Anda di halaman 1dari 24

Ragam Info Indonesia

blog ini berisi bermacam - macam info untuk orang indonesia dan luar
indonesia yang membutuhkan info yang menarik untuk hidup yang lebih
baik.

W
W ee dd nn ee ss dd aa yy ,, AA pp rr ii ll 33 ,, 22 00 11 33

AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIH

AYAT M U H K A M D A N M U TA S YA B I H
A. Pengertian
ْ َ ‫ﺼﻠ‬
ٍ ِ‫ﺖ ِﻣ ْﻦ ﻟَﺪ ُْﻥ َﺣ ِﻜ ٍﻴﻢ َﺧﺒ‬
‫ﻴﺮ‬ ْ ‫ﺍﻟﺮ ِﻛﺘَﺎﺏٌ ﺃُﺣْ ِﻜ َﻤ‬
‫ﺖ ﺁَﻳَﺎﺗُﻪُ ﺛُ ﱠﻢ ﻓُ ﱢ‬

Artinya: Alif Lam Ra’, inilah sebuah kitab yang ayat-ayatnya dimuhkamkan,
dikokohkan serta dijelaskan secara rinci, diturunkan dari sisi Allah Yang
Mahabijaksana lagi Mahatahu( QS. 11:1)

ِ ‫ﷲُ ﻧَ ﱠﺰ َﻝ ﺃَﺣْ َﺴﻦَ ْﺍﻟ َﺤ ِﺪﻳ‬


‫ﺚ ِﻛﺘَﺎﺑًﺎ ُﻣﺘَ َﺸﺎﺑِﻬًﺎ َﻣﺜَﺎﻧِ َﻲ ﺗَ ْﻘ َﺸ ِﻌﺮﱡ ِﻣ ْﻨﻪُ ُﺟﻠُﻮ ُﺩ ﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻳَ ْﺨ َﺸﻮْ ﻥَ َﺭﺑﱠﻬُ ْﻢ ﺛُ ﱠﻢ ﺗَﻠِﻴﻦُ ُﺟﻠُﻮ ُﺩﻫُ ْﻢ َﻭﻗُﻠُﻮﺑُﻬُ ْﻢ ﺇِﻟَﻰ‬ ‫ﱠ‬
‫ﱠ‬ ‫ﱠ‬
‫ﻚ ﻫُﺪَﻯ ﷲِ ﻳَ ْﻬ ِﺪﻱ ﺑِ ِﻪ َﻣ ْﻦ ﻳَ َﺸﺎ ُء َﻭ َﻣ ْﻦ ﻳُﻀْ ﻠِ ِﻞ ﷲُ ﻓَ َﻤﺎ ﻟَﻪُ ِﻣ ْﻦ ﻫَﺎ ٍﺩ‬ ‫ﱠ‬
َ ِ‫ِﺫ ْﻛ ِﺮ ﷲِ َﺫﻟ‬

Artinya: Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik, yaitu Al-Quran
yang Mutasyabih dan berulang-ulang, yang karenanya gemetarlah kulit
orang-orang yang takut kepad Tuhan mereka (QS. 39:23).

ٌ َ‫ﺏ َﻭﺃُ َﺧ ُﺮ ُﻣﺘَ َﺸﺎﺑِﻬ‬


‫ﺎﺕ ﻓَﺄ َ ﱠﻣﺎ ﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻓِﻲ ﻗُﻠُﻮﺑِ ِﻬ ْﻢ َﺯ ْﻳ ٌﻎ‬ ِ ‫ﺎﺕ ﻫ ﱠُﻦ ﺃُ ﱡﻡ ْﺍﻟ ِﻜﺘَﺎ‬ ٌ ‫ﺎﺕ ُﻣﺤْ َﻜ َﻤ‬ ٌ َ‫َﺎﺏ ِﻣ ْﻨﻪُ ﺁَﻳ‬ َ ‫ﻚ ْﺍﻟ ِﻜﺘ‬ َ ‫ﻫُ َﻮ ﺍﻟﱠ ِﺬﻱ ﺃَ ْﻧ َﺰ َﻝ َﻋﻠَ ْﻴ‬
‫ﱠﺍﺳ ُﺨﻮﻥَ ﻓِﻲ ْﺍﻟ ِﻌ ْﻠ ِﻢ ﻳَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ ﺁَ َﻣﻨﱠﺎ ﺑِ ِﻪ‬ ِ ‫ﷲُ َﻭﺍﻟﺮ‬ ْ ْ
‫ﻓَﻴَﺘﱠﺒِﻌُﻮﻥَ َﻣﺎ ﺗَ َﺸﺎﺑَﻪَ ِﻣ ْﻨﻪُ ﺍ ْﺑﺘِﻐَﺎ َء ْﺍﻟﻔِ ْﺘﻨَ ِﺔ َﻭﺍ ْﺑﺘِﻐَﺎ َء ﺗَﺄ ِﻭﻳﻠِ ِﻪ َﻭ َﻣﺎ ﻳَ ْﻌﻠَ ُﻢ ﺗَﺄ ِﻭﻳﻠَﻪُ ﺇِ ﱠﻻ ﱠ‬
‫ﺏ‬ ُ
ِ ‫ُﻛ ﱞﻞ ِﻣ ْﻦ ِﻋ ْﻨ ِﺪ َﺭﺑﱢﻨَﺎ َﻭ َﻣﺎ ﻳَ ﱠﺬ ﱠﻛ ُﺮ ﺇِ ﱠﻻ ﺃﻭﻟُﻮ ْﺍﻷَ ْﻟﺒَﺎ‬
Artinya: dialah yang telah menurunkan Al-Quran kepadamu. Diantara isinya ada
ada ayat-ayat muhkam yang merupakan induk, dan lainnya mutasyabih. Adapun
orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka
mengikuti ayat-ayat yang mutasayabih untuk menimbulkan fitnah dan
mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada uang mengetahui takwilnya kecuali
Allah, dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: kami beriman pada
ayat-ayat yang mutasyabih. Semuanya itu dari sisi tuhan kami. (QS. 3:7).

Kita melihat ayat pertama menegaskan bahwa seluruh kandungan Alquran adalah
Muhkam maksudnya adalah bahwa ia itu adalah kukuh dan jelas, ayat kedua
menjelaskan bahwa seluruh kandungan adalah mutasayabih, maksudnya ialah
bahwa ayat-ayatnya berada dalam satu ragam keindahan, gaya, kemanisan
bahasa, dan daya ungkap yang luar biasa. Sedangkan ayat ketiga membagi
Al-Quran menjadi dua bagian. Yaitu muhkam dan mutasyabih.
Allah SWT memberitahukan bahwa didalam Al-Quran ada ayat-ayat muhkamat
yang merupakan pokok-pokok Al-Kitab ayat muhkamat artinya ayat yang jelas
dan tidak samar bagi siapapun dan mengandung ayat-ayat yang maknanya samar
oleh kebanyakan orang. Dan yang lain ayat Mutasyabihat yakni ayat yang
maknanya berkemungkinan sejalan dengan ayat muhkan atau sejalan dengan ayat
lain dari segi lafaz dan susunanya bukan dari segi maknanya.
Kesimpulan dari ayat-ayat ini adalah:
Pertama, muhkam adalah ayat-ayat yang maksud (isyaratnya) jelas dan tegas
sehingga tidak menimbulkan kekeliruan pemahaman, sedangkan ayat-ayat
mutasyabih tiak demikian.
Kedua, setiap orang beriman yang kukuh imannya wajib beriman kepada
ayat-ayat muhkam dan mengamalkannya. Ia juga wajib beriman kepada ayat-ayat
mutasyabih, tetapi juga untuk mengamalkannya.
Para ulama berikhtilaf ihwal ayat muhkam jdan mutasyabih. Ibnu Abbas
berpendapat, ayat muhkam ialah ayat yang menasakh, ayat yang berkenaan
dengan yat yang halal, haram, had-had, hokum-hukum, perkara yang
diperintahkan, dan yang harus dikerjakan. Dari Ibnu Abbas dikatakan pula, ayat
muhkamat ialah seperti apa yang dikatakan allah dalam firmannya. “katakanlah,
marilah kubacakan apa yang diharamkan atasmu oleh Tuhanmu, yaitu janganlah
kamu mempersekutukan sesuatu dengan dia”. Dan firman Allah “ dan Tuhanm,u
tel;ah menetapkan, janganlah kamu menyembah kecuali kepada-nya, serat
ayat-ayat yang sesudahnya”. Yahya bin Ya’mar berkata, “ Ayat muhkamat ialah
yang menyangkut macam-macam kewajiban, perintah, halal, dan haram. Menurut
Abu Fakhitah, ayat mutasyyabihat ialah ayat-ayat pembuka surat.
Muhkan dan Mutasyabih dalam Arti umum
Muhkam berarti sesuatu yang dikokohkan ihkam al kalam berarti mengokohkan
perkataan dengan mengisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan
yang lurus dari yang sesat. Jadi, kalam muhkam adalah perkataan yang seperti itu
sifatnya.
Dengan pengertian inilah Allah mensifati Al-Qur’an bahwa seluruhnya adalah
muhkam sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya di atas.
Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh yakni bila salah satu dari dua hal
serupa dengan yang lain dan syubhah ialah keadaan dimana salah satu dari dua
hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan diantara
keduanya secaraq konkrit maupun abstak, dikatakan pula mutasyabi adalah
mutasamil (sama) dalam perkataan keindahan, jadi tasyabuh al-kalam adalah
kesamaan atau kesesuaian perkataan, karena sebagiaannya membetulkan
sebagian yang lain.
Dengan pengertian inilah Allah mensifati Al-Quran bahwa seluruhnya adalah
mutasyabih sebagaimana dijelaskan dalam surah 39:23
Dengan demikian, maka Al-Qur’an itu seluruhnya mutasyabih, maksudnya
Qur’an itu sebagian kandungannya serupa dengan sebagian yang lain dalam
kesempurnaan dan kkeindahannya, dan sebagiannya membenarkan sebagian
yang lian serta sesuai pula maknanya, inilah yang dimaksud dengan at-tasyabuh
al-‘amm atau mutsyabih dalam arti umum.

Muhkam dan Mutasyabih dalah arti khusus


Dalam Al-qur’an terdapat ayat-ayat yang muhkam dan mutasyabih dalm arti
mkhusus. Mengenai pengertian muhkam dan mutasyabih terdapat banyak
perbedaan pendapat. Yang terpenting diantaranya sebagai berikut:
1. Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedang
mutasyabihhanyalah diketahui maksudnya oleh Allah
2. Muhkam adalah ayat yang mengandung satu wajah, sedangkan mutasyabih
mengandung banyak wajah
3. Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara lagsung, tanpa
memerlukan keterangan lain, sedang mutasyabiih tidak demikian; ia memerlukan
penjelasan dengan merujuk pada ayat-ayat lain.
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh ulama tafsir mengenai muhkam
dan mutasyabih :
1. As-Suyuthi, muhkam adalah sesuatu yang telah jelas artinya, sedangkan
mutasyabih adalah sebaliknya.
2. Menurut Imam Ar-Razi, muhkam adalah ayat-ayat yang dalalanya kuat baik
maksud maupun lafaznya, sedangkan mutasyabih adalah ayat-ayat yang
dalalahnya lemah, masih bersifat muzmal, memerlukan takwil, dan sulit
dipahami.
3. Menurut Manna Al-Qatthan muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat
diketahui secara langsung dan tanpa memerlukan keterangan lain, sedangkan
mutasyabih tidak seperti itu, ia memerlukan penjelasan dengamn menunjuk
kepada ayat lain.
Dari pendapat-pendapat tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang muhkam dan
mutasyabih diatas, dapat disimpulkan bahwa ayat muhkam adalah ayat-ayat yang
sudah jelas baik, lafaz maupun maksudnya sehingga tidak menimbulkakn
keraguan dan keliruan bagi orang yang memahaminya. Ayat yang muhkam ini
tidak memerlukan takwil karena telah jelas. Lain hal nya dengan ayat-ayat
mutasyabih. Ayat-ayat mutasyabbih ini merupakan kumpulan ayat-ayat yang
terdapat dalam Al-Qur’an yang masih belum jelas maksudnya, hal itu
dikarenakan ayat mutasyabih bersifat muzmal (gloobal) dia membutuhkan
rincian lebih dalam. Selain bersifat muzmal ayat-ayat tersebut juga bersifat
mu’awwal sehingga karena sifatnya ini seseorang dapat mengetahui maknanya
setelah melakukan pentakwilan.
Dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud muhkamat
adalah ayat-ayat yang telah jelas dengan sendirinya, tegas, dan terang maknanya
dan tidak mengandung keraguan didalam lafaz dan maknanya. Sedangkan yang
dimaksud mutasyabihat adalah ialah ayat-ayat yang mengandung banyak
penafsiran karena serupa dengan ayat-ayat lainnya baik dari segi literalnya
maupun dari segi maknanya.
Mutasyabih terbagi menjadi tiga kategori:
1. Kategori mutasyabih yang sama sekali tidak ada jalan bagi manusia untuk
mengetahuinya, seperti waktu kiamt, kelurnya binatang-binatang diatas muka
bumi dan jenis binatang tersebut.
2. Kategori mutasyabih yang manusia memiliki kemungkinan untuk
mengetahhuinya seperti kata-kata yang asing dan hukum-hukum yang ambigu.
3. Kategori mutasyabih yang berada diantara dua kategori tersebut yang
hakikatnya hanya dapat diketahui oleh sebagian orang yang mendalam ilmunya,
dan tidak dapat diketahui oleh selain mereka. Inilah kategori mutasyabih yang
disyaratkan oleh sabda Nabi SAW:
“ ya Allah, berilah dia kefahaman didalam urusan agama, dan ajarilah dia takwil”

B. Contah-Contoh Ayat Muhkam dan Mutasyabih


1. Contoh ayat muhkam

َ‫ﷲ‬ ‫ﻳَﺎ ﺃَﻳﱡﻬَﺎ ﺍﻟﻨﱠﺎﺱُ ﺇِﻧﱠﺎ َﺧﻠَ ْﻘﻨَﺎ ُﻛ ْﻢ ِﻣ ْﻦ َﺫ َﻛ ٍﺮ َﻭﺃُ ْﻧﺜَﻰ َﻭ َﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ُﻛ ْﻢ ُﺷﻌُﻮﺑًﺎ َﻭﻗَﺒَﺎﺋِ َﻞ ﻟِﺘَ َﻌﺎ َﺭﻓُﻮﺍ ﺇِ ﱠﻥ ﺃَ ْﻛ َﺮ َﻣ ُﻜ ْﻢ ِﻋ ْﻨ َﺪ ﱠ‬
‫ﷲِ ﺃَ ْﺗﻘَﺎ ُﻛ ْﻢ ﺇِ ﱠﻥ ﱠ‬
‫َﻋﻠِﻴ ٌﻢ َﺧﺒِﻴ ٌﺮ‬
Artinya: “ hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang
laki-laki dan seorang perempuan dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal”. (Al-Hujarat:
13)

‫ﻳَﺎ ﺃَﻳﱡﻬَﺎ ﺍﻟﻨﱠﺎﺱُ ﺍ ْﻋﺒُﺪُﻭﺍ َﺭﺑﱠ ُﻜ ُﻢ ﺍﻟﱠ ِﺬﻱ َﺧﻠَﻘَ ُﻜ ْﻢ َﻭﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ِﻣ ْﻦ ﻗَ ْﺒﻠِ ُﻜ ْﻢ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَﺘﱠﻘُﻮﻥ‬
Artinya: “hai manusia, sembahlah tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”. (Al-Baqarah: 21)

‫ﷲُ ْﺍﻟﺒَ ْﻴ َﻊ َﻭ َﺣ ﱠﺮ َﻡ ﺍﻟ ﱢﺮﺑَﺎ‬


‫َﻭﺃَ َﺣ ﱠﻞ ﱠ‬
Artinya: “ Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
(Al-Baqarah: 275)
2. Contoh ayat Mutasyabih
‫ﺵ ﺍ ْﺳﺘَ َﻮﻯ‬ ِ ْ‫ﺍﻟﺮﱠﺣْ َﻤﻦُ َﻋﻠَﻰ ْﺍﻟ َﻌﺮ‬
Artinya: “ yaitu Tuhan Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arsy”.
(Thaha: 5)
ُ‫ﻚ ﺇِ ﱠﻻ َﻭﺟْ ﻬَﻪ‬ ٌ ِ‫ُﻛﻞﱡ َﺷ ْﻲ ٍء ﻫَﺎﻟ‬
Artinya: “ tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali wajah Allah”. (Al-qashash: 88)

‫ﻕ ﺃَ ْﻳ ِﺪﻳ ِﻬ ْﻢ‬ ‫ﻳَ ُﺪ ﱠ‬


َ ْ‫ﷲِ ﻓَﻮ‬
Artinya: “tangan-tangan Allah diatas tangan mereka”. (Al-Fath: 10)

C. Pembagian ayat-ayat mutasyabih


1. Mutasyabih daris segi Lafaz
a. Yang dikembalikan kepada lafaz yang tunggal yang sulit pemaknaannya
seperti, dan . dan yang dilihat dari segi gandanya lafaz itu dalam pemakaiannya
seperti lafaz
b. Lafaz yang dikembalikan kepada bilangan susunan kalimatnya yang seperti ini
ada tiga macam :
1. Mutasyabih karena ringkasan kalimat, seperti firman Allah
Yang dimaksud dengan disini sudah mencakup
2. Mutasyabih karena luasnya kalimat, seperti firman Allah :
Niscaya akan lebih mudah dipahami jika diungkapkan dengan
3. Mutasyabih karena susunan kalimat, seoerti firman Allah :

Akan lebih mudah dipahami bila diunggkapkan dengan

2. Mutasyabih dari segi maknanya


Mutasyabih ini adalah menyangkut sifat-sifat Allah, sifat hari kiamat, bagaimana
dan kapan terjadinya.semua sifat yang demikian tidak dapat di gambarkan secara
konkret karena kejadiannya belum pernah dipahami oleh siapapunn.
3. Mutasyabih dari segi lafaz dan makna
Mutasyabih da;lam segi ini menurut As-suyuthi, ada lima macam
Mutasyabih dari segi kadarnya, seperti lafaz umum dan khhususØ

Mutasyabih dari segi caranya, seperti perintah wajib dan sunnahØ

Mutasyabih dari segi waktuØ

Mutasyabih dari segi tempat dan suasana ayat itu diturunkanØ

Mutasyabih dari segi syarat-syarat sehingga suatu amalan ituØtergantung dengan


ada atau tidaknya syarat yang dibutuhkan, misalnya ibadah shalat dan nikah tidak
dapat dilaksanakan jika tidak cukup syaratnya.

D. Hikmah adanya ayat-ayat Mutasyabih


Ada seseorang yang bertanya “ mengapa Allah menjadikan ayat Mutasyabihat di
dalm kitab suci-Nya, dan mengapa tidak dijadikan semua ayatnya muhkamat ?
Bagi orang yang mengetahui tabiat manusia sebagai mahluk yang memiliki
kebebasan berakal, dan diberi beban kewajiban; yang tidak seperti binatang
ternak, atau benda-benda padat yang dapat dibentuk; atau seperti malaikat yang
diberi fitrah untuk taat tanpa pengaruh keinginnan mereka….karena manusia
dapat mengaktikan kekuataan dan kemampuan aklnya.
Bagi rang yang mengetahui sifat suatu agama, dan sifat pemberian beban
kewajiban yang berlaku didalamnya; yakni kewajiban yang di dalamnya terdapat
beban dan jerih payah yang dimaksudkan sebagai pelatihan manusia di dunia
demi kehidupannya yang abadi di akhirat, dengan adanya konsekuensi pemberia
pahala dan balasan atas jerih payah itu.
Bagi orang yang mengatahui tabiat Islam yang berbicara kepada oranmg-orang
yang mau mempergunakan akalnya, dan hendak menggerakkan akal mereka
untuk meneliti dan melakukan ijtihad; mengkaji dan mengambil kesimpuln, serta
tidak menghendaki mereka bermalas-malasan dan tidak mau berpikir.
Dan bagi orang yang mengetahui berbagai tabiat manusia diantara mereka ada
yang senang terhadap bentuk lahiriah dan telah merasa cukup dengan bentuk
literal suatu nash,. Ada yang memberikan perhatian kepada spiritualitas suatu
nash, dan tidak merasa cukup dengan lahiriahnya; sehingga ada orang yang
menyerahkan diri kepada Allah dan ada orang yang melakukan penakwilan, ada
manusia intelak dan ada manusia spiritual. Karena Al-qur’an ditujukan untuk
semua kalangan manusia, maka kebijakan Allah menghendaki firman-Nya
mencakup semua kategori tersebut, dan mengandung berbagai petunjuk dan
dalil-dalil yang memberikan bimbingan kepada kebaikan, tentunya setelah
mereka berjerih payah meneliti dan mencarinya, sehingga mereka dapat mersaih
derajat yang tinggi di dunia ini, dan diberi pahala di akhirat kelak.

Ayat-ayat al-Quran baik yang muhkam maupun yang mutasyabih semuanya


bersumber dari Allah swt. Jika yang muhkam maknanya jelas dan mudah
dipahami sementara yang mutasyabih maknanya samar dan tidak semua orang
dapat manangkapnya, mengapa tidak sekalian saja diturunkan muhkam sehingga
semua orang dengan mudah memahaminya. Oleh karena itu para ulama berusaha
melakukan pengkajian untuk mengetahui rahasia dan hikmah tersebut.
Adapun hikmah keberadaan ayat-ayat mutasyabih dalam al-Quran diantaranya :

1. Ayat-ayat mutasyabih mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk


mengungkap maksudnya dengan jalan lebih giat belajar, tekun mengkaji
sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya.
2. Sekiranya al-Quran seluruhnya muhkam tentunya hanya ada satu mazhab.
Sebab, kejelasannya akan membatalkan semua mazhab diluarnya.
Sedangkan yang demikian tidak dapat diterima semua mazhab dan tidak
memanfaatkannya. Akan tetapi jika al-Quran mengandung muhkam dan
mutasyabih maka masing-masing dari penganut mazhab akan mendapatkan
dalil yang menguatkan pendapatnya.
3. Ayat-ayat mutasyabihat merupakan rahmat Allah Swt bagi manusia yang
lemah yang tidak mampu mengetahui segala sesuatu.
4. Keberadaan ayat-ayat ini juga merupakan cobaan dan ujian bagi manusia,
apakah mereka percaya atau tidak tentang hal-hal ghaib berdasarkan berita
yang disampaikan oleh orang benar.
5. Sebagai bukti atas kelemahan dan kebodohan manusia. Bagaimanapun
besar kesiapan dan banyak ilmunya, namun Tuhan sendirilah yang
mengetahui segala-galanya.
6. Adanya ayat-ayat mutasyabih dalam al-Quran merupakan sebuah bukti
kemukjizatannya.
7. Mempermudah orang menghafal dan memeliharanya. Sebab setiap lafal
yang mengandung banyak penafsiran yang berakibat pada ketidakjelasan
akan menunjuk banyak makna. Sekiranya makna-makna tersebut
diungkapkan dengan lafal secara langsung niscaya al-Quran menjadi
berjilid-jilid. Hal ini tentunya menyulitkan untuk menghafal dan
memeliharanya.
8. Memberikan ruang kepada manusia untuk menggunakan potensi yang ada
yaitu akal disamping dalil-dalil yang naqli. Untuk berperan dalam
mengemukakan argumen sehingga ia bebas dari taqlid.1

H i k m a h Ay a t - a y a t M u h k a m a t
Adanya ayat-ayat muhkamatdalam al-Quran jelas banyak hikmahnya bagi umat
manusia, diantaranya sebagai berikut :

1. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang yang kemampuan bahasa


Arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti
maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.
2. Memudahkan manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan
mereka dalam mengahayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan
pelaksanaan ajaran-ajarannya.
3. Mendorong umat agar giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi
kandungan al-Quran.
4. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi
ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat
menjelaskan arti maksudnya.
5. Memperlancar usaha penafsiran atau penjelasan maksud kandungan
ayat-ayat al-Quran.
6. Membantu para guru, dosen, muballigh, dan juru dakwah dalam usaha
menerangkan isi ajaran kitab al-Quran dan tafsiran ayat-ayatnya kepada
masyarakat.

Mempercepat usaha tahfidzul Qur’an (penghafalan al-Quran).

M A K A L A H AYAT- AYAT M U H K A M AT D A N M U TA S YA B I H AT

Al-Qur’an al-karim adalah wahyu ilahi yang diturunkan kepada penutup


para nabi, Muhammad ibn Abdullah SAW, baik secara lapaz, makna, maupun
gaya bahasa, yang ditulis dalam berbagai mushaf (kitab atau buku lengkap) dan
diriwayatkan dirinya secara mutawatir.[[1 ]
Al-Qur’an merupakan sandaran Islam yang senantiasa dinamis dan mukjizat
abadi, yang mampu mengalahkan dan senantiasa mengalahkan kekuatan manusia
sepanjang sejarah kehidupan sejarah kehidupan umat manusia. Ia merupakan
aturan Islam yang mencakup seluruh aspek dasar kehidupan umat manusia yang
sesuai dengan fitrah manusia dan bersumber dari kedalaman hati nurani manusia.
Al-Qur’an sendiri memiliki kewibawaan yang tak tertandingi jika
dibandingkan dengan kewibawaan umat manusia. Ia sama sekali tidak tunduk
terhadap kekuatan yang bathil, dan sebaliknya, mampu menjadikan mereka
tunduk dan menerima kepemimpinan al-Qur’an yang adil dan bijaksana. Pada
akhirnya, dengan mempelajari al-Qur’an, mereka dapat menerima al-Qur’an
dengan rasa cinta, kerinduan, dan kesucian.[2] Menurut penulis al-Qur’an kitab
suci satu-satunya yang dibaca orang banyak orang, baik yang mengerti atau yang
tidak mengerti akan maknanya, karena dari al-Qur’an terlahir banyak cabang
disiplin ilmu yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah, maka dengan adanya
makalah sederhana ini mudah-mudahan bisa lebih menambah khazanah dan
wawasan kita dalam memahami isi kandungan al-Qur’an. Dalam pembuatan
makalah ini juga penulis tidak mencantumkan jumlah dan bilangan ayat muhkam
serta mutasyabihat menurut pendapat ulama dikarenakan kurangnya referensi
yang kami miliki dan juga tidak adanya kesepakatan para ulama dalam
menentukan jumlah bilangan ayat muhkam dan mutasyabihat.

A. Pengertian ayat muhka m dan mutasyabihat


Menurut etimologi muhkam artinya suatu ungkapan yang maksud dan
makna lahirnya tidak mungkin diganti atau diubah (ma ahkam al-murad bih ‘an
al-tabdil wa al-taghyir) adapun mutasyabih adalah ungkapan yang maksud dan
maknanya samar (ma khafiya bi nafs al-lafzh).[3]
Sedangkan menurut pengertian terminology, muhkam dan mutasyabih
diungkapkan para ulama, seperti: ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya
dapat diketahui secara gamblang, baik melalui takwil (metapora) atau tidak.[4]
Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat
diketahui Allah SWT, seperti saat kedatangan hari kiamat, keluarnya Dajjal,
huruf-huruf muqththa’ah.[[5 ]
Muhkam menurut bahasa mempunyai arti yang banyak, seperti
kekukuhan, keserupaan, keseksamaan dan keserupaan. Namun, meskipun
demikian dapat dikembalikan kepada satu arti saja, yaitu alman’u (pencegahan).
Adapun mutasyabihat menurut pengertian bahasa biasanya dipergunakan untuk
sesuatu yang menunjukan kepada kesamaan di dalam keserupaan dan keraguan
yang pada galibnya membawa kepada kesamaran,[6]
Muhkam ayat yang mengandung penakwilannya hanya mengandung satu
makna, sedangkan mutasyabih adalah ayat yang mengandung pengertian
bermacam-macam.[7] Muhkam adalah ayat yang maknanya rasional, artinya
dengan akal manusia saja pengertian ayat itu dapat ditangkap. Tetapi ayat-ayat
mutasyabih mengandung pengertian yang tidak dapat dirasionalkan. Misalnya
bilangan rakaat di dalam sholat lima waktu. Muhkam adalah ayat yang nasikh
dan padanya mengandung pesan pernyataan halal, haram, hudud, faraidh dan
semua yang wajib di amalkan. Adapun mutasyabih yaitu ayat yang padanya
terdapat mansukh, dan qasam serta yang wajib di imani tetapi tidak wajib
diamalkan lantaran tidak tertangkapnya makna yang dimaksud.[8]
Muhkam ialah ayat yang berdiri sendiri dan tidak memerlukan
keterangan. Mutasyabih ialah ayat yang tidak berdiri sendiri, tetapi memerlukan
keterangan tertentu dan kali yang lain diterangkan pula karena terjadinya
perbedaan dalam menakwilnya.[9]
Muhkam ialah ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak
mengandung kemungkinan nasakh. Mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi
(maknanya), tidak diketahui maknanya baik secara aqli maupun naqli, dan inilah
ayat-ayat yang hanya Allah SWT mengetahuinya, seperti datangnya hari kiamat,
huruf-huruf yang terputus-putus di awal-awal surat. Pendapat ini di bangsakan
Al-Alusi kepada pemimpin-pemimpin mazhab Hanafi.[10]
Al-Qur’an seluruhnya muhkamah, jika yang dimaksud dengan
kemuhkamahannya adalah susunan lafal al-Qur’an dan keindahan Nazmnya.
Sungguh sangat sempurna tidak ada sedikitpun terdapat kelemahan padanya, baik
dalam segi lafalnya, maupun dalam segi maknanya.[11]Dengan pengertian inilah
Allah SWT menurunkan al-Qur’an sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
sebuah kitab yang telah dikokohkan ayat-ayat-Nya (Q.s. Hud: 11:1).
“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta
dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha
Bijaksana lagi Maha tahu” (Q.s Hud [11]:1)[12]

Adapun tafsiran ayat tersebut adalah: Inilah, suatu kitab yang agung
tuntunannya dan yang ayat-ayatnya di susun dengan rapi oleh Allah SWT, tanpa
campur tangan makhluk, kemudian setelah keistimewaannya yang demikian
agung dalam kedudukannya sebagai suatu kitab yang utuh, ia bertambah
istimewa lagi karena ayat-ayatnya di jelaskan secara terperinci juga oleh Allah
SWT dan oleh Rasul-Nya yang sejak semula diturunkan dari sisi Allah Yang
Maha Bijaksana Lagi Maha Tahu kepadamu, wahai Muhammad, kami
menurunkannya demikian itu agar kamu semua, wahai manusia dan jin, tidak
menyembuhkan selain Allah.[[1 3 ] Setelah menjelaskan keistimewaan al-Qur’an
dijelaskannya fungsi Nabi Muhammad, yang menerima dan menyampaikannya,
yakni sesungguhnya akukhusus terhadap kamu semua, wahai manusia dan jin,
diutus dari-Nya yakni dari Allah SWT, bukan atas kehendakku adalah pemberi
peringatan sempurna bagi yang durhaka dan pembawa kabar gembira yang
mencapai puncaknya bagi yang taat.[14]Kita juga dapat mengatakan, bahwa
seluruh al-Qur’an adalah mutasyabihat, jika kehendaki dengan
kemutasyabihannya, ialah kemutamatsilan I’jaz dan kesulitan kita
memperhatikan kelebihan sebagian sukunya atau yang lain.[15]Dengan
pengertian inilah Allah AWT menurunkan al-Qur’an seperti yang ditandaskan
dengan firman-Nya, (Q.s. Al-Zumar [23]: 39)
Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa
(mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang
yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di
waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki
siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak
ada seorangpun pemberi petunjuk baginya. (Q.s. Az-Zumar [39]: 23).[16]

Di dalam tafsir Al-Maragi diterangkan mengenai ayat di atas” Allah


menurunkan perkataan yang terbaik yaitu Al-Qur’an-karim yang sebagiannya
menyerupai sebagian yang lain dalam kebenarannya dan hikmat, juga
sebagaimana bagian-bagian dari air dan udara saling menyerupai sesamanya,
juga sebagaimana bagian-bagian dari tumbuh-tumbuhan dan bunga saling
menyerupai sesamanya. Bagian-bagian dari al-Qur’an itu di ulang-ulang kisah-
kisahnya, berita-beritanya, perintah-perintahnya, larangan-larangannya, janji dan
ancamannya.[17]Apabila dibaca ayat-ayat azab dari al-Qur’an, maka kulit
menjadi gemetar dan hati menjadi takut. Sedang apabila dibaca rahmat dan janji,
maka kulit menjadi lunak sedang hati menjadi tenang; jiwa menjadi tentram.
As-Sajad berkata: Apabila ayat-ayat disebutkan, maka gemetarlah kulit
orang-orang yang takut kepada Allah SWT. Dengan kitab itulah Allah SWT
memberi petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki, memberi taufik dan
beriman. Dan barang siapa yang di hinakan oleh Allah SWT sehingga ia tidak
beriman kepada al-Qur’an dan tidak membenarkannya, maka tak ada orang yang
dapat mengeluarkan dia dari kesesatan dan tak ada yang dapat memberi taufik
kepadanya untuk menempuh jalan yang benar. Kemudian Allah SWT
menyebutkan alasan dari hal tersebut, yaitu perbedaan orang yang mendapatkan
petunjuk dan orang yang sesat.[18]
Dalam bukunya Ahmad Von Denffer mengatakan kata ahkam (tunggal,
hukum) berasal dari kata hakama, yang berarti memutuskan diantara dua
masalah. Apabila kata tersebut dalam bentuk jamak, maka artinya adalah
penilaian, keputusan, dan lebih praktis lagi adalah mengambil keputusan dengan
merujuk pada ayat-ayat al-Qur’an terutama yang berkaitan dengan hukum yang
mengatur, dan juga termasuk menentukan kebenaran dan kekeliruan. Inilah yang
disebut ahkam umum. Mutasyabihat (tunggal, mutasyabihat) berasal dari kata
syubiha yang artinya meragukan. Dalam verbal noun berbentuk jamak artinya
tidak tentu, atau hal yang meragukan. Dalam pengertian praktis, adalah ayat-ayat
al-Qur’an yang artinya tidak jelas, atau belum sepenuhnya.[19]
Muhkam menurut bahasa terambil dari ahkamutud debaaah wa ahkamad,
artinya melarang. Hukum yaitu pemisah antara dua hal. Hakim melarang orang
dzolim dan memisah dua orang yang bermusuhan. Membedakan yang hak dan
yang bathil, yang benar dan yang dusta. Mutasyabuh menurut bahasa terambil
dari tasyabih, yaitu yang satu diserupakan dengan yang satu lagi. Sabhatu artinya
tidak berbeda yang satu dan yang satu lagi.[20]
Pendapat Ragihib Isfahani mengatakan bahwa mutasyabih adalah ayat
yang sulit ditafsirkan karena adanya kesamaran dengan yang lain, baik dari sisi
lafazh seperti al-yadd, al-‘ayn dan lain-lain.[21]Mutasyabih dari segi makna
adalah seperti sifat-sifat Allah SWT dan sifat-sifat hari kiamat, sebab sifat-sifat
tersebut tidak bisa kita vaktualisasikan karena tidak tergambar di dalam jiwa dan
bukan genus sehingga kita bisa merasakannya.[22]
Pendapat Asham, muhkam adalah ayat yang dalilnya jelas, seperti
dalil-dalil tentang keesaan, kekuasaan, dan hikmah sementara mutasyabih adalah
ayat yang membutuhkan perenungan dan pemikiran untuk menjelaskannya.[23]
Dari beberapa definisi diatas dapat penulis simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan ayat muhkam adalah ayat yang sudah jelas maksudnya
walaupun tanpa dijelaskan dengan ayat-ayat yang lain. Sedangkan yang
dimaksud dengan ayat mutasyabihat adalah ayat yang masih memerlukan
penjelasan dari ayat yang lain karena masih samar-samar.

B. S i k a p P a r a U l a m a Teerrh a d a p Ay a t - Ay a t M u t a s y a b i h a t
1. Madzab Salaf, yaitu para ulama yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat
mutasyabih dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT sendiri. Mereka
menyucikan Allah SWT dari pengertian-pengertian lahir yang musahil Qur’an.
diantara ulama yang masuk dalam kelompok ini adalah Imam Malik bagi Allah
SWT dan mengimaninya sebagaimana yang diterangkan dalam al-Qur’an ketika
ditanya tentang istiwa; ia menjawab: Istiwa itu maklum, sedangkan caranya
diketahui, dan mempelajarinya bid’ah. Aku kira engkau adalah orang yang tidak
baik. Keluarkanlah ia dari tempatku.
Ibn Ash-Shalah menjelaskan bahwa mazhab salaf ini dianut oleh generasi dan
pemuka umat Islam pertama. Mazhab ini pulalah yang dipilih imam-imam dan
para pemuka fiqih. Kepada mazhab ini pulalah, para imam dan pemuka Hadis
mengajak para pengikutnya. Tidak ada seorang pun di antara para teolog dari
kalangan kami yang menolak mazhab ini.[24]
2. Mazhab khalaf, yaitu para ulama yang berpendapat perlunya menakwilkan
ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat-sifat Allah SWT sehingga
melahirkan arti yang sesuai dengan keluhuran Allah SWT. Imam Al-Haramain
(w.478 H) pada mulanya termasuk mazhab ini, tetapi kemudian menarik diri
darinya. Dalam Ar- Risalah An-Nizamiyah, ia menuturkan bahwa prinsip yang
dipegang dalam beragama adalah mengikuti mazhab salaf sebab mereka yang
memperoleh derajat dengan cara tidak menyinggung ayat-ayat mutasyabih.
Untuk menengahi kedua mazhab yang kontradiktif itu, Ibn Daqiq Al-Id
mengatakan bahwa apabila penakwilan yang dilakukan terhadap ayat-ayat
mutasyabih dikenal oleh lisan Arab, penakwilan itu tidak perlu di ingkari. Jika
dikenal oleh lisan Arab, kita harus mengambil sikap tawqquf (tidak
membenarkan dan tidak pula menyalahkannya) dan mengimani maknanya sesuai
apa yang dimaksud ayat-ayat itu dalam rangka mensucikan Allah SWT. Namun,
bila arti lahir ayat-ayat itu dapat di pahami melalui percakapan orang Arab, kita
tidak perlu mengambil sikap tawqquf.
Ibn Quthaibah (w.276 H ) menentukan dua syarat bagi absahnya sebuah
penakwilan. Pertama, makna yang dipilih sesuai dengan hakikat kebenaran yang
di akui oleh mereka yang memiliki otoritas. Kedua, arti yang dipilih dikenal oleh
bahasa Arab yang klasik, syarat yang dikemukakan ini lebih longgar dari pada
syarat kelompok Azh-Zhahiriyahyang menyatakan bahwa arti yang dipilih
tersebut harus dikenal secara populer oleh masyarakat Arab pada masa awal.[25]

C . H i k m a h K e b e r a d a a a n Ay a t M u t a s y a b i h D a l a m a ll-- Q u r ’ a n
Diantara hikmah keberadaan ayat-ayat mutasyabih di dalam al-Qur’an
dan ketidak mampuan akal untuk mengetahuinya adalah sebagai berikut:
1. Memperlihatkan kelemahan akal manusia.
Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih
sebagaimana Allah SWT memberikan cobaan pada badan untuk beribadah.
Seandainya akal merupakan anggota badan paling mulia itu tidak di uji, tentunya
seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya
sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya.[26]
Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap
Allah SWT karena kesadarannya akan ketidak mampuan akalnya untuk
mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.[27]Menurut penulis disini keimanan kita
di uji apakah kita percaya atau tidak terhadap ayat-ayat mutasyabih, karena
ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang memang masih samar-samar sehingga
keimanan kita di uji kembali. Jika seluruh ayat al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat
muhkamat, maka sirnalah ujian keimanan dan amal perbuatan lantaran pengertian
ayat-ayat yang jelas dan sebaliknya orang yang tidak tahan uji terhadap cobaan
maka mereka akan ingkar terhadap ayat-ayat mutasyabihat.
2. Teguran bagi orang-orang yang mengotak atik ayat mutasyabih.
Sebagai cercaan terhadap orang yang mengotak-atik ayat-ayat
mutasyabih. Sebaliknya, memberikan pujian pada orang-orang yang mendalami
ilmunya, yakni tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat
mutasyabih sehingga mereka berkata” rabbanaa la tuzigh quluubana. [28]Mereka
menyadari keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu laduni. menurut penulis
disini Allah memberikan pujian bagi orang yang beriman karena keimanannya
dan memberikan petunjuk-Nya. Sementara bagi orang kafir yang suka
mengotak-atik ayat-ayat al-Qur’an Allah SWT akan tambah menyesatkan
mereka. Adanya ayat muhkam memudahkan manusia mengetahui maksud ayat
tersebut dan menghayati untuk diamalkan dalam kehidupan. Disisi lain, adanya
mutasyabihat memotivasi manusia untuk senantiasa menggunakan dalil akal di
samping dalil naqal.
Allah SWT sengaja menjadikan al-qur’an yang muhkam dan mutasyauh
sebagai ajang uji coba atas keimanan hamba-hamba-Nya. Orang yang benar
keimanannaya sadr bahwa al-qur’an seluruhnya dari sisi Allah SWT dan segala
yang datang dari Allah SWT adalah haq dan tidak tercampur dengan kebathilan
atau hal yang bertentangan.
3. Memberikan pemahaman absrak ilmiah kepada manusia melalui pemahaman
inderawi yang biasa disaksikannya.
Sebagaimana dimaklumi bahwa pemahaman diperoleh manusia tatkala ia
diberi gambaran inderawi terlebih dahulu. Dalam kasus sifat-sifat Allah SWT,
sengaja Allah SWT memberikan gambaran fisik agar manusia dapat lebih
mengenal sifat-sifat-Nya. Bersamaan dengan itu, bahwa dirinya tidak sama
dengan hamba-Nya dalam hal pemilikan anggota badan[29]. Menurut penulis
adanya muhkam dan mutasyabihat sebagai bukti kejelasan al-Qur’an yang
memiliki mutu tinggi nilai sasteranya, agar manusia meyakini bahwa itu bukan
produk Muhammad SAW, tetapi produk Allah SWT, agar mereka melaksanakan
isinya. Kenapa Allah SWT memberikan penggambaran diri-Nya? Hal itu
dikarenakan agar manusia dapat memahami ayat-ayat mutasyabihat tentang Allah
SWT. Kita bisa mengambil sebuah contoh dalam al-qur’an di katakana” yadullah
fauqa aidihim” yang artinya tangan Allah SWT di atas tangan mereka. Dalam
memahami ayat tersebut kita tidak bisa memahami secara tekstual tetapi harus di
pahami secara tafsiri, tangan disana kita artikan sebagai kekuasaan, sehingga
artinya “ kekuasaan Allah SWT di atas kekuasaan mereka.

KESIMPULAN
Muhkam menurut terminologi artinya suatu ungkapan yang maksud dan
makna ungkapan lahirnya tidak mungkin diganti atau diubah. Sedangkan
mutasyabihat adalah ungkapan yang makna lahirnya masih samar. Seperti yang
penulis ungkapan pada pengertian muhkam dan mutasyabihat pada pembahasan
bab pertama tadi, artinya penulis sepakat bahwa yang dimaksud dengan muhkam
adalah sebuah ayat yang maksudnya sudah dapat dipahami tanpa penafsiran lebih
detil, sementara yang dimaksud dengan mutasyabihat adalah ayat yang masih
samar-samar dan perlu penjelasan lebih detil supaya dalam memahami ayat lebih
mudah.
Adapun pendapat ulama mengenai ayat muhkam tidak ditemukan
perbedaan yang sangat mendasar, sementara dalam memahami ayat mutasyabihat
para ulama sepakat bahwa dalam memahami ayat tersebut membutuhkan
perenungan dan pemikiran untuk menjelaskannya.
Diantara hikmah keberadaan ayat muhkam dan mutasyabihat dalam
al-Qur’an, adalah:
a. Memperlihatkan kelemahan akal manusia.
b. Teguran bagi orang-orang yang mengotak atik ayat mutasyabih.
c. Memberikan pemahaman abstrak ilmiah kepada manusia melalui pemahaman
inderawi yang biasa disaksikannya.

D A F TA R P U S TA K A
Abdul, Wahid, Ramli, Ulumul Qur’an, cet III, Jakarta: PT Raja Granfindo Persada,
1996.
Al-Maragi, Mustafa Ahmad, Tafsir Al-Maragi, Semarang: CV. Toha Putra Semarang,
1974.
Anwar, Rosihon, Ulumul Qur’an, cet II, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004.
Ash-Shiddieqy,TM, Hasby, Ilmu-Ilmua al-Qur’an: Ilmu-Ilmu Pokok dalam Menafsir
al-Qur’an, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002.
Ayatullah M. Bakir Hakim, Ulumul Quran, cet III terjemah oleh Nashirul haq dkk,
Jakarta: Al-huda, 1427.
Al-jurjani, At-Ta’rift, Ath –Thaba’ah wa An-Naysr wa At-Tauzi, Jeddah, t.th.
Ahmad, Denffer Von, Ilmu al-Qur’an; An Introduction to The Sciences of The
al-Qur’an, terjemah oleh Ahmad Nasir Budiman, Jakarta: Raja wali, 1988.
Chalik, H. Chaerudji Abd, ‘Ulum al-Qur’an, Jakarta: Diadit Media, 2007.
Marzuki, Kamaluddin, Ulum al-Qur’an, Bandung: Remaja Rodaskarya,1994.
Quthan, Mana’ul, Mabathist Fii Ulumil Qur’an, terjemah oleh Halimuddin, Jakarta:
Rieneke Cipta, 1995.
Shihab, Quraish, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992.
Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta:
Lentera Hati, 2002.

Syadali, H. Ahmad, dan Rofi’I, H. Ahmad, Ulumul Qur’an, cet II,


Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000.

[1] Ayatullah M. Bakir Hakim, Ulumul Quran, cet III terjemah oleh
Nashirul haq dkk, Jakarta: Al-huda, 1427, h.1

[2] Ibid., h. 2.
[3] Al-jurjani, At-Ta’rift, Ath –Thaba’ah wa An-Naysr wa At-Tauzi, Jeddah,
t.th, h. 200.

[4] Quraish Shihab, Membumikan Al-qur’an, Bandung: Mizan, 1992, h.90.

[5] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’anI, cet II, Bandung: CV. Pustaka Setia,
2004, h. 125.

[6] H. A. Chaerurudji Abd, Chalik, ‘Ulum Al-qur’an, Jakarta: Diadit Media,


2007, h. 139.
[7] Kamaluddin Marzuki, Ulum al-qur’an, Bandung: Remaja Rodaskarya,
1994, h. 115
[8] Ibid, h. 116.

[9] H. Ahmad Syadali dan H. Ahmad Ropi’I, Ulumul Qur’an, cet II,
Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000, h. 202,

[10] Ramli Abdul Wahid, Ulumul ur’an, cet III, Jakarta: PT Raja Granfindo
Persada, 1996, h. 83.
[11] Tengku Muhammad Hasby AS-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-qur’an:
Ilmu-ilmu Pokok dam Menafsir Al-qur’an, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002,
h. 169.

[12] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-qur’an dan


Terjemahannya, Jakarta: PT Kumudasmoro Grafindo Persada, 1994, h.326.

[13] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan kesan dan keserasian


al-qur’an, Jakart: Lentera Hati, 2002, h. 177.

[14] Ibid, h. 178.

[15] Tengku Muhammad Hasby Ash-shiddieqy, of. Cit…h. 169.

[16] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya,


Jakarta: PT Tanjung Mas Inti Semarang, 1995, h.749.

[17] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsit Al-Maragi, Semarang: CV. Toha


Putra Semarang, 1974, h.297.
[18] Ibid, h.298.
[19] Denffer Von Ahmad, Ilmu Al-qur’an An Introduction To The Sciences
of the Al-qur’an, terjemah oleh Ahmad Nasir Budiman, Jakarta: Raja wali, 1988,
h.

[20] Mana’ul Qathan, Mabahits fii Ulumul Qur’an, terjemah oleh


Halimuddin, Jakarta: Rienike Cipta, 1995, h. 2-3.

[21] M. Baqir Hakim, Ulumul Qur’an,…of. Cit. h.262.


[22] Ibid, h. 263

[23] Ibid, h. 265.


[24] Ibid, h. 265
[25] Ibid, h. 267.
[26] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, op, cit,…h.142.

[27]Ibid, h.142.
[28] Ibid, h. 142
[29]Ibid,h. 143
Diposkan oleh Yusri FATTALA

w w w. m u h a m m a d _ i h s a n 7 7 @ y m a i l . c o m
Blog ini
Di-link Dari Sini
Web

Minggu, 28 Maret 2010


MAKALAH ULUMUL QUR’AN
AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIH
SERTA FAWATIHUS SUWAR

Disusun sebagai tugas mata kuliah Ulumul Qur’an


Pengasuh :
Drs. H. Sholichin, Mag.

PENYUSUN :
1.Afista Putri R.S
2.Miftakhul Munib Ubaid
3.Muh. Ikhsanur Rizal
4.Agustin Wulandari
5.Yeni Tri Lestari

PROGRAM S1 PAI
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
“ AL – MUSLIHUUN “
TLOGO - KANIGORO - BLITAR

Kata Pengantar

Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
atas karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ulumul
Qur’an semester II tingkat 1.
Harapan penulis, kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk
dijadikan sebagai bahan referensi dalam mempelajari bahasan ini.
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati akan
menerima kritik, saran yang kronstruktif.

Blitar, 21 November 2009

Tim penyusun
Kel. 04 / C2
Daftar Isi

Halaman judul.................................................................................. I
Kata Pengantar ................................................................................ II
Daftar Isi ........................................................................................ III

BAB I
Pendahuluan ......................................................................................4
BAB II
Ayat Muhkam Dan Ayat Mutasyabih....................... ........................5
BAB III
Fawatihus Suwar.................................................................................9
BAB IV
Penutup..............................................................................................10
Daftar Pustaka ...................................................................................20

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Studi atas Al-qur’an telah banyak dilakukan oleh para ulama dan sarjana tempo
dulu, termasuk para shahabat di zaman Rosululloh saw. Hal itu tidak lepas dari
disiplin dan keahlian yang dimiliki oleh mereka masing-masing. Ada yang
mencoba mengolaborasai dan melakukan eksplorasi lewat perpekstif keimanan,
historis, dan bahasa dan sastra, pengkodifikasian, kemu’jizatan, penafsiran serta
telaah kepada huruf-hurufnya. Para ulama’ mengidentifikasi masalah ini sebagai
masalah yang paling rumit untuk dikaji oleh para peneliti Al-Qur’an dari sudut
ilmiah dan istoris.
Hal yang paling mendasari penyusunan makalah ini adalah perandingan
penciptaan alam dari segi sains dan al qur’an. Disamping itu untuk memenuhi
tugas kelompok dalam mata kuliah ilu alamiah dasar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah makalah ini
mencakup beberapa permasalahan dari Ilmu Ulumul Qur’an yaitu sebagai berikut
:
1. Apakah Pengertian Ayat Muhkam dan Mutasyabih?
2. Apakah Kriteria Ayat Muhkam dan Mutasyabih ?
3. Bagaimanakah Sikap Para Ulama’ Terhadap Ayat Muhkam dan Mutasyabih?
4. Apakah Definisi dan Macam – macam Fawatihus Suwar ?
5. Adakah Keurgensian Ketika Mempelajari Fawatihus Suwar ?
6. Apakah Hikmah Ayat Muhkam dan Mutasyabih ?
1.3 Ruang Lingkup
Menjelaskan tentang Ayat – ayat Muhkam dan Ayat mutasyabih serta fawatihus
Suwar.

1.4 Tujuan Penulisan


Tujuan merupakan ungkapan sasaran – sasaran yang ingim dicapai dalam
makalah ini. Dan dalam makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut
1.Mengetahui tentang pengetian Ayat Muhkam dan Mutasyabih
2.Mengetahui Kriteria Ayat Muhkam dan Mutasyabih
3.Mengetahui Khilafiah Sikap Para Ulama’ Terhadap Ayat Muhkam dan
Mutasyabih?
4.Mengetahui tentang pengetian Fawatihus Suwar dan macam - macamnya
5.Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ulumul Qur’a

BAB II
AYAT MUHKAM DAN AYAT MUTASYABIH
2.1 Pengertian
secara bahasa bahwa yang disebut Muhkam adalah sesuatu yang paten dan
kokoh, sedang mutasyabih adalah adanya penyerupaan antara dua jenis benda.
Dalam hal ini pengertian ayat-ayat muhkam menurut istilah syar’i adalah ayat-
ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedang ayat-ayat mutasyabih adalah ayat
yang hanya diketahui maknanya oleh Allah sendiri. Ayat muhkam berarti ayat
yang memiliki satu bentuk (wahjun), sedang mutasyabih mengandung banyak
wajah. Ayat muhkam juga berarti ayat yang maksudnya dapat diketahui secara
langsung, sedang mutasyabih adalah ayat yang memerlukan penjelasan dengan
merujuk kepada ayat-ayat yang lain. Para ulama memberikan contoh beberapa
ayat-ayat muhkam, diantaranya adalah ayat-ayat yang membahas masalah halal
dan haram, hudud, kewajiban, janji dan ancaman.
Bentuk bentuk ayat – ayat Mutasyabih yang terdapat dalam Al-Qur’an ada dua
macam.
1.Hakiki, yaitu apa yang tidak dapat diketahui dengan nalar manusia, seperti
hakikat sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Walau kita mengetahui makna dari
sifat-sifat tersebut, namun kita tidak pernah tahu hakikat dan bentuknya,
sebagaimana firman Allah SWT.
“Artinya : Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di
belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmuNya” [Thahaa :
110]
Bentuk Mustasyabih yang ini tidak mungkin untuk dipertanyakan sebab tidak
mungkin untuk bisa diketahui hakikatnya.
2.Relatif, yaitu ayat-ayat yang tersamar maknanya untuk sebagian orang tapi
tidak bagi sebagian yang lain. Artinya dapat dipahami oleh orang-orang yang
mendalam ilmunya saja.
Bentuk Mutasyabih yang ini boleh dipertanyakan tentang penjelasannya karena
diketahui hakikatnya, karena tidak ada satu katapun dalam Al - Qur’an yang
artinya tidak bisa diketahui oleh manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : (Al-Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk
serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa” [Ali-Imran : 138]
Sikap Para Ulama Terhadap Ayat-Ayat Muhkamat Dan Mutasyabihat
Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini. Perbedaan itu muncul dari
pemahaman mereka terhadap firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 7.
Sebagian Ulama, terutama ulama salaf berpendapat bahwa mutasyabih itu tidak
dapat diketahui kecuali hanya Allah, dalam hal ini, mereka mencoba
mengembalikan ayat-ayat mutasyabih kepada ayat- ayat muhkam. Al-raghib
Al-Ashfahani berpendapat bahwa ayat-ayat mutasyabih terbagi menjadi tiga (3)
bagian, yaitu
1.Ayat yang tidak bisa dijangkau oleh akal manusia, hanya Allah sendiri yang
mengetahuinya, seperti hari kiamat dan alam gaib.
2.Ayat yang berkaitan dengan hukum/bahasa
3.Ayat yang hanya diketahui oleh ulama-ulama tertentu yang sudah mendalami
ilmu ayat.
D. Hikmah adanya ayat-ayat mutasyabihat
Kalau seandainya Al-Qur’an seluruhnya Muhkam, maka akan hilanglah hikmah
dari ujian pembenaran dan amal perbuatan, karena maknanya sangat jelas dan
tidak ada kesempatan untuk menyelewengkannya atau berpegang kepada ayat
Mutasyabih untuk menebarkan fitnah dan merubahnya. Dan kalau seandainya
Al-Qur’an seluruhnya adalah Mutasyabih, maka akan lenyaplah posisi Al-Qur’an
sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia serta tidak mungkin untuk
melakukan amal ibadah dengannya dan membangun aqidah yang benar
diatasnya. Akan tetapi
Beberapa Hikmah adanya Ayat Mutasyabih adalah :
1.Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmahNya menjadikan sebagian ayat-ayat
Al-Qur’an Muhkam agar bisa dijadikan rujukan ketika terdapat makna yang
tersamar.
2.Ayat Mutasyabih merupakan ditujukan sebagai ujian bagi para hamba agar
terlihat jelas orang yang benar-benar beriman dari orang yang dihatinya terdapat
penyakit, karena orang yang benar-benar beriman akan mengakui, bahwa
Al-Qur’an seluruhnya berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan apa saja yang
berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah benar, tidak mungkin ada
kebathilan atau kontradiksi sedikitpun padanya.
3.Memperbanyak pahala bagi orang yang memiliki kecendrungan mendalami
Alquran. Karena semakin banyak bidang kajian yang harus dikembangkan.
4.Pembenaran terhadap adanya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam,
sehingga setiap kelompok umat menyadari keterbatasannya dalam memahami
firman Tuhan. Sebagai konsekwensi logis dari kesadaran ini adalah tidak adanya
fanatisme golongan yang menafikan kebenaran pada pihak lain.
3.Meningkatkan semangat keilmuan di kalangan umat Islam yang berupaya
memahami makna ayat-ayat mutasyabihat, sehingga lahirlah berbagai macam
metode istinbath hukum yang sangat berguna bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
4.Sebagai agama dakwah, ajaran Islam tertuju kepada semua lapisan umat
manusia, awam maupun intelek. Karena itu gambaran antrophomorfis tantang
Tuhan dapat menggiring masyarakat ‘awam untuk mengenal Tuhan sebagai Dzat
yang Immateri.

ur'an : Ilm

BAB III
FAWATIHUS SUWAR
A.Pengertian Fawatih al-Suwar
Di dalam Al-Qur’an terdapat huruf-huruf awalan dalam pembukaan surat dalam
bentuk yang berbeda - beda. Hal ini merupakan salah satu ciri kebesaran Allah
dan kehamdatahuan-Nya,sehingga kita terpanggil untuk menggali cirri kebesaran
Allah dankemahatahuan-Nya, sehingga semakin dikaji ayat - ayat tersebut.
Dengan adanya suatu keyakinan bahwa semakin dikaji ayat-ayat itu, maka
semakin luas pengetahuan kita. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
perkembangan ilmu tafsir yang kita lihat hingga sekarang ini. Dan diantara ulama
yang mengidentikannya adalah Manna Khalil al-Qathan dalam karya nya
‘‘Mabahis Fi Ulum al-Qur’an’’padahal huruf al-Muqaththa’ah bagian dari
fawatih al-suwar.
Lalu bagaimana memahami huruf - huruf yang terdapat dalam pembukaan -
pembukanaan surat serta bagaimana hubungannya dengan sejarah turunnya Al -
Qur’an.
Dari segi bahasa, fawatih al-suwar adalah pembukaan surat yang terdapat dalam
al-qur’an, karena posisinya terletak diawal surat dalam al-qur’an. Seluruh surat
dalam al-qur’an di buka dengan sepuluh macam pembukaan dan tidak ada satu
surat pun yang keluar dari sepuluh macam tersebut. Setiap macam pembukaan
memiliki rahasia tersendiri sehingga sangat penting untuk kita pelajari.. Ia
merupakan bagaian ayat mutasyabihat, karena ia bersifat mujmal (global),
mu’awwal (memerlukan takwil), danmusykil (sukar dipahami).
B. Macam-Macam fawatih al-suwar.
Beberapa ulama telah melakukan penelitian tentang fawatih al-suwar dalam
al-Qur’an, diantaranya adalah imam al-Qasthalani, beliau membagi kepada
sepuluh macam. Sementara ibnu Abi al-Isba juga telah melakukan penelitian dan
beliau membagi kepada lima macam saja,dan dalam pembahasan ini kami akan
mengetengahkan pendapat al-Qasthalani :Adapun sepuluh macam menurut beliau
adalah:
1. Pembukaan pujian kepada Allah swt yang ada dua macam yaitu:
a.menetapkan sifat-sifat terpuji (‫)ﺍﻻءﺛﺒﺎﺕ ﺍﻟﺼﻔﺎﺕ ﺍﻟﻤﺎﺽ‬. Dengan manggunakan lafaz
yaitu:
1.memakai lafaz hamdalah yakni dibuka dengan � ‫ ﺍﻟﺤﻤﺪ‬yang terdapat dalam lima
surat : Q.S. Al Fatihah, Al An'am, Al Kahfi, Saba, dan Fathr.
2.memakai lafaz ‫ ﺗﺒﺎﺭﻙ‬terdapat dalam dua surat yaitu Q.S. Al Furqon dan Al Mulk
b.Mensucikan Allah dari sifat-sifat negatif (‫ )ﺗﺸﺒﺢ ﻋﻦ ﺻﻔﺎﺕ ﻧﻘﺺ‬dengan
menggunakan lafaz tasbih (‫ ﺳﺒﺤﻦ‬,‫ ﺳﺒﺢ‬,‫ ﺳﺒﺢ‬,‫)ﻳﺴﺒﺢ‬. Sebagai mana terdapat dalam
tujuh surat yaitu : Q.S. Al Isra, al A'la, al Hadid, al Hasyr, as shaff, al jum'ah, dan
at Taghabun.
2.Pembukaan dengan panggilan/al istiftah bin nida (‫)ﺍﻻ ﺳﺘﻔﺘﺢ ﺑﻨﺪﺍء‬
Nida disini ada 3 macam, yaitu Nida untuk nabi, misalnya (‫ )ﻳﺎﺍﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺒﻲ‬terdapat
dalam tiga surat yaitu: Q.S. Al Ahzab, At Tahrim dan At Thalaq.( ‫) ﻳﺎﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻤﺰﻣﻞ‬
dalam Q.S. al Muzammil dan term ( ‫ ;) ﻳﺎﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻤﺪﺛﺮ‬Nida untuk Mukminin (‫ﻳﺎﺍﻳﻬﺎ ﺍﻟﺬﻳﻦ‬
‫ )ﺍﻣﻨﻮﺍ‬dengan term ‫ ﻳﺎﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻣﻨﻮﺍ‬terdapat dalam Q.S. Al Maidah dan Al hujurat.
Dan Nida untuk manusia (‫ )ﻳﺎﺍﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ‬terdapat dalam dua surat yaitu: Q.S. An Nisa
dan Q.S. Al Hajj. Menurut As Suyuthi pembukaan dengan panggilan ini terdapat
dalam 10 surat, yakni ditambah dengan Q.S.Al-Mumtahanah.
3.Pembukaan dengan huruf-huruf yang terputus (‫)ﺍﻻ ﺳﺘﻔﺘﺢ ﺑﺎﻻﺣﺮﻑ ﺍﻟﻤﻨﻘﻄﻌﻪ‬
Pembukaan dengan huruf-huruf ini terdapat dalam 29 surat dengan memakai 14
surat tanpa diulang yaitu: ‫ﺡ‬,‫ ﺭ‬,‫ ﺱ‬,‫ ﺹ‬,‫ ﻁ‬,‫ﻉ‬, ‫ ﻕ‬,‫ ﻝ‬,‫ ﻡ‬,‫ ﻥ‬,‫ ﻩ‬,‫ ﻯ‬,‫ﺍ‬. Penggunaan
huruf-huruf di atas dalam fawatih al-Suwar disusun dalam 14 rangkaian, yang
terdiri dari beberapa bentuk sebagai berikut:
a)Terdiri dari satu huruf, terdapat dalam tiga surat yakni ‫( ﺹ‬QS.Shad), ‫ﻕ‬
(QS.Qaf), dan ‫( ﻥ‬QS, Qalam/Nun ).
b)Terdiri dari dua huruf, terdapat dalam 10 surat, 7 surat dinamakan
Hawamim(surat-surat yang dibuka dengan Hamim), yakni: (QS, Al-Mukmin,Al-
fussilat, Al-surra, Al- Zuhruf, Al- Dukhan, Al- Jatsiah, Al- Ahqaf), ‫( ﻁﻪ‬QS,
Taha), ‫( ﻁﺲ‬QS, Naml) ‫( ﻳﺲ‬QS, Yasin).
c)Terdiri dari tiga huruf, enam surat dimulai dengan ‫ ﺍﻟﻢ‬yaitu: (QS, Al-Baqarah,
Al- Imran, Al-Ankabut, Ar-Rum, Lukman, dan Al-Sajdah), lima surat dimulai
dengan‫ ﺍﺍﻟﺮ‬yaitu: (QS, Yunus, Hud, Ibrahim, Yusuf dan Al-Hijr), dan dua surat
dimulai dengan‫ ﻁﺴﻢ‬yaitu: (QS, Qashash dan Asy-Syuaro).
d)Terdiri dari empat huruf yaitu terdapat dalam 2 rangkaian dan 2 surat, yakni ‫ﺍﻟﻤﺮ‬
(Q.S. Ar Ra'du) dan ‫( ﺍﻟﻤﺺ‬Q.S. Al A'raf).
e)Terdiri dari lima huruf yaitu terdapat dalam 2 rangkaian dan 2 surat, yakni
‫( ﻛﻬﻴﻌﺺ‬Q.S. Maryam) dan ‫( ﺣﻢ ﻋﺴﻖ‬Q.S. As Syu'ra).
4.Pembukaan dengan sumpah(‫)ﺍﻻءﺗﺘﻔﻨﺎﺣﺒﻘﺴﺎﻡ‬
Terdapat dalam 16 surat dibagi kepada tiga bagian sebagai berikut:
a)Sumpah dengan benda angkasa misalnya: ‫( ﻭﺍﻟﻨﺠﻢ‬QS, An-Nazm), ‫ﻭﺍﻟﺴﻤﺎء ﻭﺍﻟﻄﺎﺭﻕ‬
(QS, Ath-Thariq), dan lain-lain.
b)Sumpah dengan benda bawah misalnya: ‫( ﻭﺍﻟﺘﻴﻦ‬QS, At-Tin), ‫( ﻭﺍﻟﻌﺪﻳﺖ‬QS,
Al_’Adiyat), dan lain-lain
c)Sumpah dengan waktu misalnya: ‫( ﻭﺍﻟﻌﺼﺮ‬QS, Al-Ashr), ‫( ﻭﺍﻟﻴﻞ‬QS, Al-Lail), dan
lain-lain.
5.Pembukaan dengan kalimat (jumlah)
Khabariah ada 23 surat dan dibagi dua macam sebagai berikut:
a. Jumlah ismiyah, jumlah ismiyah menjadi pembuka surat yang terdiri dari 11
surat yaitu: ‫( ﺑﺮﺍءﺓ ﻣﻦ ﷲ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ‬QS, At-Taubat), ‫( ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻧﺰﻟﻨﺎﻫﺎ ﻭﻓﺮﺿﻨﺎﻫﺎ‬QS, An-Nur) .
Q.S. Az Zumar, Q.S. Muhammad, Q.S. Al Fath, Q.S. Ar Rahman, Q.S. Al
Haaqqah, Q.S. Nuh, Q.S. Al Qodr, Q.S. Al Qori'ah, dan Q.S.Al-Kautsar.
b. Jumlah fi’liyah, jumlah fi’liyah yang menjadi pembuka surat terdiri dari 12
surat yaitu: ‫( ﻳﺴﺌﻠﻮﻧﻚ ﻋﻦ ﺍﻻﻧﻔﺎﻝ‬QS, Al-Anfal), ‫( ﻗﺪ ﺍﻓﻠﺢ ﺍﻟﻤﺆ ﻣﻨﻮﻥ‬QS, Al-Mukminun) ,
Q.S. Al Anbiya, Q.S. Al Mujadalah, Q.S. Al Ma'arij, Q.S. Al Qiyamah, Q.S. Al
Balad, Q.S. Abasa, Q.S. Al Bayyinah, Q.S. At Takatsur.
6.Pembukaan dengan Syarat (‫)ﺍﻻءﺳﺘﻔﺘﺎﺡ ﺑﺎ ﻟﺸﺮﻁ‬
Terdiri dari tujuh surat misalnya ‫( ﺍﺫﺍﻟﺸﻤﺲ ﻛﻮﺭﺕ‬QS, At-Takwir).‫( ﺍﺫﺍﻟﺴﻤﺎء ﺍﻧﻔﻄﺮﺕ‬QS,
Al Inpithar) dan lain-lainnya.
7.Pembukaan dengan kata perintah.
Adapun pembukaannya terdiri dari enam surat yaitu: dengan kata ‫ ﺍﻗﺮﺍ‬dalam surat
Al-Alaq, dan dengan kata ‫ ﻗﻞ‬dalam surat al-Jin, al-Kfirun, al-Falaq, dan al-Annas.
8.Pembukaan dengan pertanyaan.(al-Istiftah bil Istifham).
Bentuk nya ada dua dan terdapat empat surat dalam al-Qur’an. Yaitu:
a. Pertanyaan fositif misalnya: ‫( ﻫﻞ ﺍﺗﻲ ﻋﻠﻲ ﺍﻻﻧﺴﺎﻥ‬QS. Ad-dahr).
b. Pertanyaan negatif misalnya: ‫( ﺍﻟﻢ ﻧﺸﺮﺡ ﻟﻚ ﺻﺪﺭﻙ‬QS, Al-Insyirah),
9.Pembukaan dengan do’a
Ada tiga surat didalam al-Qur’an. Misalnya:‫( ﻭﻳﻞ ﻟﻠﻤﻄﻔﻔﻴﻦ‬QS, Al-Muthaffifin).
10.Pembukaan dengan alasan (al-Istiftah bit-Ta’lil).
Ada satu surat didalam al-Qur’an. Misalnya ‫( ﻻﻳﻠﻒ ﻗﺮﻳﺶ‬QS. Al-Qurais)

C. Pendapat Ulama Tentang Fawatih al-Suwar.


Para ulama salaf dalam menyikapi ayat-ayat mutasyabihat yang terletak pada
awal surat berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut telah tersusun sejak azali
sedemikian rupa, melengkapi segala yang melemahkan manusia dan
mendatangkan seperti Al-Qur’an. Karena kehatian-hatiannya, mereka tidak
berani memberipenafsiran dan tidak berani mengeluarkan pendapat yang tegas
terhadap huruf itu. Dan mereka berkeyakinan bahwa Allah sendiri yang
mengetahuitafsirannya. Hal ini menjadi suatu kewajaran yang berlaku bagi ulama
salaf karena dalam hal teologi pun menolak terjun dalam pembahasan
tentanghal-hal yang suci seperti ungkapannya: “Istimewa Allah adalah
cukupdiketahui, hal ini harus kita percayai, mempersoalkan hal itu adalah
bid’ah”.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Asy-Sya’bi yang dikutip oleh Subhi Sholih
menyatkaan “ Huruf awalan itu adalah rahasia Al-Qur’an ”. Hal ini sebagaimana
diperjelas dengan perkataan Ali bin Abi Tholib.“ Sesungguhnya bagi tiap-tiap
kitab ada saripatinya, saripati Al-Qur’an iniadalah huruf-huruf Hijaiyah”. Abu
Bakar Ash-Sidiq pernah berkata: “ Ditiap - tiap kita ada rahasianya, rahasia
dalam Al-Qu’an adalah permulaan-permulaan surat”.
Pendapat atau penafsiran para mufasir tentang Fawaithus Suwar:
1. Mufasir dari Kalangan Tasawuf.
Ulamaa tasawuf berpendapat bahwa fawatihus Suwar adalah huruf-huruf yang
tepotong-potong yang masing-masing diambil darinama Allah, atau yang
tiap-tiap hurufnya merupakan penggantian darisuatu kalimat yang berhubungan
dengan yang susudahnya atau hurufitu menunjukkan kepada maksud yang
dikandung oleh surat yang suratitu dimulai dengan huruf-huruf yang terpotong-
pootng itu.
2. Mufasir Orientalis
Pendapat yang palinng jauh menyimpang dari kebenaran adalah dari seorang
orientalis yang bernama Noldeke dari Jerman, yang kemudian dikoreksi, bahwa
awalan surat itu tidak lain adalah huruf depan dan huruf belakang dari
nama-nama para sahabat Nabi. Misalnya: Huruf Sin adalah dari nama Sa’ad Bin
Abi Waqosh, Mim adalah huruf depan dari nama Al-Mughiroah, huruf nun
adalah dari nama Usman Bin Affan.
3. Al-Khuwaibi
Al-Khuwaibi mengatakan bahwa kalimat- kalimat itu merupakan tasbih bagi
Nabi. Mungkin ada suatu waktu Nabi berada dalam keadaan sibuk dan lain
sebagainya.
4. Rasyid Ridha
As-sayyid rasyid ridha tidak membenarkan al-quwaibi diatas, karena nabi
senantiasa dalam keadaan sadar dan senantiasa menanti kedatangan wahyu.
Rasyid ridha berpendapat sesuai dengan ar-Razi bahwa tanbih ini sebenarnya
dihadapkan kepada orang-orang musyrik mekkah dan ahli kitab madinah. Karena
orang-orang kafir apabila nabi membaca al-Qur’an mereka satu sama lain
menganjurkan untuk tidak mendengarkannya, seperti dijelaskan dalam surat
fushilat ayat 26.
5. Mufasir Dari Kalangan Syi’ah
Kelompok syi’ah berpendapat bahwa jika huruf-huruf awalah itu dikumpulkan
setelah dihapus ulangan-ulangannya maka akan berarti : “Jalan Ali adalah
kebenaran yang kita pegang teguh”. Perwakilan itu kemudian dijawab oleh
kelompok Ahlu Sunnnah, dan jawabannya berdasarkan pengertian yang mereka
peroleh dari huruf-huruf awalan itu yang juga dihapus di ulangan-ulangannya
dengan mengatakan “Benarlah jalanmu bersama kaum Ahlu Sunnah”.
Dari pendapat para ahli tentang Fawatihus Suwar, dapat dilihat bahwa
pentakwilan sebuah ayat sangat banyak macamnya. Hal ini boleh jadi didasari
oleh pendidikan dan ilmu - ilmu yang dimilikinya serta kecenderungan mereka
mengkaji Al-Qur’an secara lebih luas.

Urgensi Studi Fawatihus Suwar


Al-Qur’an memiliki banyak keistimewaan dari segi makna dan kebahasaan.
Fawatihus suwar merupakan salah satu realitas keistimewaan misterius yang
terdapat di dalam Al_Qur’an . Pemaparan tentang fawatihus Suwar, khusunya
menyangkut Al-Huruf Al Muqotta’ah, tidak banyak bahkan hampir tidak ada
yang berhasil mengungkapkan latar belakang ataupun keterangan yang valid
yang secara historis bisa membuktikn hubungan - hubungan fawaitus suwar. Dari
segi makna, memang banyak sekali penafsiran – penafsiran spekulatif terhadap
huruf-huruf itu. Dikatakan spekulatif, karena penafsiran-penafsiran mengenai hal
itu tidak didahului pengungkapan konteks historisnya. Lain halnya dengan
Fawatihus Suwar dalam bentuk lain misalnya Al Qosam (sumpah), An Nida’
(seruan), Al Amr (perintah),Al Istifham (pertanyaan) dan lain -lain.
Urgensi telaah terhadap fawatihus suwar tidak terlepas dari konteks penafsiran
Al-Qur’an. Pengggalian - penggalian makna yang terlebih dahulu melalui
karakter bab ini, akan memberikan nuansa tersendiri, baik yang didasarkan pada
data historis yang konkrit ataupunpenafsiran yang menduga - duga. Lebih dari itu
tentu saja kita tetap meyakini eksistensi Al-Qur’an, kebesarannya,
keagungannya, juga rahasia kemu’jizatannya.
Banyak sekali urgensi yang kita dapat dalam mengkaji Fawatih al-Suwar Adapun
sebagian dari urgensinya sebagai berikut:
►Sebagai Tanbih ( peringatan ) dan dapat memberikan perhatian baik bagi
nabi,maupun umatnya dan dapat menjadi pedoman bagi kehidapan ini.
►Sebagai pengetahuan bagi kita yang senantiasa mengkajinya bahwa dalam
fawatih as-suwar banyak sekali hal-hal yang mengandung rahasia - rahasia Allah
yang kita tidak dapat mengetahuinya,
►Sebagai motivasi untuk selalu mancari ilmu dan mendekatkan diri kepada
Allah swt.
►Untuk menghilangkan keraguan terhadap al-Qur,an terutama bagi kaum islimin
yang masih lemah imannya karena sangat mudah terpengaruh oleh perkataan
musuh -musuh islam yang mengatakan bahwa al-qur’an itu adalah buatan
Muhammad. dengan mengkaji Fawatih al-Suwar kita akan merasakan terhadap
keindahan bahasa al-Qur’an itu sendiri bahwa al-Qur’an itu datang dari Allah
swt.
Tabel Fawatih al-Suwar pada Surat al-Qur'an
Fawatih al-Suwar
Nama Surat
‫ﺍﻟﻢ‬
Al-Baqarah, Ali Imran, al-Ankabut, al-Rum, Luqman dan al-Sajadah
‫ﺍﻟﻤﺺ‬
Al-A'raf
‫ﺍﻟﺮ‬
Yunus, Hud, Yusuf, Ibrahim, al-Hijr Al-Ra'd
‫ﺍﻟﻤﺮ‬
Al-Ra'd
‫ﻛﻬﻴﻌﺺ‬
Maryam
‫ﻁﻪ‬
Tha ha
‫ﻁﺴﻢ‬
Al-Syu'ara, al-Qashahs
‫ﻁﺲ‬
Al-Naml
‫ﻳﺲ‬
Yasin
‫ﺹ‬
Shad

PENUTUP

Kesimpulan

Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami ambil dari makalah ini adalah: Fawatih
as-suwar adalah pembuka-pembuka surat, karena posisinya di awal surat dalam
al-quran menurut al-Qasthalani seluruh surat dalam al-quran dibuka dengan
sepuluh macam pembukaan dan tidak ada satu surat pun yang keluar dari sepuluh
macam tersebut, sedangkan menurut Ibnu abi al-Isba’ hanya lima macam saja
Para ulama berpendapat bahwa huruf-huruf fawatih as-suwar itu secara umum
telah sedemikian azali maka banyak ulama yang tidak berani menafsirkannya dan
tidak berani mengeluarkan pendapat yang tegas terhadap makna huruf-huruf
tersebut.
Adapun urgensi mempelajari fawatih as-suwar itu secara pokok adalah
sbagaimana supaya bertambah keimanan kita dan keyakinan kita terhadap
kebenaran ayat-ayat Allah swt. Dan menjadi pedoman dalam kehidupan kita.

DAFTAR PUSTAKA

Al – Maliki al hasani, Muhammad. Samudra – Samudra Ilmu – ilmu Alqur’an (


Ringkasan Kitab Al- itqan fi ulum Al –qur’an karya Imam Jalal AdDin
AsSuyuthi). Bandung : PT Arazy Mizan Pustaka
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih, kitab Ushuulun Fie At-Tafsir edisi
Indonesia . 2 September 2006. Belajar Mudah Ilmu Tafsir Penerjemah Farid
Qurusy, Jakarta : Pustaka As-Sunnah
Al-Utsaimin Hikmah, Muhammad bin Shalih. Jumat, 1 September 2006. dari
Pembagian AL-Qur’an Menjadi Muhkam dan Mutasyabh www.almanhaj.or.id
Hakim, M. Baqir. Penerjemah ( Hashirul haq dkk ).2006.

pramuka at 4:39 PM

No comments:

Post a Comment

‹ Home ›
View web version

Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai