Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHUHUAN

1.1 Latar Belakang


Di negara maju, penyakit kronis tidak menular (non-communicable cronic
diseases), terutama penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes mellitus dan
penyakit ginjal kronis, telah menggantikan penyakit menular (communicable
diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama (Riandiastuti &
Yuyun, 2008).

Kasus gagal ginjal di dunia meningkat lebih dari 50 persen, di Indonesia telah
mencapai sekitar 20 persen, dan ada sekitar 50 ribu pasien dengan gagal ginjal harus
menjalani cuci darah, tetapi hanya 4.000 pasien syang bisa menikmati layanan
tersebut di mana 3.000 pasien di antaranya adalah peserta asuransi kesehatan
(Riandiastuti & Yuyun, 2008).

Seorang apoteker memegang peran yang sangat penting dalam meningkatkan


kualitas kesehatan yang berorientasi pasien (Patient Oriented) layanan. Sebagai
seorang apoteker, meningkatkan kualitas layanan ini dapat dilakukan melalui
proses pelayanan farmasi (Pharmaceutical Care)

Interaksi obat adalah interaksi yang terjadi ketika efek obat diubah oleh obat lain,
makanan, atau minuman (Rahmawati,et al., 2006). Interaksi obat dapat
menyebabkan penurunan efek terapi, peningkatan toksisitas, atau efek
farmakologis tidak diharapkan (Rahmawati,et al., 2006). Mekanisme interaksi
obat dapat dibagi menjadi tiga: Interaksi farmasetik, yaitu inetraksi terjadi
antara dua obat yang diberikan dalam reaksi langsung terjadi, itu biasanya
terjadi sebelum obat dimasukkan ke dalam tubuh (Rahmawati,et al., 2006).
BAB II
ISI

2.1 Pengertian
Menurut definisi Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO),
gangguan fungsi ginjal didefinisikan sebagai kerusakan ginjal akut (acute kidney
injury/ AKI) dan penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease/ CKD) (Khwaja
2012, Levin dan Stevens 2014). Keduanya adalah masalah kesehatan yang trennya
semakin meningkat dewasa ini.

Gagal ginjal adalah kondisi dimana ginjal kehilangan kemampuannya untuk


menyaring cairan dan sisa-sisa makanan. Saat kondisi ini terjadi, kadar racun
dan cairan berbahaya akan terkumpul di dalam tubuh dan dapat berakibat fatal
jika tidak diobati.

Ginjal adalah sepasang organ yang berbentuk menyerupai kacang yang terletak
pada punggung bagian bawah. Fungsi utamanya adalah untuk menyaring racun
dan sisa-sisa makanan dan mengirimkannya ke usus, untuk kemudian dibuang
melalui air kemih. Jika ginjal tidak dapat berfungsi, karena penyebab yang akan
dijelaskan pada bagian berikutnya, maka kondisi gagal ginjal terjadi. Satu-
satunya cara untuk bisa sembuh dari kondisi ini adalah dengan
melakukan cangkok ginjal.

Kategori penyakit ginjal menurut KDIGO:


Kategori Definisi LFG (ml/menit/1,71
m2)
I Normal ≥90
II Penurunan ringa 60-89
IIIa Penurunan ingan sampai sedang 45-59
IIIb Penurunan sedang sampai berat 30-44
IV Penurunan berat 15-29
V Gagal ginjal <15
Singkatan:
LFG, laju filtrasi glomerulus
*bersifat relatif pada orang dewasa muda
Tanpa adanya bukti kerusakan ginjal, kategori G1 atau G2 tidak memenuhi kriteria
PGK

Kategori Albuminuria pada Penyakit Ginjal Kronis


Kategori AER (mg/24 jam) ACR (ekuivalen) Keterangan
(mg/mmol) (mg/g)
A1 < 30 <3 < 30 Normal – peningkatan ringan
A2 30 – 300 3 – 30 30 – 300 Peningkatan sedang*
A3 > 300 > 30 > 300 Peningkatan berat**

Singkatan:
AER, albumin excretion rate;
ACR, albumin-to-creatinine ratio
*bersifat relatif pada orang dewasa muda
**termasuk sindrom nefrotik (ekskresi albumin pada umumnya > 2200 mg/24 jam
[ACR > 2200 mg/g; > 220 mg/mmol])

