LBM 4 Cardiovascular

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 43

LBM 4 CARDIOVASCULAR

Sesak nafas saat melakukan aktivitas

Step 1

Kongestif: akumulasi abnormal atau berlebih dr cairan tubuh

Criteria Framingham : criteria yg digunakan untuk mendiagnosis gagal jantung

NYHA: new York heart association yg mengklasifikasikan sesak nafas berdasarkan


aktivitas

Step 2

1. Apa yg menyebabkan pasien sesak nafas terus menerus, makin berat saat
tidur terlentang dan berkurang saat tidur posisi setengah duduk?
2. Apa yg menyebabkan pasien batuk dg dahak putih yang encer?
3. Apa saja criteria Framingham?
4. Apa yg menyebabkan pasien jantungnya berdebar-debar?
5. Apa yg dimaksud dengan klasifikasi NYHA?
6. Mengapa pasien diberikan obat golongan diuretic, ACE inhibitor dan terapi
oksigen?
7. Bagaimana patofisiologi dr gagal jantung kongestiv?
8. Mengapa ditemukan kardiomegali dan tanda-tanda kongesti?
9. Etiologi dan factor resiko dr penyakit jantung kongestif ?
10. Apa saja pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang?
11.Apa perbedaan gagal jantung dan gagal jantung kongestif?
12. Apa hubungan hipertensi selama 10 tahun terakhir dengan gagal jantung?
13. Penatalaksanaan lainnya ?
14. Apa criteria stabil untuk pasien ini?

Step 3
1. Apa yg menyebabkan pasien sesak nafas terus menerus, makin berat saat
tidur terlentang dan berkurang saat tidur posisi setengah duduk?
Ketika tidur terlentang:
Pada saat tiduran  orthopnea (sesak nafas ketika berbaring)  saluran limfe tidak
mampu menampung cairan  edema paru  sesak napas . sehingga pasien lebih enak
tidur dengan diganjal bantal  karena cairan dari edema parunya itu mengumpul di
bagian bawah paru  sehingga teratasi
Sesak nafas:
Lumen bronkus vasokontriksi karena adanya cairan yang berlebih  sesak nafas

Penyebab dari sesak nafas dapat dibagi menjadi 4 tipe:


 Kardiak
Gagal jantung, penyakit arteri koroner, infark miokard, kardiomiopati, disfungsi katup,
hipertrofi ventrikel kiri, hipertrofi asimetrik sptum, pertikarditis, aritmia
 Pulmoner
Penyakit Paru Obstruktif Kronis, Asma, Penyakit paru restriksi, Gangguan penyakit paru,
herediter, pneumotoraks
 Campuran kardiak dan pulmoner
PPOK dengan hipertensi, pulmoner, emboli paru kronik, trauma
 Non kardiak dan non pulmoner
Kondisi metabolik, nyeri, gangguan neuromuskular, gangguan panik, hiperventilasi, psikogenik,
gangguan asam basa, gangguan di saluran pencernaan (reflux, spasme oesophagus, tukak
peptic)

Hubungan antara sesak nafas dan derajat keparahan gagal jantung:

Derajat 1: Penderita dengan penyakit jantung tanpa hambatan tidak mengalami sesak naafs
pada pekerjaan ringan, tapi pada kerja fisik yang berat akan timbul keluhan sesak nafas.

Derajat 2: Penderita dengan hambatan ringan. Pada keadaan istirahat tidak ada keluhan, tetapi
pada kerja fisik yang sedikit agak berat, akan timbul keluhan sesak nafas.
Derajat 3: Penderita dengan hambatan sedang, pada keadaan istirahat tidak ada keluhan. Tapi
pada kerja yang ringan saja sudah menimbulkan keluhan sesak nafas yang jelas.

Derajat 4: Penderita dengan hambatan berat sehingga tidak mampu melakukan kerja fisik,
karena dalam keadaan istirahat pun sudah ada keluhan sesak nafas.

Chemoreceptor adalah reseptor yang terletak di badan carotid dan medulla. Reseptor ini
distimulasi oleh hipoksemia, hipekapnea akut, dan acidemia. Mechanoreceptor terletak di paru-
paru dan distimulasi oleh bronchospasm dan hiperinflasi. Metaboreceptors terletak di otot
skelet. Reseptor ini teraktivasi oleh perubahan biokimia pada saat beraktivitas berat atau
olahraga. Tiga reseptor ini menerima sinyal dari berbagai macam perubahan tubuh, lalu
teraktivasi dan menghantarkan sinyal tersebut ke sensory cortex. Proses ini dinamakan sebagai
proses feedback. Dari sensory cortex sinyal akan dibawa ke pusat respirasi di medulla lalu ke
dihantarkan ke otot ventilasi melalui motor neuron. Proses ini disebut feed forward. Error
signal terjadi apabila reseptor terstimulasi tanpa adanya sinyal-sinyal yang sesungguhnya.
Sehingga terjadi peningkatan atau penurunan ventilasi yang tidak seharusnya.
Mekanisme sesak nafas pada pasien gagal jantung:

Gagal jantung

Bendungan paru
(Hipertensi
pulmonal)

Refleks Volum vaskular pulmonal


Bronkokonstriksi naik
(pada fase akut) Cairan interstisial paru naik
(edema paru)

Ventilasi paru menurun


Kapasitas total paru
Restrictive work
meningkat
meningkat
Lung compliance berkurang
(frictional resistance
Resistensi elastic meningkat
naik)

Dispnea

Ada beberapa gambaran klinis dispnea:

1. Dyspnea d’ effort (exertional dyspnea)


Sesak nafas pada waktu melakukan kerja fisik tetapi menghilang setelah istirahat selama
beberapa waktu.
2. Paroxysmal nocturnal dyspnea

Sesak nafas timbul sewaktu tidur malam hari sehingga pasien terbangun dan harus duduk
selama beberapa waktu sampai sesaknya hilang.

3. Ortopnea
Sesak nafas yang timbul ketika berbaring. Pada sikap berbaring, aliran balik vena lebih lancar
sehingga pengisian atrium dan ventrikel kanan jadi lebih banyak. Akibatnya bendungan paru
lebih mudah terjadi

4. Asma kardial

Terjadi karena edema paru akut. Sesak nafas timbul tiba-tiba karena edema paru mendadak
akibat gagal jantung kiri akut. Gagal jantung kiri menimbulkan bendungan paru dan akhirnya
terjadi edema paru akut. Cairan masuk ke dalam ruang alveoli sehingga timbul gejala dispnea
yang agak berat.

5. Pernafasan Cheyne-Stoke

Pernafasan ini ditandai dengan hiperpnea periodik diselang fase apnea. Keadaan ini
disebabkan) karena curah jantung yang menurun.

6. Palpitasi

Adanya rasa debaran jantung di dada yang tidak seperti biasanya, dapat terjadi karena denyut
jantung yang lebih keras dari biasa, atau lebih cepat dari biasa, atau irama denyut jantung yang
tidak teratur (aritmia)

http://www.scribd.com/doc/51943456/dyspnea-sesak-napas#download

2. Apa yg menyebabkan pasien batuk dg dahak putih yang encer?

krn tek. V.pulomnalis naik  kapiler alveolus pecah  pecah=perdarahan 


intersisial  makrofag memfagosit cairan eritrosit yang keluar ke paru 
batuk lewat bronkus, silia yg akan menyapu cairan keluar lewat dahak

3. Apa yg menyebabkan pasien jantungnya berdebar-debar?

Gagal jantung Reaksi fight or flight  kelenjar adrenalin( epinefrin,


norepinefrin)  yg menyebabkan jtg bekerja lebih keras epinefrin dg cara
merangsang saraf simpatis B1 kontraksi jtg meningkat , HR meningkat dan otot
membesar lama kelamaan bisa berkurangnya jantung memompa  kontraksi
yg kuat menyebabkan jantung berdebar-debar

Jantung berdebar-debar = gagal jantung terkompensasi

Tekanan darah = CO (v.sekuncup/stroke volume+HR) x TP


Penurunan v.sekuncup akan menimbulkan respon simpatis kompensatorik.
Kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi meningkat untuk
mempertahankan curah jantung. Terjadi vasokonstriksi perifer untuk
menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi aliran darah dari organ2 yang
tidak vital seperti ginjal dan kulit demi mempertahankan perfusi organ2 vital.
Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung
kananmeningkatkan kekuatan kontraksi (Hk. Starling). Pengurangan aliran
darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus akan mengakibatkan pengaktifan
system RAA dengan terjadinya retensi natrium dan air oleh ginjal. Sehingga
akan lebih meningkatkan aliran balik vena.

Takikardi dapat mengurangi curah jantung, dan terjadi perpendekan waktu


pengisian ventrikel dan volume sekuncup, sedangkan bradikardi juga dapat
mengurangi curah jantung dengan mengurangi frekuensi ejeksi ventrikel.

