Anda di halaman 1dari 33

KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL TUGAS HARIAN

RS BHAYANGKARA NOVEMBER 2019


PROVINSI SULAWESI TENGGARA
KEPANITERAAN KLINIK FK UHO

LUKA : TAJAM-TUMPUL-KIMIA-LISTRIK-TEMBAK-

PETIR-SUHU-BAROTRAUMA

Oleh:

ARINI S.Ked

K1A1 13 144

Pembimbing:

Dr. dr. Mauluddin M., S.Sos., SH., MH., M.Kes., Sp.F

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

RS BHAYANGKARA KENDARI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Luka merupakan salah satu kasus tersering dalam Ilmu Kedokteran Forensik. Luka

bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Luka merupakan kerusakan atau

hilangnya hubungan antara jaringan (discontinuous tissue) seperti jaringan kulit, jaringan

lunak, jaringan otot, jaringan pembuluh darah, jaringan saraf dan tulang. Dalam ilmu

perlukaan dikenal trauma tumpul dan trauma tajam.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal luka kelalaian atau

karena yang disengaja. Luka yang terjadi ini disebut “Kejahatan Terhadap Tubuh atau

Misdrijven Tegen Het Lijf”. Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi dua yaitu

kejahatan doleuse (yang dilakukan dengan sengaja) dan kejahatan culpose (yang dilakukan

karena kelalaian atau kejahatan). Jenis kejahatan yang dilakukan dengan sengaja diatur dalam

BAB XX, pasal-pasal 351-358. Jenis kejahatan yang disebabkan karena kelalaian diatur

dalam pasal 359,360 dan 361 KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut dijumpai kata-kata, “mati,

menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan pekerjaan sementara”.

Pada pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa

penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter

atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli tersebut adalah Visum et Repertum, dimana

didalamnya terdapat penjabaran tentang keadaan korban, baik korban luka, keracunan,

ataupun mati. Seorang dokter perlu menguasai pengetahuan tentang mendeskripsikan luka.

Visum et Repertum harus dibuat sedemikian rupa, yaitu memenuhi persyaratan formal dan

material , sehingga dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah di sidang pengadilan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Luka

Luka merupakan gangguan dari kontinuitas jaringan yang disebabkan oleh suatu

energi mekanik eksterna. Terminologi cedera digunakan sebagai sinonim dari kata luka,

bahkan dapat memberikan maksud yang lebih luas dan tidak hanya membahas kerusakan

yang diakibatkan oleh energi fisik tapi juga kerusakan lain yang diakibatkan oleh panas,

dingin, bahan kimiawi, listrik dan radiasi. Sedangkan terminology lesi awalnya bermaksud

cedera namun digunakan untuk mendeskripsikan suatu cedera, penyakit maupun degenerasi

lokal pada jaringan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi atau struktur. Oleh karena

itu, penggunaan kata cedera atau luka merujuk kepada kerusakan akibat dari penyebab bukan

alami, sementara kata lesi merujuk kepada suatu yang tidak dapat dipastikan apakah

disebabkan oleh penyebab alami atau tidak (Idries, 2008).

Traumatologi berasal dari bahasa Yunani, yang berarti luka, adalah cabang ilmu

kedokteran yang mempelajari tentang trauma, perlukaan, cedera serta hubungannya dengan

berbagai kekerasan (ruda paksa), yang kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya

diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas. Di dalam melakukan

pemeriksaan terhadap seseorang yang menderita luka akibat kekerasan, pada hakekatnya

dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari permasalahan jenis luka yang

terjadi, jenis kekerasan yang menyebabkan luka, dan kualifikasi luka (Shkrum dan Ramsay,

2007).
2.2 Deskripsi Luka

Dalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi, bentuk, ukuran,

dan sifat luka. Sedangkan untuk luka tertutup, sifat luka tidak perlu dicantumkan dalam

pendeskripsian luka. Untuk penulisan deskripsi luka jumlah, lokasi, bentuk, ukuran tidak

harus urut tetapi penulisan harus selalu ditulis diakhir kalimat.

Deskripsi luka meliputi: (Idries, 2008)

1. Jumlah luka

2. Lokasi luka, meliputi:

a. Lokasi berdasarkan region anatomi nya

b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian tertentu dari tubuh

c. Menentukan lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka pada regio yang

luas seperti di dada, perut, punggung. Koordinat tubuh dibagi dengan menggunakan

garis khayal yang membagi tubuh menjadi dua yaitu kanan dan kiri, garis khayal

mendatar yang melewati puting susu, garis khayal mendatar yang melewati pusat, dan

garis khayal mendatar yang melewati ujung tumit. Pada kasus luka tembak harus selalu

diukur jarak luka dari garis khayal mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk

kepentingan rekonstruksi. Untuk luka di bagian punggung dapat dideskripsikan

lokasinya berdasarkan garis khayal yang menghubungkan ujung bawah tulang belikat

kanan dan kiri.

