Anda di halaman 1dari 25

PENDIDIKAN KESEHATAN MENGENAI

DIET PREEKLAMPSIA
PADA IBU HAMIL

PROPOSAL KEGIATAN PENDIDIKAN KESEHATAN

MATERNITAS

KELOMPOK 15

Disusun Oleh:

1. Ade Ayu Syohibah (011941090)


2. Andika Dewindra Susyanti (011941023)
3. Eka Novianti (011941077)
4. Fitriani (011941029)
5. Qonita Fauziah (011941028)
6. Ririn Riyani (011941055)
7. Toyanah (011941089)
8. Wulan Puspa Gary (011941060)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS BINAWAN
JAKARTA, 2019
Lembar Pengesahan

Proposal Kegiatan Pendidikan Kesehatan Maternitas

“ PENDIDIKAN KESEHATAN DIET PREKLAMPSIA PADA IBU HAMIL DI


RUANGAN RPKK RSUD KOJA JAKARTA UTARA”

Jakarta, 18 Desember 2019

Mengetahui,

Leader CO Leader

(Eka Novianti, S.Kep) (Andika Dewindra Susyanti, S.Kep)

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Kepala Ruangan

() ()

1
PROPOSAL PENDIDIKAN KESEHATAN

Judul Pendidikan Kesehatan : Diet Makanan Pada Preeklampsia


Sasaran : Pasien di Ruang RPKK
Hari/Tanggal : Jum’at, 20 Desember 2019
Waktu : 60 menit
Tempat : Ruang RPKK RSUD KOJA

Karakteristik Peserta :
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan, diharapkan pasien atau keluarga
dapat mengetahui mengenai diet yang tepat bagi ibu hamil dengan
preeklampsia
2. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengetahui pengertian preeklampsia
b. Pasien dapat mengetahui faktor-faktor resiko preeklampsia
c. Pasien dapat mengetahui tanda dan gejala preeklampsia
d. Pasien dapat mengetahui penatalaksanaan diet pada preeklampsia
e. Pasien dapat mengetahui bahan makan sehari-hari yang harus dikonsumsi
pada pasien dengan preeklampsia

3. Materi
Terlampir

4. Uraian Tugas
a. Leader : Eka Novianti, S.Kep
Tugas : Bertanggung jawab terhadap jalannya acara mulai
dari perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan

2
hingga evaluasi serta mengkoordinasikan
pelaksanaan acara.

b. Co Leader : Andika Dewindra Susyanti, S.Kep


Tugas : Membantu dan mendampingi leader dalam
mengorganisasi peserta (pasien), mengambil alih
posisi leader jika leader bloking, serta
mengingatkan leader jika kegiatan tidak sesuai.

c. Fasilitator : 1. Ade Ayu Syohibah, S.Kep


2. Qonita Fauziah, S.Kep
3. Ririn Riyani, S.Kep
4. Toyanah, S.Kep
5. Wulan Puspa Gary, S.Kep

Tugas : Memfasilitasi peserta (pasien) selama kegiatan

berlangsung.

d. Observer : Fitriani, S.Kep


Tugas : Mengawasi jalannya acara dari awal hingga akhir
dan mencatat peran serta panitia dan peserta
kegiatan, serta melaporkan hasil observasinya.

3
5. Kegiatan Pendidikan Kesehatan
No Kegiatan Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Peserta Media Waktu
1. Pembukaan - Memberi Salam - Menjawab salam Verbal 5 Menit
- Memperkenalkan - Mendengarkan
diri pembukaan yang
- Menjelaskan Tujuan disampaikan oleh
Penyuluhan pembicara
- Kontrak Waktu

2. Penyajian - Menjelaskan tentang - Mendengarkan Power 45 Menit


Materi pengertian serta Point
preeclampsia memperhatikan
- Menjelaskan faktor lewat media
resiko preeclampsia - Bertanya
- Menjelaskan tanda
dan gejala
preeklampsia
- Menjelaskan
penatalaksanaan diet
preeklampsia
- Menjelaskan bahan
makanan sehari-hari
pada preeclampsia
3. Penutup - Evaluasi dan Door - Menjawab 10 Menit
Prize - Mendengarkan
- Memberikan salam
- Penutup

