Anda di halaman 1dari 5

Penjelasan Hadits

Di dalam hadis ini Rasulllah shallallallahu ‘alaihi wasallammewasiatkan beberapa


untai kalimat kepada Ibnu ‘Abbas,

Untaian Kalimat yang Pertama, ‘Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu’.
Melalui putra pamannya itu, Nabi mengajarkan kita semua, bila kita menjaga
Allah dengan sebaik-baiknya, Allah pasti akan menjaga kita dengan penjagaan
yang melebihi upaya kita.

Menurut para ulama, menjaga Allah artinya menjaga batasan-batasan-Nya, hak-


hak, perintah-perintah, serta larangan-larangan-Nya. Bentuk aplikasinya adalah
dengan berkomitmen untuk menjalankan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya,
dan tidak melampaui batasan yang dilarang oleh-Nya. Jika semua itu dikerjakan,
maka ia termasuk orang yang menjaga Allah sebaik-baiknya.2 Pemilik kriteria
inilah yang disanjung oleh Allah Ta’ala,

َ ‫يظ أ َ َّو‬
‫اب ِل ُك ِلَ تُو َعد ُونََ َما َهذَا‬ َ ‫َح ِف‬
“(Kepada mereka dikatakan), “Inilah nikmat yang dijanjikan kepadamu, kepada
setiap hamba yang senantiasa bertobat (kepada Allah) dan menjaga (segala
peraturan-peraturan-Nya).” (QS. Qaf: 32)

Di antara hak-hak Allah yang paling agung yang wajib dijaga oleh seorang hamba
adalah memurnikan segala bentuk ibadah hanya kepada-Nya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Mu’adz, “Wahai Mu’adz, tahukah
engkau apa hak Allah atas hamba-Nya?” Mu’adz menjawab, “Allah dan Rasul-Nya
lebih mengetahui.” Kemudian Rasulullah bersabda, ‘Hak Allah atas hamba-Nya
adalah beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya.” (HR.
Bukhari: 2856 dan Muslim: 48)

Juga termasuk upaya menjaga Allah adalah menjaga shalat agar senantiasa tepat
pada waktunya.

Demikian juga termasuk dalam upaya menjaga Allah adalah menjaga lisan dari
segala bentuk kedustaan, perkataan kotor, adu domba, menggunjing, dan
menjaga kemaluan serta menundukkan pandangan.

Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda;

َ‫ض َم ْنلَ ُك ْم ْال َجنَّ َة‬ ْ َ ‫ام ْنأ َ ْنفُ ِس ُك ْمأ‬


ِ ًّ ‫ض َمنُوا ِلي ِست‬ْ ‫ا‬، ‫صدُقُواإذَا َحدَّثْت ُ َْم‬ ْ ُ ‫ا‬، ‫وأ َ ْوفُواإذَ َاو َع ْدت ُ َْم‬،
َ
‫وأَدُّواإذَااؤْ ت ُ ِم ْنت ُ َْم‬، َ ‫ظوافُ ُرو َج ُك َْم‬ ْ ‫ َو‬، ‫و ُكفُّواأ َ ْي ِديَ ُك َْم‬،
ُ َ‫احف‬ َ ‫ار ُك ْم‬ َ ‫ص‬ َ ‫ضواأ َ ْب‬
ُّ ‫غ‬ ُ ‫َو‬
“Jika kalian bisa menjamin enam hal, maka aku akan jamin kalian masuk surga:
[1] Jujurlah dalam berucap; [2] tepatilah janjimu; [3] tunaikanlah amanatmu; [4]
jaga kemaluanmu; [5] tundukkan pandanganmu; [6] dan jaga perbuatanmu.” (HR.
Al Hakim:8066 dan Ibnu Hibban: 107)3

Jika seseorang telah menjaga Allah dengan menjaga hak, perintah, dan larangan-
Nya, maka konsekuensinya Allah akan mengganti dengan yang lebih baik. Yaitu,
“Niscaya Allah akan menjagamu.” Orang yang bersedia untuk menjaga Allah maka
Allah akan membalasnya dengan penjagaan pula, bahkan penjagaan Allah tentu
lebih baik.

Menurut Ibnu Rajab, penjagaan Allah itu mengandung dua unsur4:

Pertama, Allah akan menjaga hamba-Nya yang saleh dengan memenuhi


kebutuhan dunianya, seperti terjaga badan, anak, keluarga, dan hartanya. Di
antara bentuk penjagaan jenis ini, Allah menciptakan malaikat yang bertugas
menjaga manusia. Allah berfirman,

ُ‫ن ُمعَ ِقبَاتَ لَ َه‬


َْ ‫ْن ِم‬ َْ ‫ظونَ َهُ خ َْل ِف َِه َو ِم‬
َِ ‫ن يَدَ ْي َِه بَي‬ َْ ‫َللا أ َ ْم َِر ِم‬
ُ َ‫ن يَ ْحف‬ ََِّ
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu bergiliran menjaganya dari
depan dan dari belakang, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. Ar Ra’du:
11)

Dan ada kalanya jika Allah ingin menjaga hamba-Nya, maka Allah akan menjaga
anak keturunannya, meskipun ia sudah tiada. Hal ini sebagaimana telah Allah
buktikan dalam kisah dua anak yatim yang ditolong oleh Khidir. Anak tersebut
ditolong lantaran orang tuanya adalah orang yang saleh. Allah berfirman,

َ ‫صا ِل ًحا أَبُو ُه َما َو َك‬


َ‫ان‬ َ
“Dan ayahnya adalah seorang yang saleh” (QS. Al Kahfi: 82)

Berkenaan dengan ayat ini, imam Al Baghawi menukilkan perkataan Muhammad


bin Munkadir, “Sesungguhnya berkat kesalehan seorang hamba, Allah akan
menjaga anak keturunannya, sanak famili, dan keluarganya, serta orang-orang
yang ada di sekitar rumahnya.5

Kedua, Allah akan menjaga agama dan imannya, inilah penjagaan yang paling
agung dan mulia. Hamba itu terjaga dari perkara syubhat yang menyesatkan dan
dari syahwat yang diharamkan.

Hal ini sebagaimana telah Allah buktikan pada nabi Yusuf ketika ia digoda oleh
seorang perempuan jelita berdarah biru. Wanita tersebut mengajak Yusuf untuk
melakukan perbuatan keji di sebuah ruangan yang sangat sepi. Meskipun Yusuf
juga berhasrat kepadanya, akan tetapi Allah menjaganya sehingga ia selamat dari
perbuatan keji tersebut. Allah berfirman,

َ‫فَ َكذَ ِل َك‬ ُّ ‫ن ِإنَّ َهُ َو ْالفَ ْحشَا ََء ال‬


ْ َ‫سو َءَ َع ْن َهُ َِلن‬
َ ‫ص ِر‬ ِ َ‫ْال ُم ْخل‬
َْ ‫صينََ ِعبَا ِدنَا ِم‬
“Demikianlah kami palingkan Yusuf dari keburukan dan kekejian. Sungguh dia
terasuk dari hamba kami yang terpilih.” (QS. Yusuf: 24)

Itulah rahasia yang tersirat di dalam firman Allah,

َ‫َوا ْعلَ ُمواأَنَّاللَّ َهيَ ُحولُبَ ْين َْال َم ْر ِء َوقَ ْل ِب ِه‬


“Ketahuilah sesungguhnya Allah membatasi antara seorang hamba dan hatinya.”
(QS. Al Anfal: 24)

Imam Ath Thabari menjelaskan makna ayat ini dengan menukil perkataan Imam
Adh Dhahak, “Maksudnya Allah memberi pembatas antara orang kafir dengan
ketaatan, dan memberi pembatas antara orang mukmin dengan kemaksiatan.”

Itulah balasan dari Allah kepada hamba-Nya yang sudi menjaga Allah Ta’ala.
Adapun orang yang tidak mau menjaga Allah, maka Allahpun juga enggan
menjaganya.

Untaian Kalimat Kedua, “Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu“
Maksudnya jika engkau menjaga Allah maka Dia senantiasa di depanmu untuk
membimbingmu menuju jalan-jalan kebaikan, serta mencegahmu dari segala
keburukan.6

Untaian kalimat kedua ini menjadi penguat dari untaian kalimat yang pertama.

Dari penjelasan di atas, maka bisa diambil faedah bahwa orang yang menjaga
Allah maka ia akan mendapatkan dua manfaat sekaligus:

Mendapatkan penjagaan dari Allah


Allah akan sentiasa membimbing di depannya
Ini membuktikan betapa luar biasa balasan dan apresiasi Allah kepada hamba-
Nya. Kita sadari, betapa pun upaya kita menjaga Allah, tetap saja kita tidak akan
pernah bisa melakukan yang terbaik sesuai dengan perintah-Nya. Tapi, Allah
selalu membalas dengan balasan terbaik yang sejatinya itu jauh tak sebanding
dengan usaha kita yang serba terbatas.

Sungguh tidak pantas jika kita berupaya menjaga Allah dengan segenap ibadah
akan tetapi ibadah tersebut kita nodai dengan riya dan kesyirikan.

Untaian Kalimat Ketiga, “Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah.”
Artinya, jika engkau hendak menginginkan sesuatu, maka mintalah kepada Allah,
jangan meminta kepada makhluk, sebab Allah adalah Maha Pencipta. Dia-lah
yang mampu mengabulkan segala permintaan hamba-Nya, sedangkan makhluk
serba diliputi keterbatasan, seringkali tidak mampu atau tidak mau.

Di samping itu, meminta dan berdoa kepada Allah adalah ibadah yang Allah
perintahkan kepada hamba-Nya. Bahkan di situlah seorang hamba menampakkan
kerendahannya, mengemis, meminta kepada Allah Yang Maha Agung. Olehkarena
itu Allah memerintahkan,

‫َللاَ َوا ْسأَلُوا‬


ََّ ‫ن‬ ْ َ‫ف‬
َْ ‫ض ِل َِه ِم‬

“Mohonlah kepada Allah sebagian karunia-Nya.” (QS. An Nisa: 32)

Lebih dari itu, bahkan Allah murka kepada orang yang tidak mau meminta
kepada-Nya. Allah berfirman,

َ‫س َيدْ ُخلُونََ ِع َبادَ ِتي َع ْنَ َي ْست َ ْك ِب ُرونََ الَّذِينََ ِإ َّنَ لَ ُك َْم أ َ ْست َِجبَْ ادْعُو ِني َربُّ ُك ُمَ َوقَا َل‬
َ َ‫اخ ِرينََ َج َهنَّ َم‬
ِ َ‫د‬
“Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan
bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku
akan masuk ke neraka Jahanam.” (QS.Al Mu’minun: 60)

Benarlah seorang pujangga Arab mengatakan,

‫ــــِللذِيأَب َْوابُــــ ُه َِليُحـْ َجــب‬


ِ ‫س‬ َ ‫الَتَسـْــألَــنَّبُنــيِآد َم َحــا َج‬
َ ‫ــةو‬
ُ‫ـب اللـ َه‬
َُ ‫ض‬
َ ْ‫إن يَغـ‬ ََ ‫ــؤالَهوبني ت َ َر ْك‬
َْ ‫ـت‬ َ ‫س‬ُ ‫ل حيــنََ آدم‬ َُ َ ‫ــب يُـ ْســـأ‬
َُ َ ‫يَ ْغضـ‬
Nak, jangan pernah kau meminta kepada hamba

Mintalah kepada pemilik pintu yang sentiasa terbuka

Sungguh Allah murka jika kau tak meminta kepada-Nya

Sedangkan anak adam akan murka jika kau meminta kepadanya

Untaian Kalimat Keempat, “Jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah


kepada Allah.”
Pantas lah jika kita diperintahkan untuk meminta pertolongan kepada Allah,
sebab Dia-lah yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Itulah sebabnya kita
diwajibkan untuk berdoa dalam setiap shalat kita,

َ ‫َّاكَ نَ ْعبُ َدُ ِإي‬


َ‫َّاك‬ َُ ‫نَ ْست َ ِع‬
َ ‫ين َو ِإي‬
“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon
pertolongan.” (QS. Al Fatihah: 4)

Untaian Kalimat Kelima, “Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk


memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari
apa yang telah Allah tetapkan untukmu”

Rasulullah mengawali untaian ini dengan perkataan, “Ketahuilah”. Ini


menunjukkan untaian kalimat ini merupakan kalimat yang penting untuk
diketahui.7
Makna hadis ini, seandainya seluruh manusia atau bahkan seluruh makhluk
bersatu untuk memberikan keuntungan kepadamu, maka hal itu tidak akan kamu
dapatkan, kecuali jika Allah telah menakdirkannya di lauh mahfudz.
Dengan untaian nasihat ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan
kepada kita bagaimana seharusnya kita beriman kepada takdir. Pada hakikatnya
seluruh manusia tidak bisa memberikan manfaat kepada sesamanya, kecuali
dengan takdir Allah. Jika demikian sudah seharusnya seluruh permintaan kita
ditujukan kepada Allah semata, bukan kepada sesama manusia. Sebab pada
hakikatnya yang bisa memberikan manfaat hanyalah Allah semata.8
Untaian Kalimat Keenam, “Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan
sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu
kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu.”
Ini juga menunjukan bahwa seluruh mara bahaya pada hakikatnya datang dari
Allah, terjadi dengan takdir dan kehendak-Nya. Jika demikian halnya maka sudah
semestinya kita memohon perlindungan hanya kepada Allah, bukan kepada
makhluk. Sebab pada hakikatnya hanya Dia yang mampu mencegah dan
mendatangkan mara bahaya.
Untaian Kalimat Ketujuh, “Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah
kering.”
Yang dimaksud dengan “pena” di sini adalah pena yang menulis seluruh takdir
manusia. Sedangkan maksud dari “lembaran-lembaran” adalah lembaran yang
digunakan untuk mencatat takdir. Ini artinya seluruh perkara dan kejadian sudah
ditetapkan. Apapun yang ditetapkan untuk kita, baik-buruknya pasti akan
terjadi.9 Tidak ada gunanya berkeluh kesah terhadap apa yang menimpa kita.
Sebab itu semua datang dari Allah Ta’ala.
Demikanlah bunga rampai nasihat yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Semoga kita bisa mengambil manfaat darinya, sebagaimana Ibnu
‘Abbas telah banyak mengambil manfaat darinya.

Jember, 17 desember 2013

Anda mungkin juga menyukai