3. Bentuk luka, meliputi :

a. Bentuk sebelum dirapatkan

b. Bentuk setelah dirapatkan

4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam bentuk panjang x

lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.

5. Sifat-sifat luka, meliputi :


a. Daerah pada garis batas luka, meliputi :

- Batas (tegas atau tidak tegas)

- Tepi (rata atau tidak rata)

- Sudut luka (runcing atau tumpul)

b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:

- Jembatan jaringan (ada atau tidak ada)

- Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terdiri dari apa)

- Dasar luka

c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :

- Memar (ada atau tidak)

d. Lecet (ada atau tidak)

e. Tatoase (ada atau tidak)

2.3 Klasifikasi Luka

Secara umum, luka atau cedera dibagi kepada beberapa klasifikasi menurut

penyebabnya yaitu, trauma benda tumpul, trauma benda tajam, luka tembak, Jenis luka akibat

suhu / temperature, dan luka akibat trauma listrik (Vincent dan Dominick, 2001). Pembagian

jenis luka dibagi berdasarkan jenis benda yang menyebabkan kekerasan:

1. Jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury), yaitu:

a. Luka lecet (abrassion): tekan, geser, dan regang :

b. Luka memar (contusion)

c. Luka robek (laceration)

2. Jenis luka akibat benda tajam, y aitu:

a. Luka iris / luka sayat (incised wound)

b. Luka tusuk (stab wound)

c. Luka bacok (chop wound).


A. Trauma Benda Tumpul

Luka akibat trauma benda tumpul adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh

benda atau alat yang tidak bermata tajam, konsistensi keras atau kenyal, dan permukaan halus

atau kasar. Cara kejadian trauma benda tumpul lebih sering disebabkan karena kecelakaan

atau penganiayaan, jarang karena bunuh diri (Satyo, 2006).

Jenis luka yang ditimbulkan akibat trauma benda tumpul yang sering dijumpai dalam

kasus kecelakaan lalu lintas antara lain luka memar, luka babras, luka robek dengan tepi tidak

rata, serta patah tulang. Bagian tubuh yang paling banyak terkena adalah kepala dan anggota

gerak atas dan bawah. Luka-luka tersebut dapat menyebabkan dampak kerusakan jaringan

maupun organ bervariasi mulai dari ringan hingga berat, bahkan lebih parah yaitu kematian.

Sebab kematian terjadi karena kerusakan organ vital atau perdarahan yang banyak (Vincent

dan Dominick, 2001).

Luka akibat trauma benda tumpul dapat berupa salah satu atau kombinasi dari luka

memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.

Derajat luka, perluasan luka, serta penampakan dari luka yang disebabkan oleh

trauma benda tumpul bergantung kepada:

- Kekuatan dari benda yang mengenai tubuh

- Waktu dari benda yang mengenai tubuh

- Bagian tubuh yang terkena

- Perluasan terhadap bagian tubuh yang terkena

- Jenis benda yang mengenai tubuh

Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang

disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka. Luka akibat

trauma benda tumpul dibagi menurut beberapa kategori (Vincent dan Dominick, 2001).
a Luka Lecet (Abrasi)

Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada lapisan

kulit epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat

terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan

pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana

epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang

menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya (Vincent dan Dominick, 2001).

Karakteristik luka lecet :

- Sebagian/seluruh epitel hilang terbatas pada lapisan epidermis

- Disebabkan oleh pergeseran dengan benda keras dengan permukaan kasar dan tumpul

- Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)

- Timbul reaksi radang (Sel PMN)

- Sembuh dalam 1-2 minggu dan biasanya pada penyembuhan tidak meninggalkan jaringan

parut

Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya.

Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka

dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka

adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa

hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi.

Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas (Idries, 2008).

Memperkirakan umur luka lecet:

- Hari ke 1 – 3 : warna coklat kemerahan

- Hari ke 4 – 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram

- Hari ke 7 – 14 : pembentukan epidermis baru

- Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap


Luka lecet juga harus dibedakan terjadinya, apakah ante mortem atau post mortem.