6. Metode Pendidikan Kesehatan


Metode yang digunakan yaitu penyampaian materi dan tanya jawab

4
7. Media Pendidikan Kesehatan
Laptop, LCD, Layar, Power Point, Leaflet, Lembar balik

8. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Mahasiswa datang tepat waktu
b. Penyuluhan dimulai sesuai jadwal yang telah dibuat
c. Semua peralatan siap digunakan sebelum acara dimulai
2. Evaluasi Proses
a. Peserta aktif dan berpartisipasi selama jalannya acara sampai selesai.
b. Peserta memperhatikan seluruh materi yang dipaparkan oleh
mahasiswa Universitas Binawan.
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh mahasiswa secara benar.
d. Peserta mengikuti kegiatan hingga selesai
e. Mahasiswa menjalankan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
masing-masing.
3. Evaluasi hasil :
a. 80 % kehadiran peserta
b. 80 % peserta mampu mengetahui tentang preeklampsia serta diet yang
tepat bagi preeklampsia

9. Alokasi Waktu
Pendidikan kesehatan dilakukan selama 60 menit, 5 menit pembukaan, 45
menit memberikan materi dan tanya jawab dari peserta, 10 menit penutupan,
evaluasi, dan mengucap salam.

5
10. Setting Tempat

Ket :
: Layar

: Pembimbing dan Kepala ruangan

: Leader

: Fasilitator

: Observer

: Co Leader

6
LAMPIRAN

I. Konsep Preeklampsia
A. Definisi Preeklampsia
Preklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
proteinuria dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi dalam trimester ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat terjadi
sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa (Rukiyah, dkk. 2010).
Preeklampsia adalah penyakit yang ditandai dengan adanya
hipertensi, proteinuria dan edema yang timbul selama kehamilan atau
sampai 48 jam postpartum. Umumnya terjadi pada trimester III kehamilan.
Preeklampsia dikenal juga dengan sebutan Pregnancy Incduced
Hypertension (PIH) gestosis atau toksemia kehamilan (Maryunani, dkk.
2012).
Preeklampsia adalah hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dengan
usia kehamilan 20 minggu atau setelah persalinan di tandai dengan
meningkatnya tekanan darah menjadi 140/90 mmHg. (Sitomorang, dkk.
2016).

Preeklampsia dapat terjadi karena beberapa hal yang dikelompokkan


dalam etiologi preeklampsia.

B. Etiologi Preeklampsia
Sampai sekarang etiologi preeklampsia belum diketahui.
Membicarakan patofisiologinya tidak lebih dari “mengumpulkan” temuan-
temuan fenomena yang beragam. Namun pengetahuan tentang temuan
yang beragam inilah kunci utama suksesnya penanganan preeklampsia
sehingga preeklampsia/eklampsia disebut sebagai the disease of many
theories in obstetrics (Vivian & Sunarsih, 2010). Adapun teori-teori
tersebut antara lain:

7
1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pengeluaran hormone ini memunculkan efek “perlawanan” pada
tubuh. Pembuluh-pembuluh darah menciut, terutama pembuluh darah
kecil, akibatnya tekanan darah meningkat. Organ-organ pun akan
kekurangan zat asam. Pada keadaan yang lebih parah, bisa terjadi
penimbunan zat pembeku darah yang ikut menyambut pembuluh darah
pada jaringan-jaringan vital.
2) Peran Faktor Immunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul
lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat di bahwa pada
kehamilan pertama pembentuk blocking antibodies terhadap antigen
plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan
berikutnya.
3) Peran Faktor Genetik
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian
Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
1. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
2. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia-
eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsia-
eklampsia.
3. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia-eklampsia
pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsia-
eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
4) Peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS)
Penderita pada tahap preeklampsia hendaknya mau dirawat dirumah
sakit untuk memudahkan pemantauan kondisi ibu dan janin.
Pemantauan meliputi fungsi ginjal lewat protein urinenya dan juga
fungsi hati. Menu makanan sehari-hari pun perlu diperhatikan. Yang

8
pasti konsumsi garam harus dikurangi, sedangkan buah-buahan dan
sayuran diperbanyak.

Selain etiologi preeklampsia, ada beberapa hal lain yang dapat memicu
terjadinya preeklampsia yaitu faktor resiko preeklampsia.

