikasi bakteri aerob saja tapi juga dilakukan uji identifikasi pada
DAFTAR PUSTAKA
Birring SS, Matos S, Patel RB, Prudon B, Evans DH, Pavord ID (2006). Cough
Frequency, Cough Sensitivity and Health Status in Patients with Chronic
Cough. Elsevier Limited. 100(6). Diakses 2 April 2014 dari
http://search.proquest.com/docview/1035043179?accountid=38628
Denny FW, Loda FA (1986). Acute Respiratory Infections Are The Leading Cause
of Death in Children in Developing Countries. Am J Trop Med, 35 : 1-2
42
Dinas Kesehatan Provinsi DI. Yogyakarta (2012). Profil kesehatan DIY 2012. [file
data]. Diakses 6 Feruari 2015 dari http://dinkes.jogjaprov.go.id/download
Dorland, WAN (2002). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC
Ibrahim M, Staros EB (2014). Sputum Culture. Diakses pada 10 Oktober 2014 dari
http://emedicine.medscape.com/article/2119232-overview
Innes JA, Reid PT (2006). Respiratory Disease. Didalam : Boon NA, Colledge NR,
Walker BR, Hunter JA (2007). “Davidson’s Principles & Practice of
Medicine”. Churchill Livingstone, Edisi 20. h. 687.
Irwin RS, Baumann MH, Bolser DC, Boulet LP, Braman SS, Brightling CE, Brown
KK, Canning BJ, Chang AB, Dicpinigaitis PV, Eccles R, Glomb WB,
Goldstein LB, Graham LM, Hargreave FE (2006). Diagnosis and
Management of Cough Executive Summary: ACCP Evidence-Based
Clinical Practice Guidelines. Chest, 129(1 Suppl): 1S–23S.
DOI:10.1378/chest.129.1_suppl.1S (diakses 12 April 2014).
Kerlinger, FN, Lee HB. (2000). Foundations of behavioral research. (4th ed.).
Holt, NY: Harcourt College Publishers.
Korpas J, Tomori Z (1978). Cough and Other Respiratory Reflexes. In: Progress
in Respiratory Research. Vol. 12. Basel: Karger
Lima ABM, Leao LSNO, Oliveira LSC, Pimenta FC. (2010). Nasophryngeal
Gram-negative Bacilli Colonization in Brazilian Children Attending
Daycare Centers. Braz J Microbiol. 2010;41(1)
.id%2Findex.php%2Fjek%2Farticle%2Fdownload%2F1598%2Fpdf&ei=hUfWV
MSRCZHhuQTVwIIQ&usg=AFQjCNFxVZOnYd95zcnxGlRbsup2CPbeVg&si
g2=7y1SR8d101icDIQsrQWlug
Prudon B, Birring SS, ChB MB, Vara DD, Hall AP, BChir MB, Thompson JP,
Pavord ID (2005). Cough and Glottic-Stop Reflex Sensitivity in Health and
Disease. Chest, 127:550–557.
http://journal.publications.chestnet.org/data/Journals/CHEST/22021/550.p
df (diakses 12 April 2014)
44
Sonita A, Erly, Masri M (2012). Pola Resistensi Bakteri pada Sputum Pasien PPOK
Terhadap Beberapa Antibiotika di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr.
M. Djamil Periode 2010 – 2012. Diambil dari
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=r
ja&uact=8&ved=0CB8QFjAA&url=http%3A%2F%2Fjurnal.fk.unand.ac.id%2Fi
mages%2Farticles%2Fvol3%2Fno3%2F354-
357.pdf&ei=Il_WVKzHEpG9uATF1AI&usg=AFQjCNEG2n6Q9KWsoF7yhHF
7nEJYyZ046A&sig2=jClYwLe1rRDdBk32TpioSw (diakses 4 Januari 2015)
Nama :
Usia :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Identitas :
tujuan, manfaat dan peran saya dalam penelitian, serta sewaktu-waktu saya dapat
mengundurkan diri dari keikutsertaan saya. Saya setuju ikut serta dalam penelitian
Yogyakarta, 2014
( ) ( )