Kategori Prognosis PGK berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus dan Albuminuria:


KDIGO 2012
Kategori dan Rentang Kategori dan rentang albuminuria persisten
LFG A1 A2 A3
Normal – Kenaikan sedang Kenaikan berat
kenaikan ringan
< 30 mg/g atau 30 – 300 mg/g atau > 300 mg/g atau >
3 – 30 mg/mmol 39 mg/mmol
< 3 mg/mmol
G1 Normal atau > 1 2 3
tinggi 90
G2 Turun ringan 60 1 2 3

89
G3 Turun ringan 45 2 3 4
a – sedang –
59
G3 Turun sedang 30 3 4 4
b – berat –
44
G4 Turun berat 15 4 4 4

29
G5 Gagal ginjal < 4 4 4
15
*1: rendah; 2: sedang; 3: tinggi; 4: sangat tinggi

2.2 Prevalensi
Pada tahun 2013, sebanyak 2 per 1000 penduduk atau 499.800 penduduk Indonesia
menderita Penyakit Gagal Ginjal. Sebanyak 6 per 1000 penduduk atau 1.499.400
penduduk Indonesia menderita Batu Ginjal (Riskesdas, 2013). Prevalensi gagal
ginjal pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan (0,2%).

Meningkatnya prevalensi dan insidensi penyakit-penyakit lain yang menjadi faktor


risiko gangguan fungsi ginjal seperti hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes melitus
juga berkontribusi terhadap meningkatnya morbiditas (McMahon et al. 2014).
Angka kematian global di dunia akibat penyakit ginjal kronis meningkat lebih dari
dua kali lipat dalam dua dekade dari sekitar 408 ribu pada tahun 1990 menjadi 956
ribu pada tahun 2013 (GDB-2013 2015). Di Indonesia, prevalensi penyakit gagal
ginjal kronis meningkat seiring dengan bertambahnya umur, meningkat tajam pada
kelompok umur 35-44 tahun sebesar 0,3% dan terus meningkat hingga 0,6% pada
kelompok umur ≥75 tahun (Balitbangkes-RI 2013).

Menurunnya fungsi ginjal tidak hanya mempengaruhi fungsi fisiologis normal


tubuh tetapi juga mempengaruhi farmakokinetika dari obat, baik itu pada proses
absorpsi, distribusi, dan metabolisme. Absorpsi obat mengalami perlambatan akibat
keparahan gangguan ginjal.

Pada tahapan distribusi terjadi penurunan plasma protein sehingga banyak obat
yang tidak terikat atau bebas. Penurunan klirens ginjal akan mempengaruhi proses
metabolisme. Akibatnya akan terjadi akumulasi baik itu senyawa endogen ataupun
senyawa eksogen. Individu dengan gangguan fungsi ginjal diyakini lebih rentan
terhadap masalah terkait obat (drug-related problems/ DRPs) dikarenakan adanya
kecenderungan akumulasi obat dalam tubuh, mengingat banyaknya jenis obat yang
diekskresikan melalui ginjal. Penelitian terdahulu di Perancis menunjukkan bahwa
93% pasien dengan CKD mengalami DRPs (Belaiche et al. 2012) dimana studi lain
menunjukkan angka kejadian rata-rata kurang lebih satu DRP per pasien (Castelino
et al. 2011, Van Pottelbergh et al. 2014).

2.3 Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasinya gagal ginjal terbagi menjadi 3 yaitu:
1. Gagal Ginjal Akut Prerenal GGA
Prerenal merupakan keadaan dimana aliran darah ke ginjal menurun sehingga
mengganggu fungsi normal ginjal,serta bersifat paling ringan dan cepat dapat
reversibel (dapat normal lagi) bila keadaan tersebut segera diperbaiki. Etiologi:
Pendarahan;luka bakar,muntah,diare yang menyebabkan penurunan volume darah
sehingga darah yang menuju ke ginjal juga mengalami penurunan. Infark miokard
(kematian otot jantung),gagl jantung,mengakibatkan penurunan curah jantung
(kegagalan jantung memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh,termasuk ginjal).