B. Faktor Resiko Preeklampsia


1. Usia
Berdasarkan hasil penelitian pada “Pengaruh Usia dan Paritas
Terhadap Kejadian Preeklampsia di RSUD Sidoarjo” dengan metode
penelitian cross sectional menunjukkan bahwa presentase data usia ibu
dengan kejadian preeklampsia pada umur ibu beresiko yaitu < 20 tahun
dan > 35 tahun lebih banyak yaitu 34 orang (73,9%) dibandingkan
dengan usia tidak beresiko (20 – 35 tahun) yaitu sebanyak 12 orang
(26,1%). Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menggunakan uji
chi-square didapatkan nilai pearson chi-square 24,093 dan nilai p value
= 0,000 (p ≤ 0,05) dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara faktor usia dengan resiko terjadinya
preeklampsia. Berdasarkan OR = 5,588 dan CI 95% artinya ibu hamil
usia resiko tinggi mempunyai peluang 5,588 kali mengalami kejadian
preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil usia reproduksi. Nilai OR
> 1, maka artinya usia ibu merupakan faktor resiko terjadinya
preeklampsia (Novianti, 2016).
2. Paritas
Berdasarkan hasil penelitian pada “Pengaruh Usia dan Paritas
Terhadap Kejadian Preeklampsia di RSUD Sidoarjo” dengan metode
penelitian cross sectional menunjukkan bahwa persentase data paritas
ibu dengan kejadian preeklampsia pada paritas ibu beresiko yaitu
primigravida dan grandemultigravida lebih banyak yaitu 45 orang
(54,9%) dibandingkan dengan paritas tidak beresiko (multigravida)

9
yaitu sebanyak 37 orang (45,1%). Hasil dari penelitian yang telah
dilakukan menggunakan uji chi square didapatkan nilai pearson chi-
square 8,687 dan nilai p value = 0,000 (p ≤ 0,05) dari hasil tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara
faktor paritas dengan resiko terjadinya preeklampsia. Berdasarkan
analisis nilai OR = 2.117 dan CI 95%, artinya ibu hamil paritas
primigravida dan grandemultigravida mempunyai peluang 2,117 kali
mengalami kejadian preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil
multigravida. Nilai OR > 1, maka artinya paritas ibu merupakan faktor
resiko terjadinya preeklampsia (Novianti, 2016).
3. Riwayat preeklampsia
Berdasarkan hasil penelitian pada “Faktor Resiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu Hamil (Studi
Kasus di RSUD Kabupaten Brebes Tahun 2014)” dengan metode
penelitian case control menunjukan bahwa pada analisis bivariat ada
hubungan yang signifikan antara riwayat preeklampsia dengan kejadian
preeklampsia pada ibu hamil. Hal ini didasarkan pada analisis dengan
uji chi square yang diperoleh p value = 0,0001 dimana nilai p ≤ 0,05
yang artinya ada hubungan antara riwayat preeklampsia dengan kejadian
preeklampsia pada ibu hamil dan nilai OR = 20,529 artinya bahwa
responden yang memiliki riwayat preeklampsia sebelumnya mempunyai
resiko 20,5 kali mengalami kejadian preeklampsia dibandingkan dengan
responden yang tidak memiliki riwayat preeklampsia (Saraswati &
Mardiana, 2016).
4. Kehamilan gemeli
Berdasarkan hasil penelitian pada “Hubungan Kehamilan Gemeli
dan Paritas Ibu dengan Kejadian Preeklampsia di RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru Tahun 2014” dengan metode penelitian case control
menunjukkan sebanyak 68 persalinan ibu yang mengalami preeklampsia
adalah 34 orang ibu bersalin yang mengalami gemeli yaitu 28 (82,3%).

