GAGAL JANTUNG
OLEH
PRESEPTOR
Pembahasan Case Report Session ini agar mengetahui tentang definisi, epidemiologi,
etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,
komplikasi, serta prognosis dari gagal jantung kongestif.
Penulisan Case Report Session ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca
mengenai gagal jantung kongestif dan sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan
klinik di bagian Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
jantung dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila tekanan pengisian ini
meningkat, akan mengakibatkan edema paru dan bendungan di sistem vena, keadaan ini
disebut gagal jantung kongestif. Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan
nutrisi.1,5
2.1.2 Epidemiologi
Gagal jantung telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia sekaligus penyebab
signifikan jumlah perawatan di rumah sakit dengan menghabiskan biaya yang tinggi.
Prevalensi kasus gagal jantung di komunitas meningkat seiring dengan meningkatnya usia:
0,7 % (40-45 tahun), 1,3 % (55-64 tahun), dan 8,4 % (75 tahun ke atas). Lebih dari 40%
pasien kasus gagal jantung memiliki ejeksi fraksi lebih dari 50%. Pada usia 40 tahun, risiko
terjadinya gagal jantung sekitar 21% untuk lelaki dan 20.3 % pada perempuan.6
Dari survey registrasi rumah sakit didapatkan angka perawatan di RS, perempuan
4,7% dan laki-laki= 5,1% adalah berhubungan dengan gagal jantung. Sebagian dari gagal
jantung ini adalah dalam bentuk manifestasi klinis berupa gagal jantung akut, dan sebagian
Pasien dengan gagal jantung memiliki prognosis yang sangat buruk. Dalam satu
randomized trial yang besar, pada pasien yang dirawat dengan gagal jantung yang
mortalitas dan perawatan ulang dalam 60 hari jadi 35,2%. Angka kematian lebih tinggi lagi
pada infark jantung yang disertai gagal jantung berat, dengan mortalitas 30% dalam 12
bulan.3 Hal yang sama pada pasien edema paru akut, angka kematian di rumah sakit 12%,
dan mortalitas satu tahun 40%. Prediktor mortalitas tinggi adalah antara lain tekanan baji
kapiler paru (Pulmonary Capillary Wedge Pressure) yang tinggi, sama atau lebih dari 16
mmHg, kadar natrium yang rendah, dimensi ruang ventrikel kiri yang meningkat , dan
2.1.3 Etiologi
Secara umum terdapat beberapa pengelompokan etiologi dari gagal jantung baik
akut maupun kronik sebagaimana dapat kita lihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 Penyebab Gagal Jantung
Kegagalan pada jantung dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari beberapa mekanisme utama
di bawah ini1:
1. Kegagalan pompa
Terjadi akibat kontraksi otot jantung yang lemah, tidak adekuat, atau karena relaksasi otot
2. Obstruksi aliran
Obstruksi dapat disebabkan adanya lesi yang mencegah terbukanya katup atau keadaan
lain yang dapat menyebabkan peningkatan ventrikel jantung, seperti stenosis aorta dan
hipertensi sistemik.
3. Regurgitasi
Regurgitasi dapat meningkatkan aliran balik dan beban kerja ventrikel, seperti yang
4. Gangguan konduksi yang menyebabkan kontraksi miokardium yang tidak maksimal dan
tidak efisien.
Beberapa keadaan di atas dapat menyebabkan overload volume dan tekanan serta disfungsi
regional pada jantung sehingga akan meningkatkan beban kerja jantung dan menyebabkan
remodeling structural jantung. Jika beban kerja jantung semakin progresif, maka akan semakin
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan gejala dan penilaian klinis, didukung oleh
pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks, biomarker, dan ekokardiografi. Alur diagnostik
pada pasien gagal jantung ditampilkan pada gambar 2.1 4. Dalam alur diagnosis di bawah ini hal
pertama yang harus kita bedakan adalah onset dari gejala yang terjadi pada pasien. Pasien dapat
datang karena gagal jantung yang akut, kronik, atau episode akut pada gagal jantung kronik.
minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor, maka diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan8.
Setelah memastikan diagnosis gagal jantung, maka dari keseluruhan anamnesi sampai
pada pemeriksaan penunjang kita dapat menentikan derajat berat ringannya gagal jantung pada
pasien.Derajat berat ringannya gagal jantung ini sangat menentukan tatalaksana atau rencana
terapi dari seorang dokter baik di layanan primer maupun sekunder terutama pasien dengan
(ACC/AHA) atau berdasarkan gejala berkaitan dengan kapasitas fungsional (NYHA) dapat
Selain berdasarkan derajat kerusakan strukturan dan fungsionalnya, gagal jantung juga
dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya kegagalan pompa apakah saat sistolik atau
pada fase diastolik. Terdapat beberapa kriteria yang membantu kita membedakan gagal jantung
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada gagal jantung akut antara lain:
1. EKG
Pemeriksaan EKG harus dilakukan pada semua pasien diduga gagal jantung. Pemeriksaan
EKG menunjukkan irama dan konduksi listrik jantung, sehingga dapat diketahui apakah
ataupun temuan abnormal lain. Hasil EKG pada pasien dengan gagal jantung akut dapat
2. Ekokardiografi
fungsi sistolik dan diastolik ventricular, penebalan dinding jantung, dan fungsi katup1,3.
3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks lebih berguna dalam mengidentifikasi dan menjelaskan gejala
yang berhubungan dengan paru. Pada pemeriksaan akan menunjukkan adanya kongesti
Sebelum berbicara mengenai tindakan yang dapat dilakukan pada pasien gagal jantung, kita
mesti memahami terlebih dahulu tujuan dari terapi pada kondisi gagal jantung akut di setiap
- Mengobati gejala
- Memulihkan oksigenasi
- Mencegah tromboemboli
berikut6:
Pembatasan asupan cairan maksimal 1,5 liter (ringan), maksimal 1 liter (berat)
(berat)
b. Aktivitas fisik:
Kondisi sedang atau ringan: batasi beban kerja sampai 70% – 80% dari denyut nadi
maksimal (220/umur)
40 mg bolus
Segera rujuk
Pada pasien dengan gagal jantung akut, dimana kondisi klinis mengalami perburukan
dalam waktu cepat, harus segera dirujuk ke layanan sekunder (Sp.JP atau Sp.PD) untuk
penanganan lebih lanjut6. Pada layanan kesehatan yang lebih tinggi PERKI
merekomendasikan terapi pasien gagal jantung akut berdasarkan beberapa kondisi sebagai berikut11 :
Anemia merupakan komorbid yang sering ditemukan pada penderita gagal jantung dan
telah dikenal sebagai prediktor independen dari morbiditas dan mortalitas. Penyebab anemia
yang menyertai gagal jantung tidak sepenuhnya diketahui, diduga sebagai anemia multifaktor
yang umumnya diakibatkan oleh gagal ginjal kronis dan penyakit kronis lainnya. Selain itu
defisiensi besi akibat kurangnya asupan maupun absorbsi besi, serta kehilangan darah kronik
akibat konsumsi obat-obatan anti platelet turut berperan. Faktor lainnya yang berhubungan
dengan resiko terjadinya anemia pada gagal jantung adalah: usia tua, jenis kelamin perempuan,
adanya penurunan indeks massa tubuh, penggunaan obat-obat angiotensin converting enzyme
inhibitors (ACE-inhibitors) dan angiotensin receptor blockers (ARBs), serta gagal jantung tingkat
lanjut. Berdasarkan dampaknya terhadap hasil klinis, anemia perlu dipikirkan sebagai target
pengobatan pada penderita gagal jantung. Studi lanjut diperlukan untuk menentukan ambang
optimal untuk memulai pengobatan anemia, hemoglobin target, regimen dosis yang optimum,
pemilihan preparat eritropoietik, peran suplementasi besi, dan keamanan pemberian jangka
panjang preparat eritropoietik pada penderita anemia dengan gagal jantung.
Gagal jantung secara umum didefinisikan sebagai ketidakmampuan jantung untuk me-
mompa darah beserta nutrientnya, dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebu-tuhan
metabolisme jaringan, baik pada saat istirahat maupun selama aktifitas. Anemia merupakan salah
satu faktor komorbid penting yang sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung.3 Definisi
anemia berdasarkan World Health Organiza-tion (WHO)dikutip dari 1 adalah Hb < 13 gr%
untuk laki-laki, dan < 12 gr% untuk perem-puan. Beberapa studi menggunakan definisi
berdasarkan WHO sebagai dasar diagnosis anemia, se-mentara studi lain menggunakan batasan
Hb < 12 gr% sebagai definisi anemia secara umum, tanpa memandang jenis kelamin maupun
umur penderita.2 Faktor lain yang menyebabkan variabilitas ini adalah adanya perbedaan
2.2.1 Etiologi
Terdapat berbagai faktor yang berkon-tribusi terhadap resiko terjadinya anemia pada
penderita gagal jantung. Insufisiensi ginjal merupakan faktor komorbid penting yang sering
ditemukan pada gagal jantung, dan merupakan prediktor kuat meningkatnya resiko anemia pada
gagal jantung. Perkiraan jumlah penderita gagal ginjal kronik dengan laju filtrasi glomerulus <
60 mL/menit pada populasi penderita gagal jantung adalah 20-40%.7,8 Faktor lain yang
berhubungan dengan resiko terjadinya anemia pada gagal jantung adalah: usia tua, jenis kelamin
perempuan, adanya penurunan indeks massa tubuh, penggunaan obat-obat angiotensin convert-
ing enzyme–inhibitor (ACE-inhibitor) dan angiotensin receptor blocker (ARB), serta gagal
jantung tingkat lanjut.1,2,9
Sebagian besar (50-60%) anemia pada gagal jantung merupakan anemia normokrom
normositer akibat penyakit kronik dan anemia renal. Penyebab anemia lainnya ada-lah defisiensi
besi (30%) akibat kurangnya asupan maupun absorbsi besi, serta kehi-langan darah kronik akibat
konsumsi obat-obatan anti platelet. Pada gagal jantung terjadi peningkatan volum plasma yang
berakibat hemodilusi dan menyebabkan ”anemia” tanpa penurunan aktual volum sel darah
merah.13,14
a. Transfusi darah
Penggunaan transfusi darah untuk peng-obatan anemia pada penderita dengan pe-nyakit
kardiovaskular masih kontroversial. Menurut guidelines dari American College of Physicians
and the American Society of Anesthesiologist, transfusi diberikan bila ka-dar Hb < 8gr%.
Penelitian Hebert dkk pada 838 pasien dengan penyakit kritis (26 % diantaranya dengan penyakit
kardiovaskuler) menunjukkan bahwa mempertahankan Hb pada nilai 10-12 gr% tidak
memberikan hasil lebih baik terhadap penurunan angka kema-tian <30 hari, dibandingkan
dengan kadar Hb 7-8 gr%. Transfusi juga beresiko terhadap terjadinya berbagai efek samping
seperti supresi sistem imun dengan resiko terinfeksi, sensitisasi terhadap antigen HLA, serta
kele-bihan cairan dan besi. Dengan adanya ber-bagai resiko ini maka transfusi lebih ber-manfaat
untuk mengatasi keadaan akut pada anemia berat, dan tidak ditujukan untuk pe-nanganan jangka
panjang terhadap anemia pada gagal jantung.13,14
d. Pemberian diuretik
Pada penderita gagal jantung dengan anemia yang disebabkan oleh hemodilusi, pemberian
preparat eritropoietin akan menaikkan massa eritrosit yang berakibat peningkatan volum darah
total, yang akan memperberat gagal jantung. Pada penderita dengan hemodilusi, pemberian
diuretik yang agresif akan menurunkan volum plasma sehingga anemia dapat terkoreksi.15
Pemberian transfusi darah, preparat eritropoietin, suplementasi besi atau diuretik memerlukan
pertimbangan yang matang serta kekhususan untuk setiap kasus yang dihadapi.
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. YS
No MR : 01 04 88 80
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Cengkeh
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Sesak nafas sejak 5 hari yang lalu, sesak dipengaruhi aktivitas, tidak dipengaruhi
makanan dan cuaca
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien
Tidak keluarga yang menderita penyakit hipertensi, DM dan penyakit jantung.
Pemeriksaan Umum
Kepala : normocephal
Toraks :
Paru : Inspeksi : bentuk normochest, simetris kiri = kanan secara dinamis dan
statis
Perkusi : sonor
Perkusi : timpani
Pemeriksaan EKG
Rontgen Thorax
HAP
Pemeriksaan Anjuran
Coomb’s Test
Tatalaksana
Follow up
16 Mei 2019
O/
Hasil Laboratorium:
Hb/Leuko/Ht/Tromb :
11,7/8.030/36/468.000
HAP on therapy
P/ atasi infeksi
Therapy lanjut
Pasien adalah seorang perempuan berusia 73 tahun datang ke RSUP dr. M. Djamil karena
keluhan sesak napas sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas tidak menciut, tidak
dipengaruhi oleh makanan, dan dipengaruhi aktivitas. Keluhan sesak napas pada pasien dapat
disebabkan oleh gangguan pada jantung atau paru, serta dapat disebabkan oleh reaksi anafilaktik.
Keluhan sesak napas pada pasien khas pada gangguan jantung, dimana sesak napas dipengaruhi
oleh aktivitas. Selain itu, pasien juga lebih suka tidur dengan bantal yang tinggi dan sering
terbangun di malam hari karena sesak napas. Sesak napas juga tidak disebabkan oleh cuaca dan
makanan. Pada pasien, terdapat riwayat hipertensi sejak 15 tahun yang lalu dan sudah kontrol
rutin dan meminum obat amlodipin dari dokter. Berdasarkan keluhan pasien dan faktor risiko
yang dimiliki pasien, diagnosis mengarah ke gagal jantung.
Pasien mengalami pucat dan badan terasa letih sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga
mengalami penurunan napsu makan yang menyebabkan adanya penurunan berat badan. Hal ini
dapat terjadi pada kondisi gagal jantung yang sudah terjadi dalam waktu yang lama.
Pada pemeriksaan fisik, pasien dalam keadaan umum sakit sedang dengan kesadaran
komposmentis. Pada pasien, ditemukan konjungtiva anemis, mukosa mulut anemis, JVP 5+2
cmH2O dan edema tungkai (+/+). Pada pemeriksaan paru, didapatkan suara napas
bronkovesikuler, adanya ronki, dan wheezing tidak ada. Pada pemeriksaan jantung, ditemukan
batas jantung membesar dan bising.
Pada pemeriksaan EKG, didapatkan adanya LVH dan atrial fibrilasi dengan RVR. LVH
menunjukkan adanya kardiomegali yang merupakan salah satu kriteria gagal jantung. Fibrilasi
atrium juga berkaitan erat dengan penyakit kardiovaskular lain seperti hipertensi, gagal jantung,
penyakit jantung koroner, hipertiroid, diabetes melitus, obesitas, penyakit jantung bawaan seperti
defek septum atrium, kardiomiopati, penyakit ginjal kronis maupun penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK). Gagal jantung simtomatik dengan kelas fungsional New York Heart Association
(NYHA) II sampai IV dapat terjadi pada 30% pasien FA, namun sebaliknya FA dapat terjadi
pada 30-40% pasien dengan gagal jantung tergantung dari penyebab dari gagal jantung itu
sendiri. Fibrilasi atrium dapat menyebabkan gagal jantung melalui mekanisme peningkatan
tekanan atrium, peningkatan beban volume jantung, disfungsi katup dan stimulasi
1. American Heart Association. Heart Disease and Stroke Statistic-2004 Update. Dallas,
TX: American Heart Association: 2003
2. Sudoyo, Aru. W. et.al. (editor) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Ed. 5. Jakarta
Pusat : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007
3. Leonard, S. Lilly (editor) Patophysiology of the heart : a collaborative project of medical
students and faculty 5th Ed. : Lippicont Williams &Wikkins, a WolterKhower Business,
2011
4. Fox KF, Cowle MR, Wood DA et.al. Coronary artery disease as the cause incident heart
failure in the population. Eur Heart J 2001:22:228-36
5. Price SA, Wilson ML, Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit Ed.6.(Brahm
U. Pendit..., Penerj.) Editor edisi bahasa Indonesia, Hartanto H, et.al. Jakarta : ECG, 2005
6. Permenkes No 5 Tahun 2014 : Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer, 2014
7. Dewi WK. 2009. Hubungan antara Riwayat Gagal Ginjal Kronik dengan Mortalitas di
Rumah Sakit pada Pasien dengan Diagnosis Gagal Ginjal Akut di Lima Rumah Sakit di
Indonesia pada Desember 2005 – Desember 2006. Skripsi. Jakarta. Program Studi
Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Manurung D. 2010. Tata Laksana Gagal Jantung Akut. Dalam (Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta:
InternaPublishing, 1515-9.
9. Chatterjee NA, Fifer MA. 2011. Heart Failure. In(Lilly LS ed). Pathophysiology of Heart
Disease. Ed 5. Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins, 216-43.
10. McMurray JJV, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Bohm M, Dickstein K, et al.
2012. ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart
Failure 2012. Eur Heart J, 33: 1787-847.
11. Siswanto BB, Hersunarti N, Erwinanto, Barack R, Pratikto RS, Nauli SE, dkk. 2015.
Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung. PERKI.
12. Setiadi, Siti, dkk. 2015. Panduan Sistematis untuk Diagnosis Fisis, Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisis Komprehensif. Jakarta : Interna Publishing – Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam.
13. Anker SD, von Hachling S. Anaemia in chronic heart failure (First Edition). Bremen:
UNI-MED, 2009.
14. Mitchell JE. Emerging role of anemia in heart failure. Am J Cardiol 2007;99(6B):13-21.
15. Tang YD, Katz SD. Anemia in chronic heart failure. Prevalence, etiology, clinical
correlates, and treatment options. Circulation 2006;113:2454-61.
16. Horwich TB, Fonarow GC, Hamilton MA, McLellan WR, Borenstein J. Anemia is
associated with worse symptoms, greater impairment in functional capacity, and a
significant increase in mortality in patients with advanced heart failure. J Am Coll
Cardiol 2002;39:1780-6.
17. Anand I, McMurray JJV, Whitmore J, et al. Anemia and its relationship to clinical
outcome in heart failure. Circulation 2004;110:149-54.
18. Mozaffarian D, Nye R, Levy WC. Anemia predicts mortality in severe heart failure. J
AM Coll Cardiol 2003;41:1933-9.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 33
19. McClellan WM, Flanders WD, Langston RD, Jurcovitz C, Presley R. Anemia and renal
insufficiency are independent risk factors for death among patients with congestive heart
failure admitted to community hospitals: a population-based study. J Am Soc Nephrol
2002;13:1928-36.
20. McKechnie RS, Smith D, Montoye C, Kline-Rogers E, O’Donnell MJ, DeFranco AC et
al. Prognostic implication of anemia on in-hospital outcomes after percutaneous coronary
intervention. Circulation 2004; 110:271-7.
21. Cromie N, Lee C, Struthers AD. Anemia in chronic heart failure: what is its frequency in
the UK and its underlying causes? Heart 2002;87:377-81.
22. Deswal A, Peterson NJ, Fieldman AM, Young JB, White BG, Mann DL et al. Cytokines
and cytokines receptors in advanced heart failure. Circulation 2001;103:2055-9.
23. Ganz T. Hepcidin a key regulator of iron metabolism and mediator of anaemia of
inflammation. Blood 2003;102:783-8
24. Go AS, Yang J, Ackerson LM, Lepper K, Robbins S, Massie BM et al. Hemoglobin
level, chronic kidney disease, and the risks of death and hospitalization in adults with
chronic heart failure. Circulation 2006;113:2713-23.
25. Sarnak MJ, Levey AS, Schoolwerth AC, Coresh J, Culleton B, Hamm L et al. Kidney
disease as a risk factor for the development of cardiovascular disease. Circulation
2003;108:2154-69.
26. Androne AS, Katz SD, Lund L, LaManca J, Hudaihed A, Hayniewicz K et al.
Hemodilution is common in patients with advanced heart failure. Circulation
2003;107:226-9.
27. Amin MG, Tighiouhart H, Weiner DE, Stark PC, Griffith JL, MacLeod B et al.
Hematocrit and left ventricular mass: the Framingham Heart Stydy. J Am Coll Cardiol
2004;43:1276-82.
28. Silverberg DS, Wexler D, Blum M, Tchebiner JZ, Sheps D, Keren G et al. The effect of
correction of anemia in diabetic and non diabetics with severe resistant congestive heart
failure and chronic renal failure by subcutaneous erythropoietin and intravenous iron.
Nephrol Dial Transplant 2003;18:141-6.
29. Silverberg DS, Wexler D, Blum M, Keren G, Sheps D, Leibovitch E et al. The use of
subcutaneous erythropoietin and intravenous iron for the treatment of the anemia of
severe, resistant, congestive heart failure improves cardiac and renal function and
functional cardiac class, and markedly reduces hospitalizations. J Am Coll Cardiol 2000;
35:1737-44.
30. Mancini DM, Katz SD, Lang CC, LaManca J, Hudaihed A, Androne AS. Effect of
erythropoietin on exercise capacity in patients with moderate to severe chronic heart
failure. Circulation 2003;107:294-9.
31. van Veldhuisen DJ, Dickstein K, Cohen-Solal A, Lok DJ, Wasserman SM, Baker N et
al. Randomized, double blind, placebo-controlled study to evaluate the effect of two
dosing regiments of darbepoetin-α on hemoglobin response and symptoms in patients
with heart failure and anemia. Eur Heart J 2007;28:2208-16.