Anda di halaman 1dari 5

Nama : Zakia Izzati

NIM : 1502101010099

Kelas/Ruang : 01/ Seminar

Tugas Konservasi

Ringkasan

PENYAKIT CAPTURE MYOPATHY

A. Pendahuluan

Penyakit non infeksius yang paling sering terjadi pada rusa adalah Capture
Myopathy (CM). kejadian penyakit ini sering sekali terjadi ditempat penangkaran
di Indonesia. Pernah dilaporkan angka kematian lebih dari 60% pada rusa-rusa
yang baru dipindahkan ketempat-tempat penangkaran. Hal ini harus mendapat
perhatian yang serius karena CM merupakan tantangan awal untuk memulai
kegiatan budidaya rusa. Sampai sekarang sindrom ini belum bisa diobati secara
efektif dengan pemberian obat-obat tertentu (Spraker, 1993; Aliambar,2000).

Capture myopathy yang dikenal juga dengan white muscle disease


merupakan suatu sindrom yang menjadi salah satu penyebab kematian hewan,
terutama pada satwa liar. Kematian disebabkan oleh respon fisiologi yang
berlebihan dari hewan terhadap stres lingkungan. Keadaan ini terutama terjadi
pada proses penanganan hewan, baik pada saat penangkapan, pembiusan maupun
relokasi (pengangkutan). Dalam keadaan stres kelenjar adrenal menghasilkan
adrenalin dan kelenjar pituitari menghasilkan ACTH (Corticotrophin hormone).
Keadaan stres yang terus berlanjut menyebabkan produksi kortikosteroid dan
adrenalin dalam level yang membahayakan. Ketakutan yang disertai peningkatan
panas.

Tubuh yang berlebihan ditambah tingkat adrenalin yang tinggi


mengakibatkan capture myopathy. Selain itu, dalam keadaan stres yang
berlebihan menyebabkan metabolisme anaerob yang menghasilkan penimbunan
asam laktat lebih cepat daripada yang dapat dimetabolisme sehingga
menyebabkan asidosis yang turut berperan dalam capture myopathy. Kekurangan
asupan vitamin E dan selenium juga dapat berperan pada capture myopathy.

B. Epidemiologi
Capture Myopathy (CM) dikenal juga sebagai Our Straining Disease,
Stress Myopathy, Polymyopathy, White Muscle Disease, Transport Myopathy,
Spastic Paresis, Muscle Necrosis, Leg Paralysis (Chalmers and Barrett, 1982),
Capture Disease, Degenerative Polymyopathy, Idiopathic Muscle Necrosis,
Exertional Rhabdomyolisis, Diffuse Muscular Degeneration dan White Muscle
Stress Syndrom (Spraker,1993).

Kasus Capture myopathy sering terjadi di berbagai tempat penangkaran


rusa baik di Indonesia maupun diluar negeri. Capture Myopathy telah ditemukan
pada beberapa jenis ruminansia liar dan sesekali pada primate, anjing laut, kuda,
sapi, kambing, anjing dan burung. Sindrom ini sama dengan gejala yang terdapat
pada manusia yang disebut March Myoglobinuria atau Exertional
Rhabdomyolysis yang merupakan rhabdomiolisis akut pada atlit yang tidak
terlatih atau peserta wajib militer setelah mengikuti latihan berat terutama pada
suhu udara panas (Spraker,1993).

C. Etiologi

Kasus Capture myopathy sering terjadi di berbagai tempat penangkaran


rusa baik di Indonesia maupun diluar negeri. Hal ini disebabkan karena hewan
tersebut mudah mengalami stress, dan penanganan yang dilakukan tidak hati-
hati. Sindrom yang kelihatan adalah, kematian mendadak dan tiba-tiba, tanpa
diketahui gejalanya terlebih dahulu. Kasus ini terjadi setelah penangkapan dan
pembiusan untuk memindahkan hewan-hewan tersebut ke lokasi baru dari
habitatnya (Spraker, 1993; Aliambar,2000).

D. Gejala Klinis
Terdapat empat gejala klinis yang bisa diamati pada Capture Myopathy, yaitu;

1. Capture Shock Syndrome

Capture Shock Syndrome, bisa diamati pada hewan yang baru ditangkap,
dijerat atau dibius. Hewan biasanya akan mati 1-6 jam setelah penangkapan.
Tanda- tanda klinis yang kelihatan antara lain; depresi, nafas cepat tapi dangkal,
tachikardia, suhu tubuh naik dan pulsus lemah (Spraker, 1993; Aliambar, 2000).
Pada pemeriksaan darah akan didapatkan kadar enzim Aminotransferase (AST),
Creatinin Phosphokinase (CPK) dan Lactat Dehydrogenase (LDH) naik diatas
normal (Spraker,1993).

2. Ataxic Myoglobinuric Syndrome

Sindrom ini terlihat beberapa jam sampai beberapa hari setelah


penangkapan dengan gejala klinis antara lain: ataxia, tortikolis dan mioglobinuria
(Spraker,1993 ; Aliambar, 2000). Enzim Aminotransferase (AST), Creatinin
Phosphokinase (CPK), Lactat Dehydrogenase (LDH) dan Blood Urea Nitrogen
(BUN) akan naik diatas normal. Hewan yang mempunyai gejala klinis yang berat
tersebut biasanya akan mati (Spraker,1993).

3. Rupture Muscle Syndrome

Pada awal penangkapan hewan akan kelihatan normal, tapi 24-28 jam
setelah itu terlihat adanya gejala klinis berupa kelemahan otot-otot dan persendian
kaki belakang akibat robeknya otot Gastrocnemius baik lateral maupun unilateral
(Spraker,1993; Aliambar,2000). Pada pemeriksaan darah akan didapatkan
peningkatan yang tajam dari enzim Ami Aminotransferase (AST), Creatinin
Phosphokinase (CPK), Lactat Dehydrogenase (LDH). Blood Urea Nitrogen
(BUN) juga akan naik namun tidak terlalu tajam. Hewan yang menderita Rupture
Muscle Syndrome bisa hidup beberapa hari, namun pada umumnya akan mati
(Spraker,1993).

4. Delayed Peracut Syndrome

Gejala ini biasanya terjadi pada hewan yang telah berada di dalam
penangkaran minimal selama 24 jam. Hewan akan keliatan normal selama tidak
diganggu, tetapi bila ditangkap atau terkena stres tiba-tiba, hewan tersebut akan
segera berlari kemudian berdiri atau berbaring sambil matanya terbelalak dan
akan mati dalam beberapa menit. Bentuk ini biasanya jarang terjadi dan kematian
biasanya disebabkan oleh gangguan jantung (ventricular fibrillation) (Spraker,
1993 ; Aliambar, 2000). Pada pemeriksaan darah juga terdapat peningkatan kadar
enzim Aminotransferase (AST), Creatinin Phosphokinase (CPK), Lactat
Dehydrogenase (LDH) (Spraker,1993 ; Aliambar,2000 ).

E. MEKANISME

Capture Myopathy (CM) sebenarnya merupakan suatu sindrom dari respon


yang berlebihan dari tubuh terhadap rangsangan stress. Empat macam bentuk dari
CM dipengaruhi oleh tingkat keparahan dan seberapa lama hewan tersebut bisa
bertahan hidup (Spraker,1993 ; Aliambar,2000 ). Pada dasarnya bisa diterangkan
bahwa adanya stress membuat pengeluaran adrenalin dan epinefrin meningkat.
Rangsangan yang terus menerus dari syaraf simpatik membuat produksi
kotekolaminsebagi neurotransmittermeningkat. Adrenalin dan epinefrin
merangsang pembentukan glukosa darah dari glikogen hati dan pemecahan
glikogen menjadi asam laktat didalam otot (Lehninger, 1994). Kotekolamin
menyebabkan vasokontriksi dari pembuluh darah sehingga menyebabkan anoxia
atau kekurangan oksigen pada jaringan sehingga oksidasi posporisasi dan
glikolisis aerobic menjadi rendah dan ATP yang dihasilkan menurun.
Neurotransmitter ini dihasilkan oleh ujung syaraf pasca ganglion dan dalam
medula adrenal dalam jumlah yang banyak (Darmansjah dkk.,1994).

Epinefrin disisi lain menyebabkan glikolisis anaerob meningkat sehingga


terjadi penimbunan asam laktat didalam tubuh yang pada akhirnya hewan akan
menderita keracunan (asidosis). Perubahan-perubahan seperti nekrosis pada
beberapa organ dan jaringan diakibabtkan oleh hipoksia dan produk-produk
metabolisme yang menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit, asidosis dan
ketosis (Spraker,1993).

F. Pengobatan dan Pencegahan

Awal pengobatan Capture Myopathy (CM) ini dilakukan secara empirik


atau coba-coba dengan memberikan preparat yang mengandung Se dan Vit E, Vit
B kompleks, kalsium boroglukonat, antibiotic, detaxicants, kortikosteroid dan
antihistamin (Hofmeyr et al,1973 dalam Chalmers and Barrett,1982 : Hofmeyr,
1974 dalam Chalmers and Barrett, 1982). Pada banyak kasus pengobatan diatas
tidak efektif menghilangkan gejala yang ada ( Young,1972 dalam Chalmers and
Barrett,1982).

Beberapa pencegahan yang bisa dilakukan untuk mengatasi CM adalah:


Menggunakan pekerja yang sudah terlatih dan meminimalkan jumlah
pekerja.hewan disemprot dengan air untuk menjaga kondisi hewan tetap dingin,
khususnya kepala dan telinga untuk penangkapan pada siang hari yang panas.
Ketenangan dijaga dengan meminumkan gerakan-gerakan. Mata hewan ditutup
dengan menjaga jangan sampai mengiritasi kornea dan menutupi lubang hidung.

Suhu badan dimonitor selama pengendalian dan menyiapkan alat/obat


untuk secepatnya mengobati timbulnya hyperthermia. Selama transportasi harus
diperhatikan beberapa hal sebagai berikut: Apakah hewan biasa sendiri atau
beberapa ekor didalam kandang, jangan menempatkan hewan jantan dewasa
dengan betina dan anaknya, makanan dan air disediakan secukupnya, ventilasi
udara yang memadai dan pemberian obat-obatan seperti steroid, glukosa,
stimulansia jantung dan paru-paru (Spraker,1993 ; Aliambar,2000).

Kematian dapat terjadi beberapa jam setelah gejala terlihat. Karena tidak
terdapatnya pengobatan pada kejadian ini, tindakan pencegahan harus
diutamakan.Diantaranya dengan meminimalisasi stres pada hewan saat
penanganan hewan, termasuk di dalamnya penghindaraan terhadap stres
lingkungan (penanganan di siang hari).

Daftar Pustaka;
Aliambar, S. H. 2000.Tinjauan Aspek Medis, Reproduksi dan Keunggulan
Kompratif Daging Rusa (Cervus spp). Makalah Seminar Nasional Budidaya Rusa
2000. 25 November 2000. HIMPRO Satwa Liar FKH IPB. Bogor.

Chalmers, G.A and M.W. Barrett. 1982. Capture Myopathy In Hoff G.L
and J.W Davis (Eds) : Non infectious Diseases of Wildlife. The Lowa State
University Press. USA. Pp :84-92.

Satria,I. 2001. Beberapa Penyakit Utama Dalam Usuha Budidaya Rusa


(Cervus spp). SKRIPSI. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Semiadi, G dan R.T.P.Nugraha.2004. Panduan Pemeliharaan Rusa Tropis.


Puslit Biologi-LIPI, Bogor.

Spraker, T. R. 1993. Stress and Capture Myophathy in Artiodactylids In


Fowler M E. (Ed): Zoo and Wild Animal Medicine. Third Edition. Current
Therapy. W B Saunder Company. USA. Pp :481-488.

Anda mungkin juga menyukai