10
Jadi dapat disimpulkan bahwa dari 34 ibu bersalin yang mengalami
preeklampsia lebih banyak yang gemeli yaitu sebanyak 28 ibu bersalin.
Berdasarkan uji chi square yang telah dilakukan oleh peneliti, di dapat
hasil p = 0,009 (p ≤ 0,05). Ini berarti ada hubungan antara gemeli
dengan kejadian preeklampsia di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
Tahun 2014. Dengan nilai Odds Ratio (OR) = 4,14 yang artinya
preeklampsia beresiko 4,14 kali lebih besar terjadi pada ibu bersalin
dengan gemeli dibandingkan dengan ibu bersalin tidak dengan gemeli
(Apriyanti, 2014).
5. Riwayat hipertensi
Berdasarkan hasil penelitian pada “Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu Hamil (Studi
Kasus di RSUD Kabupaten Brebes Tahun 2014)” dengan metode
penelitian case control menunjukan bahwa pada analisis bivariat ada
hubungan yang signifikan antara riwayat hipertensi dengan kejadian
preeklampsia pada ibu hamil. Hal ini didasarkan pada hasil analisis
dengan uji chi square yang diperoleh nilai p value = 0,0001 dimana nilai
p ≤ 0,05 yang artinya ada hubungan antara riwayat hipertensi dengan
kejadian preeklampsia pada ibu hamil dan nilai OR = 6,026 artinya
bahwa responden yang memiliki riwayat hipertensi sebelumnya
mempunyai resiko 6,026 kali mengalami kejadian preeklampsia
dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat hipertensi
(Saraswati & Mardiana, 2016).
6. Jarak antara kehamilan
Berdasarkan hasil penelitian pada “Determinan Maternal
Kejadian Preeklampsia (Studi Kasus di Kabupaten Tegal, Jawa
Tengah)” dengan metode penelitian case control menunjukan nilai OR
variabel jarak kehamilan didapatkan 2,00 yang berarti ibu dengan jarak
kehamilan < 2 tahun mempunyai risiko terjadi preeklampsia

11
dibandingkan ibu dengan jarak kehamilan 2 tahun atau lebih (Fatkhiyah,
Kodiyah & Masturoh, 2016).
7. Indeks masa tubuh
Berdasarkan hasil penelitian pada “Hubungan Indeks Massa
Tubuh (IMT) Ibu dan Peningkatan Berat Badan Saat Kehamilan dengan
Preeklampsia” dengan metode penelitian case control menunjukkan
hasil analisis chi square diperoleh nilai p value = 0.005 yang berarti p ≤
0,05 sehingga, adanya hubungan antara IMT Ibu dengan preeklampsia.
Dari hasil analisis, didapatkan bahwa subjek penelitian yang masuk
kelompok IMT (23-24,9 kg/m2) memiliki resiko empat kali lebih besar
untuk menderita preeklampsia saat hamil dibandingkan dengan subjek
penelitian yang masuk kelompok underweight dan normal (OR = 4,32,
CI = 1,15-16,12). Subjek penelitian yang masuk kelompok IMT obesitas
memiliki risiko lima kali lebih besar untuk menderita preeklampsia saat
hamil dibandingkan dengan subjek penelitian yang underweight dan
normal (OR = 5,06, CI = 1,46-12,67) (Quedarusman, Wantania &
Kaeng, 2013).
8. Ansietas
Berdasarkan hasil penelitian pada “Tingkat Kecemasan Pada Ibu
Hamil dengan Kejadian Preeklampsia di Sebuah RS Provinsi Lampung”
dengan metode penelitian cross sectional menunjukkan hasil analisis
hubungan tingkat ansietas ibu hamil dengan kejadian preeklampsia
diperoleh bahwa dari 15 responden ibu hamil yang ansietas terdapat 13
responden yang mengalami preeklampsia, dan sebanyak 2 orang
(13.3%) yang tidak mengalami preeklampsia. Hasil uji statistik
menggunakan uji chi square diperoleh nilai p value = 0.005 yang berarti
p ≤ 0.05. Sehingga, secara statistik dapat disimpulkan ada hubungan
yang signifikan antara tingkat ansietas ibu hamil dengan kejadian
preeklampsia pada ibu hamil di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung tahun 2017. Sedangkan odd rasio/faktor resiko (OR) yaitu

12
12.188 (2.186-67.945) sehingga responden dengan perasaan ansietas
beresiko 12 kali lebih besar mengalami preeklampsia dibanding yang
tidak ansietas (Rudiyanti & Raidartiwi, 2017).

Untuk mengetahui terjadinya preeklampsia dapat dilihat dari tanda dan


gejala atau manifestasi klinik preeklampsia.

