Anda di halaman 1dari 14

Keragaman dan

Kesetaraan
Pluralitas, Keragaman, dan
Multikultural
 Ada tiga istilah yang sering digunakan secara
bergantian untuk menggambarkan masyarakat
yang tediri dari agama, ras, bahasa, dan budaya
yang berbeda-beda, yakni pluralitas, keragaman,
dan multikultural.
 Pluralitas menunjukkan hal yang lebih dari satu.
Sedangkan keragaman menunjukkan yang
banyak itu berbeda-beda, heterogen, bahkan
tidak dapat disamakan.
 Multikulturalisme adalah kesediaan menerima
kelompok lain secara sama sebagai kesatuan,
tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik,
gender, bahasa, ataupun agama.
Pluralisme di Indonesia
 Sistem sosial masyarakat Indonesia mempunyai
struktur yang istimewa, yaitu majemuk secara
“ganda, atau kemajemukan yang bersifat
multidimensional. Artinya struktur sosial
terpecah-pecah baik secara horizontal maupun
vertikal.
1) Faktor yang mengkotak-kotakkan secara
horizontal hasilnya berupa penggolongan sosial
(diferensiasi sosial).
2) Faktor yang menyayat-nyayat struktur secara
vertikal hasilnya berupa pelapisan sosial
(stratifikasi sosial).
Faktor yang menimbulkan
kemajemukan secara
horizontal
 Keadaan geografis dan pluralitas kesukuan; Indonesia terdiri dari
13.000 pulau yang tersebar di sepanjang wilayah 3000 mil dari barat
ke timur, dan selebar 1000 mil dari utara ke selatan.
 Kurangnya sarana transportasi laut dan udara serta kurangnya
sarana komunikasi menyebabkan penduduk yang menempati setiap
pulau menjadi kesatuan sosial yang sedikit banyak terisolasi dari
kesatuan sosial yang lain.
 Tiap kesatuan suku bangsa terdiri dari sejumlah warga yang
dipersatukan oleh ikatan yang lebih bersifat emosional, dan
memandang diri mereka masing-masing sebagai satu kesatuan
tersendiri, berhadapan dengan kesatuan suku bangsa lain.
 8 besar suku bangsa di Indonesia secara urutan menurut GW Skinner
yakni: Jawa, Sunda, Madura, Minangkabau, Bugis, Bali, Batak Toba,
dan Betawi.
 Etnis Tionghoa di Indonesia berjumlah 3%, secara kuantitatif mereka
dapat dikesampingkan, namun secara kualitatif (ekonomi) mereka
sangat penting dalam sistem kehidupan masyarakat Indonesia.
Lanjutan …
 Letak dan hubungannya dengan jalur lalu lintas perdagangan dan
pluralitas agama; Indonesia terletak di antara Samudra Indonesia dan
Samudra Pasifik yang merupakan jalur lalu lintas perdagangan ramai.
Melalui pedagang asing yang pernah singgah dan saling melakukan
transaksi perdagangan dengan pedagang pribumi, masyarakat
Indonesia sudah sejak lama bersentuhan dengan berbagai pengaruh
kebudayaan, khususnya agama, dari bangsa lain.
 Pengaruh pertama yang menyentuh masyarakat Indonesia adalah
kebudayaan Hindu dari India pada abad ke-4. Hinduisme dan Budhisme
tersebar kedaerah-daerah yang cukup luas serta melebur dengan
kebudayaan asli Indonesia. Hingga saat ini pengaruh agama Hindu dan
Budha masih tertanam kuat di pulau Bali dan Jawa.
 Kebudayaan Islam mengalami proses penyebaran yang meluas
sepanjang abad ke 15. Agama Islam memperoleh tanah tempat pijak di
daerah2 yang pengaruh agama Hindu dan Budhanya tidak cukup kuat.
Sedangkan di daerah Jawa Tengah dan Timur, teristimewa daerah
pedalamannya yang pengaruh agama Hindu dan Budha terlanjur kuat,
berkembang suatu kepercayaan agama yang bersifat syncretic, artinya
campur aduk antara kepercayaan animisme-dinamisme, Hindu, Budha,
dan Islam.
Lanjutan ….
 Reformasi agama Islam di Indonesia pada akhir abad ke 19 tidak
bisa mengubah keadaan itu (syncretic) selain memperkuat
pengaruh agama Islam di daerh-daerah yang sebelumnya sudah
merupakan kubu pengaruh agama Islam.
 Pedagang-pedagang Portugis datang ke Indonesia pada abad ke 16
karena tertarik pada kekayaan rempah2 di Maluku. Kedatangan
mereka disertai dengan kegiatan misionaris yang dengan segera
dapat menanamkan pengaruh agama Katolik di daerah tersebut.
 Ketika bangsa Belanda berhasil mendesak pedagang Portugis keluar
di daerah itu pada awal abad ke 17, maka pengaruh agama Katolik
pun surut, digantikan oleh pengaruh agama Kristen Protestan.
 Sikap bangsa Belanda yang relatif lebih lunak dibandingkan dengan
bangsa Portugis dalam soal agama, maka pengaruh agama
Protestan hanya mampu memasuki daerah-daerah sebelumnya yang
tidak cukup kuat dipengaruhi oleh agama Hindu dan Islam.
Lanjutan ….
 Pengaruh berbagai kebudayaan yang membonceng
perdagangan itu akhirnya membentuk pluralitas agama
dalam masyarakat Indonesia:
1) Hindu Dharma terutama di pulau Bali.
2) Golongan Islam konservatif-tradisional, di pedalaman
Jawa Timur, Tengah dan luar Jawa.
3) Golongan Islam modernis, terutama di daerah-daerah
strategis perdagangan internasional pada saat
masuknya reformasi agama Islam, daerah pantai utara
Jawa Timur dan Tengah serta sebagian besar daerah
Jawa Barat.
4) Golongan Kristen, yaitu Katolik dan Protestan, menyebar
di daerah Maluku, NTT, Sulawesi Utara, Tapanuli,
Kalimantan Tengah, dan di Jawa tersebar di setiap
perkotaan.
Lanjutan ….
 Topografi dan pluralitas regional; Iklim, curah hujan, struktur dan kesuburan tanah
yang berbeda di wilayah Indonesia merupakan faktor yang membentuk “pluralitas
regional” atau kemajemukan daerah. Pluralitas regional konkretnya terwujud dalam dua
macam lingkungan ekologis yang saling berbeda, yaitu:
 Daerah pertanian sawah, yang banyak terdapat di pulau Jawa dan Bali (inner Indonesia
= Indonesia “dalam”)
 Daerah pertanian ladang, yang banyak terdapat di luar pulau Jawa (outer Indonesia =
Indonesia “luar”)
 Perbedaan lingkungan ekologis itu menjadi sebab timbulnya kontras antara Jawa dan
luar Jawadalam tiga bidang, yaitu:
a) Kependudukan: kesuburan tanah di pulau Jawa membuat Belanda menggeser pusat
perdagangannya dari Maluku ke pulau Jawa, yang akhirnya menjadi pusat birokrasi,
pemusatan sarana sosial, ekonomi dan budaya di pulau Jawa. 70% penduduk Indonesia
ada di pulau Jawa.
b) Ekonomi: perbedaan pola perekonomian antara Jawa dan luar Jawa. Sekitar 88% devisa
Indonesia dihasilkan oleh ekspor dari Sumatra dan daerah luar Jawa lain, namun 80%
dari jumlah tsb digunakan oleh penduduk Jawa untuk mengimpor bahan makanan dan
barang konsumsi lainnya.
c) Sosial budaya: di pulau Jawa terjadi saling ketergantungan antar wilayah yang memiliki
kegiatan ekonomi sosial yang berbeda. Desa-desa menjadi pendukung kerajaan yang
menyuplai hasil pertanian dan menikmati pelayanan umum, perlindungan, dan berkah
sebagai imbalan. Sebaliknya sistem pertanian “ladang” di luar jawa telah mendorong
tumbuhnya suatu sistem kemasyarakatan yang mendasarkan diri atas kekuasaan di
lautan.
Faktor yang menimbulkan Kemajemukan
masyarakat menurut dimensi vertikal
 Kemajemukan menurut dimensi vertikal terwujud dalam polarisasi
sosial, yaitu kesenjangan yang tajam antara lapisan-lapisan sosial
berdasarkan faktor-faktor (a) kekuasaan politik, dan (b) kekayaan
ekonomi.
 Model yang menjadi sumber pelbagai ketimpangan itu adalah model
pembangunan yang berwatak kapitalistis, berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi semata melalui industrialisasi substitusi impor
yang dipusatkan di kota-kota.
 Pemisahan sektor ekonomi dalam dual economy. Sektor pertama
berupa ekonomi modern, dijumpai pada masyarakat kota, yang juga
mempunya kekuasaan politik, kuat ekonominya, berpendidikan, dan
mempunyai motivasi untuk maju. Sektor kedua berupa sektor
ekonomi tradisional, yang jelata di bidang politik, kurang
berpendidikan, merasa tidak berdaya atau bergantung pada pihak
lain, apatis dan kurang mempunyai cita-cita.
 Maka terjadi social concentration, yaitu pemusatan segala hal yang
baik pada satu golongan tertentu saja, sedangkan hal yang kurang
baik menumpuk pada golongan lainnya.
Pluralitas dan Multikulturalisme
 Pluralitas sekedar merepresentasikan adanya
kemajemukan, sedangkan multikulturalisme
memberikan penegasan bahwa dengan segala
perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam ruang
publik. Multikulturalisme menjadi semacam respon
kebijakan baru terhadap keragaman.
 Samuel P. Huntington (1993) meramalkan bahwa konflik
antar perbedaan tidak lagi disebabkan oleh faktor-faktor
ekonomi, politik, dan ideologi, tetapi dipicu oleh masalah
suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Ramalan
itu didukung oleh fakta perang etnik di semenanjung
Balkan (Yugoslavia), keragaman di satu sisi merupakan
kekayaan dan kekuatan, berbalik menjadi sumber
perpecahan ketika leadership yang mengikatnya
lengser.
Pandangan lain
 Pendapat Huntington disanggah oleh Emerson,
bahwa ia hanya melihat polarisasi antara Barat
dan Islam. Ia mengesampingkan bahwa di dunia
barat sendiri pun terjadi konflik. Seperti konflik
antara Protestan dan Katolik di Irlandia Utara.
 Namun pandangan Huntington harus diwaspadai
akan ancaman perpecahan antar etnis, budaya,
suku, dan agama dalam tubuh bangsa kita sendiri.
Konflik-konflik itu pernah terjadi di Ambon, Poso,
Sampit, Kupang, Mataram, dll. Yang semua
bersumber dari perbedaan suku, ras, dan agama.
Konflik akibat pluralisme di
Indonesia
 Teori sosial mengatakan bahwa dalam masyarakat yang majemuk
sudah terkandung bibit-bibit pertentangan. Masing2 kelompok
cenderung untuk makin memperkokoh solidaritas kedalam yang
sempit, sehingga integrasi bangsa terancam. Konflik bisa dibedakan
menjadi dua macam, yaitu:
 Konflik ideologis terwujud dalam pertentangan antar paham ideologi,
misalnya antar agama dalam hal pengetrapan ajarannya pada
pelbagai aspek kehidupan.
 Konflik politik berupa pertentangan2 antar kelompok dan golongan
dalam hal pembagian kekuasaan politik, penggunaan kekuasaan,
yang terjadi akibat tidak terdapat kesepakatan antar kelompok dan
golongan tentang cara bagaimana kehidupan bangsa.
 Tidak terlalu sukar untuk menjajagi kesan bahwa masyarakat
Indonesia masih relatif rawan terhadap pertentangan-pertentangan
yang berlatar belakang SARA (suku, agama, ras, dan antar
golongan).
Multikulturalisme
 Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang
mengakui dan mengagungkan perbedaan.
 Perbedaan budaya mendorong terwujudnya
keanekaragaman atau pluralisme budaya sebagai
corak kehidupan masyarakat yang mempunyai
keanekaragaman budaya, yaitu saling memahami dan
menghormati kebudayaan-kebudayaan yang
tergolong minoritas.
 Dalam multikulturalisme, suatu bangsa memiliki
sebuah kebudayaan utama dan berlaku umum
(mainstream) dalam kehidupan masyarakat tersebut.
Kebudayaan bangsa ini merupakan sebuah mozaik, di
mana didalamnya terdapat corak-corak budaya
daerah yang merupakan ekspresi masyarakat suku
bangsa yang ada.
Lanjutan
 Model multikulturalisme menekankan adanya
kesederajatan ungkapan-ungkapan budaya yang
berbeda-beda, pada pengkayaan budaya melalui
pengadopsian unsur-unsur budaya yang dianggap
paling cocok dan berguna bagi pelaku dalam
kehidupannya tanpa ada hambatan dengan asal
kebudayaan yang diadopsi tersebut.
 Pandangan dunia “multikultural” secara substantial
sebenarnya tidaklah terlalu baru di Indonesia. Prinsip
Indonesia sebagai negara “bhineka tunggal ika”
mencerminkan bahwa meskipun Indonesia adalah
multi kultural tetapi terintegrasi dalam keikaan,
kesatuan.

Anda mungkin juga menyukai