Anda di halaman 1dari 32

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS AKHIR SEMESTER


PENGENDALIAN PROSES
TUGAS PROYEK
KODE SOAL E

KELOMPOK
Claudyo A. Lerry Mande 1606906326
Shania Rosita Angelica Sitorus 1606876632
M Yusril Ihza M. 1606831786

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan Mata Kuliah Pengendalian Proses dengan
baik dan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini dibuat atas dasar kasus
proyek Ujian Akhir Semester (UAS) dari mata kuliah Pengendalian Proses. Penulis
juga berterima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam proses penyelesaian makalah ilmiah ini, yaitu:

1. Dosen mata kuliah Pengendalian Proses, Pak Bambang Heru yang telah
membimbing penulis selama proses penulisan dan penyelesaian makalah ini.
2. Orang tua penulis yang senantiasa memberikan dukungan selama proses
pembuatan makalah ini.
3. Seluruh rekan Teknologi Bioproses Universitas Indonesia, seluruh angkatan, serta
segala pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini.

Dalam pembuatan makalah ini, tentunya penulis menyadari kekurangan yang


terdapat dalam makalah ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis meminta maaf atas semua
kesalahan yang terjadi dalam laporan ini. Penulis juga mengharapkan kritik, saran,
serta umpan balik dari para pembaca untuk makalah ini. Penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Depok, 24 Mei 2019

Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Instrumentasi digambarkan sebagai “The Art and Science of Measurement and
Control”. Instrumentasi dapat diartikan dengan seni dan ilmu pengetahuan dalam
penerapan alat ukur dan system pengendalian pada suatu obyek untuk tujuan
mengetahui harga numeric variabel suatu besaran proses serta untuk tujuan
mengendalikan besaran proses agar berada dalam batas daerah tertentu atau pada nilai
besaran yang diinginkan (set point).
Operasi pada industri proses seperti petrokimia (petrochemical) dan kilang
minyak (refinery) sangat bergantung pada pengukuran dan pengendalian besaran
proses. Beberapa besaran proses yang harus diukur dan dikendalikan pada suatu
industri proses seperti tekanan (pressure) dalam sebuah vessel, suhu (temperature) di
unit heat exchange, aliran (flow) di dalam pipa, serta permukaan (level) zat cair di
sebuah tangki.
Selain besaran-besaran proses diatas, beberapa besaran proses lain yang cukup
penting dan terkadang perlu diukur dan dikendalikan dikarenakan kebutuhan spesifik
proses diantaranya ialah hydrogen ion concentration (ph), moisture content, density or
specific gravity, conductivity, oxygen content of flue gas, combustible content of flue
gas, nitrogen oxides emmisions, calorimetry (BTU content), chromatographic stream
composition, dan lain sebagainya. Besaran-besaran tersebut ada yang perlu dilakukan
pengukuran secara online dan terdapat pula yang hanya diukur atau dianalisa di
laboratorium.
Secara umum suatu system pengendalian proses terdiri atas beberapa unit
komponen antara lain; sensor/transducer yang memiliki fungsi untuk menghasilkan
informasi yang berkaitan dengan besaran yang diukur, transmitter yang berfungsi
untuk memproses informasi atau sinyal yang dihasilkan oleh sensor/transducer agar
sinyal tersebut dapat ditransmisikan, controller yang berfungsi untuk membandingkan
sinyal pengukuran dengan nilai besaran yang diinginkan (set point) dan menghasilkan
sinyal komando berdasarkan strategi control tertentu serta actuator yang memiliki
fungsi untuk mengubah masukan proses sesuai dengan sinyal komando dari
pengontrol.
Sistem control yang tepat serta pengukuran yang teliti dalam industri proses,
dapat menghasilkan harga variabel fisika dan kimia dari system yang sesuai dengan
perancangannya. Hal tersebut akan menghemat biaya operasi serta perbaikan hasil
produksi.
Tujuan dari penerapan sistem instrumentasi dan kontrol dalam industry proses
adalah berkaitan dengan segi ekonomis. Oleh karena instrumentasi dan sistem control
yang diterapkan diharapkan dapat menhasilkan:
a. Biaya produksi yang lebih murah, dikarenakan:
 Peningkatan efisiensi waktu mesin dan pekerja.
 Pengurangan produksi yang rusak (oof spec).
 Penghematan bahan mentah dan bahan bakar.
b. Kualitas produk yang lebih baik dalam waktu pemrosesan yang lebih singkat.
c. Pengurangan polusi lingkungan dari bahan limbah hasil proses.
d. Peningkatan keselamatan personil dan peralatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana menurunkan model dinamik dari perubahan ketinggian di tangki
1 dan tangki 2 tersebut?
2. Bagaimana bentuk persamaan Transformasi Laplace dari model dinamik?
3. Bagaimana cara membuat model (sub-system) di dalam Simulink?
4. Bagaimana cara membuat model dinamik (block transfer function) di
Simulink?
5. Bagaimana perbandingan kondisi opel loop response dari fungsi alih
(transfer function)?
6. Bagaimana perhitungan PRC metode ke-2 untuk mendapatkan nilai K, 𝜃,
dan 𝜏 serta persamaan FODPT-nya?
7. Bagaimana hasil tuning pengendalian dengan menggunakan metode Ziegler-
Nichols untuk algoritma P. PI, dan PID?
8. Apakah jenis valve (FO atau FC) dan sensor yang tepat untuk digunakan
dalam system ini?
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Proportional Integral Derivative (PID)


PID (Proportional Integral Derivative) Controller merupakan kontroler dasar
yang digunakan untuk menentukan kepresisian dari suatu sistem instrumentasi dengan
karakteristik adanya umpan balik/feedback pada sistem tersebut. Komponen PID
terdiri dari 3 jenis, yaitu Proportional, Integratif, dan Derivatif. Ketiganya dapat dipakai
bersamaan maupun sendiri-sendiri, tergantung dari respon yang kita inginkan terhadap
suatu plant.
Ada 3 macam kontrol PID yaitu kontrol PI, PD, dan PID. PI merupakan kontrol
yang menggunakan komponen proportional dan integratif. PD merupakan kontrol yang
menggunakan komponen proportional dan derivatif. PID merupakan kontrol yang
menggunakan komponen proportional, integratif, dan derivative. Kontroler merupakan
sebuah penguat input sehingga hasil pada output tidak semakin menjadi kecil pada
sebuah sistem. Output proportional adalah hasil pekalian antara konstanta proposional
dengan nilai error-nya. Perubahan yang terjadi pada sinyal input akan menyebabkan
sistem secara langsung mengubah output sebesar konstanta pengalinya.
2.1.1 Pengontrol Proportional
Pengontrol proposional memiliki keluaran yang sebanding atau
proposional dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang di
inginkan dengan harga aktualnya). Dapat dikatakan bahwa keluaran pengontrol
proporsional merupakan perkalian antara konstanta proposional dengan
masukannya. Perubahan pada sinyal masukan akan segera menyebabkan sistem
secara langsung mengeluarkan output sinyal sebesar konstanta pengalinya.
Blok Diagram digunakan untuk mempermudah suatu proses dalam
memperlihatkan gambaran hubungan antara besaran setting, besaran aktual
dengan besaran keluaran pengontrol proporsional. Sinyal keasalahan (error)
merupakan selisih antara besaran setting dengan besaran aktualnya. Selisih ini
akan mempengaruhi pengontrol, untuk mengeluarkan sinyal positif
(mempercepat pencapaian harga setting) atau negative (memperlambat
tercapainya harga yang diinginkan).

Gambar 2.1 Diagram blok kontroler proporsional


(sumber: www.elektroindonesia.com)

Pengontrol proposional memiliki 2 parameter yaitu pita proposional


(propotional band) dan konstanta proporsional. Daerah kerja kontroler efektif
dicerminkan oleh pita proporsional sedangkan konstanta proporsional
menunjukan nilai factor penguatan sinyal tehadap sinyal kesalahan Kp.
Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta proporsional (Kp)
ditunjukkan secara persentasi oleh persamaan berikut:
1
𝑃𝐵 = × 100%
𝐾𝑝
Apabila nilai Kp kecil besar kontroller proposial hanya mampu
melakukan koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon
sistem yang lambat. Namun jika nilai Kp besar maka respon sistem
menunjukkan semakin cepat menacpai keadaan yang stabil.
Ciri-ciri pengontrol proportional harus diperhatikan ketika pengontrol
tersebut diterapkan pada suatu system antara lain :
 Jika nilai Kp kecil maka pengontrol proportional hanya mampu
melakukan koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan
respon sisitem yang lambat.
 Jika nilai Kp dinaikan maka respon sistem menunjukan semakin cepat
mencapai set point dan keadaan stabil.
 Jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebiahan, akan
mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan
berosolasi.
2.1.2 Pengontrol Integral
Kontroler proporsional tidak mampu menjamin output dari sistem akan
menuju ke keadaan yang diinginkan jika sebuah plant tidak memiliki unsur
integrator. Pada controller integral, respon kepada sistem akan meningkat
secara kontinu terus-menrus kecuali nilai error yang diintegralkan dengan
batasan atas t dan batasan bawah 0 (nol).
𝑡
𝑈(𝑡) = 𝐾𝑖 ∫ 𝑒(𝑡)𝑑𝑡
0

Diagram blok kontroller integral akan menunjukkan hubungan antara


nilai error dengan output. Kontroler integral membantu menaikan respon
sehingga menghasilkan output yang diiginkan.

Gambar 2.2 Blok Diagram Control Integral


Gambar 2.3 Penggunaan Kp dan Ki

Pengontrol integral akan berfungsi menghasilkan respon sistem yang


memiliki kesalahan keadaan stabil nol. Jika sebuah plant tidak memiliki unsur
integrator (1/s), pengontrol proposional tidak akan mampu menjamin keluaran
sistem dengan kesalahan keadaan stabilnya nol. Dengan pengontrol integral,
respon sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai kesalahan keadaan stabilnya
nol.
Pengontrol integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah
integral. Keluaran sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan
nilai sinyal kesalahan. Keluaran pengontrol ini merupakan penjumlahan yang
terus menerus dari perubahan masukannya. Jika sinyal kesalahan tidak
mengalami perubahan keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum
terjadinya perubahan masukan.
Sinyal keluaran pengontrol integral merupakan luas bidang yang
dibentuk oleh kurva kesalahan penggerak. Sinyal keluaran akan berharga sama
dengan harga sebelumnya ketika sinyal kesalahan berharga nol. contoh sinyal
kesalahan yang dimasukan ke dalam pengontrol integral dan keluaran
pengontrol integral terhadap perubahan sinyal kesalahan tersebut dapat
diperlihatkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Kurva Sinyal Kesalahan e(t) terhadap t pada pembangkit kesalahan
Sel

Gambar 2.5 Blok diagram antara besaran kesalahan dengan


keluaran suatu pengontrol integral
Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai laju perubahan
keluaran pengontrol berubah menjadi dua kali dari semula. Jika nilai konstanta
integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang relative kecil
dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar. Hal ini dapat diperlihatkan
dari gambar dibawah.

Gambar 2.6 Perubahan keluaran sebagai akibat penguatan dan kesalahan


Ciri-ciri dari pengontrol integral antara lain :
 Keluaran pengontrol membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga
pengontrol integral cenderung memperlambat respon.
 Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran pengontrol akan bertahan
pada nilai sebelumnya.
 Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan
kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan
dan nilai Ki.
 Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya
offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan
peningkatan osilasi dari sinyal keluaran pengontrol.
2.1.3 Pengontrol Derivative
Keluaran pengontrol Derivative memiliki sifat seperti halnya suatu
operasi differensial. Perubahan yang mendadak pada masukan pengontrol, akan
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat.
Gambar 2.7 Blok diagram pengontrol Derivative

Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran pengontrol


juga tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah
mendadak dan menaik (berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal
berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah naik secara perlahan (fungsi
ramp), keluarannya justru merupakan fungsi step yang besar magnitudnya
sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan faktor konstanta
diferensialnya.
Gambar 2.8 Kurva waktu hubungan input-output pengontrol Derivative

Ciri-ciri pengontrol derivative adalah antara lain :


 Pengontrol ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada
perubahan pada masukannya (berupa sinyal kesalahan).
 Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang
dihasilkan pengontrol tergantung pada nilai Td dan laju perubahan
sinyal kesalahan.
 Pengontrol derivative mempunyai suatu karakter untuk
mendahului, sehingga pengontrol ini dapat menghasilkan koreksi
yang signifikan sebelum pembangkit kesalahan menjadi sangat
besar. Jadi pengontrol derivative dapat mengantisipasi pembangkit
kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif, dan cenderung
meningkatkan stabilitas sistem.
 Berdasarkan karakteristik pengontrol tersebut, pengontrol
derivative umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal
suatu sistem, tetapi tidak memperkecil kesalahan pada keadaan
stabilnya. Kerja pengontrol derivative hanyalah efektif pada
lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh sebab itu
pengontrol derivative tidak pernah digunakan tanpa ada pengontrol
lain sebuah sistem.
2.1.4 Pengontrol PID
Semua kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pengontrol P, I
dan D ditutupi dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi
pengontrol proposional plus integral plus derivative (pengontrol PID). Elemen-
elemen pengontrol P, I dan D masing-masing secara keseluruhan bertujuan
untuk mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset dan
menghasilkan perubahan awal yang besar.

Gambar 2.9 Blok diagram kontroler PID analog

Keluaran pengontrol PID merupakan penjumlahan dari keluaran


pengontrol proporsional, keluaran pengontrol integral.
Gambar 2.10 Hubungan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran dengan
masukan untuk pengontrol PID

Karakteristik pengontrol PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar


dari ketiga parameter P, I dan D. Pengaturan konstanta Kp, Ti, dan Td akan
mengakibatkan penonjolan sifat dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari
ketiga konstanta tersebut dapat diatur lebih menonjol dibanding yang lain.
Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan kontribusi pengaruh pada
respon sistem secara keseluruhan.
2.2 Penalaan Parameter Pengontrol PID
Penalaan parameter pengontrol PID selalu didasari atas tinjauan terhadap
karakteristik yang diatur (plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant,
perilaku plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter
PID itu dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka
dikembangkan suatu metode eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant
yang dikenai suatu perubahan. Dengan menggunakan metode itu model matematik
perilaku plant tidak diperlukan lagi, karena dengan menggunakan data yang berupa
kurva keluaran, penalaan pengontrol PID telah dapat dilakukan. Penalaan bertujuan
untuk mendapatkan kinerja sistem sesuai spesifikasi perancangan. Ogata menyatakan
hal itu sebagai alat control (controller tuning). Terdapat dua metode pendekatan
eksperimen adalah Ziegler-Nichols dan metode Quarter decay.
2.2.1 Metode Ziegler-Nichols
Ziegler-Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya pada tahun
1942. Metode ini memiliki dua cara, metode osilasi dan kurva reaksi. Kedua
metode ditujukan untuk menghasilkan respon sistem dengan lonjakan
maksimum sebesar 25%. Gambar 2.14 memperlihatkan kurva dengan lonjakan
25%.

Gambar 2.11. Kurva Response Tangga Satuan


a. Metode Osilasi
Metode osilasi berdasarkan pada reaksi sistem untaian tertutup. Plant
disusun serial dengan pengontrol PID. Pertama parameter parameter integrator
diatur tak berhingga dan parameter derivative diatur nol (Ti = ~ ;Td = 0).
Parameter proporsional kemudian dinaikkan bertahap. Mulai dari nol sampai
mencapai harga yang mengakibatkan reaksi sistem berosilasi. Reaksi sistem
harus berosilasi dengan magnitud tetap (Sustain oscillation). Gambar 2.15
menunjukkan rangkaian untaian tertutup pada cara osilasi.

Gambar xx. System Untaian Tertutup dengan Alat Pengontrol Proporsional

Nilai penguatan proposional pada saat sistem mencapai kondisi berosilasi


dengan magnitud tetap (sustain oscillation) disebut ultimate gain Ku. Periode
dari sustain oscillation disebut ultimate period Tu (Perdikaris, 1991, 433).
Gambar 2.16 menggambarkan kurva reaksi untaian tertutup ketika berosilasi.
Gambar 2.12. Kurva Respob Sustain Oscillation

Penalaan parameter PID didasarkan terhadap kedua konstanta hasil


eksperimen, Ku dan Pu. Ziegler dan Nichols menyarankan pengaturan nilai
parameter Kp, Ti, dan Td berdasarkan rumus yang diperlihatkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Parameter Ziegler dan Nichols
Tipe
Kp Ti Td
Pengontrol
P 0,5 Ku
PI 0,45Ku 1⁄ Pu
2
PID 0,6 Ku 0,5 Pu 0,125 Pu

2.3 Tuning PID Control


Tujuan dari dilakukannya tuning ialah untuk mendapatkan nilai-nilai parameter
PID atau pemberian parameter P, I, dan D dengan hasil terbaik sehingga dapat
mengoptimasikan kerja suatu sistem dengan error yang terjadi dapat diperkecil dan
didapatkan respon sistem yang di inginkan.

1 𝑡 ∗ 𝑑𝑒
𝑢 = 𝐾𝑝 (𝑒 + ∫ 𝑒 𝑑𝑇 + 𝑇𝑑 )
𝑇𝑖 0 𝑑𝑡
u adalah output pengontrol, Kp tetap adalah proportional gain (keuntungan sebanding),
Ti adalah integral time (waktu integral), Td adalah derivative time (waktu derivative),
dan e adalah error antara referensi serta output proses. Untuk perioda sampling kecil.
1 𝑛 𝑒𝑛 − 𝑒𝑛−1
𝑢𝑛 = 𝐾𝑝 (𝑒𝑛 + ∑ 𝑒𝑗𝑇𝑠 + 𝑇𝑑 )
𝑇𝑖 𝑗=1 𝑇𝑠
Indeks mengacu pada saat tertentu tanda waktu. Dengan cara mengatur atau
menyesuaikan parameter Kp, Ti, dan Td.
Beberapa aspek pengaturan mungkin saja digambarkan oleh pertimbangan statis.
Untuk kendali yang secara murni sebanding (Td=0 dan 1/Ti=0), hokum kendali (2)
mengurangi kepada:
𝑢𝑛 = 𝐾𝑝𝑒𝑛
Mempertimbangkan pengulangan peedback, dimana pengontrol proposional
meningkatkan Kp dan proses ini mempunyai keuntungan K didalam kondisi steady
state. Output proses x adalah yang berhubungan dengan referensi Ref, beban l, dan
noise pengukuran n oleh persamaan:
𝐾𝑝𝐾 𝑅
𝑥= (𝑅𝑒𝑓 − 𝑛) + 𝑙
1 + 𝐾𝑝𝐾 1 + 𝐾𝑝𝐾

Tabel 2.2. The Ziegler Nichols Rules (Frequency Response Method)


Tipe
Kp Ti Td
Pengontrol
P 0,5 Ku
PI 0,45Ku 𝑇𝑢⁄1.2
PID 0,6 Ku 𝑇𝑢⁄2 𝑇𝑢⁄8
BAB III
PENYELESAIAN MASALAH
3.1 Kondisi Soal
KODE SOAL E

qin

h1 h2
Ri R2

q1 qo
Gambar 3.1. Kondisi Soal Tipe A
A1 A2
Diketahui:
A1 : 250 cm2
A2 :250 cm2
R1 :0,01 cm2/sec
R2 : 0,01 cm2/sec
H1 :30 cm
H2 :15cn
Tugas:
1. Asumsi Bahwa tahanan linear sehingga memiliki hubungan persamaan di
tangki 1 dam kangki 2
ℎ1 − ℎ2
𝑄1 =
𝑅1
ℎ2
𝑄2 =
𝑅2
2. Turunkan model dinamik dari perubahan ketinggian di tangki 1 dan 2
tersebut.
3. Cari persamaan Transformasi Laplace dari model dinamik yang diturunkan
dari soal no. 2.
4. Buat model (sub-system) di dalam Simulink untuk no. 3.
5. Buat model (block transfer function) di Simulink untuk no. 3.
6. Dengan Simulink, buat perbandingan untuk kondisi open loop response dari
fungsi alih (transfer function) proses dengan menggunakan hasil dari no. 2
dan no. 3, dimana diketahui untuk fungsi alih dari valve dan sensor (GV =
1
GS ) adalah 𝑠+1.

7. Dari hasil no. 6, gunakan PRC metode ke-2 untuk mendapatkan nilai
K, θ, dan τ, serta persamaan FOPDT-nya.
8. Lakukan tuning pengendalian dengan menggunakan metode Ziegler-Nichois
untuk algoritma P, PI, dan PID. Tampilkan grafik hasilnya dalam satu gambar
dan analisis hasilnya.
9. Rekomendasikan jenis valve (FO-failed open atau FC-failed close) dan
sensor yang digunakan dalam sistem ini.

3.2 Penyelesaian Soal


1. Soal 1 – Merupakan keterangan asumsi yang

2. Soal 2 – Menurunkan Model Dinamik dari Perubahan Ketinggian di


Tangki 1 dan 2
Jawab:
 Persamaan neraca massa untuk Tangki 1:
𝑑𝑚
𝑚̇𝑖𝑛 − 𝑚̇𝑜𝑢𝑡 =
𝑑𝑡
𝑑(𝜌𝑉)
𝜌𝑖𝑛 𝑞𝑖𝑛 − 𝜌1 𝑞1 =
𝑑𝑡
𝑑𝑉 𝑑𝜌
𝜌(𝑞𝑖𝑛 − 𝑞1 ) = 𝜌 𝑑𝑡 + 𝑉 𝑑𝑡

Karena massa jenis cairan dianggap konstan, maka:

𝑑𝑉
𝜌(𝑞𝑖𝑛 − 𝑞1 ) = 𝜌
𝑑𝑡
𝑑(𝐴1 . ℎ1 )
(𝑞𝑖𝑛 − 𝑞1 ) =
𝑑𝑡
Dari soal diperoleh 𝐴1 = 𝐴1 sehingga A dianggap konstan, maka:

𝑑ℎ1 𝑑𝐴1
(𝑞𝑖𝑛 − 𝑞1 ) = 𝐴1 + ℎ1
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑ℎ1
(𝑞𝑖𝑛 − 𝑞1 ) = 𝐴1
𝑑𝑡
Asumsi dari soal ialah tahanan linear dimana persamaan pada tangki 1:

𝒉𝟏 −𝒉𝟐
𝒒𝟏 =
𝑹𝟏

𝑑ℎ1 ℎ1 −ℎ2
𝐴1 = 𝑞𝑖𝑛 − (𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑟𝑢𝑎𝑠 × 𝑅1 )
𝑑𝑡 𝑅1

Dengan demikian diperoleh model dinamik untuk tangki 1:


𝑑ℎ1
𝑅1 𝐴1 = 𝑅1 𝑞𝑖𝑛 − ℎ1 +ℎ2 (1)
𝑑𝑡
 Persamaan neraca massa untuk tangki 2:
𝑑𝑚
𝑚̇𝑖𝑛 − 𝑚̇𝑜𝑢𝑡 =
𝑑𝑡
𝑑(𝜌𝑉)
𝜌1 𝑞1 − 𝜌𝑜 𝑞𝑜 =
𝑑𝑡
𝑑𝑉 𝑑𝜌
𝜌(𝑞1 − 𝑞𝑜 ) = 𝜌 +𝑉
𝑑𝑡 𝑑𝑡
Karena massa jenis cairan dianggap konstan, maka:

𝑑𝑉
𝜌(𝑞1 − 𝑞𝑜 ) = 𝜌
𝑑𝑡
𝑑(𝐴2 . ℎ2 )
(𝑞1 − 𝑞𝑜 ) =
𝑑𝑡
Dari soal diperoleh 𝐴1 = 𝐴1 sehingga A dianggap konstan, maka:

𝑑ℎ2 𝑑𝐴2
(𝑞1 − 𝑞𝑜 ) = 𝐴2 + ℎ2
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑ℎ2
(𝑞1 − 𝑞𝑜 ) = 𝐴2
𝑑𝑡
Asumsi dari soal ialah tahanan linear dimana persamaan pada tangki 2:

𝒉𝟐
𝒒𝟏 =
𝑹𝟐

𝑑ℎ2 ℎ1 −ℎ2 ℎ2
𝐴2 = − (𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑟𝑢𝑎𝑠 × 𝑅2 )
𝑑𝑡 𝑅1 𝑅2

𝑑ℎ2 𝑅2 ℎ1 −𝑅2 ℎ2
𝐴2 𝑅2 = − ℎ2
𝑑𝑡 𝑅1

Dengan demikian diperoleh model dinamik untuk tangki 2:

𝑑ℎ2 𝑅2 𝑅2 (2)
𝐴2 𝑅2 + ℎ2 + ℎ2 = ℎ1
𝑑𝑡 𝑅1 𝑅1

3. Soal 3 – Mencari Persamaan Transformasi Laplace dari Model Dinamik


Jawab:
Model dinamik untuk tangki 1:
𝑑ℎ1
𝑅1 𝐴1 = 𝑅1 𝑞𝑖𝑛 − ℎ1 +ℎ2
𝑑𝑡

↓ ℒ −1
(3)
𝑅1 𝐴1 𝑆ℎ1 (𝑠) − ℎ1 (0) = 𝑅1 𝑞𝑖𝑛 (𝑠) − ℎ1 (𝑠) + ℎ2 (𝑠)

Asumsi bahwa ℎ1 (0) = 0, maka:

𝑅1 𝐴1 𝑆ℎ1 (𝑠) = 𝑅1 𝑞𝑖𝑛 (𝑠) − ℎ1 (𝑠) + ℎ2 (𝑠)

ℎ1 (𝑠)[𝑅1 𝐴1 𝑆 + 1] = 𝑅1 𝑞𝑖𝑛 (𝑠) + ℎ2 (𝑠)

Model dinamik untuk tangki 2:

𝑑ℎ2 𝑅2 𝑅2
𝐴2 𝑅2 + ℎ2 + ℎ2 = ℎ1
𝑑𝑡 𝑅1 𝑅1

↓ ℒ −1
𝑅2 𝐴2 𝑆ℎ2 (𝑠) − ℎ2 (0) + ℎ2̇ (𝑠) = 𝑅1 𝑞𝑖𝑛 (𝑠) − ℎ1 (𝑠) + ℎ2 (𝑠)

𝑅2 𝑅2 (4)
ℎ2 (𝑠) [ 𝑅2 𝐴2 𝑆 + 1 + ]= ℎ (𝑠)
𝑅1 𝑅1 1

Persamaan (3) selanjutnya dapat diubah menjadi :

𝑅1 𝑞𝑖𝑛 (𝑠) + ℎ2 (𝑠) (5)


ℎ1 (𝑠) =
[𝑅1 𝐴1 𝑆 + 1]

Substitusi persamaan (5) ke persamaan (4):

𝑅2 𝑅2 𝑅1 𝑞𝑖𝑛 (𝑠) + ℎ2 (𝑠)


ℎ2 (𝑠) [𝑅2 𝐴2 𝑆 + 1 + ]= [ ]
𝑅1 𝑅1 [𝑅1 𝐴1 𝑆 + 1]
𝑅2 𝑅2 𝑅1 𝑞𝑖𝑛 (𝑠) 𝑅2 ℎ2 (𝑠)
ℎ2 (𝑠) [𝑅2 𝐴2 𝑆 + 1 + ]= [ ]+ [ ]
𝑅1 𝑅1 [𝑅1 𝐴1 𝑆 + 1] 𝑅1 [𝑅1 𝐴1 𝑆 + 1]

𝑅2
ℎ2 (𝑠) [𝑅2 𝐴2 𝑆 + 1 + ]
𝑅1
𝑞𝑖𝑛 (𝑠) 𝑅2 1
= 𝑅2 [ ]+ ℎ2 (𝑠) [ ] (𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 𝑟𝑢𝑎𝑠
[𝑅1 𝐴1 𝑆 + 1] 𝑅1 [𝑅1 𝐴1 𝑆 + 1]
× [𝑅1 𝐴1 𝑆 + 1])

𝑅2 𝑅2
ℎ2 (𝑠) [𝑅2 𝐴2 𝑆 + 1 + ] [𝑅1 𝐴1 𝑆 + 1] = 𝑞𝑖𝑛 (𝑠)𝑅2 + ℎ (𝑠)
𝑅1 𝑅1 2

𝑅2
ℎ2 (𝑠) [𝑅1 𝐴1 𝑅2 𝐴2 𝑆 2 + 𝑅2 𝐴2 𝑆 + 𝑅1 𝐴1 𝑆 + 1 + 𝑅2 𝐴1 𝑆 + ]
𝑅1
𝑅2
= 𝑞𝑖𝑛 (𝑠)𝑅2 + ℎ (𝑠)
𝑅1 2

ℎ2 (𝑠)[𝑅1 𝐴1 𝑅2 𝐴2 𝑆 2 + 𝑅2 𝐴2 𝑆 + 𝑅1 𝐴1 𝑆 + 1 + 𝑅2 𝐴1 𝑆] = 𝑞𝑖𝑛 (𝑠)𝑅2

ℎ2 (𝑠) 𝑅2
= 2
𝑞𝑖𝑛 (𝑠) [𝑅1 𝐴1 𝑅2 𝐴2 𝑆 + 𝑅2 𝐴2 𝑆 + 𝑅1 𝐴1 𝑆 + 𝑅2 𝐴1 𝑆 + 1]

Memasukkan nilai-nilai dari parameter yang diberikan dari soal akan


diperoleh transfer function:

ℎ2 (𝑠) 0.01
= 2
𝑞𝑖𝑛 (𝑠) [6.25𝑆 + 7.55𝑆 + 1]

4. Soal 4 – Membuat Model Sub-system di Simulink


Jawab:
Gambar 3. Model (subsistem) dinamik

Gambar 3.1. Model dinamik keseluruhan dari persamaan pada nomor 2.


Berdasarkan model tersebut, didapatkan kurva yang menggambarkan sistem
sebagai berikut.

Gambar 3.2. Grafik hasil persamaan model dinamik pada persamaan nomor 2 dalam
rentang waktu t = 100
5. Soal 5 – Membuat Model Bloch Transfer Function di Simulink
Jawab:
Berdasarkan persamaan yang diperoleh, diketahui bahwa transfer function
untuk model ini adalah
ℎ2 (𝑠) 0.01
=
𝑞𝑖𝑛 (𝑠) [6.25𝑆 2 + 7.55𝑆 + 1]

Dari persamaan tersebut, dapat dibuat model block transfer function pada
Simulink, yaitu

Gambar 3.3. Model transfer function yang didapat dari persamaan model

Dan dapat digambarkan pada grafik sebagai berikut.

Gambar 3.4 Grafik hasil persamaan model dinamik dari block transfer function
6. Soal 6 – Perbandingan Kondisi Open Loop Response dari Transfer
Function
Jawab:

Gambar 3.5 Block transfer function untuk perbandingan antara susunan fungsi alih
dengan dan tanpa fungsi valve dan sensor

Dengan Simulink, buat perbandingan untuk kondisi open loop response dari
fungsi alih (transfer function) proses dengan menggunakan hasil dari no. 2
dan no. 3, dimana diketahui untuk fungsi alih dari valve dan sensor (GV =
1
GS ) adalah 𝑠+1.

Berdasarkan fungsi alih yang diperoleh pada tugas 5, dapat disusun fungsi
alih dengan fungsi valve (actuator) dan sensor (Gv dan Gs) dan disusun
modelnya sebagai berikut. Digunakan mux agar dapat dilakukan
perbandingan antara dua transfer block.

7. Soal 7 – Menggunakan Metode PRC


Jawab:
Dari hasil Tugas 6, gunakan metode PRC kedua untuk mendapatkan nilai
Kp, θ, dan τ serta persamaan FODPT-nya
(a)

(b)

Gambar 3.4 (a) Block Trancsfer Function, (b) Grafik model dinamik dengan fungsi alih
valve dan sensor
Dari kurva, diketahui bahwa sistem mencapai kestabilan pada level A =
0,009991 pada saat t = 50 detik. Dengan menggunakan interpolasi, diketahui
bahwa t63% dicapai saat konsentrasi A = 0,00629433 dan t28% dicapai saat
konsentrasi A = 0,00279748.
Dengan menggunakan metode PRC, dapat diketahui:
Δ
Kp =
δ
0,009991
Kp =
1

𝜏 = 1,5×(𝑡63%−𝑡28%)

𝜏 =1,5×(10,41−6,03)

𝜏=6,57

𝜃 = 𝑡63%−𝜏

𝜃 = 10,41−6,57

𝜃 = 3,84

Dari nilai Kp, τ, dan θ dapat disusun persamaan FOPDT, yaitu

0,009991𝑒 −3,84𝑠
𝐺𝑝 =
6,57𝑠 + 1

8. Soal 8 – Melakuka Tuning dengan Menggunakan Metode Ziegler-


Nichols
Jawab:
Tuning P, PI, dan PID dapat ditentukan nilainya dengan metode Ziegler-
Nichols. Metode ini dapat digunakan dengan menggunakan persamaan
berikut.
Tabel 3.3. Tabel rumus Kc, Ti dan Td untuk masing-masing tipe kontroler P, PI dan PID

Tipe Proportional Integral Derivativ


Kontroler Gain - Kc Time (Ti) Time (Td)
Proportional
P 1/𝐾𝑝(𝜃𝜏)−1
Only
Proportional- 0.9/𝐾𝑝(𝜃𝜏)−1
PI 3,33𝜃
Integral
Proportional-
1.2𝐾𝑝(𝜃𝜏)−1
Integral- PID 2,0𝜃 0,5𝜃
Derivative

Kc Ti Td
P 171,247
PI 154,123 12,672
PID 205,497 7,68 1,92

Pada sistem tuning P, diketahui


𝑃 =𝐾𝑐 =171,247
Dan model Simulinknya sebagai berikut:

Gambar 3.6. Model simuling untuk sistem tuning P


Pada sistem tuning PI, diketahui
𝑃=𝐾𝑐=154,123
𝐼=𝐾𝑐 / 𝜏𝐼 = 154,123 / 12, 672 = 12,162
Dan model simulinknya adalah sebagai berikut:

Gambar 3.6. Model simuling untuk sistem tuning PI


Pada sistem tuning PID, diketahui
𝑃=𝐾𝑐=205,497
I = 𝐾𝑐 / 𝜏𝐼= 205,497 / 7,68 = 26, 7574
𝐷=𝐾𝑐×𝜏𝐷=205,497 x 1,92 = 394, 55
Dan model simulinknya adalah sebagai berikut:

Gambar 3.7. Model simuling untuk sistem tuning PID

Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa tuning P memiliki nilai offset, yaitu
nilai kestabilan yang menyimpang dari set point yang seharusnya begitu juga
untuk tuning PI dan PID. Melihat hal tersebut system sebaiknya tidak
dikendalikan
9. Soal 9 – Rekomendasikan Jenis Valve dan Sensor yang Digunakan dalam
Sistem Ini
Jawab:
Jika diasumsikan bahwa proses yang dilakukan berada pada tekanan dan
suhu konstan, serta memproses senyawa yang berharga, maka jenis valve
yang sebaiknya digunakan adalah FC (failed close). Pada valve FC, default
yang digunakan adalah tertutup, sehingga ketika pabrik mengalami
shutdown valve akan otomatis tertutup dan senyawa yang diproses tetap
berada pada tansgki. Dari segi keamanan, hal ini lebih dipilih agar tidak
terjadi kebocoran saat terjadi kegagalan sistem. Jika dilihat dari segi
lingkungan, jenis valve FC dapat mencegah terjadinya pencemaran pada
lingkungan karena mencegah terjadinya kebocoran pada sistem. Dengan
demikian, valve FC adalah jenis valve yang tepat untuk digunakan.
Pada sistem, akan diketahui level air pada ketinggian tertentu. Dengan
demikian, variabel kontrol dari sistem ini merupakan Level air. Oleh sebab
itu, sistem harus mampu mengukur level air agar tidak terjadi kebanjiran.
jenis sensor yang harus digunakan adalah sensor level air agar keamanan
system juga terjaga.
DAFTAR PUSTAKA

MatLab High Performance Numeric Computation and Visualization Software. The


Mathworks, Inc. 1992.
Messner, William and Dawn Tilbury. Control Tutorials for MatLab and Simulink.
A Web Based Approach. Addisson Wesley, Inc. 1999.
Ogata, Katsuhiko. Modern Control Engineering. 3rd ed. Prentice Hall International.
1997.
Ogata, Katsuhiko. Solving Control Engineering Problems with MatLab.
Englewood Cliffs, New Jersey : Prentice Hall Inc. 1994.

Anda mungkin juga menyukai