C. Manifestasi Klinik Preeklampsia


Menurut Mary & Mandy (2010) preeklampsia ditandai dengan kemunculan
sedikitnya dua dari tiga tanda utama yaitu hipertensi, edema dan
proteinuria.
1. Hipertensi
Terjadi akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan darah
140/90mmHg atau lebih. Kenaikan sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikkan
diastolik ≥ 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia
(Prawirohardjo, 2010).
2. Edema
Edema pada muka, tangan atau kaki (Marmi, 2011).
3. Proteinuria
Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi
proteinuria umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan. Proteinuria
yaitu adanya 300 mg protein dalam urine selama 24 jam atau sama
dengan ≥ 1+ dipstick (Prawirohardjo, 2010).

Preeklampsia yang terjadi pada ibu hamil memiliki beberapa jenis yang
dapat dikelompokkan dalam klasifisikasi preeklampsia.

13
D. Klasifikasi Preeklampsia
Menurut Rukiyah & Yulianti (2010) :
1. Preeklampsia Ringan
Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
kehamilan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
pada penyakit trofoblas, penyebab preeklampsia ringan belum diketahui
secara jelas, penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome”
akibat vasospasme general dengan segala akibatnya.

2. Preeklampsia Berat
Preeklampsia Berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai
proteinuria dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
Peningkatan gejala dan tanda preeklampsia berat memberikan
petunjuk akan terjadi eklampsia, yang mempunyai prognosis buruk dengan
angka kematian maternal dan janin tinggi (Manuaba, 2010).

Untuk mengetahui proses terjadinya preeklampsia dapat dilihat dari


patofisiologi preeklampsia.

E. Patofisiologi Preeklampsia
Kelainan patofisiologi yang mendasari preeklampsia pada umumnya
karena vasospasme. Peningkatan tekanan darah dapat ditimbulkan oleh
peningkatan cardiac output dan resistensi sistem pembuluh darah. Cardiac
output pada pasien dengan preeklampsia tidak terlalu berbeda pada
kehamilan normal di trimester terakhir kehamilan yang disesuaikan dari
usia kehamilan. Bagaimanapun juga resistensi sistem pembuluh darah pada
umumnya diperbaiki. Aliran darah renal dan angka filtrasi glomerulus
(GFR) pada pasien preeklampsia lebih rendah dibandingkan pada pasien

14
dengan kehamilan normal dengan usia kehamilan yang sama. Penurunan
aliran darah renal diakibatkan oleh konstriksi di pembuluh darah afferen
yang dapat mengakibatkan kerusakkan membrane glomerulus dan
kemudian meningkatkan permeabilitas terhadap protein yang berakibat
proteinuria. Oliguria yang diakibatkan karena vasokontriksi renal dan
penurunan GFR. Resistensi vaskular cerebral selalu tinggi pada pasien
preeklampsia. Pada pasien hipertensi tanpa kejang, aliran darah cerebral
mungkin bertahan sampai batas normal sebagai hasil fenomena
autoregulasi. Pada pasien dengan kejang, aliran darah cerebral dan
konsumsi oksigen lebih sedikit dibandingkan dengan wanita hamil biasa
dan terdapat penurunan aliran darah dan peningkatan tahanan vaskuler
pada sirkulasi uteroplasenta pada pasien preeklampsia (Castro, 2004).

Untuk mengetahui positif mengalami preeklampsia dibutuhkannya hasil


dari pemeriksaan penunjang preeklampsia.

F. Pemeriksaan Preeklampsia
1. Pemeriksaan Fisik Preeklampsia
Menurut Buku Ibu Hamil (ANC) Asuhan Terpadu (2016) pada
pemeriksaan ini didapatkan hasil :
1. Hipertensi didefenisikan sebagai hasil pengukuran sistolik menetap
(selama setidaknya 4 jam) 140-150 mmHg, atau diastolik 90-100
mmHg. Pengukuran tekanan darah bersifat sensitif terhadap posisi
tubuh ibu hamil sehingga posisi harus seragam, terutama posisi
duduk, pada lengan kiri setiap kali pengukuran.
2. Edema: Meskipun tidak bersifat sensitif maupun spesifik, edema
teramati pada sejumlah persentase besar ibu penderita preeklampsia.
Edema muncul secara sekunder terhadap hipoalbuminemia dan
kerusakan endotelial kapiler. Edema mandiri yang cukup jelas (wajah