Berikut ini tabel yang menunjukkan perbedaan dari keduanya:

Tabel 1. Perbedaan Luka Lecet Ante Motem dan Post Mortem

ANTE MORTEM POST MORTEM

Coklat kemerahan Kekuningan

Terdapat sisa sisa-sisa epitel Epidermis terpisah sempurna dari dermis

Tanda intravital (+) Tanda intravital (-)

Sembarang tempat Pada daerah yang ada penonjolan tulang

Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai luka

lecet gores (scratch), luka lecet serut (scrape), luka lecet tekan (impact abrasion) dan luka

lecet berbekas (patterned abrasion).

- Luka lecet gores (Scratch)

Diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang menggores kulit) yang

menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya dan mengakibatkan lapisan

tersebut terangkat, sehingga dapat menunjukan arah kekerasan yang terjadi.

- Luka lecet serut (Scraping)

Adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan permukaan

kulit lebih lebar. Arah kekerasan di tentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.
Gambar 2.1 Bentuk dari abrasi dapat menandakan jenis permukaan yang kontak

dengan kulit. (Dikutip dari forensic pathology 2nd edition)

- Luka lecet tekan (Impact abrasion)

Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah jaringan

yang lentur maka, bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan bentuk permukaan

benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan identifikasi benda penyebab yang

mempunyai bentuk yang khas, misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan dan

sebagainya. Gambaran luka lecet tekan yang di temukan pada mayat adalah daerah kulit

yang kaku dengan warna yang lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya

jaringan yang tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca kematian.
Gambar 2.2 Impact abrasion pada sisi kanan wajah.

(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)

b. Kontusio (Luka Memar)

Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat. Penekanan ini

menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada

jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Kontusio adalah suatu keadaan dimana terjadi

pengumpulan darah dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan

pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul (Vincent dan Dominick,

2001).

Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi pada daerah

dimana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau pada orang yang lanjut usia,

maka luka memar yang tampak seringkali tidaka sebanding dengan kekerasan, dalam arti

seringkali lebih luas; dan adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya

“memar” ke daerah yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi.

Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai bentuk

dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah “perdarahan tepi” (marginal
haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat

yang terdapat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan, kendaraan akan menepi sehingga

terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang

ban yang berdekatan.Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya

luka, namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak

ada standar pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara

pemeriksaan fisik.

Luka memar dapat diklasifikasikan sebagai luka memar superficial (Superficial),

Luka memar dalam (Deep), dan luka memar berbekas (Patterned/ imprint).

a. Luka memar superfisial

Luka memar superficial dapat terjadi secara segera, disebabkan oleh akumulasi darah

secara subkutan.

b. Luka memar dalam

Luka memar dalam menandakan adanya akumulasi pendarahan lebih dalam dari

lapisan kulit subkutan. Biasanya jenis luka ini memerlukan 1 sampai 2 hari untuk dapat

terlihat di permukaan kulit.

c. Luka memar berbekas

Luka memar berbekas disebabkan oleh penekanan pada tubuh, biasanya objek yang

menekan tubuh meninggalkan bekas pada permukaan kulit. Pada mayat waktu antara

terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga karekteristik memar

yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka akan semakin

membuat luka memar menjadi gelap. Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat

digunakan untuk menentukan waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit

menentukan secara pasti karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.
Gambar 2.3 Luka memar pada bagian dada kiri

(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)

Terjadinya luka memar biasanya diawali oleh adanya suatu benturan /kekerasan

dengan energi y ang cukup untuk mengganggu permeabilitas sel-selpembuluh darah

sehingga terjadi pembengkakan di sekitar daerah tubuh yangterkena benturan.

Pembengkakan ini ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan selsel sirkulasi darah ke

jaringan-jaringan interstisial.

Mula-mula pembengkakan timbul warna merah kebiruan lalu warnanya berubah

menjadi biru kehitaman pada hari ke-1 sampai hari ke-3. Setelah itu warnanya berubah

menjadi biru kehijauan kemudian coklat. Warna menghilang pada minggu pertama

sampai minggu ke-4.


Proses perubahan struktur jaringan diatas yang sering disebut sebagai proses

peradangan (inflamasi) memiliki beberapa variasi tergantung lokasi dan struktur

jaringan disekitar luka memar. Apabila terjadi pada daerah jaringan ikatlonggar (mata,

leher, atau pada lansia) maka luka memar y ang tampak seringkali

tidak sebanding dengan kekerasan, dalam arti lebih luas. Ada beberapa faktor

yangmempermudah terjadinya luka memar (contusion), yaitu:

1. Jaringan lemak yang berada dibawah jaringan subkutan.

2. Kulit (epidermis) yang tipis.

3. Penyakit, seperti defisiensi vitamin K, penyakit kronis, hemophilia, sirosis, dan lain-

lain.

Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah

dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan

syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah

di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga

dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi

tempat media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau

ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga

kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat

memproduksi gas gangrene (Idries, 2006)

Memperkirakan umur luka memar :

- Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan

- Hari ke 2 – 3 : warna biru kehitaman

- Hari ke 4 – 6 : biru kehijauan–coklat

- > 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh


Lebam mayat atau livor mortis sering salah diinterpretasikan dengan luka memar.

Livor mortis merupakan perubahan warna ungu kemerahan pada area mengikuti posisi tubuh

disebabkan oleh akumulasi darah oleh pembuluh darah kecil secara gravitasi. Berikut ini

perbedaan luka memar dengan lebam mayat: (Vincent dan Dominick, 2001).

Tabel 2. Perbedaan Luka Memar dan Lebam Mayat

LUKA MEMAR (Contusion, Bruise,) LEBAM MAYAT (Livor Mortis)

Intravital Post mortem

- Karena terjadi ekstravasasi darah maka Karena letaknya intravaskuler maka

dalam jangka waktu kurang 7 jam, dalam jangka waktu kurang 7 jam,

warna memar tidak hilang pada warna memar akan hilang. Batas tidak

penekanan. tegas karena hemoglobin yang

- Jika lebih 7 jam darah sudah berpindah berpindah ke jaringan.

ke jaringan sehingga batasnya menjadi

jelas.

Daerah sekitarnya terbentuk edema Daerah sekitarnya tidak terbentuk

edema.

Tidak menghilang jika irisannya Menghilang jika dicuci

dibersihkan

Sel PMN ada Sel PMN tidak ada

Lokasinya tidak menentu Lokasinya pada bagian tubuh yang

terendah
Luka memar atau kontusio juga dapar terjadi pada organ dan jaringan dalam.

Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti

jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan

kematian.

Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi

peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi

peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran,

koma dan kematian. Kontusio dan perdangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan

gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang

mengontrol pernapasan dan peredaran darah.

Kontusio serebri adalah kerusakan jaringan otak tanpa disertai robeknya piamater.

Istilah kontusio digunakan untuk menyatakan adanya cedera atau gangguan pada jaringan

otak yang lebih berat dari konkusi (concussion), dengan memiliki karakteristik adanya

kerusakan sel saraf dan aksonal, dengan titik-titik perdarahan kapiler dan edema jaringan

otak. Terutama melibatkan puncak-puncak gyrus karena bagian ini akan bergesekan dengan

penonjolan dan lekukan tulang saat terjadi benturan.7,8

Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu. Beberapa

dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian superfisial atau daerah

abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya pembuluh darah dengan

terhambatnya aliran darah menuju otak menyebabkan adanya pembengkakan dan seperti

yang telah disebutkan sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio

yang terbentuk cukup besar, edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang

menyebabkan kematian otak, koma, dan kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal

medikolegal adalah penyembuhan kontusio tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut

yang akan menyebabkan adanya fokus epilepsi.


Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit pada

daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan

gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot

jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung. Kontusio

pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga

tubuh.

Perlu dipertimbangkan lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan dengan arah

kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan dalam pemeriksaan kepala

dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada kulit kepala, kranium, dan otak. Ketika

bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau botol bir, hasilnya dapat

berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit kepala. Kranium dapat

patah atau tidak.

Gambar 9. Kontusio pada dasar lobus temporal dan frontal, disebut juga’burst lobe’

(Dikutip dari kepustakaan No.7)

Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini terjadi saat kepala

relatif tidak bergerak. Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang

bergerak mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit kepala

dan pada kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang bergerak-
kepala yang diam. Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan pada

sisi yang berlawanan. Hal ini disebut kontusio contrecoup.

Gambar 10. Lesi coup dan countrecoup sehubungan dengan mekanisme

Cedera kepala (Dikutip dari kepustakaan No.7)

Pada pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto dari

semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai dengan

demontrasi yang ada, diagram dapat menjelaskan hubungan trauma yang terjadi. Kadang-

kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja kepala yang diam dan terkena

benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai benda keras lainnya, sehingga

gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan, yang tidak memerlukan penjelasan

mendetail.

Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah putih

atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau besar.

Perdarahan kecil dinamakan “ball haemorrhages” sesuai dengan bentuknya yang bulat. Hal

tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi. Perdarahan yang

lebih besar dan dalam biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan

apopletik atau stroke. Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau

tiadanya tanda trauma kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma

dengan kasus lain yang menyebabkan perdarahan.


Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma biasanya

melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya adalah ganglia

basal, pons, dan serebelum. Perdahan tersebut berhubungan dengan malformasi arteri vena.

Biasanya mengenai orang yang lebih muda dan tidak mempunyai riwayat hipertensi. Edema

paru tipe neurogenik biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi eksternal yang dapat

ditemui adalah “ foam cone” busa berwarna putih atau merah muda pada mulut dan hidung.

Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat tenggelam, overdosis, penyakit jantung yang

didahului dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak membuktikan adanya trauma

kepala.

c. Laserasi (Luka robek)

Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio

dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda

tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi.

Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam

sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit

dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang

diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi

(Vincent dan Dominick, 2001).

Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya

tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler,

kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam (Shkrum dan

Ramsay, 2007).
Gambar . Luka robek dengan terdapatnya jembatan jaringan

(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)

Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling

rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang

terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan.

Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan

tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum

robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk

permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung

laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow

tails”. Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.

Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan

tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang

berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan

darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau

krusta. Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi

saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan
penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat,

rambut dan struktur lain.

Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti luka

atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari, dan lebih dari

beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat

korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.

Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya

robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus menerus.

Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan

perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya

diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari

permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan. Port d entree

tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya penyembuhan luka yang sempurna.

Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi

tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari

sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak

dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat

terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ

jantung, aorta, hati dan limpa. Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan

yang komplit yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat

menyebabkan perdarahan hebat (Idries, 2008).


B. Trauma Benda Tajam

Luka trauma benda tajam merupakan putusnya atau rusaknya kontinuitas jaringan

karena trauma akibat alat/senjata yang bermata tajam dan atau berujung runcing.Pada

kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap harus dipikirkan kemungkinan

karena suatu kecelakaan; tetapi pada umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau

peristiwa bunuh diri.Luka yang disebabkan oleh benda yang berujung runcing dan bermata

tajam dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu luka tusuk (stab wound), luka Iris (incised

wound), luka bacok (chop wound).

Tabel 1. Perbedaan luka akibat benda tumpul dan benda tajam

Trauma Tumpul Tajam

Bentuk luka Tidak teratur Teratur

Tepi luka Tidak rata Rata

Jembatan jaringan Ada Tidak ada

Rambut Tidak ikut terpotong Ikut terpotong

Dasar luka Tidak teratur Berupa garis atau titik

Sekitar luka Ada luka lecet atau memar Tidak ada luka lain

Di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman luka akibat benda tajam yang dapat dijumpai

terdapat dalam dua bentuk, yaitu luka iris dan luka tusuk, dan di dalam dunia kriminal luka-

luka tersebut biasanya disebabkan oleh pisau. Bentuk luka yang disebabkan oleh pisau yang

mengenai tubuh korban, dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

1) Sifat-sifat dari pisau: bentuk, ketajaman dari ujung dan ketajaman dari kedua tepinya,

bermata satu atau bermata dua

2) Bagaimana pisau itu mengenai dan masuk ke dalam tubuh. Jarang pisau masuk ke

dalam tubuh dan keluar lagi dengan sudut serta arah yang sama, dengan demikian
setiap luka tusuk merupakan perpaduan antara tusukan dengan irisan. Oleh karena itu,

ukuran luka dimana pisau itu masuk ke dalam tubuh akan lebih besar dari ukuran

lebar dari pisau itu sendiri.

3) Tempat luka. Kulit memiliki elastisitas yang besar dan besarnya ketegangan kulit

tidak sama pada seluruh tubuh. Pada daerah dimana serat-serat elastiknya sejajar,

yaitu pada lipatan-lipatan kulit, maka tusukan yang sejajar dengan lipatan tersebut

akan mengakibatkan luka yang tertutup, sempit dan berbentuk celah. Akan tetapi bila

tusukan pisau itu melintasi serta memotong lipatan kulit, maka luka yang terjadi

akibat tusukan pisau tersebut akan terbuka lebar.

