Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Trauma Leher

Trauma leher adalah suatu benturan yang mengenai bagian leher ( tenggorokan )

sebagai akibat terkena benda tumpul ataupun benda tajam. Trauma leher bisanya terjadi.

Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke

selangkangan. Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah

tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus intervertebrale

merupakan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk

jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae. Di

dalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi

cedera di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer,

Arif, et al. 2000).

Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal dan medulla

spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur vertebra servikalis dan

ditandai dengan kompresi pada medula spinalis daerh servikal. Dislokasi servikal adalah

lepasnya salah satu struktur dari tulang servikal. Subluksasi servikal merupakan kondisi

sebagian dari tulang servikal lepas. Fraktur servikal adalah terputusnya hubungan dari

badan tulang vertebra servikalis (Muttaqin, 2011).

B. Etiologi
Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma langsung yang mengenai

tulang belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampauan tulang belakang dalam

melindungi saraf-saraf belakangnya. Menurut Emma, (2011) Trauma langsung tersebut

dapat berupa :
1. Kecelakaan lalulintas

2. Kecelakaan olahraga

3. Kecelakaan industri

4. Jatuh dari pohon/bangunan

5. Luka tusuk

6. Luka tembak

7. Kejatuhan benda keras

C. Manifestasi Klinis

Menurut Hudak & Gallo, (1996) menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai berikut

1. Lesi C1-C4

Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih berfungsi.

Otot diafragma dan otot interkostal mengalami partalisis dan tidak ada gerakan (baik

secara fisik maupun fungsional0 di bawah transeksi spinal tersebut. Kehilangan

sensori pada tingkat C1 malalui C3 meliputi daerah oksipital, telinga dan beberapa

daerah wajah. Kehilangan sensori diilustrasikan oleh diagfragma dermatom tubuh.

Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan perhatian penuh

karena ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-hari seperti makan,

mandi, dan berpakaian. quadriplegia pada C4 biasanya juga memerlukan ventilator

mekanis tetapi mengkn dapat dilepaskan dari ventilator secara. intermiten. pasien
biasnya tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

meskipun dia mungkin dapat makan sendiri dengan alat khsus.

2. Lesi C5

Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak

sekunder terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal dan dilatasi lambung

dapat disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas mengalami rotasi ke arah

luar sebagai akibat kerusakan pada otot supraspinosus. Bahu dapat di angkat karena

tidak ada kerja penghambat levator skapula dan otot trapezius. setelah fase akut,

refleks di bawah lesi menjadi berlebihan. Sensasiada pada daerah leher dan triagular

anterior dari daerah lengan atas.

3. Lesi C6

pada lesi segen C6 disters pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal dan

edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan lengan abduksi dan

lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitasd tak terhambat dari deltoid, bisep dan otot

brakhioradialis.

4. Lesi C7

Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori untuk

mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas mengambil posis

yang sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasnya berlebihan ketika kerja

refleks kembali.
D. Patofisiologi

Kolumna vertebralis normal dapat menahan tekanan yang berat dan mempertahankan

integritasnya tampa mengalami kerusakan pada medula spinalis. Akan tetapi, beberapa

mekanisme trauma tertentu dapat merusak sistem pertahanan ini dan mengakibatkan

kerusakan pada kolumna vertebralis dan medula spinalis. Pada daerah kolumna servikal,

kemungkinan terjadinya cedera medula spinalis adalah 40%. Trauma servikal dapat

ditandai dengan kerusakan kolumna vertebralis (fraktur, dislokasi, dan subluksasi),

kompresi diskus, robeknya ligamen servikal, dan kompresi radiks saraf pada setiap

sisinya yang dapat menekan spinal dan menyebabkan kompresi radiks dan distribusi saraf

sesuai segmen dari tulang belakang servikal (Price, 2009). Pada cidera hiperekstensi

servikal, pukulan pada wajah atau dahi akan memaksa kepala kebelakang dan tidak ada

yang menyangga oksiput dan diskus dapat rusak atau arkus saraf mengalami kerusakan.

Pada cidera yang stabil dan merupakan tipe frakutur vertebra yang paling sering di

temukan. Jika ligamen posterior robek, cedera, bersifat tidak stabil dan badan vertebra

bagian atas dapat miring ke depan di atas badan vertebra di bawahnya. Trauma servikal

dapat menyebabkan cedera yang komponen vertebranya tidak akan tergeser oleh gerakan

normal sehingga sumsum tulang tidak rusak dan resiko biasanya lebih rendah (Muttaqin,

2011). Cedera yang tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih

jauh dan perubahan strukturoseoligamentosa posterior (pedikulis, sendi permukaan,

arkus tulang posterior, ligamen interspinosa, dan supraspinosa), komponen pertengahan

(sepertiga bagian posterior badan vertebra, bagian posterior diskus intervertebra, dan

ligamen longitudinal posterior), dan kolumna anterior (duapertiga bagian anterior korpus

vertebra, bagian anterior diskus intervertebra dan ligamen longitudinal anterior)


(Muttaqin, 2011). Cedera spinal tidak stabil menyebabkan resiko tinggi cedera pada

korda sehingga menimbulkan masalah aktual atau resiko ketidakefektifan pola napas dan

penurunan curah jantung akibat kehilangnya kontrol organ viseral. Kompresi saraf dan

spasme otot servikal memberikan stimulasi nyeri. Kompresi diskus menyebabkan

paralisis dan respons sistemik dengan munculnya keluhan mobilisasi fisik, gangguan

defekasi akibat penurunan peristaltik usus, dan ketidak seimbangan nutrisi (Price, 2002).

Tindakan dekompresi dan stabilitas pada pascabedah akan menimbulkanport de

entree luka pascabedah yang menyebabkan masalah resiko tinggi infeksi. Selain itu,

tindakan tersebut dapat menyebabkan kerusakan neuromuskular, yang menimbulkan

resiko trauma sekunder akibat ketidaktahuan tentang teknik mobilisasi yang tepat.

Kondisi psikologis karena prognosis penyakit menimbulkan respons anastesi. Manipulasi

yang tidak tepat akan menimbulkan keluhan nyeri dan hambatan mobilitas fisik

(Muttaqin, 2011).

E. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu:

1. Sinar X spinal

Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk kesejajaran, reduksi

setelah dilakukan traksi atau operasi.

2. CT scan

Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.

3. MRI

Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.

4. Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor patologisnya

tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang subarakhnoid medulla spinalis.

5. Foto rontgen torak

Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma, anterlektasis)

6. GDA

Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.

F. Komplikasi

Menurut Emma, (2011) komplikasi pada trauma servikal adalah :

1. Syok neurogenik

Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada

medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan

kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi

pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan

konsekuensinya terjadi hipotensi.

2. Syok spinal

Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya

cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit

walaupun tidak seluruh bagian rusak.

3. Hipoventilasi

Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari cedera

yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal atas.
4. Hiperfleksia autonomic

Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal,

bradikardi dan hiper

tensi.

G. Penatalaksanaan

Menurut ENA, (2000) penatalaksanaan pada pasien truama servikal yaitu :

1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)

2. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw

thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi),

mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.

3. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar,

imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.

4. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan

menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan

selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya.

5. Menyediakan oksigen tambahan.

6. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.

7. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.Memonitor tingkat kesadaran dan

output urin untuk menentukan pengaruh dari hipotensi dan bradikardi.

8. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.

9. Berikan antiemboli

10. Tinggikan ekstremitas bawah

11. Gunakan baju antisyok.


12. Meningkatkan tekanan darah

13. Monitor volume infus.

14. Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)

15. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala

bradikardi.

16. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.

17. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.

18. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord :

steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8

jam setelah kejadian.

a. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.

b. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi

jika ada indikasi.

c. Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.

d. Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.

e. Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).

f. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara

konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.

g. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan


BAB III
ASKEP TEORI
A. Pengkajian

a. Pengkajian Primer

a) Data Subjektif

1. Riwayat Penyakit Sekarang

a. Mekanisme Cedera

b. Kemampuan Neurologi

c. Status Neurologi

d. Kestabilan Bergerak

2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

a. Keadaan Jantung dan pernapasan

b. Penyakit Kronis

b) Data Objektif

1. Airway

Adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal sehingga

mengganggu jalan napas

2. Breathing

Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding

dada.

3. Circulation

Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit teraba

hangat dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang

mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)


4. Disability

Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak, kehilangan

sensasi, kelemahan otot.

5. Exposure

Adanya deformitas tulang belakang

b. Pengkajian Sekunder

1. Five Intervensi

Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi, CT

Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas, MRI untuk mengidentifikasi

kerusakan saraf spinal, foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru, sinar

– X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (Fraktur/Dislokasi)

2. Give Comfort

Kaji adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak

3. Head to Toe

a. Leher :Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera

b. Dada :Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan

dinding dada, bradikardi, adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat

cedera spinal

c. Pelvis dan Perineum :Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses,

terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)

d. Ekstrimitas : terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau

quadriparesis/quadriplegia

e. Kaji adanya spasme otot, kekakuan, dan deformitas pada tulang belakang.
B. Diagnosa Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan

dispnea,terdapat otot bantu napas.

2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan aliran darah.

3. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan neurologis.

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular ditandai

dengan paralisis dan paraplegia pada ekstremitas.

5. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori motorik ditandai

dengan kehilangan kontrol dalam eliminasi urine.

6. Risiko decera berhubungan dengan penurunan kesaradaran.


C. Intervensi

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Keperawatan

1.Pola napas Setelah diberikan 1. Pantau ketat 1. .Perubahan pola

tidak efektif tindakan tanda-tanda vital nafas dapat

berhubungan keperawatan dan pertahankan mempenga

dengan selama 2x15 menit, ABC. 2. ruhi tanda-tanda

hiperventilasi diharapkan pola 2. Monitor usaha vital

ditandai dengan napas pasien pernapasan 3. Pengembangan

dispnea,terdapat efektif dengan pengembangan dada dan

otot bantu kriteria hasil: dada, keteraturan penggunaan otot

napas. a. Pasien pernapasan nafas bantu pernapasan

melaporkan bibir dan mengindikasikan

sesak napas penggunaan otot gangguan pola

berkurang bantu nafas.

b. Pernapasan pernapasan. 4. Mempermudah

teratur 3. Berikan posisi ekspansi paru.

c. Takipnea tidak semifowler jika 5. Stabilisasi tulang

ada tidak ada kontra servikal.

d. Pengembangan indiksi. 6. Oksigen yang

dada simetris 4. Gunakan adekuat dapat

antara kanan servikal collar, menghindari

dan kiri imobilisasi resiko


e. Tanda vital lateral kepala,

dalam batas meletakkan

normal (nadi papan di bawah

60-100x/menit, tulang belakang.

RR 16-20 5. Berikan oksigen

x/menit, sesuai indikasi

tekanan darah

110-140/60-90

mmHg, suhu

36,5-37,5 oC)

f. Tidak ada

penggunaan

otot bantu

napas.

2.Perfusi jaringan Setelah dilakukan 1. Atur posisi kepala 1. Untuk

perifer tidak tindakan dan leher untuk mempertahanka

efektif keperawatan mendukung airway n ABC dan

berhubungan selama 3x5 menit (jaw thrust). mencegah

dengan diharapkan perfusi Jangan memutar terjadi obstruksi

penyumbatan jaringan adekuat. atau menarik leher jalan napas

aliran darah Kriteria hasil : ke belakang 2. Meningkatkan

1. Nadi teraba (hiperekstensi), aliran balik vena

kuat mempertimbangka ke jantung


2. Tingkat n pemasangan 3. Stabilisasi

kesadaran intubasi tulang servikal

composmentis nasofaring. 4. Mencukupi

3. Sianosis atau 2. Tinggikan kebutuhan

pucat tidak ada ekstremitas bawah. oksigen tubuh

4. Nadi Teraba 3. Gunakan servikal dan oksigen

lemah, terdapat collar, imobilisasi juga dapat

sianosis, lateral kepala, menurunkan

5. Akral teraba meletakkan papan terjadinya

hangat di bawah tulang sickling

6. CRT < 2 detik belakang. 5. Perubahan

7. GCS 13-15 4. Sediakan oksigen tanda-tanda vital

8. AGD normal dengan nasal canul seperti

untuk mengatasi bradikardi

hipoksia akibat dari

5. Ukur tanda-tanda kompensasi

vital. jantung terhadap

6. Awasi pemeriksaan penurunan

AGD fungsi

hemoglobin

6. Penurunan

perfusi jaringan

dapat
menimbulkan

infark terhadap

organ jaringan

3.Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Kaji PQRST 1. Pengkajian yang

berhubungan tindakan pasien. tepat dapat


membantu
dengan keperawatan 2. Pantau tanda- dalam
memberikan
gangguan selama 3 x 15 tanda vital
intervensi yang
neurologis. menit diharapkan 3. Berikan analgesic tepat.
2. Nyeri bersifat
nyeri pasien dapat untuk
proinflamasi
berkurang dengan menurunkan sehingga dapat
mempengaruhi
kriteria hasil : nyeri.
tanda-tanda
a. Tanda-tanda 4. Gunakan servikal vital.
3. Analgetik dapat
vital dalam collar, imobilisasi mengurangi
batas normal lateral kepala, nyeri yang berat
(memberikan
(Nadi 60-100 meletakkan kenyamanan
x/menit),(Suhu papan di bawah pada pasien)
4. Stabilisasi
36,5-37,5),( tulang belakang. tulang belakang
untuk
Tekanan Darah
mengurangi
110-140/60-90 nyeri yang
timbul jika
mmHg),(RR 16-
tulang belakang
20 x/menit) digerakkan

b. Penurunan skala

nyeri( skala 0-
10)

c. Wajah pasien

tampak tidak

meringis
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SYNCOPE

3.1. Ilustrasi Kasus


Pada pagi hari pukul 10.00 ada seorang bapak R datang kerumah sakit diantarkan
keluarganya dengan keluhan nyeri pada leher akibat tertabrak sepeda motor.
3.2. Riwayat Penyakit sekarang
Pada hari minggu, 10 Maret 2019 jam 10.00 pagi di lapangan gumul ada acara CFD.
Seorang ibu bernama bapak R tertabrak sepeda motor akibat saat menyeberang tidak melihat
kanan kiri. Tn.R dibawa oleh keluarganya dan warga ke UGD Rumah Sakit Gumul
menggunakan mobil. Klien datang dengan kondisi napas pendek, dangkal, tidak teratur.
3.3.Riwayat penyakit dahulu
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit typdoid dan pernah
dirawat di rumah sakit pada tahun lalu
3.4.Riwayat penyakit keluarga
Keluarga klien mengatakan di keluarganya tidak ada yang menderita penyakit menular atau
penyakit generative seperti diabetes, TB dan sebagainya.
3.5.Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan
dispnea,terdapat otot bantu napas
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan aliran darah
3. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan neurologis.
3.6.Format Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan
No. Rekam Medis 22032011 Diagnosa Medis : -
Nama : Ny. F Jenis Kelamin : L/P Umur : 28 th
IDENTITAS

Agama : islam Status Perkawinan :Menikah Pendidikan : S1


Pekerjaan :Pegawai Bank Sumber informasi : Penolong (teman) dan keluarga
Alamat : Ds. Njanti Kec. Papar Kab. Kediri
TRIAGE P1 P2 P3 P4

GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :
Sesak napas
Mekanisme Sakit :
Pada hari minggu, 10 Maret 2019 jam 10.00 pagi di lapangan gumul ada acara CFD. Seorang
ibu bernama bapak R tertabrak sepeda motor akibat saat menyeberang tidak melihat kanan kiri.
Tn.R dibawa oleh keluarganya dan warga ke UGD Rumah Sakit Gumul menggunakan mobil.
Klien datang dengan kondisi napas pendek, dangkal, tidak teratur.

Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) :  Baik  Tidak Baik, ... ... ...
Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY
Tidak ada masalah
Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten Implementasi :-
Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing  N/A
Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor  N/A
Keluhan Lain: -
PRIMER SURVEY

Diagnosa Keperawatan:
Pola napas tidak efektif berhubungan
BREATHING
dengan hiperventilasi ditandai dengan
dispnea,terdapat otot bantu napas
Gerakan dada : X Simetris  Asimetris Implementasi :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan
Irama Nafas :  Cepat X Dangkal  Normal
dengan hiperventilasi ditandai dengan
Pola Nafas :  Teratur X Tidak Teratur dispnea,terdapat otot bantu napas

Retraksi otot dada :  Ada  N/A 1) Pantau ketat tanda-tanda vital

Sesak Nafas : X Ada  N/A dan pertahankan ABC.

Keluhan Lain: - 2) Monitor usaha pernapasan


RR : 36x/menit pengembangan dada,
keteraturan pernapasan nafas
PRIMER SURVEY

bibir dan penggunaan otot


bantu pernapasan.
3) Berikan posisi semifowler
jika tidak ada kontra indiksi.
4) Gunakan servikal collar,
imobilisasi lateral kepala,
meletakkan papan di bawah
tulang belakang.
5) Berikan oksigen sesuai
indikasi

Diagnosa Keperawatan:
CIRCULATION

Nadi :  Teraba  Tidak teraba


Sianosis :  Ya  Tidak
CRT :  < 2 detik  > 2 detik
Pendarahan :  Ya  Tidak ada
Keluhan Lain:
Syncope

Diagnosa Keperawatan:
Perfusi jaringan perifer tidak efektif
DISABILITY
berhubungan dengan penyumbatan aliran
darah
Respon : Alert  Verbal X Pain  Unrespon Implementasi :
1. Perfusi jaringan perifer tidak efektif
Kesadaran : X CM  Delirium  Somnolen  coma
berhubungan dengan penyumbatan
GCS :  Eye 1  Verbal 1  Motorik 2
aliran darah
Pupil :  Isokor  Unisokor  miosis  Medriasis
1) Gangguan perfusi jaringan b/d
Refleks Cahaya: X Ada  Tidak Ada
penurunan sirkulasi darah perifer;
Keluhan Lain :
penghentian aliran arteri-vena
2) Atur posisi kepala dan leher
untuk mendukung airway (jaw
thrust). Jangan memutar atau
menarik leher ke belakang
(hiperekstensi),
mempertimbangkan
pemasangan intubasi
nasofaring.
3) Tinggikan ekstremitas bawah.
4) Gunakan servikal collar,
imobilisasi lateral kepala,
meletakkan papan di bawah
tulang belakang.
5) Sediakan oksigen dengan
nasal canul untuk mengatasi
hipoksia
6) Ukur tanda-tanda vital.
7) Awasi pemeriksaan AGD

Diagnosa Keperawatan:
EXPOSURE Nyeri akut berhubungan dengan gangguan
neurologis..
Deformitas:  Ya  Tidak Implemantasi :
Contusio :  Ya  Tidak 1. Nyeri akut berhubungan dengan
Abrasi :  Ya  Tidak gangguan neurologis.
Penetrasi :  Ya  Tidak 1) Kaji PQRST pasien
Laserasi :  Ya  Tidak 2) Pantau tanda-tanda vital
Edema :  Ya  Tidak 3) Berikan analgesic untuk
Keluhan Lain:
menurunkan nyeri.
……
4) Gunakan servikal collar,
imobilisasi lateral kepala,
meletakkan papan di bawah
tulang belakang.
Diagnosa Keperawatan:
ANAMNESA
Tidak ada masalah.
Riwayat Penyakit Saat Ini : Cidera Kepala Berat Implementasi :
1. … … …
Alergi : 2. … … …
Tidak ada 3. … … …
4. … … …
Medikasi : 5. … … …
Tidak ada
Evaluasi :
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
Tidak ada

Makan Minum Terakhir:

Even/Peristiwa Penyebab:
Kecelakaan lalu lintas

Tanda Vital :
Tekanan darah : 100/60 mmHg, Nadi : 65x/m, Suhu :
360C, Pernafasan : 32x/m,
PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan:
Tidak ada masalah
Kepala dan Leher: Implementasi :
Inspeksi : tampak leher memar 1. … …
2. … … …
Palpasi : Bentuk kepala tidak terdapat adanya benjolan.
SECONDARY SURVEY

3. … … …
Dada: 4. … … …
Inspeksi: thoraks simetris, klien tampak sesak napas, 5. … … …
pergerakan dinding dada sama, pernafasan 36 x/menit,
warna kulit merata. Evaluasi :
Palpasi : Gerakan paru saat inspirasi dan ekspirasi sama,
tidak terdapat massa, tidak terdapat fraktur thorak.
Perkusi : perkusi paru agak redup di bagian lobus tengah
dextra
Auskultasi : gurgling di lobus tengah dextra
Abdomen:
-
Pelvis:
Ektremitas Atas/Bawah:
Inspeksi adanya luka babras pada bagian lutut kanan,
deformitas tangan kiri
Palpasi : cracless di bagian tangan kiri
Punggung :
-
Neurologis :
GCS (E 1V1M2)
Diagnosa Keperawatan:
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tidak ada masalah
 RONTGEN  CT-SCAN  USG  EKG Implementasi :
 ENDOSKOPI  Lain-lain, ... ... 1. … … …
Hasil : 2. … … …
hematom ± 12 cm dahi kanan (subdural 3. … … …
haematom) 4. … … …
HbsAg : Negatif 5. … … …
WBC : 14,59 [10^3/uL]
RBC: 3,99 [10^6/uL] Evaluasi :
HGB: 10,3 [g/dL]
HCT: 32,6 [%]

Tanggal Pengkajian : 10 Maret 2019 TANDA TANGAN MAHASISWA:


Jam : 08.30 WIB
Keterangan :
NAMA TERANG :

Anda mungkin juga menyukai