15
dan tangan mungkin pula ditemui). Edema seringkali bermanifestasi
dalam bentuk kenaikan berat badan yang sangat cepat.
3. Manifestasi-manisfestasi gangguan pada ginjal termasuk oliguria,
hematuria, bahkan anuria pada kasus-kasus parah.
2. Pemeriksaan Penunjang Preeklampsia
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
Pada pemeriksaan ini didapatkan hasil penurunan hemoglobin
(nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil
adalah 12 - 14 gr%), hematokrit meningkat (nilai rujukan 37 – 43
vol%), dan trombosit menurun (nilai rujukan 150 – 450
ribu/mm3).
b. Urinalisis : ditemukan protein dalam urine
Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan
cairan yang berlebihan dalam ruang intertisial belum diketahui
sebabnya. Pada preeklampsia ditemukan kadar aldosteron yang
rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan
normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume
plasma dan mengatur retensi garam dan natrium. Pada
preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein
meningkat.
c. Pemeriksaan Fungsi hati
Pada pemeriksaan fungsi hati terdapat hasil bilirubin meningkat
(N = < 1 mg/dl), LDH (Laktat Dehidrogenase) meningkat,
Aspartat Aminomtransferase (AST) > 60 ul, Serum Glutamat
Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N = 15 - 45 u/ml),
Serum Glutamat Oxaloacetic Trasaminase (SGOT) meningkat (N
= < 31 u/l) dan total protein serum menurun (N = 6,7 - 8,7 g/dl).
d. Tes kimia darah
Asam urat meningkat (N = 2,4 - 2,7 mg/dl)

16
2. Radiologi
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intrauterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan
ketuban sedikit.
b. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.

Untuk menangani ibu hamil yang dinyatakan positif preeklampsia pada


petugas kesehatan maka akan dilakukannya penatalaksanaan medis
preeklampsia.
G. Penatalaksanaan Medis Preeklampsia
1. Penatalaksanaan preeklampsia ringan yaitu tirah baring, monitoring
tekanan darah, pemberian obat antihipertensi, memeriksa kadar
proteinuria rutin setiap hari dengan tes carik celup, dua kali seminggu
dilakukan pengukuran denyut jantung janin antepartum dan pengukuran
kadar protein urin dalam 24 jam, pasien diperingatkan untuk mengenali
tanda bahaya, seperti nyeri kepala, nyeri epigastrium, atau gangguan
visual, apabila terjadi peningkatan tekanan darah atau proteinuria
periksa ke dokter dan pertimbangkan rawat inap.
2. Penatalaksanaan preeklampsia berat mencakup pengelolaan medika
mentosa dan pengelolaan persalinan. Pengelolaan medikamentosa terdiri
atas :
1. Segera masuk rumah sakit
2. Tirah baring
3. Infus larutan Ringer Laktat 60-125 cc/jam
4. Pemberian obat anti kejang: MgSO4 (Magnesium Sulfat)
Dosis awal: 4 g MgSO4 dilarutkan dalam cairan saline intravena
selama 10-15 menit. Dosis perawatan: 1-2 g/ jam IV, evaluasi tiap 4-
6 jam. Syarat pemberian MgSO4 yaitu reflek patela positif, tidak ada

17
depresi pernafasan (frekuensi pernafasan > 16 kali/ menit), produksi
urin (100 ml/ 4 jam), tersedia kalsium glukonas.
5. Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada edema paru, gagal
jantung kongestif dan edema anasarka.
6. Antihipertensi diberikan bila tekanan sistolik ≥ 180 mmHg atau
tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.
7. Kardiotonika
Indikasi pemberian kardiotonika yaitu bila ada tanda-tanda gagal
jantung dan dilakukan perawatan bersama bagian penyakit jantung.
8. Diet Nutrisi yang disarankan antara lain cukup protein, rendah
karbohidrat, dan rendah garam.

Preeklampsia dapat menyebabkan hal yang buruk untuk ibu dan janin
yang dikelompokkan dalam komplikasi preeklampsia.

H. Komplikasi Preeklampsia
1. Komplikasi preeklampsia yang dapat terjadi pada ibu yaitu solutio
plasenta, koagulopati, ablatio retina, gagal ginjal akut, edema paru,
perdarahan postpartum dengan transfusi, kerusakan hati, hematoma
penyakit kardiovaskuler, defek neurologi dan sindrom HELLP
(Hemolisis, Elevated Liver Enzymes, and Low Platelet).
2. Komplikasi preeklampsia yang dapat terjadi pada pada janin yaitu
kelahiran premature, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Diabetes
Mellitus (DM), penyakit kardiovaskuler, hipertensi, kegagalan respirasi,
Respiratory Distress Syndrome (RDS), Transient Tachypnea of the
Newborn (TTN), Persistent Pulmonary Hypertension (PPHN).

18
I. Diet Preeklampsia
a. Gambaran Umum
Preeklampsia merupakan sindroma yang terjadi pada saat kehamilan
masuk pada minggu ke 20 dengan tanda dan gejala seperti hipertensi,
proteinuria, kenaikan berat badan yang cepat (karena edema), mudah
timbul kemerah-merahan, mual, muntah, pusing, nyeri lambung, oliguria,
gelisah, dan kesadaran menurun. Ciri khas diet ini adalah memerhatikan
asupan garam dan protein.
Tujuan Diet Preeklampsia adalah
1. Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal
2. Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal
3. Mencapai atau mengurangi retensi garam atau air
4. Mencapai keseimbangan nitrogen
5. Menjaga agar penambahan berat badan tidak melebihi normal
6. Mengurangi atau mencegah timbulnya faktor resiko lain atau penyulit
baru pada saat kehamilan atau setelah melahirkan.

b. Syarat Diet
1. Energi dan semua zat gizi cukup dalam keadaan berat, makanan
diberikan secara berangsur, sesuai dengan kemampuan pasien
menerima makanan. Penambahan energy tidak melebihi 300 kkal dari
makanan atau diet sebelum hamil.
2. Garam diberikan rendah sesuai dengan berat sampai ringannya retensi
garam atau air, penambahan berat badan diusahakan <3 kg/bulan atau
< 1 kg/minggu.
3. Protein tinggi 1½-2 g/kg BB.
4. Lemak sedang, sebagian lemak berupa lemak tidak jenuh tunggal dan
lemak tidak jenuh ganda.
5. Vitamin cukup, vitamin C dan B6 sedikit lebih tinggi.
6. Mineral cukup terutama kalsium dan kalium.

19
7. Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan makanan pasien
8. Cairan diberikan 2.500 ml sehari. Pada keadaan oliguria cairan dibatasi
dan disesuaikan dengan cairan yang keluar melalui urin, muntah,
keringat dan pernapasan.

c. Macam Diet dan Indikasi Pemberian

Diet Preeklampsia I:

Diberikan pada pasien dengan preeklampsia berat makanan diberikan


dalam bentuk cair, yang terdiri dari susu dan sari buah. Jumlah cairan
diberikan paling sedikit 1.500 ml sehari/oral, dan kekurangannya
diberikan secara parenteral. Makanan ini kurang energy dan zat gizi,
karena itu hanya diberikan selama 1-2 hari.

Diet Preeklampsia II

Diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet preeklampsia I atau


kepada pasien preeklampsia yang penyakitnya tidak begitu berat.
Makanan berbentuk saring atau lunak diberikan sebagai diet rendah
garam I, makanan ini cukup energi dan zat gizi lainnya.

Diet Preeklampsia III

Diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet preeklampsia II atau


kepada pasien dengan preeklampsia ringan. Makanan ini mengandung
protein tinggi dan garam rendah, diberikan dalam bentuk lunak atau biasa,
makanan ini cukup semua zat gizi jumlah energy harus disesuaikan
dengan kenaikan berat badan yang boleh lebih dari 1 kg tiap bulan.

20
Bahan makan sehari

Bahan Diet preeclampsia I Diet preeclampsia II Diet Preeklampsia III


makanan Berat (g) Urt Berat (g) Urt Berat (g) Urt
Beras - - 150 3 gls 200 4 gls
tim
Telur - - 50 1 btr 50 1 btr
Daging - - 100 2 ptg 100 2 ptg
sdg sdg
Tempe - - 50 2 ptg 100 4 ptg
sdg sdg
Sayuran - - 200 2 gls 200 2 gls
Sari 1.000 5 gls 400 4 ptg 400 4 ptg
buah/buah sdg sdg
papaya papaya
Gula pasir 80 8 sdm 30 sdm 3 sdm 30 3 sdm
Minyak - - 15 1½ sdm 25 2½ sdm
nabati
Susu Bubuk 75 15 sdm 25 5 sdm 50 10 sdm

