Batu Menangis
Batu Menangis
Alkisah, disebuah kaki bukit, hiduplah seorang janda tua dan anak gadisnya.
Anak gadis janda itu bernama Darmi, rupanya sangat cantik jelita. Ia memiliki
rambut yang panjang mengikal, mata yang indah, bibir yang semerah mawar
dan kulit yang seputih susu.
Selain pemalas, Darmi memiliki sifat yang sangat-sangat manja. Jika Darmi
memiliki suatu keinginan, segala permintaanya haruslah dituruti. Tidak peduli
dengan ibunya yang miskin dan harus membanting tulang setiap hari.
Suatu hari, seperti biasa Darmi mengurung dirinya di dalam kamarnya. Ia tak
mau matahari merusak kulitnya.
Darmi : “Bukankah sudah berulang kali aku bilang bahwa setiap aku bangun ibu
harus sudah menata kamar ini hingga rapi, menyediakan lulur, air hangat, dan
membuatkan minuman sari buah untuku?”
Sang ibu menarik nafasnya dalam dalam berusaha untuk sabar menghadapi
tingkah laku anaknya.
Ibu : “kamu itu sudah besar, nak. Kamu kan bisa mengerjakan semua itu sendiri.
Ibu sangat lelah, kemarin ibu pulang sudah larut dari ladang.”
Darmi :“Ibu kan tahu, aku sibuk! lagi kan ibu sudah tidur cukup semalam, berarti
sudah istirahat dong.”
Sang ibu hanya mengelus dada. Hatinya gelisah. Kesibukan mempercantik diri,
hanya itulah yang selalu dilakukan putrinya yang pemalas itu.
Matahari mulai memancarkan sinarnya . Sang ibu mulai bersiap-siap berangkat
ke sawah untuk bekerja. Selain itu ia juga tidak lupa mengajak darmi untuk
membantunya ke sawah. Meskipun sebenarnya ia ragu Darmi akan mau.
Ibu: (Tok! Tok! Tok! ) Darmi, Ikut ibu bekerja ke sawah yuk. Ibu hari ini sangat
letih sekali nak.
Darmi : Tidak bu!, nanti kalo kuku dan kulit ku kotor gimana?
Ibu : Apa kamu tidak kasihan sama ibu nak ? (dengan nada iba)
Darmi: “Ihh aku lagi dandan ibu!” Jawab Darmi sambil sibuk merias wajahnya.
Dengan perasaan sedih akhirnya sang ibu pergi kesawah sendirian. Dengan
tubuhnya yang telah renta, langkah yang tertatih-tatih, sang ibu tetap bekerja
keras memaksakan diri demi menghidupi anak semata wayangnya.
Ibu: Ibu pulang. (ucap ibu dengan nada lelah sambil melepaskan alas kakinya)
Dengan cepat darmi mencari-cari uang tersebut di pakaian ibunya, dirogoh lah
kantung ibunya. Namun tidak ditemukan uang. Hingga darmi melihat ibunya
sedang menggenggam uang.
Darmi : nahh ini dia! (dengan wajah senang sambil menunjuk uang)
Ibu: ”Jangan, Nak! Uang itu untuk membeli beras,” ujar sang Ibu dengan nada
memelas.
Ibu : “kamu itu jadi anak bisanya cuma minta aja, tapi tidak pernah mau bekerja
(dengan kesal).”
Meskipun marah, sang Ibu akhirnya tetap memberikan uang itu kepada Darmi.
Keesokan harinya, ketika ibunya pulang dari bekerja, Darmi kembali meminta
uang upah yang diperoleh ibunya untuk membeli alat kecantikannya yang lain.
Dan keadaan tersebut terjadi secara terus menerus.
Suatu hari, sang ibu mencoba untuk membujuk anaknya agar mulai mengubah
tabiat buruknya. Ketika itu, Darmi seperti biasa sedang meminta uang hasil upah
ibunya.
Ibu : Ibu kan sudah tua, jika ibu dipanggil oleh Tuhan maka Ibu tak khawatir lagi
jika kamu bisa mengurusi dirimu sendiri. Kita itu orang miskin, kita harus tetap
bekerja untuk bisa makan.
Darmi :Hah! siapa suruh jadi orang miskin. Lagi pula Aku tidak pernah minta
kamu jadi ibuku.
Sakit rasanya mendengar ucapan kasar anaknya. Tapi, sang ibu tetap mecoba
bersabar.
Ibu : “Baiklah, Anakku. Ibu hanya memohon agar kamu tidak mengurung diri di
rumah. Kenalilah lingkunganmu agar ibu tenang jika suatu saat dipanggil Tuhan.”
Hari berganti hari. Akhirnya Darmi mau menuruti kehendak ibunya. Ibunya
mengajak darmi untuk berbelanja ke pasar yang letaknya jauh dari pasar.
Darmi: “Kalo nanti ketemu orang, jangan bilang bilang kalo ibu itu, ibu aku ya.”
Seperti tersambar petir hatinya, tidak kuasa rasanya mendengar kalimat tersebut
berasal dari mulut anaknya sendiri. Namun sang ibupun menyetujuinya.
Darmi berjalan melenggang dengan memakai pakaian yang bagus dan bersolek
agar orang dijalan yang melihatnya akan mengagumi kecantikannya.
Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka.
Mereka begitu terpesona melihat kecantikan Darmi. Namun ketika orang-orang
itu melihat orang yang berjalan dibelakang Darmi yaitu ibunya Darmi, sungguh
kontras terlihat keadaannya. Hal itu membuat orang bertanya-tanya.
Pemuda 1 : eeh eeh , coba liat wanita itu , cantik sekali kan? (sambil
mengagumi)
Pemuda 2 : iyaiya benar. wanita itu bagai bidadari surga, elok parasnya, tak
sanggup aku menahan untuk menatap keindahannya.
Pemuda 1 : iya , bahkan wanita itu lebih cantik daripada bunga mawar, rasanya
aku tertarik untuk mengenalnya. .
Hingga akhirnya salah satu pemuda tersebut memberanikan diri untuk bertanya
ke Darmi.
Pemuda : “Hai! Kamu Cantik sekali. Apakah orang tua yang dibelakang mu itu
adalah ibumu?”
Ujar Darmi yang tentu saja hal tersebut membuat sang ibu sangat-sangat sedih.
Perjalanan masih panjang, namun setiap ia berpapasan dengan orang, tidak ada
mata yang tidak menoleh ke arah Darmi.
Dan setelah itu Darmi kembali bertemu dengan orang yang bertanya kepadanya.
Pemuda : hay cantik , Siapa yang berjalan dibelakangmu itu? Apakah itu ibumu?
(penasaran)
Darmi : bukan! Sudah ku bilang dia itu budak! Pergi sana! (Darmi menendang
ibunya)
Orang yang melihatnya berperilaku seperti itu pun tidak terima. Banyak orang
yang marah kepada Darmi.
“Astaga, jangan begitu!” Ucap salah seorang perempuan sambil membantu Ibu
Darmi untuk berdiri)
Alangkah terlukanya hati Ibu Darmi. Hatinya seperti teriris-iris dan ia benar-benar
tak berdaya menahan sakit hatinya. Tanpa sadar Ibu Darmi berbisik dan
memohon kepada Tuhan.
Ibu : “Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba
begitu teganya memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Hukumlah anak
durhaka ini ya Tuhan! Biarlah Ia menjadi Batu saja Ya Tuhan!”
Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh Darmi berubah
menjadi batu.
Darmi: “Ibu! Kaki aku tidak bias digerakan! Adaapa ini Ibu!!!”
Ibu: “Maafkan Ibu nak, tapi ini semua karena perlakuanmu terhadap ibu”
Darmi : :Oh, Ibu. ampunilah Aku, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini.
Ibu…Ibu…ampunilah anakmu.. aku mohon”
Sayang, semuanya tidak bias kembali. Darmi tetap ,menjadi batu. Dia harus
menanggung hukuman, karena durhaka kepada ibunya.
Batu itu akhirnya dipinggirkan orang-orang dan disandarkan ditepi tebing. Hingga
saat ini batu tersebut masih tetap berada ditempat asalnya yaitu di Kalimantan
Barat dan dikenal sebagai Batu menangis.