PENDAHULUAN
1
Kronologis apendiksitis dapat dimulai di mukosa, kemudian melibatkan seluruh lapisan
dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau
adneksa sehingga terbentuk massa peripendikuler yang secara salah dikenal dengan
istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekroses jaringan berupa abses
yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak berbentuk abses, maka apendiksitis akan
sembuh, dan masa periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh
sempurna, tetapi akan membentuk jaringan perut yang menyebabkan pelengketan
dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan juga dapat menimbulkan nyeri ulang pada
bagian perut kanan bawah, pada suatu saat ketika organ ini dapat meradang akut lagi
dan dinyatakan eksaserbasi akut (Muttaqin & Sari, 2011).
Peran perawat pada klien dengan apendiksitis yaitu memberikan perawatan yang sesuai
dengan kondisi klien, perawat juga mempunyai peran sebagai pendidik dalam
memberikan pendidikan kesehatan agar dapat meningkatkan pengetahuan klien
mengenai penyakit apendiksitis, perawat memberikan pelindungan dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan (Perri & Potter, 2009).
Uraian latar belakang dari data diatas membuat penulis tertarik untuk mengangkat
asuhan keperawatan pada pasien dengan apendisitis akut.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mendeskripsikan Asuhan Keperawatan pada klien Ny.D pada kasus apendisitis akut
di Rumah Sakit Arifin Achmad.
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah menyusun karya tulis ilmiah ini, diharapkan mahasiswa mampu :
a. Mengetahui konsep dasar dari apendiksitis yang meliputi pengertian, penyebab,
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, komplikasi dan
penatalaksanaan.
b. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pasien dengan apendiksitis yang
meliputi pengkajian, diagnosa, dan intervensi keperawatan.
2
1.2.3 Manfaat Penulisan
Karya tulis ilmiah yang disusun penulis diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak
yang terkait, antara lain :
a. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa mampu
melaksanakan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan apendisitis akut
b. Bagi Profesi Pendidikan
Dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan apendisitis akut.
c. Bagi Lahan Praktik
Sebagai bahan masukan untuk meningktakan mutu dan pelayanan keperawatan
pada pasien apendisitis
d. Bagi Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam memberikan perawatan pada pasien
apendisitis
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun
(Mansjoer, 2010). Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Smeltzer, 2005). Apendisitis adalah peradangan apendiks yang
mengenai semua lapisan dinding organ tersebut (Price, 2005).
2.2 Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm, dan
berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya
dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insidens apendisitis pada usia itu (Departemen Bedah UGM, 2010). Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika
superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus
torakalis 10. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilikus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Pendarahan apendiks berasal dari arteri
apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya
karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren (Sjamsuhidajat, De
Jong, 2004).
Persarafan sekum dan apendiks vermiformis berasal dari saraf simpatis dan
parasimpatis dari plekxus mesenterica superior. Serabut saraf simpatis berasal dari
medula spinalis torakal bagian kaudal, dan serabut parasimpatis berasal dari kedua
nervus vagus. Serabut saraf aferen dari apendiks vermiformis mengiringi saraf simpatis
ke segmen medula spinalis thorakal 10 (Moore, 2006). Posisi apendiks terbanyak
adalah retrocaecal (65%), pelvical (30%), patileal (5%), paracaecal (2%), anteileal
4
(2%) dan preleal (1%) (R.Putz dan R.Pabst, 2006). Pada 65% kasus, apendiks terletak
intraperitoneal, yang memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya
bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya,
apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens.
Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks (Schwartz, 2000). Anatomi
apendiks dapat dilihat pada gambar 2.1
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis
kronik (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
2.3.1 Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan
tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih
tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
5
2.3.2 Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik.
Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat
menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang
tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat (Rukmono, 2011).
2.4 Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendistis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium (Price,
2005). Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi
(Mansjoer, 2010).
2.5 Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat
banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang
terjadi pada lumen apendiks yang biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja
6
yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing
dalam tubuh, tumor primer pada dinding apendiks dan striktur. Penelitian terakhir
menemukan bahwa ulserasi mukosa akibat parasit seperti E Hystolitica, merupakan
langkah awal terjadinya apendisitis pada lebih dari separuh kasus, bahkan lebih sering
dari sumbatan lumen. Beberapa penelitian juga menunjukkan peran kebiasaan makan
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya apendisitis akut ditinjau dari teori Blum
dibedakan menjadi empat faktor, yaitu faktor biologi, faktor lingkungan, faktor
pelayanan kesehatan, dan faktor perilaku. Faktor biologi antara lain usia, jenis kelamin,
ras sedangkan untuk faktor lingkungan terjadi akibat obstruksi lumen akibat infeksi
bakteri, virus, parasit, cacing dan benda asing dan sanitasi lingkungan yang kurang
baik. Faktor pelayanan kesehatan juga menjadi resiko apendisitis baik dilihat dari
pelayan keshatan yang diberikan oleh layanan kesehatan baik dari fasilitas maupun
non-fasilitas, selain itu faktor resiko lain adalah faktor perilaku seperti asupan rendah
serat yang dapat mempengaruhi defekasi dan fekalit yang menyebabkan obstruksi
lumen sehingga memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi (Sjamsuhidajat, De Jong,
2004).
2.6 Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya dan Yessie (2013) tanda dan gejala apendisitis adalah :
1. Nyeri pindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau
batuk) dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum local di titik Mc. Burney :
nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler.
2. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
3. Nyeri pada kuadaran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan (Rovsing sign)
4. Nyeri kanan bawah bila ditekan di sebelah kiri dilepas (Blumberg)
5. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk,
mengedan.
6. Nafsu makan menurun
7. Demam yang tidak terlalu tinggi
8. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare
7
Gejala-gejala pada permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak
sekitar umbilicus diikuti oleh anorexia, nausea dan muntah, gejala ini umumnya
berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam, nyeri bergeser ke kuadran
kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar Mc. Burney, kemudian dapat
timbul spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukosit
meningkat bila rupture apendiks terjadi nyeri sering kali hilang secara dramatis atau
sementara.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.6.1 Pemeriksaan laboratorium
1. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
2. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau
vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk
melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis
akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb
(hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
apendisitis infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat apakah terdapat infeksi pada
ginjal.
2.6.2 Pemeriksaan Radiologi
1. Apendikogram
2. Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04 serbuk halus
yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum
pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa,
hasil apendikogram dibaca oleh dokter spesialis radiologi.
3. Ultrasonografi (USG)
4. USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma
harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura (Penfold,
2008).
8
2.8 WOC
Fekolit Tumor Cacing ascaris Makanan Entamoeba
Hiperplesia (massa apendiks (benda asing) rendah serat hystolitica
dari feses
Konstipasi Erosi mukosa
apendiks
Tekanan
Sumbatan fungsional apendiks interasekol Tukak pada
mukosa
Pertumbuhan apendiks
Pengosongan apendiks terhambat kuman flora
normal
Pembentukan masa
perrapendikular/infitrat Sesak nafas
apendiks
PERUBAHAN FREKUENSI PERNAFASAN
9
Absorbs cairan usus Abstrubsi usus Peregangan usus yang Massa menguraikan
terus menerus diri secara lambat
Pembentukan
Tekanan intraluminal Cairan & elektrolit jaringan parut
Muntah refleks
pindah ke lumen
usus
Perlengketan dengan
Kehilangan ion Tekanan kapiler vena
jaringan sekitar
H, kalium dari arteriola Dehidrasi
lambung
Ruptur/perforasi INFEKSI
Alkalosis metabolik dinding usus
( Wijaya, AN & Yessie, 2013 dan Nurarif, HA & Hardi Kusuma 2013)
10
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operatif.
2.9.1 Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik (Oswari, 2000).
2.9.2 Operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks. Penundaan appendektomi dengan
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks
dilakukan drainase (Oswari, 2000).
2.10 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian : Identitas klien nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register,
identitas penanggung.
a. Riwayat kesehatan sekarang.
b. Keluhan utama : Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar
keperut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan
dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat
hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai
riasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
c. Riwayat kesehatan masa lalu : biasanya berhubungan dengan masalah
kesehatan klien sekarang.
d. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : klien tampak sakit ringan, sedang dan berat. Berat badan
Sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat.
11
- Sirkulasi : klien mungkin takikardi
- Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
- Aktivitas & istirahat : malaise,
- Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
- Distensi abdomen, nyeri tekan, nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak
ada bising usus.
- Nyeri/kenyamanan : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak. Keamanan demam
biasanya rendah.
- Data psikologis : klien nampak gelisah. Ada perubahan denyut nadi dan
pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.
2. Analisa data
a. Pre-Operasi
12
seperti tertusuk-
tusuk pada area
abdomen.
3. Nyeri dirasakan
pada saat ada
tekanan jari yang
tegas, ataupun
ketika ditekanan
dilepas.
DO : Sering mual, muntah, Ketidakseimbangan
1. Cairan yang di nafsu makan berkurang, nutrisi kurang dari
konsumsi dan anoreksia. kebutuhan tubuh.
dikeluarkan tidak
seimbang.
2. Kulit tampak kering.
3. Berat badan turun >
20% berat badan
ideal.
4. Makanan tidak habis
hanya setengah
porsi yang dimakan.
DS :
1. Mengeluh mual dan
muntah.
2. Mengeluh tidak ada
nafsu makan.
3. Mengeluh lelah.
DO : Inflamasi Hipertermi
1. Temperatur > 37,5ᵒc
13
- 40ᵒc.
2. Terlihat lelah.
3. Banyak diam,
kurang
berkomunikasi
DS :
1. Mengeluhkan tidak
enak badan.
2. Mengeluh kepalanya
pusing.
14
1. Tampak lebih
banyak beraktivitas
di tempat tidur
2. Tampak tidak terlalu
banyak bergerak
3. Aktivitas terbatas
hanya di atas tempat
tidur.
DS :
1. Menyatakan lelah
dan susah untuk
bergerak akibat
nyeri.
2. Mengeluh kesulitan
untuk berjalan jauh.
3. Mengeluhkan nyeri
pada saat
pemeriksaan
PSOAS Sign,
blumberg Sign,
obturator sign.
3. Rencana Keperawatan
a. Pre-Operasi
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
15
Nyeri akut b.d Tujuan : Mandiri : Menentukan sejauh
inflamasi mana nyeri yang
Selama masa - Kaji faktor penyebab,
dirasakan dan untuk
perawatan, Nyeri kualitas, lokasi,
memudahkan
berkurang sampai frekuensi, dan skala
memberi intervensi
dengan hilang. nyeri.
selanjutnya.
Kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda
Dapat
vital.
Menunjukan mengidentifikasi rasa
penurunan skala - Ajarkan tehnik distraksi sakit dan
nyeri. dan relaksasi. ketidaknyamanan.
Mengerti tentang
nyeri yang dirasakan
dan menghindari hal-
hal yang dapat
16
memperburuk nyeri.
Menekan susunan
saraf pusat pada
thalamus dan korteks
serebri sehingga
dapat mengurangi
rasa sakit/ nyeri.
17
Pemberian makan
sedikit tetapi sering
dapat membantu
untuk memenuhi
nutrisi yang telah
terbuang akibat
muntah
4. Diagnosa keperawatan
a. Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan
muntah.
b. Beresiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
tubuh.
c. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan
informasi kurang.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan
18
BAB III
GAMBARAN KASUS
19
Last Meal : Nasi putih + lauk dan air putih (terakhir jam 8 pagi hari jum’at)
Event/environtmen : pasien terlihat sedih dan menangis, pasien juga merasa tidak
nyaman
5. Hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
a. Hasil labor
20
b. Hasil radiologi
21
pada abdomen kanan bawah Sekresi mucus
dan nyeri ulu hati meningkat
Do :
1. Pasien tampak menangis Terjadi
2. P : nyeri pada abdomen pembengkakan
kanan bawah dan ulu hati
Q : nyeri terasa seperti Ulserasi
tertusuk tusuk
R : nyeri pada abdomen Peningkatan tekanan
kanan bawah intraluminal
S : skala 8
T : Nyeri terasa saat di Peningkatan tekanan
tekan pada abdomen abdominal
kanan bawah
nyeri
22
4. Mengeluarkan 2. Mengajarkan teknik
keringat 3-5 non farmakologi
5. TD 3-5 3. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
4. Tingkatkan istirahat
3.5 Implementasi
Hari/tanggal Diagnosa Implementasi SOAP
dan jam Keperawatan
Sabtu, 28 Nyeri akut 1. Kaji S : Pasien
desember karakteristik mengatakan nyeri
2019 nyeri, skala pada perut kanan
11.00 WIB nyeri, dan bawah dan ulu hati
lokasi nyeri O : TD (122/67
2. Anjurkan mmHg), RR (20x/i),
teknik relaksasi S (37◦C), N (88x/i)
nafas dalam A : nyeri akut
3. Berikan posisi P : intervensi
yang nyaman dilanjutkan di
4. Ukut ttv pasien ruangan
23
BAB IV
PEMBAHASAN
24
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm, dan
berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya
dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insidens apendisitis pada usia itu (Departemen Bedah UGM, 2010). Apendiksitis
merupakan kasus bedah gawat darurat pada bagian abdomen karena adanya
peradangan apendiks vermiformis yang menjadi salah satu penyebab pasien mengalami
abdomen akut. Istilah apendisitis di kalangan masyarakat sering di sebut sebagai usus
buntu padahal apendisitis adalah sekum (Wijaya & Putri, 2013).
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun
(Mansjoer, 2010). Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Smeltzer, 2005).
5.2 Saran
Dengan adanya penjabaran materi diatas, diharapkan agar para mahasiswa/I
keperawatan :
1. Dapat mengetahui dan mengerti tentang struktur dari apendiks
2. Dapat mengetahui mengenai apendisitis
3. Dapat mengetahui, mengerti, dan dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien
dengan apendisitis.
25