Anda di halaman 1dari 8

Penugasan Blok Masalah Pada Remaja 3.

Kasus Jiwa: Obsessive Compulsive Dissorder (OCD)

Oleh :

Ismi Nur Aini Latifah (16711131)

Yanti Tri Utami (16711173)

Tutorial 11

Tutor : dr. Umatul Khoiriyah, M.Med.Ed

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2019
A. Definisi
Obsesi adalah ide, pikiran, dorongan, atau bayangan yang tidak diinginkan,
menetap, berulang, bersifat mengganggu, dan tidak nyaman bagi seseorang, yang
berusaha untuk menetralkannnya, dan mengganggap hal-hal tersebut tidak masuk akal
(egodistonik), yang merupakan hasil pemikirannya sendiri.1 Sedangkan Kompulsi adalah
prilaku fisik atau mental berulang dan memiliki tujuan, yang dilakukan dengan terpaksa
sebagai respon terhadap obsesi. Aktivitas ini berlebihan dan tidak berhubungan dengan
pikiran yang mencetuskannya (obsesi) secara realistik, misalnya mencuci tangan,
memeriksa, menyentuh, berhitung, mengatur ulang benda-benda secara terus menerus
agar tampak simetris.1
Obsessive Compulsive Dissorder (OCD) diwakili oleh beragam kelompok gejala
yang meliputi pikiran, intuisi, ritual, keasyikan dan kompulsi. Gangguan ini memakan
waktu dan mengganggu secara signifikan pada rutinitas normal seseorang, fungsi
pekerjaan, kegiatan social atau hubungan.2
B. Manifestasi Klinis
Dalam sebuah survei penelitian, kebanyakan pasien dengan OCD memiliki obsesi
dan kompulsi hingga 75%. Gangguan ini memiliki pola gejala tertentu. Gejala dari
masing-masing pasien dapat saling bertumpang tindih dan berubah seiring dengan waktu,
tetapi OCD memiliki empat pola gejala utama, yaitu:
Kontaminasi. Pola yang paling umum terjadi pada OCD adalah obsesi
kontaminasi, yang diikuti dengan mncuci tangan berkali-kali dan menghindari objek yang
dianggap terkontaminasi. Pasien benar-benar dapat menggosok kulit tangan mereka
dengan mencuci berlebihan atau mungkin tidak dapat meninggalkan rumah karena takut
terkontaminasi kuman.2
Keraguan patologis. Pola kedua yang umum terjadi pada OCD adalah obsesi
keraguan, diikuti kompulsi dengan memeriksa atau mengecek sesuatu secara berulang-
ulang. Misalnya perasaan lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu, sehingga
pasien akan memeriksa kembali kompr dan pintu rumahnya serta selalu merasa bersalah
karena lupa atau melakukan sesuatu.2
Pikiran intrusive. Pola ketiga dari OCD yaitu pikiran obsesi yang mengganggu
tanpa kompulsi.obsesi seperti ini biasanya merupakan pikiran berulang dari tindakan
seksual dan agresif.2
Simetri. Pola keempat yang umum terjadi pada OCD adalah simetri atau presisi,
yang akan menyebabkan dorongan kelambatan. Pasien membutuhkan waktu berjam-jam
untuk makan dan mengatur benda-benda yang ada di atas meja hingga tampak simetris.
Pola gejala lain. Obsesi keagamaan dan penimbunan kompulsif umum terjadi
pada pasien OCD. Menarik/mencabut rambut secara kompulsif dan menggigit kuku
adalah pola prilaku yang berhubungan dengan OCD.2
C. Penegakkan Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis gangguan obsesif kompulsif, dapat menggunakan
kriteria diagnostik menurut PPDGJ III.3 Kriteria diagnosis yang digunakan, yaitu:
 Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya dua minggu berturut-turut.
 Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas penderita.
 Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
a) Harus disadari sebagai pikiran atau impils dari diri sendiri;
b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita;
c) Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan
hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega
dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan
seperti dimaksud diatas);
d) Gagasan, bayangan, pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak meyenangkan (unpleasantly repetitive).
 Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan
depresi. Pendeita gangguan obsesif-kompulsif sering kali juga
menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi
berulang (F33.-) dapat menunkukkan pikiran-pikiran obsesif selama
episode depresifnya.
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau
menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara parallel dengan
perubahan gejala obsesif.
Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis
diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul.
Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik
mengangggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan
menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat
gejala yang lain menghilang.
 Gejala obsesif “sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia,
sindrom Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap sebagai
bagian dari kondisi tersebut.
D. Tatalaksana
Terapi untuk OCD dilakukan dengan beberapa cara yaitu farmakoterapi, terapi
perilaku, psikoterapi, dan terapi lain.2

Gambar 1. Diagram opsi alur perawatan untuk OCD 2

Farmakoterapi untuk OCD biasanya diberikan dengan antidepresan trisiklik atau


Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor (SSRI). Efek awal umumnya akan terlihat setelah
4 sampai 6 minggu atau 8 sampai 16 minggu hingga keuntungan terapeutic dapat dicapai
maksimal.2
SSRI yang biasa digunakan adalah Fluoxetine, sitopram,
escitalopram,fluvoksamin, paroksetin, dan sertralin, sedangkan antidepresan trisiklik
yang biasa digunakan adalah clomipramine. Jika keduanya tidak berhasil, banyak terapis
menggunakan valproate, litium, karbamazepin, venlafaksin, pindolol, dan MAIO. Bisa
juga diopsikan buspiron, 5-hidroksitriptamin, L-triptofan, dan klonazepam.2
SSRI yang bekerja dengan menghambat ambilan kembai serotonin secara selektif,
memiliki efek sedasi, efek muskarinik, dan kardiotoksik lebih ringan dari pada
antidepresan trisiklik. Efek samping SSRI meliputi mual, muntah, dyspepsia, sakit perut,
diare, konstipasi, anoreksia dengan penurunan berat badan, urtikaria, mulut kering,
gugup, mengantuk, maupun kejang sehingga harus hati-hati diberikan pada pasien dengan
epilepsi. Anak dan remaja di bawah 18 tahun tida dianjurkan menggunakan sebagian
besar SSRI, kecuali sertraline.4
Fluoksetin diberikan dengan dosis awal 20mg/hari, memiliki efek seperti obat
SSRI secara umum. Fluvoksamin dan paroksetin diberikan dengan dosis awal 100mg/hari
(maksimal 300mg/hari) dengan dosis terbagi. Penghentian mendadak obat dapat
menyebabkan penurunan denyut jantung. Sertralin digunakan dengan dosis awal
50mg/hari, dinaikan dosis jika perlu secara bertahap sebanyak 50mg selama beberapa
minggu. Pada anak-anak 6-12 tahun, dimulai dari dosis 25mg/hari.4
Sitalopram digunakan dengan dosis awal 20mg/hari, sekali sehari pada pagi hari
atau malam, dinaikan bertahap dalam 2 minggu. Dosis awal perhari hingga dosis
maksimal dicantumkan di Gambar 2.4

Gambar 2. Dosis obat untuk OCD anjuran APA 2007 5


Clomipramine atau klomipramin hidroklorida diminum secara oral dengan dosis
awal 25mg/hari dan bisa dinaikkan sampai 30-150mg/hari dapat diminum dalam dosis
terbagi maupun dosis tunggal menjelang tidur, maksimal 250mg/hari. Efek samping obat
berupa mulut kering, sedasi, pandangan kabur, konstipasi, mual, sulit buang air kecil,
aritmia, hipotensi postural, takikardi, berkeringat, tremor, ruam, gangguan perilaku,
hipomania, bingung, gangguan fungsi seksual, dan nafsu makan bertambah. Dosis awal
bisa dipilih sangat rendah lalu perlahan dinaikkan apabila dikhawatirkan efek mualnya.
Kontraindikasi obat terhadap pasien dengan infark miokard yang baru, aritmia, mania,
dan penyakit hati berat.4
Antidepresan trisiklik dan SSRI harus diperhatikan interaksi nya dengan
penghambat MAO, sehingga perlu ada jarak 7 sampai 14 hari antara kedua obat tersebut,
dan 5 minggu pada penggunaan fluoksetin.4
Untuk terapi perilaku, dapat dilaksanakan di lingkungan rawat inap ataupun rawat
jalan. Pendekatan perilaku dilakukan dalam bentuk pajanan dan pencegahan respon,
desentisasi, penghentian pikiran, pembanjiran, terapi implosi, dan aversive conditioning,
dengan syarat pasien harus benar-benar berkomitmen terhadap perbaikan.2
Terapi perilaku lain yang direkomendasikan oleh APA (2007) adalah terapi
kognitif-perilaku (Cognitive-Behavioral Treatment) yang merupakan terapi lini pertama
dengan SSRI. Terapi kognitif perilaku bisa diberikan tanpa SSRI atau dengan SSRI,
dengan berbagai pertimbangan farmakologis terhadap derajat keparahan gangguan hingga
efek samping farmakoterapi CBT juga bisa dikombinasikan dengan Exposure-Response
Prevention (ERP), yaitu dengan memberi paparan pasien terhadap objek yang ditakuti
dan mencegah pasien melakukan ritual yang dilakukan dalam gejala kompulsifnya.
Terapi kognitif dilakukan dengan mengoreksi pemikiran-pemikiran pasien yang kurang
sesuai, dan terapi perilaku diberikan dengan memberi tugas-tugas pada pasien yang
berhubungan dengan gejala OCDnya.5
Dengan pemberian psikoterapi suportif, yaitu dengan kontak regular dan terus
menerus dengan tenaga professional, tertarik, simpatik, dan pemberian semangat, pasien
OCD mungkin dapat mengalami perubahan lebih baik. Kadang, ketika ritual obsessional
dan ansietas sudah tidak dapat ditoleransi, pasien perlu dirawat inap sampai gejala
berkurang.2
Terapi lain dilakukan untuk mendukung terapi-terapi sebelumnya, seperti terapi
keluarga dan terapi kelompok, atau apabila terapi-terapi di atas tidak berhasil, yaitu
elektrokonvulsif dan psychosurgery.2
Daftar Pustaka
1. Katona C., Cooper C., Robertson M. At a Glance Psikiatri. 4 Edition. Jakarta:
Penerbit Erlangga. 2012.
2. Sadock BJ., Sadock VA., & Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 11 Edition. Wolters Kluwer. 2015.
3. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2013.
4. BPOM, Informatorium obat nasional indonesia. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia. 2008
5. American Psychiatric Association. Practice guideline for the treatment of patients
with obsessive-compulsive disorder. Arlington, VA: American Psychiatric
Association, 2007. Dapat diakses secara online di http//www.psych.org/ psych_pract/
treatg/ pg/prac_ guide.cfm

Anda mungkin juga menyukai