Takikardi akan mengurangi lama diastolic, yaitu waktu pengisian dari atrium ke
ventrikel. Lama diastolic ini sangat penting pd stenosis mitral karena lesi tsb
mengganggu pengosongan atrium. Takikardi menyebabkan lama pengisian
ventrikel turun, curah jantung turun, dan kongesti paru meningkat
Sylvia Anderson Price dan Lorraine McCarty Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

4. Mengapa ditemukan kardiomegali dan tanda-tanda kongesti?

Gangguan fungsi di ventrikel kirinya kontraktilitas miokard turun?


kompensasi denyut jtg meningkat  angiotensin memacu vasokonstriksi
dipembuluh darah  lama kelamaan terjadi hipertrofi ventrikel kiri
(mengkompensasi = proses alami)  otot jtg membesar terjd kardiomegali
Iskemia  otot < supali O2  hipertrofi otot yg sehat untuk menaikkan
kontraksi dan memacu oto yg rusak untuk mengikuti
kontraksinyahipertrofi

Penyakit Katup jantung  kebanyakkan terjadi penumpukkan darah di


atrium dan ventrkel dilatasi ruang atrium & ventrikelvkontraksi naik
untuk memompa darah yg semakin banyak hipertrofi dinding atrium &
ventrikel  hipertrofi

5. Apa saja criteria Framingham? Criteria untuk


CHF ditegakkan adanya 1 kriteria mayor , 2 kriteria minor

Mayor : edema paru, ronki paru, peningkatan vena jugularis, distensi vena
dileher, paroksismal nocturnal dyspneu , kardiomegali, gallops s3, refluks
hepatojugular
Minor : batuk pada malam hari, takikardi, edema pada pergelangan kedua
kaki, dyspneu d’effort, hepatomegali, efusi pleura, penurunan kapasitas
vital paru 1/3 dr normal
6. Apa yg dimaksud dengan klasifikasi NYHA?

Untuk menentukan drajat keparah dr gagal jtg

1=Tdk ada gejala

2=Sesak / nyeri dada saat aktivitas berat, hilang saat istirahat

3=nyeri dada saat aktivitas ringan, hilang saat istirahat

4=saat aktivitas nyeri, istirahat nyeri/sesak

7. Apa hubungan hipertensi selama 10 tahun terakhir dengan gagal jantung?


Ketika jtg berkontraksi membuka katub semilunaris 
tek. Darah diarteri jauh lebih besar  ventrikel kiri hrs bekerja lbh bsr dr
arteri kompensasi jtg jd hipertrofi  bisa gagal jantung
8. Bagaimana patofisiologi dr gagal jantung kongestiv?
9. Apa perbedaan gagal jantung dan gagal jantung kongestif?
10.Etiologi dan factor resiko dr penyakit jantung kongestif ?
Iskemia heart disease di otot jantung
Penyakit katub jantung
Hipertensi

11. Apa saja pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang?

12.Mengapa pasien diberikan obat golongan diuretic, ACE inhibitor dan terapi
oksigen?

Gol diuretic: menghambat reabsorbsi air, na (kongesti)


Jumlah urin yg dikeluarkan meningkat cairan tubuh berkurang
ACE inhibitor : menghambat ACE sehingga angiotensin 1 mnjd 2 tidak
terbentuk
Terapi oksigen : oksigen sebagai
Aliran darah ke paru-paru lancar sesak nafas berkurang

13.Penatalaksanaan lainnya ?
14. Apa criteria stabil untuk pasien ini?

Step 4

Konsep mapping
etiologi kompensasi tidak
berhasil

kongesti pulmonalis
1. hipertrofi. 2.
iskemik heart disease.
3. penyakit katup

edema pulmonalis
kompensasi
peningkatan CO

1. neurohumoral. 2.
hipertrofi dan sesak nafas
batuk berdarah
remodeling

1. kompennsasi baik.
2. kompensasi buruk

Step 5

Step 6

Step 7

1. Apa yg menyebabkan pasien sesak nafas terus menerus, makin berat saat
tidur terlentang dan berkurang saat tidur posisi setengah duduk?
Ketika tidur terlentang:
Pada saat tiduran  orthopnea (sesak nafas ketika berbaring)  saluran limfe tidak
mampu menampung cairan  edema paru  sesak napas . sehingga pasien lebih enak
tidur dengan diganjal bantal  karena cairan dari edema parunya itu mengumpul di
bagian bawah paru  sehingga teratasi
Sesak nafas:
Lumen bronkus vasokontriksi karena adanya cairan yang berlebih  sesak nafas

Penyebab dari sesak nafas dapat dibagi menjadi 4 tipe:


 Kardiak
Gagal jantung, penyakit arteri koroner, infark miokard, kardiomiopati, disfungsi katup,
hipertrofi ventrikel kiri, hipertrofi asimetrik sptum, pertikarditis, aritmia
 Pulmoner
Penyakit Paru Obstruktif Kronis, Asma, Penyakit paru restriksi, Gangguan penyakit paru,
herediter, pneumotoraks
 Campuran kardiak dan pulmoner
PPOK dengan hipertensi, pulmoner, emboli paru kronik, trauma
 Non kardiak dan non pulmoner
Kondisi metabolik, nyeri, gangguan neuromuskular, gangguan panik, hiperventilasi, psikogenik,
gangguan asam basa, gangguan di saluran pencernaan (reflux, spasme oesophagus, tukak
peptic)

Hubungan antara sesak nafas dan derajat keparahan gagal jantung:

Derajat 1: Penderita dengan penyakit jantung tanpa hambatan tidak mengalami sesak naafs
pada pekerjaan ringan, tapi pada kerja fisik yang berat akan timbul keluhan sesak nafas.

Derajat 2: Penderita dengan hambatan ringan. Pada keadaan istirahat tidak ada keluhan, tetapi
pada kerja fisik yang sedikit agak berat, akan timbul keluhan sesak nafas.
Derajat 3: Penderita dengan hambatan sedang, pada keadaan istirahat tidak ada keluhan. Tapi
pada kerja yang ringan saja sudah menimbulkan keluhan sesak nafas yang jelas.

Derajat 4: Penderita dengan hambatan berat sehingga tidak mampu melakukan kerja fisik,
karena dalam keadaan istirahat pun sudah ada keluhan sesak nafas.

Chemoreceptor adalah reseptor yang terletak di badan carotid dan medulla. Reseptor ini
distimulasi oleh hipoksemia, hipekapnea akut, dan acidemia. Mechanoreceptor terletak di paru-
paru dan distimulasi oleh bronchospasm dan hiperinflasi. Metaboreceptors terletak di otot
skelet. Reseptor ini teraktivasi oleh perubahan biokimia pada saat beraktivitas berat atau
olahraga. Tiga reseptor ini menerima sinyal dari berbagai macam perubahan tubuh, lalu
teraktivasi dan menghantarkan sinyal tersebut ke sensory cortex. Proses ini dinamakan sebagai
proses feedback. Dari sensory cortex sinyal akan dibawa ke pusat respirasi di medulla lalu ke
dihantarkan ke otot ventilasi melalui motor neuron. Proses ini disebut feed forward. Error
signal terjadi apabila reseptor terstimulasi tanpa adanya sinyal-sinyal yang sesungguhnya.
Sehingga terjadi peningkatan atau penurunan ventilasi yang tidak seharusnya.
Mekanisme sesak nafas pada pasien gagal jantung:

Gagal jantung

Bendungan paru
(Hipertensi
pulmonal)

Refleks Volum vaskular pulmonal


Bronkokonstriksi naik
(pada fase akut) Cairan interstisial paru naik
(edema paru)

Ventilasi paru menurun


Kapasitas total paru
Restrictive work
meningkat
meningkat
Lung compliance berkurang
(frictional resistance
Resistensi elastic meningkat
naik)

Dispnea

Ada beberapa gambaran klinis dispnea:

1. Dyspnea d’ effort (exertional dyspnea)


Sesak nafas pada waktu melakukan kerja fisik tetapi menghilang setelah istirahat selama
beberapa waktu.
2. Paroxysmal nocturnal dyspnea

Sesak nafas timbul sewaktu tidur malam hari sehingga pasien terbangun dan harus duduk
selama beberapa waktu sampai sesaknya hilang.

3. Ortopnea
Sesak nafas yang timbul ketika berbaring. Pada sikap berbaring, aliran balik vena lebih lancar
sehingga pengisian atrium dan ventrikel kanan jadi lebih banyak. Akibatnya bendungan paru
lebih mudah terjadi

4. Asma kardial

Terjadi karena edema paru akut. Sesak nafas timbul tiba-tiba karena edema paru mendadak
akibat gagal jantung kiri akut. Gagal jantung kiri menimbulkan bendungan paru dan akhirnya
terjadi edema paru akut. Cairan masuk ke dalam ruang alveoli sehingga timbul gejala dispnea
yang agak berat.

5. Pernafasan Cheyne-Stoke

Pernafasan ini ditandai dengan hiperpnea periodik diselang fase apnea. Keadaan ini
disebabkan) karena curah jantung yang menurun.

6. Palpitasi

Adanya rasa debaran jantung di dada yang tidak seperti biasanya, dapat terjadi karena denyut
jantung yang lebih keras dari biasa, atau lebih cepat dari biasa, atau irama denyut jantung yang
tidak teratur (aritmia)

http://www.scribd.com/doc/51943456/dyspnea-sesak-napas#download

2. Apa yg menyebabkan pasien batuk dg dahak putih yang encer?


Edema paru tekanan di vena paru2 meningkat kapilernya pecah  terjadi
perdarahan di alveolus ekstravasisi cairan cari CIS ke CES  merangsang makrofag
untuk memfagosit sel darah yang keluar dari paru2  batuk untuk mengeluarkan zat
asingnya berupa dahak putih

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase
kompresi dan fase ekspirasi.
Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan
tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara
tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat
ini glotis secara reflex sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi
jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian
lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50%
dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama,
volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi
yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga
udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.
Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2
detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 - 100 mmHg.
Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi
paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis
tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak
lain, batukjuga dapat terjadi tanpa penutupan glottis.
Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar
dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara
batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasiyang maksimal akan tercapai dalam waktu 30� 50
detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan
udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini
dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%.

Cermin Dunia Kedokteran No. 84, 1993 7


http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05PatofisiologiBatuk084.pdf/05PatofisiologiBatuk084.ht
ml

Batuk secara umum terbagi menjadi batuk berdahak dan batuk kering. Batuk berdahak
yaitu batuk yang terjadi karena adanya dahak pada tenggorokan. Batuk berdahak lebih
sering terjadi pada saluran napas yang peka terhadap paparan debu, lembab berlebih,
alergi dan sebagainya. Batuk berdahak merupakan mekanisme tubuh untuk mengeluarkan
zat-zat asing dari saluran nafas, temasuk dahak. Batuk ini terjadi dalam waktu yang relatif
singkat. (Tjay, HT. Rahardja, K. 2003)

Pada batuk berdahak produksi dahak meningkat dan kekentalannya juga meningkat
sehingga sukar dikeluarkan ditambah terganggunya bulu getar bronchii (silia) yang
bertugas mengeluarkan dahak.

(Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009)

Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari
saluran napas. Batuk juga membantu melindungi paru dari aspirasi yaitu masuknya benda
asing dari saluran cerna atau saluran napas bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran
napas mulai dari tenggorokan, trakhea, bronkhus, bronkhioli sampai ke jaringan paru.
(Guyton, et all. 2008)

Mekanisme Batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :


Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau serat
afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga
timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga
luar dirangsang.
Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor
kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan
cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga
bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada
membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru
dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi
sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga
menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial.
Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago
aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi
sampai 300 cm H2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama
0,5 detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-
otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.
Fase ekspirasi/ ekspulsi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi, sehingga
terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai
dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot
pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase
mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat
bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.
(Guyton. 2008)

Dahak di bronkus sebenarnya akan dikeluarkan secara alamiah karena bronkus memiliki
mekanisme unik. Ia dilapisi sel-sel berbulu yang secara kontinu menyapu dahak ke arah atas.
Dahak pun akan terasa naik ke atas menuju tenggorokan dan secara refleks kita akan batuk
dengan hasil yang efisien, yaitu dahak berhasil dikeluarkan.

Batuk dapat disebabkan oleh rangsangan di jalan pernapasan atas (tenggorokan), batuk sesak
asma (pipa paru-paru menyempit), atau daya pompa jantung lemah sehingga cairan di dalam
pembuluh darah keluar ke dalam paru-paru.

http://intisari-online.com/read/seni-batuk-yang-benar
Respirologi, Oleh DR. R. Darmanto Djojodibroto, Sp.P, FCCP

Edema
Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih
dari jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan
gangguan sirkulasi pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan
interstisial. Jika edema mengumpul di dalam rongga maka dinamakan efusi,
misalnya efusi pleura dan pericardium. Penimbunan cairan di dalam rongga
peritoneal dinamakan asites. Pada jantung terjadinya edema yang disebabkan
terjadinya dekompensasi jantung (pada kasus payah jantung), bendungan bersifat
menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh kegagalan venterikel jantung untuk
memopakan darah dengan baik sehingga darah terkumpul di daerah vena atau
kapiler, dan jaringan akan melepaskan cairan ke intestisial (Syarifuddin, 2001).
Edema pada tungkai kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan dalam
mengosongkan darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi
semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Edema ini di mulai
pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap bertambah keatas
tungkai dan paha dan akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema
sakral jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena daerah sakral menjadi
daerah yang dependen. Bila terjadinya edema maka kita harus melihat kedalaman
edema dengan pitting edema. Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung
bahkan setelah penekanan ringan pada ujung jari , baru jelas terlihat setelah terjadinya
retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg dari berat badan normal selama mengalami
edema (Brunner and Suddarth, 2002).

Grading edema
1+: pitting sedikit/ 2mm, menghilang dengan cepat
2+: pitting lebih dalam/ 4mm, menghilang dalam waktu 10-15 dtk
3+: lubang yang dalam/6mm, menghilang dalam waktu 1 mnt
4+: lubang yang sangat mendalam/ 8mm berlangsung 2-5 mnt, ekstremitas dep terlalu
terdistruksi
http://wiki.answers.com
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24518/4/Chapter%20II.pdf

3. Apa yg menyebabkan pasien jantungnya berdebar-debar?

Penurunan v.sekuncup akan menimbulkan respon simpatis kompensatorik.


Kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi meningkat untuk
mempertahankan curah jantung. Terjadi vasokonstriksi perifer untuk
menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi aliran darah dari organ2 yang
tidak vital seperti ginjal dan kulit demi mempertahankan perfusi organ2 vital.
Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung
kananmeningkatkan kekuatan kontraksi (Hk. Starling). Pengurangan aliran
darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus akan mengakibatkan pengaktifan
system RAA dengan terjadinya retensi natrium dan air oleh ginjal. Sehingga
akan lebih meningkatkan aliran balik vena.

Takikardi dapat mengurangi curah jantung, dan terjadi perpendekan waktu


pengisian ventrikel dan volume sekuncup, sedangkan bradikardi juga dapat
mengurangi curah jantung dengan mengurangi frekuensi ejeksi ventrikel.

Takikardi akan mengurangi lama diastolic, yaitu waktu pengisian dari atrium ke
ventrikel. Lama diastolic ini sangat penting pd stenosis mitral karena lesi tsb
mengganggu pengosongan atrium. Takikardi menyebabkan lama pengisian
ventrikel turun, curah jantung turun, dan kongesti paru meningkat
Sylvia Anderson Price dan Lorraine McCarty Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

4. Mengapa ditemukan kardiomegali dan tanda-tanda kongesti?

Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi


miokardium atau bertambah tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah
sarkomer dalam sel2 miokardium;sarkomer dapat bertambah secara parallel
atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan
gagal jantung. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan stenosis
aorta akan disertai dengan meningkatnya ketebalan dinding tanpa penebalan
ukuran ruang (hipertrofi konsentris). Respon miokardium thd beban volume
seperti regurgitasi aorta ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan
dinding (hipertrofi eksentrik). Hipertrofi akan meningkatkan kontraksi jantung

3 metode konsep gagal jantung yang dipakai untuk menggambarkan


manifestasi klinis

a. Perbandingan gagal ke depan (gagal curah-tinggi) atau gagal ke belakang


(gagal curah-rendah)
a. Gagal ke depan: CJ tinggi menurut usia, jenis kelamin, dan ukuran
tetapi tidak mencukupi kebutuhan tubuh akan darah teroksigenasi
Tanda khas: mudah lelah, lemah, gangguan mental
b. Gagal ke belakang: CJ turun dibawah normal menurut usia, jenis
kelamin, dan ukuran.
Tanda khas: kongesti paru dan edema yg menunukkan aliran balik
darah akibat gagal ventrikel
b. Perbandingan gagal sistolik dan diastolic
 Disfungsi sistolik: menurunnya kapasitas pengosongan normal
 Disfungsi diastolic : terrdapat gangguan pengisian satu atau kedua
ventrikel sementara kapasitas pengosongan normal
c. Perbandingan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri
 Secara fisiologis, ventrikel kiri dan kanan hampir sama. Misalnya,
tidak mungkin terjadi ketidakseimbangan antara volume sekuncup
kedua ventrikel dalam jangka waktu lama. Jadi jika salah satu
ventrikel CJ meningkat, ventrikel yg lain akan menyesuaikan.
Gangguan fungsi pada satu ventrikel bisa menghambat fungsi
ventrikel yang lainnya. Dimana gagal jantung kiri diketahui sebagai
penyebab tersering gagal jantung kanan, seperti yg dijelaskan lewat
fenomena gagal ke belakang
 Gagal jantung kananedema dan kongesti vena sistemik
 Gagal jantung kiriedema dan kongesti vena paru
Sylvia Anderson Price dan Lorraine McCarty Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