Tabel 2.Ciri-ciri luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan, bunuh

diri, atau kecelakaan

Pembunuhan Bunuh diri Kecelakaan

Lokasi luka Sembarang Terpilih Terpapar

Jumlah luka Banyak Banyak Tunggal/banyak

Pakaian Terkena Tidak terkena Terkena

Luka tangkis Ada Tidak ada Tidak ada

Luka percobaan Tidak ada ada Tidak ada

Cedera sekunder Mungkin ada Tidak ada Mungkin ada

Ciri-ciri pembunuhan diatas dapat dijumpai pada kasus pembunuhan yang disertai

perkelahian. Tetapi bila tanpa perkelahian maka lokasi luka biasanya pada daerah fatal dan

dapat tunggal. Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan

umumnya ditemukan pada telapak dan punggung tangan, jari-jari tangan, punggung lengan

bawah dan tungkai. Pemeriksaan pada baju yang terkena pisau bertujuan untuk melihat

interaksi antara pisau-kain-tubuh, yaitu melihat letak atau lokasi kelainan, bentuk robekan,
adanya partikel besi (reaksi biru berlin dilanjutkan dengan pemeriksaan spektroskopi), serat

kain dan pemeriksaan terhadap bercak darahnya.

Bunuh diri yang menggunakan benda tajam biasanya diarahkan pada tempat yang

cepat mematikan, misalnya leher, dada kiri, pergelangan tangan, perut, dan lipat paha. Bunuh

diri dengan senjata tajam tentu saja akan menghasilkan luka-luka pada tempat yang

terjangkau oleh tangan korban serta biasanya tidak menembus pakaian karena umumnya

korban menyingkap pakaian terlebih dahulu. Luka percobaan khas ditemukan pada kasus

bunuh diri yang menggunakan senjata tajam, sehubungan dengan kondisi kejiwaan korban.

Luka percobaan tersebut dapat berupa luka sayat atau luka tusuk yang dilakukan berulang

dan biasanya sejajar.

Yang dimaksud kecelakaan pada tabel diatas adalah kekerasana tajam yang terjadi

tanpa unsur kesengajaan misalnya kecelakaan industri dan kecelakaan pada kegiatan sehari-

hari.

Luka akibat benda tajam terdiri dari :

a. Luka tusuk

Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau korban yang

terjatuh di atas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata satu, maka salah satu sudut

akan tajam, sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau bermata dua, maka kedua

sudutnya tajam.

Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk senjata.

Jaringan elastis dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai dengan

bentuk senjata. Harus dipahami bahwa jaringan elastis terbentuk dari garis lengkung pada

seluruh area tubuh. Jika tusukan terjadi tegak lurus garis tersebut, maka lukanya akan lebar

dan pendek. Sedangkan bila tusukan terjadi paralel dengan garis tersebut, luka yang terjadi

sempit dan panjang.


Menikam atau menusuk biasanya dengan pisau, sering terjadi pada kasus

pembunuhan dan pembantaian.6,7 Karakteristik dari alat tusuk:

1) Panjang, lebar dan ketebalan pisau

2) Satu atau dua sisi

3) Derajat dari ujung yang lancip

4) Bentuk belakang pada pisau satu sudut (bergerigi atau kotak)

5) Bentuk dari pelindung pangkal yang berdekatan dengan mata pisau

6) Adanya alur, bergerigi atau cabang dari mata pisau

7) Ketajaman dari sudut dan khususnya ujung dari mata pisau

Karakteristik luka tusuk, dapat menerangkan tentang: 6,7

1) Dimensi senjata

2) Tipe senjata

3) Kelancipan senjata

4) Gerakan pisau pada luka

5) Kedalaman luka

6) Arah luka

7) Banyaknya tenaga yang digunakan

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah

reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya

menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan

mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :

1) Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan

kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai
dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan

yang lebih dalam maupun pada organ.

2) Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,

sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan

kulit seperti ekor.

3) Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga

saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas

dibandingkan dengan lebar senjata yang digunakan.

4) Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam

sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar

pada bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata

yang digunakan.

5) Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk

ireguler dan besar.

Jika senjata digunakan dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio minimal

pada luka tusuk tersebut. Hal ini dapat diindikasikan adanya pukulan. Panjang saluran luka

dapat mengindikasikan panjang minimun dari senjata yang digunakan. Harus diingat bahwa

posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda dengan pada saat autopsi. Posisi membungkuk,

berputar, dan mengangkat tangan dapat disebabkan oleh senjata yang lebih pendek

dibandingkan apa yang didapatkan pada saat autopsi. Manipulasi tubuh untuk

memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau bahkan tidak mungkin mengingat berat dan

adanya kaku mayat. Poin lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari

beberapa anggota tubuh pada saat penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman biasanya

ragu-ragu untuk menentukan jenis senjata yang digunakan.


Pisau yang ditusukkan pada dinding dada dengan kekuatan tertentu akan mengenai

tulang rawan dada, tulang iga, dan bahkan sternum. Karakteristik senjata paling baik dilihat

melalui trauma pada tulang. Biasanya senjata yang tidak begitu kuat dapat rusak atau patah

pada ujungnya yang akan tertancap pada tulang. Sehingga dapat dicocokkan, ujung pisau

yang tertancap pada tulang dengan pasangannya.

Petunjuk dari luka tusuk sering dianggap sebagai suatu masalah pembunuhan terutama

sebagai persidangan, yang mengarah pada saat rekontruksi kejadian. Kejadian-kejadian

penusukan sering bergerak dan dinamis sehingga korban jarang dalam keadaan statis.

Penjelasan mengenai petunjuk berdasarkan gambaran luka dan jejak benda. Saat pisau

dengan mata pisau kurang cukup besar, maka luka sering tampak terpotong bagian bawahnya

mengenai jaringan subkutan. Pada otopsi, menjelaskan seperti pada luka tusuk didada,

kadang saat di otopsi luka terletak dibawah puting. Pembedahan dari jaringan dan otot bisa

mengungkapkan bahwa kerusakan dinding dada terletak di ICS berapa. Informasi ini menjadi

petunjuk luka, mengambarkan jejak luka.2,3,6

Perkiraan mengenai derajat kekuatan luka tusuk, diberikan keterangan mengenai : 2,3,4

1. Bagian dari tulang atau pengerasan tulang rawan

2. Ketajaman dari ujung pisau

3. Kecepatan datangnya pisau

4. Kulit yang elastis lebih mudah ditembus

5. Variasi ketebalan kulit terhadap pisau, kulit telapak kaki lebih tebal dari bagian

tubuh lain.

6. Luka tembus yang disebabkan tusukan.

Pada kasus pembunuhan sering ditemukan adanya luka tusuk dengan jumlah yang

banyak, karena dalam membunuh seseorang tidak hanya dengan satu tusukan saja, kecuali
bila korbannya sedang tidur atau dalam keadaan yang sangat lemah atau bila korban diserang

secara mendadak dan yang terkena adalah organ tubuh yang vital.7 Luka-luka tusuk pada

kasus pembunuhan yang dilakukan dengan menggunakan pisau, lebih banyak ditemukan

pada laki-laki dibandingkan wanita.6

Luka yang mematikan biasanya pada daerah leher, dada, dan pada daerah perut yang

merupakan letak organ-organ vital. Luka tusuk pada dada bisa melibatkan jantung yang

menyebabkan trauma pada miokardium, arteri koroner, struktur katup atau pembuluh darah

besar, yang bisa mendatangkan ancaman nyawa bagi korbannya.8 Pada kasus pembunuhan

dengan cara menggorok leher korban, akan terdapat luka yang mendatar, tidak ada luka-luka

percobaan dan didapatkan luka-luka tangkis. Luka tangkis merupakan luka yang terjadi

akibat perlawanan korban dan umumnya ditemukan pada telapak dan punggung tangan, jari-

jari tangan, punggung lengan bawah dan tungkai. Pembunuhan dengan senjata tajam yang

bentuknya runcing dan langsing misalnya pisau saku dan ganco (alat yang terbuat dari batang

besi bulat dengan ujung runcing yang melengkung dan biasa dipergunakan untuk mengungkit

beras dalam karung dan es balok), dapat dilakukan dengan cara menghantamkan benda tajam

tersebut ke kepala korban, menembus tulang, dan masuk ke dalam otak.7Luka tangkis

merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan umumnya ditemukan pada

telapak dan punggung tangan, jari-jari tangan, punggung lengan bawah dan tungkai.

Pemeriksaan pada kain (baju) yang terkena pisau bertujuan untuk melihat interaksi antara

pisau-kain-tubuh, yaitu melihat letak/lokasi kelainan, bentuk robekan, adanya partikel besi

(reaksi biru berlin dilanjutkan dengan pemeriksaan spektroskopi), serat kain, dan

pemeriksaan bercak darah.

Luka-luka pada tubuh korban dalam kasus bunuh diri dapat ditemukan pada daerah

leher, daerah dada (letak jantung) dan daerah perut (letak lambung), dan biasanya luka yang

didapatkan adalah luka tusuk. Selain luka tusuk tersebut, akan ditemukan pula luka-luka
percobaan. Pada kasus bunuh diri, tidak akan dijumpai luka-luka yang menunjukkan adanya

tanda-tanda perlawanan.7Pada tangan korban tidak jarang ditemukan pisau yang tergenggam

dengan sangat kuat, ini disebabkan oleh kekakuan yang seketika (cadaveric spasm) pada

otot-otot tangan korban yang menggenggam pisau. Kekakuan yang seketika ini,

mencerminkan adanya faktor stress emosional dan intravitalitas. Dengan pisau yang

ditemukan pada genggaman erat tangan korban dapat hampir dipastikan bahwa korban telah

melakukan bunuh diri.7

Ciri luka tusuk (misalnya senjata pisau / bayonet) :

 Tepi luka rata

 Dalam luka lebih besar dari panjang luka

 Sudut luka tajam

 Sisi tumpul pisau menyebabkan sudut luka kurang tajam

 Sering ada memar / echymosis di sekitarnya

b. Luka Sayat (Cuts or incised wound)

Luka sayat ialah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena

alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relativ ringan kemudian digeserkan sepanjang

kulit sehingga syok traumatic tidak terjadi kecuali ditimbulkan oleh faktor–faktor yang
lain seperti perdarahan. Komplikasi fatal dari luka iris yang paling sering terjadi adalah

perdarahan sepsis.

Luka iris pada kasus bunuh diri paling sering terjadi di kerongkongan dan

pergelangan tangan dan lengan bawah sisi fleksor. Seseorang biasanya memegang senjata

dengan tangan kanannya dan memulai irisan dari sisi kiri ke sisi kanan, atau mungkin dia

mengiris dari sisi kanan leher ke depan dan ke bawah. Seseorang yang kidal akan mengiris

dirinya dengan cara yang sama, pada umumnya memulai irisan dari sisi kanan leher.

Ciri luka sayat :

a) Pinggir luka rata

b) Sudut luka tajam

c) Rambut ikut terpotong

d) Jembatan jaringan ( - )

e) Biasanya mengenai kulit, otot, pembuluh darah, tidak sampai tulang

c. Luka bacok (chop wound)

Luka bacok ialah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak

tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Contoh :

pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal.


Ciri luka bacok :

 Luka biasanya besar

 Pinggir luka rata

 Sudut luka tajam

 Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat memutuskan bagian tubuh

yang terkena bacokan

 Kadang-kadang pada tepi luka terdapatmemar, aberasi

2.4 Aspek Hukum dengan cedera

1. Luka ringan

Pasal 352 KUHP: MAKS 3 BULAN

2. Luka sedang

a. PS 351 (2) KUHP: MAKS 2 TAHUN 8 BULAN

Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana

penjara paling lama lima tahun.

b. PS 353 (1) KUHP: MAKS 4 TAHUN

Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama

empat tahun.

3. Luka berat
a. PS 351 (3) KUHP: MAKS 5 TAHUN

Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

b. PS 353 (2) KUHP: MAKS 7 TAHUN

Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara

paling lama tujuh tahun.

c. PS 354 (1) KUHP: MAKS 8 TAHUN

Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan

berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.

d. PS 355 (1) KUHP: MAKS 12 TAHUN

Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan

pidana penjara paling lama dua belas tahun.


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Luka pada Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu bagian terpenting. Luka

bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Luka bisa terjadi akibat kekerasan

mekanik, kekerasan fisik, & kekerasan kimiawi. Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan

jenis benda, yaitu akibat kekerasan benda tumpul, akibat benda tajam, akibat tembakan

senjata api, akibat benda yang muda pecah, akibat suhu/temperatur, akibat trauma listrik,

akibat petir, dan akibat zat kimia korosif.

Selain itu luka bisa diketahui waktu terjadinya kekerasan, apakah luka terjadi

antemortem atau postmortem. Terkadang dari luka kita bisa mengetahui umur luka.

Walaupun belum ada satupun metode yang digunakan untuk menilai dengan tepat kapan

suatu kekerasan dilakukan mengingat adanya berbagai macam faktor yang

mempengaruhinya; seperti faktor infeksi, kelainan darah, atau penyakit defisiensi.

Dari deskripsi luka kita sebagai dokter juga dapat membantu pihak hukum untuk

menentukan kualifikasi luka sesuai dengan KUHP Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab

IX pasal 90. Yang pada tindak pidana untuk menentukan hukuman yang diberikan kepada

pelaku kekerasan dengan melihat deskripsi luka yang kita buat. Oleh karena itu

diharapkan kita sebagai calon dokter yang nantinya sebagai dokter di masyarakat umum

akan banyak menemukan kasus kekerasan yang menyebabkan luka baik pada korban

hidup maupun korban mati, bisa mendeskripsikan luka sebaik-baiknya dalam Visum et

Repertum.
3.2 Saran

1. Seorang dokter atau calon dokter harus belajar mendiskripsikan luka sehingga mampu

membuat Visum et Repertum yang baik dan benar.

2. Seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu kedokteran tetapi juga

mengetahui hukum kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai