TB Paru
TB Paru
PENDAHULUAN
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB anak
adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun.5
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat
sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat
sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi
infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2.1.2 Epidemiologi
Di negara berkembang, TB pada anak < 15 tahun adalah 15 % dari seluruh
kasus TB, sedangkan dinegara maju, angkanya lebih rendah, yaitu 5-7%.
Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang
karena jumlah anak berusia <15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh
populasi.7
World Health Organization memperkirakan bahwa TB merupakan
penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan kematian pada anak dan orang
dewasa.5,9. Jumlah seluruh kasus TB anak dari tujuh Rumah Sakit (RS) Pusat
Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penyandang TB
dengan angka kematian yang bervariasi dari 0-14,1%. Kelompok usia terbanyak
adalah 12-60 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi <12 bulan didapatkan 16,5%.
Kurang lebih 500.000 anak menderita TB setiap tahun. 200 anak di dunia
meninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anak meninggal setiap tahun akibat TB.1
2.1.3 Etiologi
2
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Ada 2 macam
mycobacteria yang menyebabkan penyakit tuberculosis yaitu tipe human ( berada
dalam bercak ludah dan droplet ) dan tipe bovin yang berada dalam susu sapi
Agen tuberculosis, Mycobacterium tuberculosa, Mycobacterium bovis, dan
Mycobacterium africanum, merupakan anggota ordo Actinomycetes dan famili
Mycobacteriaceae. .Ciri – ciri kuman berbentuk batang lengkung, gram positif
lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0.3
– 0.6 μm, tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar
matahari dan ultraviolet. Mereka dapat tampak sendiri – sendiri atau dalam
kelompok pada spesimen klinisyang diwarnai atau media biakan, tumbuh pada
media sintetis yang mengandung gliserol sumber karbon dan garam ammonium
sebagai sumber nitrogen. Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37 – 41
ºC, menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi. Dinding sel kaya lipid
menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibodi dan komplemen.1,2
3
endotracheal, dan jarang terdapat batuk5. Walaupun terdapat batuk tetapi
jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC
jarang sebab hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret
endobrokial anak.
b. Resiko Penyakit TBC : Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar
mengalami progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas
selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun, resiko sakit TBC
ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1
tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan
pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja
15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi
mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan dan kematian yang
tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi,
keadaan imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan
silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang
kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
2.1.5 Patogenesis2,3
Berbeda dengan TB pada orang dewasa, TB pada anak tidak menular. Pada
TBC anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada di
dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TB dewasa, kuman berada di paru-
paru dan membuat lubang untuk keluar melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk,
percikan ludahnya mengandung kuman. Ini yang biasanya terisap oleh anak-anak,
lalu masuk ke paru-paru
Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau langsung,
seperti saat batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini
diantaranya adalah sebagai berikut: tuberculosis paru primer dan tuberculosis post
primer. Tuberculosis primer sering terjadi pada anak, proses ini dapat dimulai dari
proses yang disebut droplet nuklei, yaitu statu proses terinfeksinya partikel yang
mengandung dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan terhirup serta
diendapkan pada permukaan alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi pada
kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke
4
dalam alveolar spase. Tuberculosis post primer, dimana penyakit ini terjadi pada
pasien yang sebelumnya terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara melalui
terhirupnya nukleus droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel dari
seseorang yang terinfeksi. Tuberculosisadalah penyakit yang dikendalikan oleh
respon imunitas yang diperantarai oleh sel dengan sel elector berupa makropag
dan limfosit (biasanya sel T) sebagai sel imuniresponsif. Tipe imunitas ini
melibatkan pengaktifan makrofag pada bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan
limfokin mereka, responya berupa reaksi hipersentifitas selular (lambat). Basil
tuberkel yang mencapai permukaan alveolar membangkitkan reaksi peradangan
yaitu ketika leukosit digantikan oleh makropag. Alveoli yang terlibat mengalami
konsolidasi dan timbal pneumobia akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak
terdapat sisa, atau prosesnya dapat berjalan terus dengan bakteri di dalam sel-sel
3,4.
Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke kelenjar getah bening regional
dan infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel epitelloid yang dikelilingi oleh
limfosit. Nekrosis sel menyebabkan gambaran keju (nekrosis gaseosa), jeringan
grabulasi yang disekitarnya pada sel-sel epitelloid dan fibroblas dapat lebih
berserat, membentuk jatingan parut kolagenosa, menghasilkan kapsul yang
mengeliligi tuberkel. Lesi primer pada paru dinamakan fokus ghon, dan
kombinasi antara kelenjar getah bening yang terlibat dengan lesi primer disebut
kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami kalsifikasi dapat terlihat dalam
pemeriksaan foto thorax rutin pada seseorang yang sehat3,4..
Menurut Admin (2007) patogenesis penyakit tuberkulosis pada anak terdiri atas :
1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati
sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di
alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan
peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar
5
limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer predileksinya
disemua lobus, 70% terletak subpelura. Fokus primer dapat mengalami
penyembuhan sempurna, kalsifikasi atau penyebaran lebih lanjut. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6
minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya
reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman
TBC2. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman
persister atau dormant (tidur). Kadang kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
2. TBC Pasca Primer (Post Primary TBC)
TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari TBC pasca primer
adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
6
2.1.6 Manifestasi Klinis
1. Manifestasi sistemik (umum/nonspesifik)
a. Demam lama (>2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain), yang
dapat disertai dengan keringat malam. Demam umumnya tidak tinggi.
b. Batuk lama >3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan.
c. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik dalam 1 bulan
dengan penanganan gizi yang adekuat.
d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan BB tidak
naik dengan adekuat (failure to thrive).
e. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya
multipel
f. Lesu atau malaise
g. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.
7
.
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
A. Anamanesis
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratorik
a. batuk-batuk lebih dari 2 minggu
b. batuk darah
c. sesak napas
d. nyeri dada
2. Gejala sistemik
a. Demam
8
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun.
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas
& kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1
& S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold
abscess”
9
Pemeriksaan Bakteriologik
1. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH)
Pemeriksaan Lain
1. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu
dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji
Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat
sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi. Bahan
jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
a. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
b. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen
Silverman)
c. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi,
trans thoracal biopsy/TTB, biopsy paru terbuka).
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang
spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua
dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat
pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan
tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
4.Uji Tuberkulin
10
Perkembangan hipersensitivitas tipe lambat pada kebanyakan individu
yang terinfeksi dengan basil tuberculosis membuat uji tuberculin sangat
dibutuhkan.Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam
menegakkan diagnosis tuberkulosis. Uji multi punksi tidak seakurat uji Mantoux
karena dosis antigen tuberculin yang dimasukkan ke dalam kulit tidak dapat di
control.Uji tuberkulin lebih penting lagi artinya pada anak kecil bila diketahui
adanya konvensi dari negatif.
Pada anak dibawah umur 5 tahun dengan uji tuberkulin positif, proses
tuberkulosis biasanya masih aktif meskipun tidak menunjukkan kelainan klinis
dan radiologis.4
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu dengan cara mono
dengan salep, dengan goresan disebut patch test cara von pirquet, cara mantoux
dengan menyuntikan intrakutan dan multiple puncture metode dengan 4 – 6 jarum
berdasarkan cara Heat and Tine. Uji kulit Mantoux adalah injeksi intradermal 0.1
mL yang mengandung 5 unit tuberculin ( UT ) derivate protein yang dimurnikan
( PPD ) yang distabilkan dengan Tween 80. 2
Sampai sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara yang paling
dapat dipertanggung jawabkan karena jumlah tuberkulin yang dimasukkan dapat
diketahui banyaknya.
Reaksi lokal yang terdapat pada uji Mantoux terdiri atas 1:
1. Eritema karena vasodilatasi perifer
2. Edema karena reaksi antara antigen yang dimasukkan dengan antibodi
3. Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus.
11
Interpretasi hasil test Mantoux1,2,5 :
1. Indurasi 10 mm atau lebih → reaksi positif
Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman
Mycobacterium tuberculosis.
2. Indurasi 5 – 9 mm → reaksi meragukan
Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan
Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi
yang sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm atau lebih berarti infeksi
dengan Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 – 9 mm berarti cross
reaction atau BCG, kalau tetap 6 – 9 mm tetapi ada tanda – tanda lain dari
tubeculosis yang jelas maka harus dianggap sebagai mungkin sering kali
infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.
3. Indurasi 0 – 4 mm → reaksi negatif.
Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.
Reaksi positif palsu terhadap tuberculin dapat disebabkan oleh sensitisi
silang terhadap antigen mikobakteria non tuberculosis. Reaksi silang ini
biasanya sementara selama beberapa bulan sampai beberapa tahundan
menghasilkan indurasi kurang dari 10 – 12 mm.
12
Infeksi TB dan sakit TB.
TB yang telah sembuh.
2. Imunisasi BCG (infeksi TB buatan).
3. Infeksi mikobakterium atipik.
Radiologis
Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95%
infeksi primer terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan.
Komplek primer lebih banyak ditemukan pada foto torax paru bayi dan anak kecil
daripada dewasa.
Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai
pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrate, Konsolidasi
segmental/lobar, Milier, Kalsifikasi dengan infiltrate, Atelektasis, Kavitas, Efusi
pleura, Tuberkuloma. Foto toraks tidak cukup hanya dibuat secara antero-
posterior (AP), tetapi harus disertai dengan foto lateral, mengingat bahwa
pembesaran KGB di daerah hilus biasanya lebih jelas pada foto lateral.
13
Gambar 6. Gambaran radiologis infeksi TB pada paru.
Pada gambar kiri terdapat gambaran kavitas serta bercak berawan pada
lapangan paru kanan atas, sedangkan gambaran CT scan menunjukkan
penyebaran bahan infeksius dari kavitas ke sistem tracheobronchial.9
2.1.8 Tatalaksana
Medikamentosa Obat TB utama (first line) saat ini adalah rifampisin (R),
isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S). Rifampisin
dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid,
14
etambutol, dan streptomisin. Obat TB lain (second line) adalah para-
aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide,
prothionamide, ofloxacin, levofloxacin, moxiflokxacin, gatifloxacin,
ciprofloxacin, kanamycin,
amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika
terjadi MDR.10
1. Isoniazid (INH)
INH adalah obat antituberkulosis yang sangat efektif saat ini, bersifat
bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif
yaitu kuman yang sedang berkembang dan bersifat bakteriostatik terhadap
kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel kuman. INH
cukup murah dan sangat efektif untuk mencegah multiplikasi basil
tuberkulosis. Terdapat dalam sediaan oral dan intramuskuler (i.m). Dalam
sediaan oral, kadar obat dalam plasma, sputum dan cairan seresrospinal dapat
dicapai dalam 1-2 jam dan bertahan minimal 6 – 8 jam. INH diberikan secara
oral, dosis harian yang biasa diberikan (5 – 15 mg/kgbb/hari), maksimal 300
mg/hari , diberikan satu kali pemberian. INH yang tersedia umumnya dalam
bentuk tablet 100mg dan 300mg, dan dalam bentuk sirup 100mg/5ml. INH
dimetabolisme melalui asetilasi di hati. INH terdapat pada ASI ibu yang
mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta,tetapi kadar
obat yang mencapai janin/bayi tidak membahayakan. 10
2. Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki
semua jaringan, dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem
gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan), dan kadar serum
puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini, rifampisin diberikan dalam bentuk oral
dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
, dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan
isoniazid, dosis rifampisin tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari dan dosis isoniazid
15
10 mg/kgBB/hari. Rifampisin umumnya tersedia dalam sediaan kapsul 150mg,
300mg dan 450mg sehingga kurang sesuai untuk digunakan pada anak-anak
dengan berbagai kisaran berat badan. Suspensi dapat dibuat dengan menggunakan
berbagai jenis zat pembawa, tetapi sebaiknya tidak diminum bersamaan dengan
pemberian makanan karena dapat timbul malabsorbsi. 10
3.Pirazinamid
Pirazinamid adalah derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan
dan cairan tubuh termasuk CSS, bakterisid hanya pada intrasel pada suasana
asam, dan diresorbsi baik pada saluran cerna. Pemberian pirazinamid secara oral
sesuai
dosis 15-30 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 2 gram/hari . Kadar serum
puncak 45 pg/ml dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif
karena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat suasana asam, yang timbul
akibat jumlah kuman masih sangat banyak. Penggunaan pirazinamid aman pada
anak
.
4. Etambutol
Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata.
Peran ut\ama dari obat ini adalah untuk mencegah resistensi obat lain. Dosis 15 –
20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1,25 gram/hari , dengan dosis tunggal. EMB
tersedia dalam tablet 250 mg dan 50 0mg. Sifat etambutol adalah bakteriostatik
dan bakterisidal. Toksisitas utama adalah neuritis optika berupa kebutaan terhadap
warna merah-hijau ( red-green color blindness). Efek ini cukup sering dijumpai
pada orang dewasa. Insidensi dari toksisitas optalmologika cukup rendah. Oleh
karena pemeriksaan lapang pandang dan warna pada anak-anak cukup sulit
dilakukan maka etambutol tidak direkomendasikan untuk terapi rutin pada anak-
anak. EMB dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaan TB
resisten-obat, jika obat-
obatan lainnya tidak tersedia atau tidak dapat digunakan.
.
5. Streptomisin
16
Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik kuman ekstraselular pada
keadaan basa atau netral, jadi efektif membunuh kuman intraseluler. Streptomisin
dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 15 – 40 mg/kgBB/hari,
maksimal dosis 1 gram/hari . Obat ini dapat melewati selaput otak yang
meradang, berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura, diekskresi
melalui ginjal. Toksisitas utama dari streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII
yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran berupa tinismus dan pusing
Prinsip dasar OAT adalah harus dapat menembus berbagai jaringan termasuk
selaput otak. Farmakokinetik OAT pada anak berbeda dengan orang dewasa.
Toleransi anak terhadap dosis obat per kgBB lebih tinggi. Secara ringkas, dosis
dan efek samping OAT dapat dilihat pada gambar dibawah ini
.
2.1.9 Panduan Obat TB
Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah
minimal tiga macam obat pada fase intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan
dengan dua macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau lebih). Pemberian
17
paduan obat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk
membunuh kuman intraselular dan ekstraselular. Pemberian obat jangka panjang,
selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
relaps. Berbeda dengan orang dewasa, OAT pada anak diberikan setiap hari,
bukan dua atau tiga kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
ketidakteraturan menelan obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak ditelan
setiap hari. Saat ini paduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB pada
anak adalah paduan rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid. Pada fase intensif
diberikan rifampisin, isoniazid, dan
pirazinamid, sedangkan pada fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan
isoniazid.
Pada keadaan TB berat, baik TB pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti
TB milier, meningitis TB, TB sistem skeletal, dan lain-lain, pada fase intensif
diberikan minimal empat macam obat (rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan
etambutol atau streptomisin). Pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan
isoniazid selama 10 bulan. Untuk kasus TB tertentu yaitu meningitis TB, TB
milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, dan peritonitis TB,
diberikan kortikosteroid (prednisone) dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari, dibagi
dalam 3 dosis, maksimal 60 mg dalam 1 hari. Lama pemberian kortikosteroid
adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh, dilanjutkan tappering off selama 1-2
minggu
2.1.10 Pencegahan
1. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi
sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah
insersi otot deltoid kanan (penyuntikan lebih mudah dan lemak subkutis lebih
tebal, ulkus tidak menganggu struktur otot dan sebagai tanda Baku). Bila BCG
diberikan pada usia >3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.
2.Kemoprofilaksis
Terdapat dua macam kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan
18
kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi TB, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah
berkembangnya infeksi menjadi sakit TB. Pada kemoprofilaksis primer diberikan
isoniazid dengan dosis 5 - 10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal.
Kemoprofilaksis ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular,
terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin
negatif). Obat diberikan selama 6 bulan. Pada akhir bulan ketiga pemberian
profilaksis dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika tetap negatif, profilaksis
dilanjutkan hingga 6 bulan. Jika terjadi konversi tuberkulin menjadi positif,
evaluasi status TB pasien. Pada akhir bulan keenam pemberian profilaksis,
dilakukan lagi uji tuberkulin, jika tetap negatif profilaksis dihentikan, jika terjadi
konversi tuberkulin menjadi positif, evaluasi status TB pasien.
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi
belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, sedangkan klinis dan
radiologis normal. Tidak semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder, tetapi
hanya anak yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi untuk berkembang
menjadi sakit TB, yaitu anak-anak pada keadaan imunokompromais. Contoh
anak-anak dengan imunokompromais adalah usia balita, menderita morbili,
varisela, atau pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik dan
kortikosteroid), usia remaja, dan infeksi TB baru (konversi uji tuberkulin dalam
waktu kurang dari 12 bulan). Lama pemberian untuk kemoprofilaksis sekunder
adalah 6-12 bulan.2
2.1.12 Prognosis
Prognosis dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, berapa lama
19
setelah mendapat infeksi, luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi
keluarga, diagnosa dini, pengobatan adekuat, kepatuhan minum obat, dan adanya
infeksi lain seperti morbilli, pertusis, diare yang berulang dan lain – lain.
Pada pasien dengan sistem imun yang prima, terapi menggunakan obat
anti- tuberkulosis memberikan hasil yang potensial untuk mencapai
kesembuhan.Jika bakteri sensitif dan pengobatan lengkap, kebanyakan anak
sembuh dengan gejala sisa yang minimal.Terapi ulangan lebih sulit dan kurang
memuaskan hasilnya.Perhatian lebih harus diberikan pada pasien dengan
imunodefisiensi, yang resisten terhadap berbagai regimen terapi, yang berespon
buruk terhadap terapi atau dengan komplikasi lanjut.
Ketika terjadi resistensi atau intoleransi terhadap Isoniazid dan
Rifampicin, angka kesembuhan menjadi hanya 50%, bahkan lebih rendah lagi.3,4
20
BAB III
STATUS ORANG SAKIT
2. ANAMNESE ORANGTUA
Nama Ayah : Indra Irawan
Umur :34 tahun
Pendidikan : SLTA/Sederajat
Pekerjaan :Wiraswasta
Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Puskesmas Gg. Selasih II. Kec. Percut Sei tuan
Riwayat Penyakit : -
21
Tempat Lahir : Jl. Puskesmas Gg. Selasih II. Kec. Percut Sei tuan
Kelahiran : Normal
BB Lahir : 3000 gram
Panjang Badan : 47 cm
Ditolong Oleh : Bidan
4. PERKEMBANGAN FISIK
0-3 Bulan : Segera menangis, dapat tersenyum, menatap wajah
4-6 Bulan :-
7-12 Bulan :-
1 Tahun – Sekarang :-
5. ANAMNESA MAKANAN
0-3 Bulan : ASI
4-6 Bulan :-
7-12 Bulan :-
1 Tahun – Sekarang :-
6. RIWAYAT IMUNISASI
BCG : diberikan 1x (usia 1 bulan)
DPT :-
POLIO :-
CAMPAK: -
HEPATITIS B : -
KESAN : Imunisasi belum lengkap
22
RPT : (-)
1. STATUS PRESENT
Status Gizi :
IMT = BB/TB(m2)
= 3,5/(0,47)2 = 3,5/0,22 = 15,9 (Severe)
2. STATUS LOKALISATA
A. Kepala : Normochepal
Rambut : Ikal, pirang, mudah dicabut(-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks cahaya
(normal)
Wajah : pucat (-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), deviasi septum nasi (-)
B. Leher : Pembesaran KGB (-)
C. Thoraks
Pulmonal Coronal
Inspeksi : Inspeksi :
Pergerakan dinding dada simetris, Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
kelainan bentuk dada (-), bercak
kehitaman (+)
23
Palpasi : Palpasi :
Sterm fremitus simetris, massa (-) Pulsasi ictus kordis tidak teraba
Perkusi : Perkusi :
Sonor dikedua lapang paru Batas Jantung Kanan Atas :
ICS II Linea Parasternalis Dextra
Batas Jantung Kanan Bawah :
ICS III-IV Linea Parasternalis Dextra
Batas Jantung Kiri Atas :
ICS II Linea Parasternalis Sinsitra
Batas Jantung Kiri Bawah :
ICS V Linea Midclavicularis Sinistra
Auskultasi : Aukultasi :
Suara pernapasan : vesikuler Bunyi jantung :
Suara tambahan : ronkhi (-/-) I : Penutupan katub mitral dan tricuspid
(normal)
II : Penutupan katub aorta dan pulmonal
(normal)
HR : 116 x/i
D. Abdomen
Inspeksi : Pembesaran organ (-), distensi abdomen (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+)
Palpasi : Renal, lien dan hepar tidak teraba
Nyeri tekan (-)
Perkusi : Tympani
E. Ekstremitas
Superior : Akral hangat (+), Pucat (-)
Inferior : Akral hangat (+),Pucat (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
1. DARAH
Haemoglobin : 7,2 gr/dl
Hemotokrit : 21,7 %
Leukosit : 12,1 m3/µl
Trombosit : 308,6 m3/µl
24
Eritosit : 2,61 jt/µl
2. KIMIA KLINIK
KGD ad Random : 161 mg/dl
3. FUNGSI HATI
Natrium : 133 mEq/l
Kalium : 3,9 mEq/l
Chlorida : 103 mEq/l
RESUME
Seorang bayi laki – laki berusia 1 bulan datang ke IGD RSUD Deli
Serdang Lubuk Pakam dibawa oleh orangtuanya dengan keluhan batuk darah
yang dialami os ± 1 hari ini. Darah yang keluar berwarna merah segar ± 10 -15
cc bercampur dengan lendir. Darah yang keluar ini didahului dengan batuk. Ibu
os mengatakan, batuk darah dialami hanya sekali saja..
Ibu os juga mengatakan pasien mengalami demam ± 7 hari ini disertai
sesak nafas. Demam tidak disertai dengan menggigil, demam bersifat naik turun,
dan hilang dengan obat penurun panas muntah.
Buang air kecil normal warna kuning jernih,. BAB normal frekuensi BAB
1-2x/hari, dengan konsistensi encer warnanya kekuningan, muntah (-).
STATUS PRESENT
Sensorium : Composmentis
HR : 137 x/i
RR : 46 x/i
Temp : 36,8oC
Status Gizi
BB/U = BB Aktual x 100 %
BB Baku
= 3,5kg x 100%
3,6 kg
= 97 %
Interpretasi = Gizi Normal
25
STATUS LOKALISATA
Kepala : Rambut ikal, pirang, dan mudah dicabut (-)
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), refleks cahaya (normal)
Wajah : Pucat (-)
Thoraks : Pucat (-), Auskultasi = Suara pernapasan : vesikuler
Suara tambahan : ronkhi (-/-)
Ekstremitas : Akral Hangat (+)
1. Tuberkulosis Paru
2. Bronkopneumonia
3. Bronkitis
Tuberkulosis Paru
15. PENATALAKSANAAN
- O2 2l
- IVFD KAEN 1B -> 10gtt/i
- Inj. Cefotaxime 175 mg/12jam
- Inj. Neo K 1 amp /24 jam selama 2 hari berturut turut
- Inj. Dexamethason 135 mg/8jam
OAT :
- INH 1 x 35 mg
- Rifampisin 1 x 50 mg
- Pirazinamid 1 x 70 mg
- Anjuran transfusi darah PRC : 40cc
-
16. PROGNOSA
Dubia ad bonam
17. ANJURAN
- Cek Darah rutin
- Foto Thoraks
26
FOLLOW UP PASIEN KESEHATAN ANAK
RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM
A A A
Tuberkulosis Paru Tuberkulosis Paru Tuberkulosis Paru e
P P P
- O2 2l - IVVD Nacl 0,9 % ->8 - IVVD Nacl 0,9
- IVFD KAEN 1B -> 10gtt/i
gtt/i % ->8 gtt/i
- Inj. Cefotaxime 175
- Inj. Cefotaxime 175 - Inj. Cefotaxime
mg/12jam
mg/12jam 175 mg/12jam
- Inj. Neo K 1 amp /24 jam
- Inj. Neo K 1 amp /24 - L – Zink 1 x1 cth
selama 2 hari berturut turut - L – Bio 1 x ½
jam selama 2 hari
- Inj. Dexamethason 135
sachet
berturut turut
mg/8jam
- Inj. Dexamethason
Anjuran transfusi darah PRC : 40cc 135 mg/8jam
- L – Zink 1 x1 cth
28
- L – Bio 1 x ½ sachet
BAB IV
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. World Global Tuberculosis Control 2011. Geneva World
Health Organization. 2011
2. Samitta, M. Bruce. Anemia, dalam Nelson, E Waldo., Kliegmen, Robert. Buku Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: EKG. 2000; h 1680-1712.
3. World Health Organization. World Global Tuberculosis Control 2010. Geneva World
Health Organization. 2010 PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta. 2002.
4. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2007
5. Rusdiana, Nelly. Pendekatan Diagnosis pada Anak. Available at
http://respiratory.usu,.ac.id/handle/123456789/18404 . Accessed on 18 September
2018.
6. Sylvia, A. Prince. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
1995; h 1253-1262.
7. Yuindartanto, Andrei. Anemia Pada Anak. Available at http://anemia-pada-
anak/2009/08/08 . accessed on 18 September 2018.
8. Rahajoe NN, Setyanto DB. Patogenesis dan Perjalanan Alamiah Tuberkulosis.
Dalam : Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta ; IDAI. 2013.
h.169-177
9. Mahaderma, Alain. Tb pada Anak. Available at: http://gejala-gejala-dan-tanda-
anemia-anak/28/02/2011. Accessed on. 18 September 2018.
10. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia 2013. .Petunjuk Teknis Manajemen Tb Anak Jakarta:
Kemenkes RI 2013
30
11. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : FK
UI
12. Sudoyo, W. Aru. et. al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta :
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007.
13. Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan TB Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan
Maria Abdulsalam, Albert Daniel https://saripediatri.org/index.php/sari-
pediatri/article/.../965/896 Accessed on 18 September 2018
31