5. Apa saja criteria Framingham?


 KRITERIA MAYOR
Paroxismal nocturnal dispneu
Distensi vena leher
Rokhi paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekanan paru
Refluks hepato jugular
 KRITERIA MINOR
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispneu de effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Untuk mendiagnosis minimal harus ada 2 kriteria minor 1 kriteria mayor

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan diagnosis gagal jantung
kongestif.
Kriteria mayor:
1. Paroxismal Nocturnal Dispneu
Yaitu dispnea yang timbul secara tiba-tiba pada saat tidur. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
(PND) terjadi karena akumulasi cairan dalam paru ketika sedang tidur dan merupakan
manifestasi spesifik dari gagal jantung kiri

2. Distensi vena leher


Preload meningkat pada jantung -> darah vena leher sulit masuk jantung -> aliran vena leher
terbendung

3. Ronkhi paru
Ronchi Adalah suara tambahan yang dihasilkan oleh aliran udara melalui saluran nafas yang
berisi sekret/ eksudat atau akibat saluran nafas yang menyempit atau oleh oedema saluran
nafas. Adadua jenis ronchi yaitu ronchi basah (moist rales) dan ronchi kering (dry rales). Ronchi
basah adalah suara tambahan disamping suara nafas, yaitu bunyi gelembung-gelembung udara
yang melewati cairan (gurgling atau bubling) terutama pada fase inspirasi. Ronchi basah
disebabakan oleh adanya eksudat atau cairan dalam bronkiolus atau alveoli dan bisa juga
pada bronkus dan trakea. Ada ronchi basah nyaring contohnya pada infiltrat paru dan ronchi
basah tak nyaring misalnya pada bendungan paru. Ada ronchi basah kasar, ini biasanya berasal
dari cairan yang berada dibronkus besar atau trakea, ada ronchibasah sedang dan ada pula
ronchi basah halus yang terutama terdengar pada akhir inspirasi, terdengar seperti bunyi
gesekan rambut antara jari telunjuk dengan empu jari

3. Kardiomegali
peningkatan preload-afterload dengan kompensasi hipertrofi otot jantung
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
pengisian ventrikel terdengar karena banyak nya preload pada ventrikel
7. Peninggian tekanan vena jugularis
Preload meningkat pada jantung -> darah vena leher sulit masuk jantung -> aliran vena leher
terbendung

8. Refluks hepatojugular
pelebaran vena jugularis ketika dilakukan penekanan pada hati
Kriteria minor:
1. Edema ekstremitas
Pada penderita gagal jantung dapat ditemukan edema, misalnya pada pergelangan
kaki. Edema kaki dapat terjadi pada venderuta yang mengalami kegagalan
ventrikel kanan
2. Batuk malam hari
Penderita gagal jantung dapat mengalami keluhan batuk pada malam hari, yang
diakibatkan bendungan pada paru-paru, terutama pada posisi berbaring.Batuk yang
terjadi dapat produktif, tetapi biasanya kering dan pendek. Hal ini bisa terjadi karena
bendungan mukosa bronkial dan berhubungan dengan adanya peningkatan produksi
mukus
2. Dispneu de effort:
sesak napas dialami pada saat beraktivitas berat
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura(edema pada rongga pleura)
6. Takikardi (nadi >120x/menit)
7. Penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor
harus ada pada saat yang bersamaan.

(Kasper Dennis L, dkk.2008.Harrison's Principles of Internal Medicine 17th Ed.America:Mc-


Graw-Hill Companies Inc)

6. Apa yg dimaksud dengan klasifikasi NYHA?

CHF menurut New York Heart Assosiation dibagi menjadi :


 Grade 1 : Penurunan fungsi ventrikel kiri tanpa gejala.
 Grade 2 : Sesak nafas saat aktivitas berat
 Grade 3 : Sesak nafas saat aktivitas sehari-hari.
 Grade 4 : Sesak nafas saat sedang istirahat.
 http://medicastore.com/penyakit/3/Gagal_Jantung.html

http://www.smallcrab.com/jantung/58-penyakit-jantung/540-sekilas-mengenal-gagal-
jantung

7. Apa hubungan hipertensi selama 10 tahun terakhir dengan gagal jantung?


Hipertensi  afterload meningkat  cardiac output menurun  jantung bekerja lebih
kuat sampai ke ambang batas / melebihi ambang batas  kontraktilitas atrium dan
ventrikel menurun  tidak bisa kontraksi  gagal menyuplai O2  gagal jantung

Pada penderita hipertensi, tahanan perifer sistemik menjadi lebih tinggi dari orang normal
akibat adanya vasokontriksi pembuluh darah. Itu berarti ventrikel kiri harus bekerja lebih keras
untuk melawan tahanan tersebut agar ejeksi darah maksimal sehingga suplai darah ke semua
jaringan tercapai sesuai kebutuhannya. Ventrikel kiri kemudian mengompensasi keadaan
tersebut dengan hipertrofi sel-sel otot jantung. Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricle
hyperthropy, LVH) memungkinkan jantung berkontraksi lebih kuat dan mempertahankan
volume sekuncup walaupun terjadi tahanan terhadap ejeksi. Namun, lama kelamaan
mekanisme kompensasi tersebut tidak lagi mampu mengimbangi tekanan perifer yang tetap
tinggi. Kegagalan mekanisme kompensasi menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri.
Penurunan kontraktilitas ventrikel kiri akan diikuti oleh penurunan curah jantung yang
selanjutnya menyebabkan penurunan tekanan darah. Semua hal tersebut akan merangsang
mekanisme kompensasi neurohormonal seperti pengaktifan sistem saraf simpatis dan sistem
RAA (renin-angiotensin-aldosteron).
Pengaktifan sistem saraf simpatis akan meningkatkan kontraktilitas jantung hingga
mendekati normal. Hal itu terjadi karena saraf simpatis mengeluarkan neurotransmiter
(norepinefrin-NE) yang meningkatkan permeabilitas Ca2+ membran. Hal tersebut meningkatkan
influks Ca2+ dan memperkuat partisipasi Ca2+ dalam proses kontraksi sel. Selain itu, stimulasi
simpatis juga menyebabkan vasokontriksi perifer yang bertujuan mencegah penurunan tekanan
darah lebih lanjut. Di sisi lain, penurunan curah jantung menyebabkan penurunan perfusi
jaringan organ tubuh lainnya. Salah satunya adalah ginjal. Penurunan perfusi darah ke ginjal
merangsang ginjal untuk menurunkan filtrasi dan meningkatkan reabsorbsi. Peningkatan
reabsorbsi inilah yang menyebabkan kencing penderita berkurang dan peningkatan kadar
serum ureum (65 mg/dl) di mana harga rujukannya sebesar 10-50 mg/dl. Walaupun terjadi
penurunan filtrasi glomerulus, dalam keadaan stabil laju filtrasi kreatinin sama dengan laju
ekskresinya. Hal inilah yang menyebabkan kadar kreatinin serum penderita sebesar 1,4 mg/dl
masih mendekati batas normal (normal 0,6-1,3 mg/dl). Kedua hal di atas menunjukkan adanya
penurunan fungsi ginjal. Penurunan perfusi ginjal juga merangsang sel-sel juxtaglomerulus
untuk mensekresi renin. Kemudian renin menghidrolisis angiotensinogen menjadi angiotensin I
yang selanjutnya oleh angiotensin converting enzyme (ACE) akan diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II kemudian ditangkap oleh reseptornya di pembuluh darah (vascularATR1) dan
terjadi vasokontriksi. Bila angiotensin II diterima oleh reseptor sel korteks adrenal
(adrenal ATR1) maka korteks adrenal akan mensekresi aldosteron. Aldosteron kemudian diikat
oleh reseptornya di ginjal. Proses tersebut membuka ENaC (epithelial Na Channel) yang
menyebabkan peningkatan retensi Na+. Karena Na+ bersifat retensi osmotik, peningkatan
Na+ akan diikuti peningkatan H2O. Hasil akhir semua proses tersebut adalah peningkatan aliran
darah balik ke jantung akibat adanya peningkatan volume intravaskuler.
Pada stadium awal gagal jantung, semua mekanisme kompensasi neurohormonal
tersebut memang bermanfaat. Akan tetapi, pada stadium lanjut, mekanisme tersebut justru
semakin memperparah gagal jantung yang terjadi dan dapat menyebabkan gagal jantung tak
terkompensasi. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Pertama, setelah terpajan dalam jangka
waktu yang lama, jantung menjadi kurang tanggap terhadap NE. Akhirnya kontraktilitas jantung
kembali menurun. Kedua, aktivitas simpatis dan RAA tetap terjadi. Akibatnya vasokontriksi,
retensi cairan, peningkatan preload, dan peningkatan afterload tetap terjadi. Sel-sel ventrikel
semakin terenggang dan kekuatan kontraksinya semakin menurun. Ventrikel kiri semakin tidak
mampu memompa darah ke sistemik. Darah menjadi terbendung di atrium kiri menyebabkan
hipertrofi atrium kiri (left atrium hyperthropy, LAH) sebagai mekanisme kompensasi. Hipertrofi
ventrikel akan menggeser letak musculus papillaris sehingga dapat terjadi regurgitasi mitral
fungsional (terdengar sebagai bising pansistolik di apex yang menjalar ke lateral). Hal itu
semakin memperberat kerja jantung dan penanda adanya pembesaran jantung (kardiomegali)
selain ditunjukkan oleh ictus cordis yang bergeser ke lateral bawah dan batas jantung kiri
bergeser ke lateral bawah serta foto thorax CTR 0,60. Lama kelamaan akan terjadi kongesti di
vena pulmonalis. Tekanan intravaskuler vena pulmonalis yang semakin tinggi menyebabkan
cairan terdorong keluar dan terjadilah edema paru. Edema paru menyebabkan pasien sering
merasa sesak napas saat beraktivitas ringan dan berbaring sebagai kompensasi akibat lumen
bronkus dan alveolus mengecil yang menyebabkan pertukaran gas terganggu. Mungkin itu
menjadi salah satu penyebab pasien sukar tidur. Pada edema paru, alveolus yang tergenang
cairan transudasi yang menimbulkan suara ronki basah basal halus saat auskultasi. Di sisi lain,
jaringan sistemik semakin kekurangan O2 dan proses metabolisme pun berubah menjadi
metabolisme anaerob. Akibatnya terjadi peningkatan produksi asam laktat yang menyebabkan
asidosis metabolik. Selain itu, pada gagal jantung kiri asidosis metabolik disebabkan oleh
oksigenasi arteri berkurang dan peningkatan pembentukan asam di dalam darah akibat adanya
penurunan pertukaran O2 dan CO2di dalam alveolus paru. Peningkatan ion hidrogen [H+]
merangsang kemoreseptor sentral sehingga terjadi hiperventilasi.

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1994. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta : Binarupa Aksara. pp:
1- 404.

2. Kusumawidjaja. Patologi. Jakarta: FKUI 1996. pp: 110 – 16.

3. S. Silbernagl, F. Lang. 2007. Patofisiologi. Jakarta : EGC. pp: 176-249.

4. Joesoef, H. Andang; Setianti, Budhi. 2003. Hipertensi Sekunder. In: Buku Ajar Kardiologi.
Jakarta : FK UI.
5. Sherwood, Lauralee. 2001. Human Physiology : From Cells to System. Alih bahasa: Brahm U.
Pendit. Jakarta: EGC.
6. Cutler, Jeffrey A., et al. . 2008. Trends in Hypertension Prevalence, Awareness, Treatment,
and Control Rates in United States Adults Between 1988 1994 and 1999
2004. http://hyper.ahajournals.org/cgi/content/full/52/5/818.

7. Hermawan, Guntur. 2008. BED SIDE TEACHING. Surakarta : Kesuma.

 Hipertensi (after load)


Hipertensi  penyempitan pembuluh darah jantung  aliran darah ke jantung
berkurang  hipoksia miokard  ischemia miokard  gangguan kontraksi
ventrikeL  gagal jantung
(Kasper Dennis L, dkk.2008.Harrison's Principles of Internal Medicine 17th Ed.America:Mc-Graw-
Hill Companies Inc)

8. Bagaimana patofisiologi dr gagal jantung kongestiv?

Kuliah dr.Lusito
9. Apa perbedaan gagal jantung dan gagal jantung kongestif?

Gagal Jantung merupakan akhir dari beberapa penyakit jantung :

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

PENYAKIT JANTUNG KATUP

PENYAKIT JANTUNG KARDIOMIOPATI

PENYAKIT JANTUNG KORONER

PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI

Kulpak dr.Lusito
PATOFISIOLOGI:

STENOSIS AORTA REGURGITASI AORTA


STENOSIS MITRALIS REGURGITASI MITRALIS

Sylvia Anderson Price dan Lorraine McCarty Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

10.Etiologi dan factor resiko dr penyakit jantung kongestif ?


PRIMER :
Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi gangguan
kemampuan konteraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
curah jantung normal. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah yang utama terjadi
adalah kerusakan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung
normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang
dipompa pada setiap konteraksi tergantung pada tiga faktor: yaitu preload,
konteraktilitas, afterload.

 Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot jantung.
 Konteraktillitas mengacu pada perubahan kekuatan konteraksi yang terjadi pada tingkat
sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium
 Afterload mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol.
Pada gagal jantung, jika salah satu atau lebih faktor ini terganggu, maka curah jantung
berkurang (Brunner and Suddarth 2002).

Sumber : Repository USU


Sylvia Anderson Price dan Lorraine McCarty Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

11. Apa saja pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang?

Diagnosa

Untuk menentukan diagnosa dari CHF pada lansia cukup sulit. Gejala yang ada tidaklah
khas. Gejala-gejala seperti sesak nafas saat beraktivitas atau cepat lelah seringkali dianggap
sebagai salah satu akibat proses menua atau dianggap sebagai akibat dari penyakit penyerta
lainnya seperti penyakit paru, kelainan fungsi tiroid, anemia, depresi, dll.

Pada usia lanjut, seringkali disfungsi diastolik diperberat oleh PJK. Iskemia miokard dapat
menyebabkan kenaikan tekanan pengisian ke dalam ventrikel kiri dan juga tekanan vena
pulmonalis yang meningkat, sehingga mudah terjadi udem paru dan keluhan sesak nafas.

Gejala yang sering ditemukan adalah sesak nafas, orthopnea, paroksismal nokturnal dispnea,
edema perifer, fatique, penurunan kemampuan beraktivitas serta batuk dengan sputum
jernih. Sering juga didapatkan kelemahan fisik, anorexia, jatuh dan konfusi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nilai JVP (Jugularis Venous Pressure) meninggi. Sering juga
terdapat bunyi jantung III, pitting udem, fibrilasi atrial, bising sistolik akibat regurgitasi mitral
serta ronkhi paru.

CHF menurut New York Heart Assosiation dibagi menjadi :

 Grade 1 : Penurunan fungsi ventrikel kiri tanpa gejala.


 Grade 2 : Sesak nafas saat aktivitas berat
 Grade 3 : Sesak nafas saat aktivitas sehari-hari.
 Grade 4 : Sesak nafas saat sedang istirahat.

Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan :

Pemeriksaan Rontgen thorax

Nilai besar jantung, ada/tidaknya edema paru dan efusi pleura. Tapi banyak juga pasien CHF
tanpa disertai kardiomegali.

Pemeriksaan EKG

Nilai ritmenya, apakah ada tanda dari strain ventrikel kiri, bekas infark miokard dan bundle
branch block (Disfungsi ventrikel kiri jarang ditemukan bila pada EKG sadapan a-12 normal).
Echocardiography

Mungkin menunjukkan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri, pembesaran ventrikel dan
abnormalitas katup mitral.

Untuk memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan fisik, yang biasanya menunjukkan:

 denyut nadi yang lemah dan cepat


 tekanan darah menurun
 bunyi jantung abnormal
 pembesaran jantung
 pembengkakan vena leher
 cairan di dalam paru-paru
 pembesaran hati
 penambahan berat badan yang cepat
 pembengkakan perut atau tungkai.

http://medicastore.com/penyakit/3/Gagal_Jantung.html
http://www.smallcrab.com/jantung/58-penyakit-jantung/540-sekilas-mengenal-gagal-
jantung

a. Pemeriksaan Fisik
- Gejala dan tanda sesak nafas
- Edema paru
- Peningkatan JVP
- Hepatomegali
- Edema tungkai

b. Pemeriksaan Penunjang
- Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik
(CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis. Kardiomegali dapat disebabkan oleh
dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali
tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri.
- Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigian besar pasien (80-
90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi, aritmia.
- Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung.
Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan
dinding dapat dinilai dan penyakit katub jantung dapat disinggirkan.
- Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai fungsi ginjal sebelum
terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal jantung sehingga pemeriksaan
fungsi tiroid harus selalu dilakukan.
- Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel dan sangat
berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit diperoleh. Pemindahan perfusi
dapat membantu dalam menilai fungsional penyakit jantung koroner.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21382/4/Chapter%20II.pdf

12.Mengapa pasien diberikan obat golongan diuretic, ACE inhibitor dan terapi
oksigen?

 O2  sebagai vasorelaksan di paru2 menurunkan afterload di ventrikel kanan 


aliran darah ke paru2 lancar  sehinggan sesak nafas berkurang
Gangguan supplay O2  diberikan O2 untuk kebutuhan tubuh

Tujuan pemberian oksigen:


1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung

Andan Firmansyah S.Kep., Ners. ,Pembekalan KDPK D3 Kebidanan 21, 22, 23 Juli
2008, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan , Bina Generasi Polewali Mandar , 2008/2009

 Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan pengeluaran air,
khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay, 2007). Diuterik yang sering digunakan
golongan diuterik loop dan thiazide (Lee, 2005).
 Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal
dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila diberikan secara oral
dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena absorbs usus. Diuretik ini
menyebabkan hiperurisemia.
 Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon).
Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu reabsorbsi kalsium. Diuretik
ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretic loop dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi
glomerulus turun dibawah 30%. Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic
thiazude bersifat sinergis. Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer
dan dapat menyebabkan intoleransi karbohidrat (Gibbs CR, 2000).

 Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel, yang
merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard, menurunkan konsumsi oksigen
miokard dan meningkatkan curah jantung. Vasodilator dapat bekerja pada system vena
(nitrat) atau arteri (hidralazin) atau memiliki efek campuran vasodilator dan dilator arteri
(penghambat ACE, antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan nitroprusida). Vasodilator
menurukan prelod pada pasien yang memakan diuterik dosis tinggi, dapat menurunkan
curah jantung dan menyebabkan hipotensi postural. Namun pada gagal jantung kronis,
penurunan tekanan pengisian yang menguntungkan biasanya mengimbangi penurunan
curah jantung dan tekanan darah. Pada gagal jantung sedang atau berat, vasodilator arteri
juga dapat menurunkan tekanan darah (Gibbs CR, 2000).

Sumber : Repository USU


 Preload : jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot jantung
Hubungan pemberian obat diuretik terhadap penurunan pre load:
Fungsi diuretik :Untuk menurunkan reabsorbsi natrium natrium banyak kebuang
tekanan turun  kerja jantung menjadi ringan

Gagal jantung  ventrikel tidak berfungsi dengan baik  preload harus di tingkatkan
untuk distribusi ke jaringan  tekanan naik  sehingga harus diberi obat diuretik

Afterload : keluar dari jantung


Preload: masuk ke jantung

13.Penatalaksanaan lainnya ?
 PENATALAKSANAN

o Non Farmakologik
- Aktivitas
Walaupun aktivitas fisik berat tidak dianjurkan pada HF, suatu latihan rutin
ringan terbukti bermanfaat pada pasien HF dengan NYHA kelas I-III. Pasien
euvolemik sebaiknya didorong untuk melakukan latihan rutin isotonic
seperti jalan atau mengayuh sepeda ergometer statis, yang dapat
ditoleransi. Beberapa penelitian mengenai latihan fisik memberikan hasil
yang positif dengan berkurangnya gejala, meningkatkan kapasitas latihan,
dan memperbaiki kualitas dan durasi kehidupan. Manfaat pengurangan
berat badan dengan restriksi intake kalori belum diketahui secara jelas.
- Diet
Diet rendah garam (2-3 g per hari) dianjurkan pada semua pasien HF (baik
dengan penurunan EF maupun EF yang normal).
(Kasper Dennis L, dkk.2008.Harrison's Principles of Internal Medicine 17th Ed.America:Mc-Graw-
Hill Companies Inc)

o Farmakologik
- Diuretik
Kebanyakan dari manifestasi klinik HF sedang hingga berat diakibatkan oleh
retensi cairan yang menyebabkan ekspansi volume dan gejala kongestif.
Diuretik (Tabel 4) adalah satu-satunya agen farmakologik yang dapat
mengendalikan retensi cairan pada HF berat, dan sebaiknya digunakan untuk
mengembalikan dan menjaga status volume pada pasien dengan gejala
kongestif (sesak napas, orthopnea, dan edema) atau tanda peningkatan
tekanan pengisian (rales, distensi vena jugularis, edema perifer).
Furosemide, torsemide, dan bumetanide bekerja pada loop of Henle (loop
diuretics) dengan menginhibisi reabsorbsi Na+, K+,dan Cl – pada bagian
asendens pada loop of henle; thiazide dan metolazone mengurangi
reabsorbsi Na+ dan Cl- pada bagian awal tubulus kontortus distal, dan
diuretic hemat kalium seperti spironolakton bekerja pada tingkat duktus
koligens.
Tabel 4 Obat yang digunakan dalam penatalaksanaan Gagal Jantung (EF <40%)
Dosis Awal Dosis Maksimal
Diuretics
Furosemide 20–40 mg qd or bid 400 mg/da

Torsemide 10–20 mg qd bid 200 mg/da

Bumetanide 0.5–1.0 mg qd or bid 10 mg/da

Hydrochlorthiazide 25 mg qd 100 mg/da

Metolazone 2.5–5.0 mg qd or bid 20 mg/da

Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors


Captopril 6.25 g tid 50 mg tid
Enalapril 2.5 mg bid 10 mg bid
Lisinopril 2.5–5.0 mg qd 20–35 mg qd
Ramipril 1.25–2.5 mg bid 2.5–5 mg bid
Trandolapril 0.5 mg qd 3 mg qd
Angiotensin Receptor Blockers
Valsartan 40 mg bid 160 mg bid
Candesartan 4 mg qd 32 mg qd
Irbesartan 75 mg qd 300 mg qdb

Losartan 12.5 mg qd 50 mg qd
β Receptor Blockers
Carvedilol 3.125 mg bid 25–50 mg bid
Bisoprolol 1.25 mg qd 10 mg qd
Metoprolol succinate CR 12.5–25 mg qd Target dose 200 mg qd
Additional Therapies
Spironolactone 12.5–25 mg qd 25–50 mg qd
Eplerenone 25 g qd 50 mg qd
Kombinasi 10–25 mg/10 mg tid 75 mg/40 mg tid
hydralazine/isosorbide dinitrate
Dosis tetap 37.5 mg/20 mg (one 75 mg/40 mg (two tablets)
hydralazine/isosorbide dinitrate tablet) tid tid
Digoxin 0.125 mg qd <0.375 mg/db

Dosis harus disesuaikan hingga mengurangi gejela kongestif pada pasien


Dosis target tidak diketahui
Walaupun semua diuretic meningkatkan eksresi sodium dan volume urin,
diuretic memiliki potensi dan famakologik yang beragam. Loop diuretic
meningkatkan eksresi fraksional sodium hingga 20-25%, sedangkan thiazide
hanya 5-10% dan cenderung berkurang efektivitasnya pada pasien dengan
insufisiensi renal moderat atau berat (creatinin ?2. mg/dl). Sehingga, loop
diuretic biasanya dibutuhkan untuk mengembalikan status volume pasien
HF. Diuretik sebaiknya dimulai dengan dosis rendah (Tabel 4) dan kemudian
ditingkatkan secara perlahan lahan untuk meringankan tanda dan gejala
overload cairan. Hal ini biasanya membutuhkan penyesuaian dosis berulang
selama beberapa hari pada pasien dengan overload cairan berat. Pemberian
intravena dapat penting untuk meringankan kongesti akut dan aman
digunakan pada keadaan rawat jalan. Setelah gejala kongesti diringankan,
pemberian diuretic sebaiknya tetap dilanjutkan untuk menghindari rekurensi
dari retensi air dan garam
Diuretik memiliki potensi untuk menyebabkan berkurangnya volume dan
elektrolit, begitu pula dengan memperburuk azotemia. Sebagai tambahan,
diuretik dapat memperburuk aktivasi neurohormonal dan progresi penyakit.
Satu efek samping diuretik yang paling penting adalah perubahan
homeostatis potassium (hipokalemia atau hyperkalmei), yang akan
meningkatkan resiko arrhythmia. Pada umumnya, baik loop diuretik maupun
thiazid dapat menyebabkan hypokalemia, sedangkan spironolacton,
eplerenone, dan triamterene menyebabkan hyperkalemia.
- ACE Inhibitor (ACEI)
Terdapat banyak bukti yang menyatakan bahwa ACE inhibitor sebaiknya
digunakan pada pasien simptomatis dan asimptomatis dengan EF menurun.
ACE inhibitor mempengaruhi sistem rennin-angiotensin dengan menginhibisi
enzyme yang berperan terhadap konversi angiotensin menjadi angiotensin II.
Tidak hanya itu, karena ACE inhibitor (ACEI) juga dapat menghambat
kininase II, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan bradykinin, yang
akan meningkatkan efek bermanfaat dari supresi angiotensin. ACEI
menstabilkan LV remodeling, meringankan gejala, mengurangi kemungkinan
opname, dan memperpanjang harapan hidup. Karena retensi cairan dapat
menurunkan efek ACEI, dianjurkan untuk diberikan diuretic sebelum
memulai terapi ACEI. Akan tetapi, penting untuk mengurangi dosis diuretic
selama awal pemberian ACEI dengan tujuan mengurangi kemungkinan
hipotensi simptomatik. ACEI sebaiknya dimulai dengan dosis rendah, diikuti
dengan peningkatan dosis secara bertahap jika dosis rendah dapat
ditoleransi.

Gambar 3. Algoritme penatalaksanaan Gagal Jantung Kronis pada pasien


dengan penurunan fraksi ejeksi.
Setelah diagnosis klinis HF ditegakkan, penting untuk menangani retensi
cairan sebelum memulai terapi ACEI (atau ARB jika pasien intoleran terhadap
ACEI). Βeta-blocker sebaiknya dilakukan jika retensi cairan telah ditangani
dan/atau dosis ACEI telah ditingkatkan. Jika pasien masih bergejala, ARB,
antagonis aldosteron, atau digoxin dapat diberikan sebagai “triple therapy”.
Terapi alat sebaiknya dipertimbangkan dengan pemberian farmakologik
yang tepat pada pasien. ACEI, angiotensin-converting enzyme inhibitor; ARB,
angiotensin receptor blocker; NYHA, New York Heart Association; CRT,
cardiac resynchronization therapy; ICD, implantable cardiac defibrillator.
Efek samping yang kebanyakan terjadi berkaitan dengan supresi sistem renin
angiotensin. Penurunan tekanan darah dan azotemia ringan dapat terjadi
selama pemberian terapi dan biasanya ditoleransi dengan baik sehingga
dosis tidak perlu diturunkan. Akan tetapi, jika hipotensi diikuti dengan rasa
pusing atau disfungsi renal menjadi lebih berat, maka penting untuk
menurunkan dosisnya. Pada retensi potassium yang tidak berespon dengan
diuretic, dosis ACE juga perlu diturunkan.
- Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Obat ini ditoleransi dengan baik pada pasien yang tidak dapat diberikan ACE
karena batuk, rash kulit, dan angioedema. Walaupun ACEI dan ARB
menghamb at sistem rennin-angiotensin, kedua golongan obat ini bekerja
dalam mekanisme yang berbeda. ACEI memblokir enzim yang berperan
dalam mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II, ARB memblokir
efek angiotensin II pada reseptor angiotensin tipe I. Beberapa penelitian
klinik menunjukkan manfaat terapeutik dari penambahan ARB pada terapi
ACEI pada pasien HF kronis.
Baik ACE inhibitor maupun ARBs memiliki efek serupa terhadap tekanan
darah, fungsi ginjal, dan potassium. Sehingga efek samping kedua obat
tersebut serupa pula.
- β-Adrenergic Receptor Blockers
Terapi Beta blocker menunjukkan kemajuan utama dalam penanganan
pasien dengan penurunan EF. Obat ini mempengaruhi efek berbahaya dari
aktivasi sistem adrenergic yang berkepanjangan dengan secara kompetitif
memblokir satu atau lebih reseptor adrenergik (α1, β1, and β2). Walaupun
terdapat manfaat potensial dalam memblokir tiga reseptor ini, kebanyakan
efek penurunan aktivasi adrenergic dimediasi oleh reseptor β1. Jika diberikan
bersamaan dengan ACEI, beta blocker menghambat proses LV remodeling,
meringankan gejala pasien, mencegah opname, dan memperpanjang
harapan hidup. Maka dari itu beta blocker diindikasikan pada pasien HF
simptomatik atau asimptomatik dengan EF menurun (<40%)>
Seperti dengan pemakaian ACEI, beta blocker juga sebaiknya dimulai dalam
dosis rendah, diikuti dengan peningkatan dosis secara gradual jika dosis
rendah telah dapat ditoleransi. Dosis beta blocker sebaiknya ditingkatkan
hingga dosis yang terbukti efektif pada suatu penelitian klinis (Tabel 4).
Namun, tidak seperti ACEI, dimana dapat ditingkatkan secara cepat,
penyesuaian dosis beta blocker sebaiknya tidak lebih cepat dari interval 2
minggu, karena dosis inisiasi dan/atau peningkatan dosis agen ini dapat
memperburuk retensi cairan akibat berkurangnya dukungan adrenergic pada
jantung dan sirkulasi. Maka dari itu, penting untuk mengoptimalkan dosis
diuretic sebelum memulai terapi beta blocker. Peningkatan retensi cairan
biasanya dapat diatasi dengan penambahan dosis diuretic. Pada beberapa
pasien, dosis beta blocker perlu diturunkan.
Efek samping dari beta bloker biasanya terkait dengan komplikasi yang
timbul dari penurunan sistem saraf adrenergic. Reaksi ini umumnya terjadi
beberapa hari setelah permulaan terapi dan biasanya responsive setelah
dosis dikurangi. Terapi betabloker dapat menyebabkan bradykardia
dan/atau eksaserbasi heart block. Maka dari itu, dosis beta blocker
sebaiknya diturunkan jika heart rate menurun hingga <50>1 receptor yang
dapat mengakibatkan efek vasodilatasi.
- Antagonis Aldosteron
Walaupun dikategorikan sebagai diuretic hemat kalium, obat yang
memblokir efek aldosteron (spironolakton atau eplerenon) memiliki efek
bermanfaat yang independent dari efek keseimbangan sodium. Walaupun
ACEI dapat menurunkan sekresi aldosteron secara transient, dengan terapi
jangka panjang, kadar aldosteron akan kembali seperti sebelum terapi ACEI
dilakukan. Maka dari itu, pemberian antagonis aldosteron dianjurkan pada
pasien dengan NYHA kelas III atau kelas IV yang memiliki EF yang menurun
(<35%)>
Permasalahan utama pemberian antagonis aldosteron adalah peningkatan
resiko hyperkalemia, dimana lebih cenderung terjadi pada pasien yang
menerima terapi suplemen potassium atau mengalami insufisiensi renal
sebelumnya. Antagonis aldosteron tidak direkomendasikan jika kreatinin
serum >2.5 mg/dL (atau klirens kreatinin <30>5.0 mmol/L.
o Terapi Antikoagulan dan Antiplatelet
Pasien HF memiliki peningkatan resiko terjadinya kejadian thromboembolik.
Pada penilitan klinis, angka kejadian stroke mulai dari 1,3 hingga 2,4% per
tahun. Penurunan fungsi LV dipercaya mengakibatkan relative statisnya
darah pada ruang kardiak yang berdilatasi dengan peningkatan resiko
pembentukan thrombus. Penatalaksanaan dengan warfarin dianjurkan pada
pasien dengan HF, fibrilasi atrial paroxysmal, atau dengan riwayat emboli
sistemik atau pulmoner, termasuk stroke atau transient ischemic attack
(TIA). Pasien dengan iskemik kardiomyopati simptomatik atau asimptomatik
dan memiliki riwayat Infark Miokard dengan adanya thrombus LV sebaiknya
diatasi dengan warfarin dengan permulaan 3 bulan setelah Infark Miokard,
kecuali terdapat kontraindikasi terhadap pemakaiannya.
Aspirin direkomendasikan pada pasien HF dengan penyakit jantung iskemik
untuk menghindari terjadinya MI dan kematian. Namun, dosis rendah aspirin
(75 atau 81 mg) dapat dipilih karena kemungkinan memburuknya HF pada
dosis lebih tinggi.

Tabel 5 Obat untuk Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut


Dosis Permulaan Dosis Maksimal
Vasodilators
Nitroglycerin 20 µg/menit 40–400 µg/menit
Nitroprusside 10 µg/menit 30–350 µg/menit
Nesiritide Bolus 2 µg/kg 0.01–0.03 µg/kg per menita

Inotropes
Dobutamine 1–2 µg/kg per menit 2–10 µg/kg per menitb

Milrinone Bolus 50 µg/kg 0.1–0.75 µg/kg per menitb

Dopamine 1–2 µg/kg per menit 2–4 µg/kg per menitb

Levosimendan Bolus 12 µg/kg 0.1–0.2 µg/kg per menitc

Vasoconstrictors
Dopamine for hypotension 5 µg/kg per menit 5–15 µg/kg per menit
Epinephrine 0.5 µg/kg per menit 50 µg/kg per menit
Phenylephrine 0.3 µg/kg per menit 3 µg/kg per menit
Vasopression 0.05 units/menit 0.1–0.4 units/ menit
aBiasanya <4>

bInotrope juga memiliki kemampuan vasodilators.

cDiakui diluar Amerika Serikat untuk penanganan gagal jantung akut

Penatalaksanaan Farmakologik untuk HF Akut


- Vasodilator
Selain diuretic, vasodilator intravena adalah pengobatan paling berguna
untuk HF akut. Dengan menstimulasi guanylyl cyclase dalam sel otot halus;
nitroglycerin, nitroprusside, dan nesiritida menghasilkan efek dilatasi pada
resistensi arterial dan venous capacity pada pembuluh darah, sehingga
menurunkan tekanan pengisian LV, penurunan mitral regurgitasi, dan
memperbaiki cardiac output, tanpa meningkatkan heart rate atau
menyebabkan arrhythmia.
Nitroglycerin intravena biasanya dimulai pada dosis 20 µg/menit dan
ditingkatkan hingga 20 µg sampai gejala pasien meringan atau PCWP
menurun hingga 16 mmHg tanpa menurunkan tekanan darah sistolik
dibawah 80 mmHg. Efek samping yang paling sering terjadi dari nitrat oral
dan intravena adalah sakit kepala, dimana, jika ringan, dapat diatasi dengan
analgesik dan sering berkurang seiring dengan perlangsungan terapi.
Nitroprusside biasanya dimulai dengan dosis 10 µg/menit dan ditingkatkan
10-20 µg tiap 10–20 menit jika ditoleransi, dengan tujuan hemodinamika
yang sama dengan yang telah dijelaskan diatas. Kecepatan dari onset dan
offset, dengan paruh waktu kira-kira sekitar 2 menit, memfasilitasi kadar
optimal vasodilatasi pada pasien di ICU. Keterbatasan utama dari
nitroprusside adalah efek samping dari sianida, yang bermanifestasi
umumnya pada gastrointestinal dan sistem saraf. Sianida sepertinya paling
sering beakumulasi pada perfusi hepar yang berat dan penurunan fungsi
hepatik akibat cardiac output rendah, dan sepertinya sering terjadi pada
pasien yang mendapatkan >250 µg/menit selama 48 jam. Toksisitas sianida
dapat diatasi dengan penurunan atau penghentian infus nitroprusside.
Pemakaian jangka panjang (> 48 jam) terkait dengan toleransi hemodinamik.
Nesiritide, vasodilator terbaru, merupakan rekombinan dari brain type
natriuretic peptide (BNP), yang merupakan peptide endogenous yang
disekresi utamanya pada LV sebagai respon peningkatan tekanan dinding.
Nesiritide diberikan sebagai bolus (2 µg/kg) diikuti dengan infus dosis tetap
(0.01–0.03 µg/kg per menit). Nesiritide efektif menurunkan tekanan
pengisian LV dan meringankan gejala selama pengobatan HF akut. Sakit
kepala lebih jarang terjadi pada nesiritide dibandingkan nitroglycerin.
Walaupun disebut sebagai natriuretic peptide, nesiritide tidak pernah
menyebabkan diuresis jika digunakan sendiri pada suatu penelitian klinik.
Akan tetapi, sepertinya memiliki efek positif terhadap kerja pengobatan
diuretik jika diberikan bersamaan, sehingga jumlah dosis diuretik yang
dibutuhkan dapat diturunkan
Hipotensi merupakan efek samping yang paling sering terjadi pada ketiga
agen vasodilatasi tersebut, walaupun nesiritide dianggap yang paling kurang
efeknya. Hipotensi biasanya terkait dengan bradykardia, terutama dengan
penggunaan nitroglycerin. Ketiga obat tersebut dapat menyebabkan
vasodilatasi arteri pulmoner, dimana dapat memperburuk hypoxia pada
pasien dengan abnormalitas ventilasi-perfusi.
o Agen Inotropic
Agen inotropik positif menghasilkan manfaat hemodinamika langsung
dengan menstimulasi kontraktilitas kardiak, dan secara bersamaan
menyebabkan vasodilatasi perifer. Efek hemodinamika ini secara bersamaan
menghasilkan perbaikan pada cardiac output dan penurunan tekanan
pengisian pada LV.
Dobutamine, merupakan agen inotropik yang paling sering digunakan pada
penatalaksanaan HF akut, efek kerjanya dengan menstimulasi reseptor β1
and β2 dengan sedikit efek pada reseptor α1. Dobutamine diberikan sebagai
infuse berkelanjutan, dengan dosis infuse permulaan sebesar 1–2 µg/kg
permenit. Dosis lebih tinggi (>5 µg/kg per menit) biasanya diperlukan pada
hipoperfusi berat; akan tetapi, terdapat sedikit penambahan manfaat jika
dosis ditingkatkan diatas 10 µg/kg per menit. Pasien yang diinfus selama
lebih dari 72 jam biasanya mengalami tachyphylaxis dan biasanya dosis perlu
ditingkatkan.
Milrinone merupakan suatu inhibitor phosphodiesterase III yang
menyebabkan peningkatan cAMP dengan meninhibisi katabolismenya.
Milrinone dapat bekerja secara sinergis dengan β-adrenergic agonists untuk
mendapatkan peningkatan cardiac output lebih tinggi dibandingkan jika
pemakaian agen tersebut diberikan tersendiri, dan kemungkinan lebih
efektif dibandingkan dengan dobutamin dalam meningkatkan cardiac output
dengan keberadaan beta blocker. Milrinone dapat diberikan dengan cara
bolus 0.5 µg/kg per menit, diikuti dengan dosis infuse sebesar 0.1–0.75
µg/kg per menit. Karena milrinone merupakan vasodilator yang lebih efektif
dibandingkan dobutamin, obat ini lebih menurunkan tekanan pengisian LV
walaupun dengan resiko hipotensi yang lebih besar.
Walaupun penggunaan jangka pendek inotrop memberikan manfaat
hemodinamika, agen ini lebih cenderung mengakibatkan tachyarrhythmia
dan kejadian iskemik dibandingkan vasodilator. Sehingga inotrop lebih tepat
digunakan pada keadaan klinis dimana vasodilator dan diuretic tidak
membantu, seperti pasien dengan perfusi sistemik yang buruk dan/atau
shock cardiogenic, pada pasien yang membutuhkan dukungan
hemodinamika jangka pendek pada infark myokard atau operasi, dan pada
pasien persiapan transplantasi jantung atau sebagai perawatan paliatif pada
pasien HF berat. Jika pasien membutuhkan penggunaan inotrop yang
berkesinambungan, sangat dipertimbangkan untuk diberikan dalam keadaan
ICU karena efek proarrhytmia pada agen tersebut.
o Vasokonstriktor
Vasokontstriktor digunakan untuk mendukung tekanan darah sistemik pada
pasien dengan HF. Dari ketiga agen yang biasanya sering digunakan (Tabel
5), dopamine merupakan pilihan pertama untuk terapi pada situasi dimana
inotropy dan dukungan pressor dibutuhkan. Dopamin merupakan
cathecolamine endogen yang menstimulasi reseptor β1, α1, dan reseptor
dopaminergik (DA1 dan DA2) pada jantung dan sirkulasi. Efek dopamine
bergantung pada dosisnya. Dosis dopamine rendah (<2>1 dan DA2 dan
menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh splanchnic dan renal. Dosis
Moderat (2–4 µg/kg per menit) menstimulasi reseptor β1 dan meningkatkan
cardiac output dengan sedikit perubahan pada heart rate atau SVR. Pada
dosis yang lebih tinggi (< 5 µg/kg per menit) efek dopamine pada reseptor α1
menyaingi reseptor dopaminergik dan vasokonstriksi terjadi, menyebabkan
peningkatan SVR, tenakan pengisian LV, dan heart rate. Dopamine juga
menyebabkan pelepasan norepinephrin dari terminal saraf, dimana akan
menstimulasi reseptor α1 andβ 1 sehingga, meningkatkan tekanan darah.
Dopamine merupakan terapi paling berguna pada pasien HF dengan cardiac
output yang rendah dengan perfusi jaringan yang buruk (Profil C). Tambahan
signifikan inotropic dan dukungan tekanan darah dapat diberikan dengan
epinephrine, phenylepinephrin, dan vasopressin (Tabel 5); akan tetapi
pemakaian berkepanjangan dapat menyebabkan kegagalan hati dan ginjal
dan dapat menyebabkan gangrene pada ekstremitas. Sehingga, agen ini
tidak diberikan kecuali pada keadaan darurat.
Intervensi Mekanik dan Operasi
Jika intervensi farmakologik gagal menstabilkan pasien dengan HF refrakter
maka intervensi mekanis dan invasive dapat memberikan dukungan sirkulasi
yang lebih efektif. Terapi ini termasuk intraaortic balloon counter pulsation,
alat bantuan LV, dan transplantasi jantung.
(Kasper Dennis L, dkk.2008.Harrison's Principles of Internal Medicine 17th Ed.America:Mc-Graw-
Hill Companies Inc)

http://medicastore.com/penyakit/3/Gagal_Jantung.html
http://www.smallcrab.com/jantung/58-penyakit-jantung/540-sekilas-mengenal-gagal-jantung

14. Apa criteria stabil untuk pasien ini?

Anda mungkin juga menyukai