2. Gagal Ginjal Akut Renal Nekrosis Tubuler Akut (NTA)


GGA renal sebagian besar berupa NTA.Terjadi akibat / kelanjutan GGA prerenal
yang terlambat atau kurang baik penanganannya sehingga ginjal kekurangan darah
dalam waktu lama dan terjadi kerusakan ginjal. Penyakit Primer pada Ginjal GGA
renal sebagian kecil disebabkan oleh penyakit primer pada
ginjal,misalnya:Glomerulonefritis,Nefrosklerosis,Nefritis interstitialis akut karena
obat, kimia, atau kuman

3. Gagal Ginjal Akut Postrenal


GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup,namun
alirannya dalam saluran kemih terhambat.Disini terjadi gangguan aliran kencing
pada kedua sisi ginjal dimana ginjal atau obstruksi (sumbatan) pada satu sisi ginjal
akibat ginjal sebelah lainnya sudah diambil / sudah rusak sebelumnya.

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronis berupa kerusakan ginjal yang direpresentasikan
oleh penurunan laju filtrasi glomerulus yang berujung pada berbagai komplikasi.
Ginjal normal memiliki 1 juta nefron (unit satuan ginjal) yang berpengaruh terhadap
laju filtrasi glomerulus. Ginjal memiliki kemampuan untuk menjaga laju filtrasi
glomerulus dengan meningkatkan kerja nefron yang masih sehat ketika ada nefron
yang rusak. Adaptasi ini menyebabkan hiperfiltrasi dan kompensasi hipertrofi pada
nefron yang sehat. Hipertensi dan hiperfiltrasi pada glomerulus merupakan faktor
yang berpengaruh besar dalam progresivitas penyakit ginjal kronis.

Laju aliran darah ke ginjal berkisar 400 mg / 100 gram jaringan per menit. Laju ini
lebih banyak dibandingkan dengan aliran ke jaringan lain seperti jantung, hati dan
otak. Selain itu, filtrasi glomerulus bergantung pada tekanan intra dan
transglomerulus sehingga membuat kapiler glomerulus sensitif terhadap gangguan
hemodinamik.

Peningkatan dasar plasma kreatinin dua kali lipat kurang lebih merepresentasikan
penurunan laju filtrasi glomerulus sebanyak 50%. Contoh: plasma kreatinin dasar
senilai 0.6 mg/dL yang meningkat menjadi 1.2 mg/dL, (masih dalam batas normal),
menggambarkan terdapat 50% kerusakan massa nefron.

Peningkatan tekanan kapiler glomerulus dapat menjadi cikal bakal


glomerulosklerosis fokal dan/atau segmental yang kemudian dapat berakhir
menjadi glomerulosklerosis global. Membran filtrasi glomerulus memiliki muatan
yang negatif, sehingga membuat hal tersebut menjadi penghalang dari
makromolekul anionik. Dengan penghalang elektrostatik ini, protein pada plasma
dapat menembus filtrasi glomerulus

Perjalanan penyakit ginjal kronis akan berujung menjadi beberapa komplikasi, di


antaranya adalah :
 Anemia, akibat penurunan eritropoietin yang diproduksi oleh ginjal. Penurunan
eritropoietin ini seiring dengan penurunan laju filtrasi glomerulus
 Osteodistrofi ginjal, akibat peningkatan hormon paratiroid akibat retensi fosfat
dan hipokalsemia akibat dari defisiensi vitamin D
 Penyakit kardiovaskular, Semua pasien PGK disarankan dipertimbangkan
berada dalam risiko tinggi penyakit kardiovaskular
 Malnutrisi protein, Penurunan LFG sering disertai dengan anoreksia, mual dan
muntah sehingga menyebabkan pemasukkan makanan dan nutrisi berkurang
 Asidosis metabolic
 Hiperkalemia, Disebabkan karena ketidakmampuan ginjal untuk
mengekskresikan kalium dari makanan yang masuk. Dapat mempengaruhi
kerja jantung dan pada EKG tampak gelombang T tinggi, pemanjangan sistem
konduksi, sine wave (pelebaran gelombang QRS, tidak tampak gelombang P
dan gelombang T bersatu dengan gelombang QRS[5]) ataupun asistol
 Edema paru, Kelebihan cairan terjadi karena terganggunya regulasi cairan di
ginjal pada pasien PGK terutama bila memiliki gagal jantung kongestif
 Risiko perdarahan: peningkatan risiko perdarahan akibat gangguan hematologi
seperti gangguan fungsi platelet.

2. 5 Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronis dapat dibedakan menjadi penyebab sistemik,
vaskular, gangguan glomerulus, gangguan tubulointerstisial, dan penyebab lainnya.

a. Penyebab Sistemik
Diabetes dan hipertensi dapat menyebabkan komplikasi berupa nefropati yang bias
menjadi etiologi penyakit ginjal kronis.

b. Penyakit Vaskular
Penyakit vaskular yang dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis, di antaranya:
 Stenosis arteri renalis
 Vaskulitis
 Ateroemboli
 Nefrosklerosis akibat hipertensi
 Trombosis vena renal

c. Penyakit Glomerulus
Penyakit glomerulus yang menyebabkan penyakit ginjal kronis dapat bersifat
primer maupun sekunder. Penyebab primer misalnya nefropati membranosa,
sindrom Alport, dan nefropati IgA. Penyebab sekunder dapat diakibatkan oleh
rheumatoid arthritis, lupus, endokarditis, skleroderma, hepatitis B dan hepatitis C.
d. Penyakit Tubulointerstisial
Penyebab penyakit tubulointerstisial adalah obat yang bersifat nefrotoksik seperti
allopurinol dan sulfonamida. Penyakit tubulointerstisial juga dapat disebabkan oleh
penyakit, di antaranya adalah infeksi, sindrom Sjögren, hipokalemia atau
hiperkalsemia kronis, dan sarkoidosis.

e. Penyebab Lain
Penyakit ginjal kronis juga dapat disebabkan oleh obstruksi saluran kemih atau
komplikasi dari gagal ginjal akut. Obstruksi saluran kemih dapat diakibatkan oleh
pembesaran prostat jinak, batu ginjal, striktur uretra, tumor, defek kongenital
ginjal, neurogenic bladder, atau fibrosis retroperitoneal.

2.6 Faktor Risiko


Faktor risiko penyakit ginjal:
 Genetik: terdapat gen-gen yang ditemukan berhubungan dengan penyakit
ginjal kronis, di antaranya gen uromodulin, APOL1, dan gen-gen yang
mengatur sistem renin-angiotensin
 Jenis kelamin: pria memiliki risiko lebih tinggi
 Usia: semakin tua, risiko semakin tinggi
 Obesitas
 Merokok
 Alkohol dan obat yang bersifat nefrotoksik seperti allopurinol dan sulfonamide
 Riwayat keluarga dengan penyakit ginjal kronis
 Berat badan lahir rendah (BBLR)
 Gagal ginjal akut: risiko penyakit ginjal kronis meningkat hingga 10 kali lipat
 Diabetes mellitus: studi United States Renal Data System (USRDS)
menemukan setengah dari pasien penyakit ginjal kronis tahap akhir memiliki
nefropati diabetic
 Hipertensi: 27% pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium akhir memiliki
hipertensi
 Obstructive sleep apnea
2.7 Diagnosis
Diagnosis penyakit ginjal kronis didasarkan pada kriteria Kidney Disease:
Improving Global Outcomes (KDIGO) berdasarkan penanda kerusakan ginjal dan
penurunan laju filtrasi glomerulus < 60 mL/min/1.73m2 selama setidaknya 3 bulan.

Anamnesis
Penyakit ginjal kronis kategori G1 sampai G3b sering kali asimtomatik. Gejala baru
mulai timbul pada penyakit ginjal kronis kategori G4 dan G5. Pasien dengan
penyakit penyerta lain seperti contohnya gangguan tubulointerstisial, penyakit
kistik dan nefrotik sindrom dapat menunjukkan gejala lebih awal. Gejala yang
timbul dapat dibedakan menjadi manifestasi uremik, asidosis metabolik, gangguan
transpor air dan garam, anemia, dan manifestasi pada urin.

2.8 Interaksi Obat


Interaksi obat adalah interaksi yang terjadi ketika efek obat diubah oleh obat lain,
makanan, atau minuman (Rahmawati,et al., 2006). Interaksi obat dapat
menyebabkan penurunan efek terapi, peningkatan toksisitas, atau efek
farmakologis tidak diharapkan (Rahmawati,et al., 2006). Mekanisme interaksi
obat dapat dibagi menjadi tiga: Interaksi farmasetik, yaitu inetraksi terjadi
antara dua obat yang diberikan dalam reaksi langsung terjadi, itu biasanya
terjadi sebelum obat dimasukkan ke dalam tubuh (Rahmawati,et al., 2006).

Interaksi farmakokinetik yaitu: interaksi yang terjadi ketika obat mempengaruhi


ADME obat lain, sehingga mengurangi atau meningkatkan efek farmakologis
mereka (Rahmawati,et al., 2006). Interaksi farmakodinamik adalah: interaksi
antara obat yang memiliki efek farmakologis, antagonis, atau efek samping
yang hampir sama (Stockey, 2006). Tingkat keparahan interaksi dapat
diklasifikasikan dalam tiga tingkatan: minor jika interaksi mungkin terjadi
tetapi dianggap tidak berbahaya untuk signifikansi potensial contoh penurunan
penurunan ciprofloksasin dengan antasida 1.Selain itu, interaksi moderat dimana
terjadinya interaksi yang dapat mengerangkan efektifitas obat bahkan
meningkatkan efek samping obat (Stockey, 2006).
Terakhir, Interaksi mayor dimana potensi bahaya dari interaksi obat terjadi
pada pasien sehingga beberapa jenis monitoring/intervensi seringkali diperlukan.
Potensi bahaya yang dimaksudkan yaitu, jika ada probabilitas tinggi dari
peristiwa yang merugikan pasien, termasuk kegiatan yang terkait dengan
kehidupan pasien dan kerusakan organ yang permanen (Bailie et al, 2004).

Obat 1 Obat 2 Hasil Interaksi Mekanisme


Meningkatkan efek
Tidak diketahui
hipotensi
Ramipril Aliskiren
Meningkatkan resiko Peningkatan serum
hiperkalemia kalium
Meningkatkan resiko
Kaptopril Allopurinol
hipersensitivitas
Anafilaksis dan
Enalapril Allopurinol Mekanisme belum
infark miokardi um
diketahui
Meningkatkan resiko
ACEI Allopurinol leukopenia dan
infeksi serius
Meningkatkan resiko
Ramipril Temisartan
hipeotensi
Meningkatkan resiko Menyebabkan reaksi
gagal ginjal yang tidak
diinginkan pada
Kaptopril Valsartan
Meningkatkan resiko ginjal dan dapat
hiperkalemia memicu
hyperkalemia
Mekanisme tidak
jelas, namun diduga
Menurunkan
Al/Mg antasida
Fosinopril bioavailabilitas
hodroksida menyebabkan
kaptopril
peningkatan pH
lambung
Chlorpromazine, Meningkatkan Mekanisme belum
Kaptopril
Phenothiazines hipotensi diketahui
Aprotinin
menyebabkan
vasokontriksi
Meningkatkan resiko sehingga
ACEI Aprotinin
gagal jantung mengurangi tekanan
perfusi glomerular
dan menurunkan
fungsi ekskresi ginjal
Kaptopril, Mengurangi efek Aspirin menghambat
Aspirin
Enalapril antihipertensi kerja enzim COX
dan menghambat
produksi
prostaglandin
Meningkatkan resiko sehingga
gagal ginjal menyebebkan
vasokontriksi, serta
meningkatkan
cardiac output.
ACEI menekan
Anemia
Enalapril, produksi eritripoetin
Azathioprine
Kaptopril Leukopenia
Tidak diketahui
(kaptopril)
ACEI dan beta
Meningkatkan efek
blocker memiliki
ACEI Beta blocker penurunan tekanan
efek aditif sebagai
darah
antihipertensi
Meningkatkan efek
Efek aditif
ACEI CCB penurunan tekanan
antihipertensi
darah
Meningkatkan efek
Efek potensiasi
ACEI Clonidine penurunan tekanan
antihipertensi
darah
ACEI Capsaisin Menyebabkan batuk Tidak diketahui
SPPS menstimulasi
Albumin
produksi bradykinin
containing
sehingga
ACEI stable Hiportensi akut
menyebabkan
plasma protein
vasodilatasi dan
solution
hipotensi
Kontrimoksazol/ Efek aditif hemat
Hiperkalemia
Trimetoprim kalium
Merupakan efek
Diuretik kuat,
ACEI Hipokalemia diuretik kuat non
tiazid
hemat kalium
ACEI menurunkan
produksi aldosterone
Diuretik hemat
ACEI Hiperkalemia sehingga
kalium
menyebabkan retensi
kalium
Perubahan
hemodinamik yang
ACEI/ARB Epoetin Hipertensi disebabkan oleh
meningkatnya
hematokrit.
Heparin
ACEI/ARB Heparin Hiperkalemia meningkatkan efek
hyperkalemia
Efek antagonis dari
NSAID terhadap
Meningkatkan ACEI yaitu
tekanan darah menghambat sintesis
prostaglandin.
ACEI NSAID
Meningkatkan efek
Meningkatkan resiko
samping kerusakan
gagal ginjal dan
ginjal dan NSAID
hiperkalemia
dan ACEI
Meningkatkan
ACEI Orlistat Tidak diketahui
tekanan darah
Meningkatkan kadar
Menurunkan klirens enalapril dan
ACEI Probenesid ginjal Kaptopril dan metabolit aktifnya,
Enalapril sehingga klirensnya
menurun
Meningkatkan resiko
ACEI Procainamide Tidak diketahui
leukopenia
Mekanisme tidak
jelas, namun diduga
Peningkatan tekanan
ACEI Rifampisin karena efek induser
darah
enzim dari
Rifampisin
Meningkatkan resiko Meningkatkan serum
hiperkalemia kalium
ARB Aliskiren
Meningkatkan efek
Tidak diketahui
hipotensi
Mekanisme tidak
jelas, namun diduga
Menurunkan absorpsi antasida
ARB Antasida
ARB menyebabkan
peningkatan pH
lambung
Meningkatkan efek
Meningkatkan resiko
samping kerusakan
kerusakan ginjal dan
ginjal dan NSAID
Aspirin atau hiperkalemia
ARB dan ARB
NSAID
NSAID menghabat
Menurunkan efek
sintesis
antihipertensi
prostaglandin
ARB dan beta
Meningkatkan efek blocker memiliki
ARB Beta blocker
antihipertensi efek aditif sebagai
antihipertensi
Meningkatkan efek Efek aditif
ARB CCB
antihipertensi antihipertensi
Merupakan efek
Diuretik loop,
ARB Hipokalemia diuretik kuat non
tiazid
hemat kalium
ACEI menurunkan
produksi aldosterone
Diuretik hemat
ARB Hiperkalemia sehingga
kalium
menyebabkan retensi
kalium
Meningkatkan
ARB Menurunkan efek metabolisme
Rifampisin
(Losartan) antihipertensi Losartandan
metabolit aktifnya
Rifampisin
ARB Mengurangi efek
Amodiaquine meningkatkan
(Losartan) losartan
metabolisme losartan
Menginhibisi
metabolisme
ARB Meningkatkan efek losartan dan
Rythromycin
(Losartan) losartan metabolit aktifnya
dengan efek inhibisi
enzim CYP P450
ARB
Fluorouracil
(Losartan)
Menginhibisi
ARB Meningkatkan efek
Fetoin metabolisme
(Losartan) Losartan
Losartan
ARB
Tamoxifen
(Losartan)
Vit B12 Omeprazole
Ranitidine
mengurangi produksi
Mengurangi asam lambung,
Vit B12 Ranitidin penyerapan vitamin sedangkan asam
B12 karena ranitidine dibutuhkan untuk
membantu pelepasan
vtitamin B12
DAFTAR PUSTAKA

1. KDIGO. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and
Management of Chronic Kidney Disease. Kidney International
Supplements, 2013; 3(1)

2. Emedicine. Chronic Kidney Disease. Updated: . Cited: 30-Octoober 2017.


Available from: https://emedicine.medscape.com/article/238798-overview

3. Matovinovic MS. Patophysiology and classification of kidney diseases.


eJIFCC, 2009; 20(1)

4. BMJ. Chronic kidney disease. Available from:


http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/84/diagnosis/step-by-
step.html.

5. Petrov DB. An elecrocardiographic sine wave in hyperkalemia. N Engl J Med,


2012;336:1824
LAMPIRAN
STUDI KASUS

Tuan Ax (52 tahun) menjalani rawat jalan dengan diagnosis ckd, pada pemeriksaan
terakhir kadar serum kreatinin pasien sebesar 1,5 mg/dL. Pasien mengeluh nyeri
otot dan setelah memeriksakan diri ke dokter, dokter meresepkan piroxicam.
Namun setelah 2 hari, pasien mengeluhkan adanya pembengkakan di beberapa
bagian tubuh dan setelah diperiksa pasien mengalami hipertensi dan kadar serum
kreatinin pasien tersebut meningkat menjadi 1,9 mg/dL serta kadar kaliumnya
meningkat. Pasien mendapat resep sebagai berikut:
R/ Captopril tab 12,5 mg
S 1 dd 1 pc
R/ celecoxib caps 100 mg
S 2 dd 1

1. Pengumpulan data
Data subjektif : nyeri otot, pembengkakan di beberapa bagian tubuh
Data objektif : serum kreatinin pasien sebesar 1,9 mg/dL
2. Penetapan masalah
Pasien di diagnosis CKD
Terjadi interaksi obat antara captopril dan piroksikam jika digunakan bersamaan
3. Mekanisme
Efek antagonis dari NSAID terhadap ACEI yaitu menghambat sintesis
prostaglandin.
Meningkatkan efek samping kerusakan ginjal dan NSAID dan ACEI
4. Solusi
Pemantuan tekanan darah dan menggunakan antiinflamasi lain contohnya sulindac.
PERCAKAPAN APOTEKER DAN DOKTER

Apoteker : Selamat siang Dok, saya Apoteker dari apotek unjani farma.
apakah saya bisa meminta waktunya sebentar?

Dokter : iya, selamat siang. Iya boleh

Apoteker : terima kasih dok . sebelumnya apakah benar seorang pasien atas
nama Tuan Ax (52 tahun), pasien mendapatkan obat captopril tab
12,5 mg dan celecoxib caps 100 mg adalah pasien dokter?
Dokter : Oh iya, ada apa dengan pasien tersebut?
Apoteker : Jadi begini dok, pasien tersebut mengeluhkan pembengkakan di
beberapa bagian tubuhnya. Berdasarkan kajian resep tersebut dan
literature yang sudah saya baca, penggunaan captoril dan celecoxib
dapat menimbulkan interaksi obat jika digunakan secara bersamaan
yaitu dapat meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan resiko
gagal ginjal serta hyperkalemia.
Dokter : dapatkah anda memilihkan obat yang tepat untuk pasien tersebut?
Apoteker : Kalau saya boleh menyarankan sebaiknya celecoxib diganti dengan
antiinflamasi lain seperti sulindak karena efeknya tidak terlalu kuat
seperti celecocxib (NSAID)
Dokter : baik kalo begitu ganti obatnya dengan sulindak saja
Dokter :Baik dok, kalau begitu bolehkah saya meminta tanda tangan dokter
sebagai tanda pesetujuan
Dokter : boleh
Apoteker : terima kasih dok atas waktu dan persetujuannya, selamat siang.

Anda mungkin juga menyukai

  • SWOT
    SWOT
    Dokumen14 halaman
    SWOT
    Fauzi Nax Gokil Thea
    Belum ada peringkat
  • Manfar Kelompok
    Manfar Kelompok
    Dokumen5 halaman
    Manfar Kelompok
    Fauzi Nax Gokil Thea
    Belum ada peringkat
  • Brosur Gel
    Brosur Gel
    Dokumen2 halaman
    Brosur Gel
    Fauzi Nax Gokil Thea
    Belum ada peringkat
  • Brosur Gel
    Brosur Gel
    Dokumen1 halaman
    Brosur Gel
    Fauzi Nax Gokil Thea
    Belum ada peringkat
  • Brosur Gel
    Brosur Gel
    Dokumen1 halaman
    Brosur Gel
    Fauzi Nax Gokil Thea
    Belum ada peringkat