Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang,

penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses

degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur. Fraktur adalah suatu

patahan pada kontinuitas struktur tulang berupa retakan, pengisutan ataupun

patahan yang lengkap dengan fragmen tulang bergeser (Maheshwari, 2015).


Penyebab cedera terbanyak yaitu jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda

motor (40,6%), selanjutnya penyebab cedera karena terkena benda tajam/tumpul

(7,3%), transportasi darat lain (7,1%) dan kejatuhan (2,5%) dan proporsi jenis

cedera di Indonesia berupa fraktur proporsinya 5,8% (Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI, 2013).


Kaki dan pergelangan kaki berperan untuk menopang dan menjaga postur

tubuh. Selama berlari dan melompat, beban yang jauh lebih dari 10 kali berat

tubuh ditransmisikan melalui kaki dan pergelangan kaki. Jika beban berlebihan

atau diulangi secara terus-menerus dapat menyebabkan cedera kaki dan

pergelangan kaki (Apley and Solomon, 2018). Ujung-ujung distal tibia dan fibula

membentuk sebuah kubah yang mencakup talus. Permukaan medial malleolus

lateralis bersendi dengan permukaan lateral talus. Tibia bersendi dengan talus di

dua tempat, yaitu permukaan inferior tibia membentuk kubah, malleolus medialis

tibia bersendi dengan permukaan medial talus. Kedua malleolus memegang talus

erat-erat sewaktu tulang ini berumbang-ambing ke depan dan ke belakang pada

gerak sendi pergelangan kaki. Sendi pergelangan kaki bersifat amat stabil pada

dorsofleksi karena pada posisi ini permukaan artikular superior talus (trochlea),

mengisi kubah yang dibentuk oleh kedua malleolus. Cengkraman kedua malleolus

1
pada talus adalah paling kuat jika kaki berada dalam posisi dorsofleksi karena

posisi demikian mendorong bagian trochlea ke belakang, dan sedikit

memencarkan tibia dan fibula. Pemencaran demikian dibatasi oleh ligamentum

interosseum yang kuat dan oleh ligamentum tibiofibulare interior posterius yang

mempersatukan tulang-tulang tungkai bawah. Pada fleksi plantar kaki sendi

pergelangan kaki relatif kurang stabil karena permukaan artikular proksimal talus

lebih sempit di sebelah posterior dan menempati kubah tibiofibular hanya untuk

sebagian (Moore, Dalley and Agur, 2010).


Insidensi tahunan fraktur pergelangan kaki secara umum sebesar 187 per

100.000. Fraktur malleoli mendominasi sebagian besar dari kasus fraktur

pergelangan kaki tersebut, dengan perkiraan insidensi tahunan sebesar 125 per

100.000. Fraktur malleolus medial dapat terjadi baik dalam isolasi dan dalam

hubungannya dengan fraktur malleoli lateral dan posterior (Court-brown et al.,

2009). Mekanisme rotasi adalah mekanisme cedera yang paling umum. Hal ini

dapat terjadi bersamaan dengan pembebanan aksial akibat jatuh dari ketinggian

yang signifikan. Cedera transfer energi yang lebih tinggi cenderung menyebabkan

cedera pergelangan kaki intra-artikular yang signifikan, kerusakan jaringan lunak

dan cedera lainnya. Informasi lebih lanjut yang diperlukan dari pasien termasuk

mekanisme cedera, waktu cedera, posisi kaki pada saat cedera, energi yang

terlibat dalam cedera (misalnya cedera energi yang lebih tinggi dapat dikaitkan

dengan peningkatan kerusakan jaringan lunak, patah comminuted dan peningkatan

risiko komplikasi), dan ada cedera lain yang berkelanjutan (Shearman, 2013).

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

3
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang,

tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang

umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Kekuatan dan sudut pandang

dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang akan

menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur

lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap

melibatkan seluruh ketebalan tulang (Hahn, 2007).

Fraktur malleolar medial adalah patahnya proyeksi medial distal tibia yang

berartikulasi dengan talus dan memberikan stabilitas medial ke sendi pergelangan

kaki. Fraktur dapat terjadi pada berbagai tingkatan medial malleolus. Fraktur

malleolar medial sering terjadi dengan fraktur fibula (lateral malleolus), fraktur

bagian belakang tibia (posterior malleolus), atau dengan cedera pada ligamen

pergelangan kaki. Pada fraktur malleolar medial, pasien biasanya memiliki

riwayat cedera terpuntir, biasanya dengan pergelangan kaki terinversi, diikuti oleh

nyeri hebat, pembengkakan dan kesulitan menahan berat badan (Apley and

Solomon, 2018).

2.2 EPIDEMIOLOGI

Fraktur pergelangan kaki adalah salah satu fraktur ekstremitas bawah yang

paling umum, sebesar 9% dari semua fraktur, mewakili sebagian besar dari beban

kerja trauma. Insiden fraktur pergelangan kaki tahunan adalah antara 107 dan 184

per 100.000 orang, dan sekitar 2% dari fraktur pergelangan kaki adalah fraktur

terbuka. Fraktur pergelangan kaki biasanya terjadi pada pria muda dan wanita

yang lebih tua, namun dibawah umur 50 tahun; fraktur pergelangan kaki biasanya

4
terjadi pada pria. Diatas 50 tahun, wanita yang lebih predominan. Alkohol dan

terjatuh di permukaan yang licin masing-masing terlibat dalam hampir sepertiga

dari kasus. Penyebab paling umum dari fraktur pergelangan kaki adalah cedera

terpuntir dan jatuh, diikuti oleh cedera olahraga. Diabetes mellitus dan obesitas

berhubungan dengan fraktur pada orang dewasa yang lebih tua. Sebagian besar

fraktur dikaitkan dengan cedera ligamen, dan besarnya dan arah gaya deformasi

yang diterapkan pada sendi pergelangan kaki berkorelasi langsung dengan pola

fraktur (Singh et al., 2014).

2.3 MEKANISME CEDERA

Fraktur pergelangan kaki pada umumnya disebabkan oleh kekuatan yang

rendah seperti pada (Ebnezar and John, 2017):

 Terpuntirnya pergelangan kaki saat berjalan, berlari, olahraga, dan lainnya

adalah penyebab yang paling umum pada fraktur pergelangan kaki.

 Jatuh dari ketinggian: fraktur pergelangan kaki disebabkan secara tidak

langsung oleh tergesernya tulang talar.

Fraktur malleolar medial dapat dibagi menjadi empat jenis fraktur: fraktur

transversal, yang berkorelasi dengan cedera rotasi supinasi-eksternal; fraktur

oblik, yang berkorelasi dengan cedera rotasi pronasi-eksternal; fraktur vertikal,

yang berkorelasi dengan cedera supinasi-aduksi; dan fraktur kominutif, yang tidak

berkorelasi dengan tipe cedera tertentu. Cedera syndesmotic berkorelasi positif

dengan fraktur transversal medial malleolus serta fraktur bimalleolar dan cedera

rotasi pronasi-eksternal (Nabil et al., 2014).

5
2.4 ANATOMI ANKLE

Gambar 1. Anatomi Pergelangan Kaki

Sendi pergelangan kaki dibentuk oleh tiga tulang: fibula, tibia dan talus.

Bentuk Dua yang pertama sebuah kubah yang cocok di bagian atas ketiga.

Memungkinkan terutama mengubah gerakan maju dan mundur, yang fleksi dan

ekstensi gerakan kaki. Dalam arah lateral, batas maleolus lateral dan medial

maleolus, yang merupakan dua pelengkap tulang yang terus fibula dan tibia di

kedua sisi, mencegah gerakan penuh pergeseran lateral yang tetapi

memungkinkan awal. Talus bersandar pada kalkaneus untuk membentuk agak

datar bersama, tanpa banyak gerakan. Sendi subtalar merupakan sumber konflik

dan mendukung transmisi daya dari berat badan dan gerakan halus stabilitas kaki.

6
Ketika tulang rawan memburuk ini degenerasi, sendi rematik dan nyeri terjadi,

yang kadang-kadang memerlukan pembedahan untuk menekan atau

meringankannya. Talus mengartikulasikan arah yang mengarah ke jari-jari,

dengan navicular dan berbentuk kubus, yang terletak di kaki bagian dalam dan

luar, masing-masing. Antara os skafoid dan garis yang dibentuk oleh metatarsal,

ada tiga wedges. Metatarsal adalah basis hampir datar dan kepala bulat untuk

mengartikulasikan dengan falang pertama jari-jari (Moore, Dalley and Agur,

2010).

2.4.1 Ligamen Pada Ankle

Sendi memerlukan ikatan yang menjaga kohesi tulang yang membentuk,

mencegah perpindahan nya, dislokasi dan memungkinkan gerakan tangan lainnya

spesifik Anda. Deskripsi dari semua ligamen pergelangan kaki dan kaki akan

bidang yang sangat khusus karena jumlah dan kompleksitas. Kami menyebutkan

yang paling penting:

Kapsul sendi di sekitar sendi, menciptakan ruang tertutup, dan membantu

menstabilkan ligamen dalam misinya.

1. Ligamen lateral yang eksternal. Mulai dari ujung maleolus lateral,

ligamentum agunan lateral dibagi menjadi tiga angsuran (talar posterior peroneal,

fibula kalkanealis dan fibula talar atas), penahan di lereng dan kalkaneus

bertanggung jawab untuk memegang pergelangan kaki lateral. Jika mereka

melanggar (biasanya yang paling terkena dampak pada prinsipnya fibula talar

atas), cepat menghasilkan pembengkakan besar yang harus membalikkan sesegera

mungkin dengan menerapkan dingin (misalnya, melalui gurita dengan neoprene).

7
Cryotherapy (aplikasi dingin untuk tujuan terapeutik) adalah ukuran paling

sederhana dan paling efektif terhadap peradangan, sehingga dengan pergelangan

kaki (keseleo) memutar tidak pernah harus kehilangan aplikasi dingin.

Ligamentum yang menderita terkilir agunan lateral yang kemudian berpihak pada

gerakan memutar pergelangan re-investasi kaki.

2. Deltoid ligamen. Sebaliknya, ligamentum ini dari ujung medial dan

malleolar memegang bagian dalam pergelangan kaki.

3. Sindesmal ligamen, syndesmosis atau ligamen tibiofibular. Ikat bagian

distal tibia dan fibula untuk menahan mereka bersama-sama dalam peran yang

telah melompat permukaan artikular atas kubah talus. Kerusakan menimbulkan

banyak masalah. Dibutuhkan waktu lama untuk menyembuhkan dan dapat

meninggalkan gejala sisa permanen rasa sakit dan ketidakstabilan yang

memerlukan intervensi bedah. Ligamentum menghubungkan dua tulang di jarak

anteroposterior dari serikat mereka, tidak hanya di bagian depan pergelangan kaki.

Jadi, ketika istirahat, Anda dapat meninggalkan tergantung pinggiran ke dalam

sendi dan nyeri di bagian belakang pergelangan kaki.

4. Di bagian belakang pergelangan kaki juga ada jaringan ligamen yang

menghubungkan tibia dan fibula (tibiofibular posterior), tibia dan talus. Perlu

dicatat ligamentum transversal yang terluka oleh yang sama syndesmosis

mekanisme, yang dapat dianggap ekstensi kemudian (Moore, Dalley and Agur,

2010).

2.4.2 Otot Pada Ankle

8
Otot-otot ekstrinsik kaki bertanggung jawab untuk gerakan pergelangan

kaki dan kaki. Meskipun mereka berada di kaki, pergelangan kaki olahraga

menarik traksi tulang mereka sisipan dan kaki. Mereka mendapatkan gerakan

dorsofleksi, inversi fleksi plantar, dan eversi kaki.

1. Otot-otot intrinsik jari-jari kaki berada di kaki yang sama, mendapatkan

gerakan jari: fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi.

2. Plantar fleksor. Apakah yang menarik kaki kembali. Oleh karena itu

terletak di bagian belakang kaki di betis. Mereka adalah soleus dan gastrocnemius

pada tendon Achilles, yang umum untuk keduanya.

3. Fleksor punggung adalah mereka yang mengangkat ke atas kaki dan

terletak di bagian depan kaki. Mereka adalah tibialis anterior, Tertius peroneus dan

ekstensor digitorum.

4. Investor di kaki. Tibialis anterior dimasukkan ke metatarsal pertama dan

baji pertama.

5. Evertors kaki. Para longus peroneus dan peroneus brevis dimasukkan ke

dalam baji pertama dan dasar metatarsal pertama sedangkan peroneal anterior

dimasukkan ke dalam basis keempat dan kelima.

6. Fascia Plantar merupakan struktur anatomi yang harus diperhitungkan

karena, ketika dinyalakan, menimbulkan ke plantar fasciitis ditakuti, sangat

menyedihkan, dan melumpuhkan. Ini adalah struktur yang membentuk

lengkungan lantai plantar dan dimasukkan ke bagian bawah kalkaneus.

Pemegang peranan paling penting pada trauma dari pergelangan kaki

adalah sendi talocrural, karena itu yang biasanya diartikan dengan ankle joint

9
adalah sendi ini. Penting oleh karena pada sendi talocrural ini os talus diapit oleh

kedua tangkai garpu yang dibentuk oleh kedua malleoli. Integrasi peranan tulang

dan ligamenta pada sendi ini unik sekali.Pada sisi medial kita lihat dengan jelas

ligamen deltoid yang amat kuat yang terdiri dari tiga bagian, mengikat malleolus

medialis pada os navicular serta calcaneus dan talus (Tibionavicular,

tibiocalcaneal dan talotibial ). Pada sisi lateral ligamenta yang tampaknya tidak

sekuat ligamen deltoid mengikat malleolus lateralis pada calcaneus dan talus serta

tibia (Fibulocalcaneal, Anterior talofibular serta anterior tibiofibular).

Hubungan tibia dan fibula (syndesmosis) dipertahankan oleh Anterior

Tibiofibular dan Posterior Tibiofibular serta ligamen interosseus yang merupakan

lanjutan daripada membrana interossea pada tungkai bawah. Ligamenta ini yang

mempertahankan stabilitas sendi talocrural dan menentukan gerakan lingkup

sendinya (ROM = Range of Motion), juga bertanggung jawab terhadap penentuan

jenis trauma yang terjadi. Kebanyakan patah tulang malleoli tidak disebabkan oleh

trauma yang langsung tetapi oleh trauma yang indirek berupa : (i) bending, (ii)

twisting dan (iii) tearing pada ligamentanya. Bentuk tulang-tulang sekitar sendi ini

juga memainkan peranan yang penting.

Kalau diperhatikan perbedaan sumbu anatomik dan sumbu fungsionil

sendi talocrural yang cukup besar serta beda lebar os talus bagian depan dan

bagian belakang (1,5 -- 2 mm lebih lebar pada bagian depan), maka dengan

sendirinya pada waktu dorsifleksi tangkai garpu malleolar akan melebar serta

menyempit lagi waktu plantarfleksi. Dengan kata lain gerakan-gerakan melebar-

menyempit oleh karena terdorong, terdapat pada sendi tibiofibular distal ini. Maka

10
dari itu mempertahankan hal ini juga penting pada pengobatan trauma sekitar

sendi pergelangan kaki ini. Tidak lengkap kiranya mempelajari anatomi sendi

pergelangan kaki tanpa menyebut bermacam-macam istilah yang terdapat pada

sendi ini seperti :

1. Plantarfleksi dan dorsifleksi


2. Eversi dan inversi atau Rotasi Eksternal dan Internal
3. Pronasi-supinasi untuk kaki bagian depan(forefoot) serta

4. Abduksi-adduksi untuk bagian belakang (hindfoot) (Apley and Solomon,

2018).

2.5 PATOFISIOLOGI FRAKTUR

Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana

trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang

mempengaruhi terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, durasi

trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan), intrinsik (meliputi kapasitas

tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang

tulang). Hal yang dapat menyebabkan terjadinya patah pada tulang bermacam-

macam antara lain trauma (langsung dan tidak langsung), akibat keadaan patologi

serta secara spontan. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada

tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung terjadi

apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, pada

keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh (Norton et al.,2008)

Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar, membengkok,

kompresi bahkan tarikan. Sementara kondisi patologis disebabkan karena

11
kelemahan tulang sebelumnya akibat kondisi patologis yang terjadi di dalam

tulang. Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan

arahnya. Sementara fraktur spontan terjadi akibat stress tulang yang terjadi terus

menerus misalnya pada orang yang bertugas kemiliteran (Jenie, 2011).

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila

tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan

fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar

oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu terjadi fraktur, perdarahan biasanya

terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut,

jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya

timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel mast berakumulasi

menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut, aktivitas osteoblast

terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin

direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk

tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang

berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan

darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak

terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,

oklusi darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf

maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment

(Schwartz, 2000).

Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak

seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

12
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,

ligament dan pembuluh darah. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang

akan menderita komplikasi antara lain :nyeri, iritasi kulit karena penekanan,

hilangnya kekuatan otot (Chairuddin, 2007).

2.6 KLASIFIKASI FRAKTUR ANKLE

Terdapat berbagai sistem klasifikasi untuk fraktur Ankle. Dua yang paling

umum digunakan adalah sistem klasifikasi Weber dan Lauge-Hansen. Klasifikasi

Weber memisahkan fraktur pergelangan kaki berdasarkan lokasi fraktur fibular.

13
Tingkat ketidakstabilan ditentukan berdasarkan lokasi fraktur. Fraktur Weber A

menggambarkan fraktur yang distal dengan syndesmosis. Ini biasanya cedera

avulsi dan biasanya stabil. Fraktur Weber B terjadi pada tingkat syndesmosis dan

sering meluas secara proksimal, lateral, dan posterior. Ini biasanya hasil dari rotasi

eksternal. Lima puluh persen dari fraktur Weber B berhubungan dengan robeknya

ligamentum tibiofibular anterior dan tidak stabil dalam hal ini. Fraktur Weber C

terjadi di atas tingkat syndesmosis dan sering terjadi dengan kaki pada pronasi

pada saat cedera; mereka hampir selalu dikaitkan dengan cedera pergelangan kaki

medial, ligamen atau tulang (Toy et al., 2013).

Klasifikasi Lauge-Hansen menggambarkan mekanisme cedera dan secara

kasar dapat dikorelasikan dengan sistem Weber. Seperti disebutkan, sistem ini

menggunakan 2 variabel untuk mengklasifikasikan pola fraktur: posisi kaki pada

saat cedera (pronasi versus supinasi) dan arah gaya deformasi (rotasi eksternal

versus penculikan atau adduksi). Empat pola dijelaskan: supinationadduction

(SAd), supinasi-rotasi eksternal (SER), rotasi pronasi-eksternal (PER), dan

pronasi-penculikan (PAb). Setiap pola memiliki urutan cedera yang relatif

konsisten. Meskipun tampaknya rumit, pola fraktur mengikuti aturan sederhana:

Pada cedera supinasi, kaki yang dipasangkan memiliki ligamentum deltoid yang

santai tetapi ligamen lateral yang kencang, sehingga terlepas dari rotasi eksternal

atau kekuatan aduksi, cedera awal dimulai secara lateral dan berkembang secara

medial, tergantung pada derajatnya. kekuatan, kualitas tulang, dan sebagainya.

Sebaliknya, kaki pronasi memiliki ligamentum deltoid yang tegang, dan cedera

awal dimulai secara medialis dengan fraktur malleolus medial atau pecahnya

14
ligamentum deltoid. Cedera kemudian berkembang secara proksimal dan lateral

ke fibula, di mana mereka menjadi analog dengan cedera Weber C. Pola cedera

yang paling umum adalah tipe SER, yang berkorelasi secara khas dengan pola

Weber B (Toy et al., 2013).

15
Gambar 2. Klasifikasi Lauge-Hansen

16
17
Gambar 3. Klasifikasi Lauge-Hansen lanjutan

Gambar 4. Tabel Klasifikasi Lauge-Hansen

2.7 GAMBARAN KLINIK

Riwayat cedera puntir, diikuti oleh rasa sakit yang hebat dan

ketidakmampuan untuk berdiri di atas kaki menunjukkan sesuatu yang lebih serius

daripada keseleo sederhana. Pergelangan kaki bengkak dan deformitas mungkin

terlihat jelas. Palpasi pada kedua sisi malleolus; jika kedua sisi medial dan lateral

lunak, cedera ganda (tulang atau ligamen) harus dicurigai (Apley and Solomon,

2018).

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

18
Pemeriksaan foto polos merupakan pemeriksaan radiologi yang dianjurkan

untuk menegakkan diagnosis. Setidaknya diperlukan tiga pandangan:

anteroposterior, lateral, dan 30 derajat (mortise view). Tingkat fraktur fibular

paling sering terlihat pada tampilan lateral; diastasis mungkin tidak terlihat tanpa

pandangan mortise. Foto polos lebih lanjut mungkin diperlukan untuk

mengecualikan fraktur fibula proksimal, setinggi lutut. Dari penilaian yang cermat

terhadap foto polos, dapat memungkinkan untuk merekonstruksi mekanisme

cedera (Apley and Solomon, 2018).

Gambar 5. Mortise View Ankle normal

19
Gambar 6. Foto polos AP dan Lateral pada Ankle Injury

Saat menilai foto polos, penting untuk menilai poin-poin berikut

(Maheshwari, 2015):

 Garis fraktur malleoli medial dan lateral harus diperhatikan dengan detail

untuk mengevaluasi jenis cedera pergelangan kaki (klasifikasi Lauge-

Hansen). Fraktur avulsi kecil dari malleoli terkadang terlewatkan. Ini

sering melekat pada seluruh ligamen.

 Syndesmosis Tibio-fibular: Semua cedera pergelangan kaki di mana

fraktur fibula berada di atas mortice, syndesmosis pasti terganggu. Pada

cedera di mana fraktur fibular berada pada tingkat syndesmosis, harus

hati-hati mencari subluksasi lateral talus; jika demikian, lebar ruang sendi

20
antara medial malleolus dan talus akan lebih dari ruang antara permukaan

bantalan tibia dan talus.

 Subluksasi posterior talus harus diperhatikan juga pada rontgen lateral.

 Pembengkakan jaringan lunak pada sisi medial atau lateral dengan tidak

adanya fraktur, harus menimbulkan kecurigaan cedera ligamen. Ini harus

dikonfirmasi setelah pemeriksaan klinis menyeluruh dan rontgen. MRI

dapat membantu.

2.9 PENATALAKSANAAN

Tujuan dari manajemen fraktur malleolar medial, baik dalam isolasi atau

dalam pengaturan atau cedera bi- atau trimalleolar, adalah untuk menghindari

gejala nonunion atau malunion, ketidakstabilan pergelangan kaki yang dinamis,

ketidaksesuaian artikular statis, dan osteoartritis posttraumatic (Kusnezov et al.,

2017).

Manajemen nonoperatif umumnya direkomendasikan untuk fraktur

terisolasi yang tidak berpindah (≤2 mm), untuk cedera avulsi, untuk staging

operasi sebagai akibat dari soft tissue yang terganggu, dan untuk kasus-kasus di

mana terdapat komorbiditas atau preferensi pasien yang tidak mau diintervensi

operasi (Ebnezar and John, 2017).

Manajemen lainnya adalah (Ebnezar and John, 2017):

 Fraktur karena rotasi eksternal: Ini lebih umum dan dapat dikelola baik

dengan metode konservatif maupun operatif.

21
o Metode konservatif: dilakukan pembalikan kekuatan dengan

reduksi tertutup dan aplikasi plaster cast di bawah lutut. Walking

cast dipakai setelah periode satu bulan.

o Metode operasi: Dalam hal ini, malleoli difiksasi, pertama

malleolus lateral difiksasi dengan pin atau screw, dan kemudian

fraktur malleolar medial difiksasi dengan screw tunggal yang tegak

lurus terhadap garis fraktur. Splint dibawah lutut diaplikasi

langsung dan aplikasi cast.

 Fraktur terutama karena abduksi: Fraktur ini lebih jarang daripada fraktur

akibat rotasi eksternal. Meskipun demikian, prinsip-prinsip metodenya

tetap sama. Gaya adduksi diperlukan untuk menghasilkan reduction dan

jika closed reduction gagal, dilakukan open reduction. Selama open

reduction, kedua malleoli diperbaiki.

 Fraktur terutama karena adduksi: Tidak seperti rotasi eksternal dan

abduksi, mekanisme fraktur adduksi lebih sering menjadi fraktur isolasi.

Fragmen-fragmen kominutif kecil dalam garis fraktur sering mencegah

close reduction, sehingga open reduction and internal fixation (ORIF)

diperlukan. Malleolus medial difiksasi terlebih dahulu karena lebih tidak

stabil, dan fraktur diperbaiki dengan dua screw, satu dikanan sudut ke

korteks tibialis dan yang lain dikanan sudut ke garis fraktur. Fraktur fibula

lateral distabilkan dengan plate and screw.

 Fraktur yang dihasilkan terutama dari kompresi vertikal: Ini dapat menjadi

fraktur isolasi atau dikaitkan dengan gaya lain yang dijelaskan di atas.

22
Margin plafon tibialis anterior dan posterior patah. Dua jenis ini sebagai

berikut:

o Fraktur marginal posterior untuk fraktur undisplaced, cukup

pengaplikasian cast dibawah lutut. Untuk lebih dari 25%

keterlibatan permukaan artikular, ORIF dengan dua screw

dianjurkan.

o Fraktur marginal anterior (tibial pilon fracture): Ini mungkin

termasuk himpitan bibir anterior atau mungkin termasuk fragmen

utama. Jika hancur, traksi kalkanealal dianjurkan dan jika ada

fragmen besar, ORIF diperlukan.

2.10 PROSES PENYEMBUHAN

Penyembuhan tulang terbagi menjadi 5, yaitu (Hahn, 2007):

1. Fase Hematoma
Pembuluh darah di sekitar tulang yang mengalami fraktur robek,

akibatnya, tulang disekitar fraktur akan kekurangan nutrisi dan akhirnya

mati sekitar 1-2 mm.

2. Fase Proliferasi Sel


Pada 8 jam pertama fraktur merupakan masa reaksi inflamasi akut dengan

proliferasi sel di bawah periosteum dan masuk ke dalam kanalis medulla.

Bekuan hematom diserap secara perlahan dan kapiler baru mulai

terbentuk.

23
3. Fase Pembentukan Kalus
Sel yang berproliferasi bersifat kondrogenik dan osteogenik. Sel-sel ini

akan membentuk tulang dan juga kartilago. Selain itu sel yang

berproliferasi tersebut juga membentuk osteoklas yang memakan tulang-

tulang yang mati. Massa seluler yang tebal tersebut dan garam-garam

mineralnya terutam kalsium membentuk suatu tulang imatur yang disebut

woven bone. Woven bone ini merupakan tanda pada radiologik bahwa

telah terjadi proses penyembuhan fraktur

4. Fase Konsolidasi
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan

akan membentuk jaringan tulang yang lebih kuat oleh aktivitas osteoblas.

5. Fase Remodeling

24
Jika proses penyatuan tulang sudah lengkap, maka tulang yang baru akan

membentuk bagian yang menyerupai dengan bulbus yang meliputi tulang

tanpa kanalis medularis. Pada fase ini resorbsi secara osteoklastik tetap

terjadi dan tetap terjadi osteoblastik pada tulang.

2.11 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi sebagai berikut (Maheshwari, 2015):

25
1. Kekakuan pergelangan kaki: Setelah imobilisasi dengan cast, terjadi kekakuan.

Pada cedera pergelangan kaki, pemulihan membutuhkan waktu lama karena

kecenderungan edema gravitasi yang dapat menghambat latihan mobilisasi. Ini

paling umum terjadi pada orang tua. Dengan perawatan terus-menerus,

mengelevasi ekstremitas, crepe bandage dan gerakan jari kaki aktif, edema akan

mereda. Mungkin perlu untuk melanjutkan latihan pergelangan kaki untuk waktu

yang lama (6-8 bulan).

2. Osteoartritis: Karena sebagian besar fraktur pergelangan kaki melibatkan

permukaan artikular, sedikit saja pengurangan anatomi yang sempurna dengan

permukaan sendi yang halus dan kongruus akan menyebabkan keausan kartilago

artikular. Ini akan memulai proses osteoartritis degeneratif. Semakin besar

ketidakteraturan permukaan artikular, semakin cepat perubahan degeneratif akan

terjadi. Pasien akan mengeluh nyeri persisten, pembengkakan dan kekakuan sendi.

Setelah terbentuk, osteoartritis tidak dapat dipulihkan. Dalam kasus di mana

kecacatan (nyeri, dll) parah, diperlukan penghilangan sendi dengan

menggabungkan talus ke tibia (arthrodesis ankle).

2.12 PROGNOSIS

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan.

Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa

jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada

penyembuhan fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan

apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai smapai terjadi konsolidasi.

26
Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik

sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan

suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur (Canale, 2016).

BAB 3

KESIMPULAN

Fraktur adalah retaknya tulang, biasanya disertai dengan cedera di jaringan

sekitarnya. Tulang merupakan alat penopang dan sebagai pelindung pada tubuh.

Tanpa tulang tubuh tidak akan tegak berdiri. Fungsi tulang dapat diklasifikasikan

sebagai aspek mekanikal maupun aspek fisiologikal. Dari aspek mekanikal, tulang

membina rangka tubuh badan dan memberikan sokongan yang kokoh terhadap

tubuh. Sedangkan dari dari aspek fisiologikal tulang melindungi organ-organ

dalam seperti jantung, paru-paru dan lainnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. G. and Solomon, L. (2018) Apley and Solomon’s System of

Orthopaedics and Trauma. Tenth Edit. Edited by A. Blom, D. Warwick, and M. R.

Whitehouse. Boca Raton: CRC Press.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI (2013) RISET

KESEHATAN DASAR TAHUN 2013. Jakarta.

Canale ST, Beaty SH, editors. Campbell’s Operative Orthopedics (13th edition).

Tennessee: Elsevier, 2016

Chairuddin Rasjad, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Yarsif Watampone,

Jakarta.

Court-brown, C. M. et al. (2009) ‘Adult ankle fractures — an increasing

problem ? Adult ankle fractures-an increasing problem ?’, 6470(1998). doi:

10.3109/17453679809002355.

28
Ebnezar, J. and John, R. (2017) Textbook of Orthopedics. Fifth Edit. Jaypee

Brothers Medical Publisher.

Hahn B. Clavicle, Fractures and Dislocations. In: Bruno MA, Coombs BD, Pope

Kusnezov, N. A. et al. (2017) ‘Medial Malleolar Fractures and Associated Deltoid

Ligament Disruptions: Current Management Controversies’, 40(2), pp. 216–222.

doi: 10.3928/01477447-20161213-02.

Maheshwari, J. (2015) Essential Orthopaedics. Fifth Edit. Jaypee The Health

Sciences Publisher.

Moore, K. L., Dalley, A. F. and Agur, A. M. R. (2010) Clinically Oriented

Anatomy. Sixth Edit. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Nabil, A. et al. (2014) ‘The Association between Medial Malleolar Fracture

Geometry, Injury Mechanism, and Syndesmotic Disruption’, Foot and Ankle

Surgery. European Foot and Ankle Society. doi: 10.1016/j.fas.2014.08.002.

Schwartz, Shires, Spencer. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi 6. Jakarta:

EGC; 2000. hal 658

Sjamsuhidajat R, de Jong Wim. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC;

2004. hal 846, 858-9

Shearman, A. D. (2013) ‘Clinical assessment of adult ankle fractures’, 74(3), pp.

2013–2016.

Singh, R. et al. (2014) ‘Ankle Fractures : A Literature Review of Current

Treatment Methods’, (November). doi: 10.4236/ojo.2014.411046.

Toy, E. C. et al. (2013) Case Files Orthopaedic Surgery. New York: McGraw Hill

Education.

29
30

Anda mungkin juga menyukai