Nilai gizi

Komponen Gizi Preeclampsia I Preeklampsia II Preeklampsia III

Energi (kkal) 1.032 1.604 2.128

Protein (g) 20 56 80

Lemak (g) 19 44 63

Karbohidrat (g) 211 261 305

21
Kalsium (mg) 600 500 800

Besi (mg) 6,9 17,3 24,2

Vitamin A (RE) 750 2.796 3.035

Tiamin (mg) 0.5 0,8 1

Vitamin C (mg) 246 212 213

Natrium (mg) 228 248 403

Makanan yang perlu dibatasi

1. Makanan yang memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi, seperti otak,
ginjal, minyak kelapa, gajih.

2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium, seperti


biskuit, kreker, keripik, dan makanan kering yang asin.

3. Makanan yang diawetkan, seperti dendeng, asinan sayur atau buah,


abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang.

4. Susu full cream, margarine, mentega, keju, mayonnaise, serta sumber


protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah sapi atau
kambing, kuning telur, kulit ayam.

5. Makanan dan minuman dalam kaleng, seperti sarden, sosis, korned,


sayuran serta buah-buahan kaleng dan soft drink.

6. Bumbu-bumbu seperti kecap, terasi, maggi, saus tomat, saus sambal,


tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung
garam natrium.

7. Alkohol dan makan yang mengandung alkohol seperti durian dan tape.

22
DAFTAR PUSTAKA

Apriyanti, F. (2014). Hubungan Kehamilan Gemeli dan Paritas Ibu dengan Kejadian
Preeklampsia di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru: Case Control.

BBPK, (2016). Pelatihan Berdasarkan Kompetensi Asuhan Ibu Hamil (ANC) Standar
Terpadu. Makassar: Balai Besar Pelatihan Kesehatan.

Castro, C., L. (2004). Essential of Obstetric and Gynecology. Philadelphia:


Elsivlersauders.

Fatkhiyah, Kodiyah & Masturoh, (2016). Determinan Maternal Kejadian


Preeklampsia (Studi Kasus di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah): Case Control.
Jurnal Keperawatan Soedirman, 11(1), 53-61.

Manuaba, I., B., G. (2010). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstretri
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.

Marmi, (2011). Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika.

Mary, B. & Mandy, S. (2010). Kegawatan Dalam Kehamilan-Persalinan. Jakarta:


EGC.

Maryunani, A. dkk.(2012). Asuhan Kegawat Daruratan Dalam Kebidanan. Jakarta:


Trans Info Media.

Novianti, H. (2016). Pengaruh Usia dan Paritas Terhadap Kejadian Preeklampsia di


RSUD Sidoarjo: Cross Sectional. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 9(1), 25-31.

Prawirohardjo, S.(2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.
Quedarusman, Wantania & Kaeng, (2013). Hubungan Indeks Massa Tubuh Ibu dan
Peningkatan Berat Badan Saat Kehamilan dengan Preeklampsia: Case Control.
Jurnal e-Biomedik (eBM), 1(1), 305-311.

Rudiyanti, N. & Raidartiwi, E. (2017). Tingkat Kecemasan pada Ibu Hamil dengan
Kejadian Preeklampsia di Sebuah RS Provinsi Lampung: Cross Sectional.
Jurnal Keperawatan, 13(2), 173-179.

Rukiyah, dkk. (2010). Asuhan Kebidanan 4 Patologi. Jakarta: Trans Info Media.

Saraswati, N. & Mardiana, (2016). Faktor Risiko yang Berhubungan dengan


Kejadian Preeklampsia pada Ibu Hamil (Studi Kasus di RSUD Kabupaten
Brebes Tahun 2014): Case Control. Unnes Journal of Public Health, 5(2), 90-
99.

Situmorang , T. dkk. (2016). Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Preeklampsi pada Ibu Hamil di Poli KIA RSU Anutapura Palu. Jurnal
Kesehatan Tadulako : Cross Sectional, 2(1), 1- 75.

Vivian & Sunarsih, T. (2011). Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Jakarta : Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai