Anda di halaman 1dari 12

PENGAKUAN PENDAPATAN PADA PERUSAHAAN

WEDDING ORGANIZER
Zainal Arifin
K7414059
Pendidikan Akuntansi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
A. Pendahuluan
Akuntansi merupakan proses pengidentifikasian, pencatatan, penggolongan
dan pengkomunikasian suatu kejadian atau peristiwa ekonomi yang terjadi selama satu
periode dengan tujuan memberikan informasi kepada pihak yang membutuhkan,
sehingga output dari akuntansi adalah laporan keuangan (Financial Report).
Berdasarkan Rerangka Konseptual yang dikelaurkan oleh FASB menjelaskan bahwa
pelaporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang berguna bagi
investor, calon investor, kreditor dan calon kreditor dalam membuat keputusan.
Salah satu hal yang penting dalam menyedikan informasi yang berguna bagi
pihak-pihak yang membutuhkan adalah dengan mengambarkan pengakuan
pendapatan yang dilakukan oleh perusahaan. Hal tersebut menjadi sangat penting
karena sumber laba perusahaan berasal dari pendapatan dan beban sehingga perlu
diketahui pengakuan atas pendapatan dan beban bagi perusahaan agar tidak terjadi
kesalahan pencatatan. Untuk perusahaan kecil dan memiliki jumlah penjualan terbatas,
pengakuan atas pendapatan dan beban bukanlah masalah rumit. Tetapi bagi
perusahaan besar dalam skala penjualan besar, pengakuan pendapatan dan beban telah
menjadi masalah rumit dan kompleks.
Dalam konsep pendapatan permasalahan utamanya yaitu bagaimana
menentukan saat pengakuan pendapatan, jika penerapan pendapatan sesuai transaksi
dan sesuai Standar Akuntansi Keuangan maka pendapatan yang diterapkan dapat
dikatakan wajar. Pemilihan metode maupun teknik dalam akuntansi dapat
berpengaruh terhadap pengakuan pendapatan, hal ini tergantung kebijakan
perusahaan. Dalam pelaporan keuangan yang menjadi pusat perhatian dalam laporan
laba rugi adalah angka-angka pendapatan, beban dan laba hal ini sangat mempengaruhi

1
ketepatan dalam pengakuan pendapatan. Dengan demikian laporan keuangan harus
disajikan secara layak posisi keuangan perusahaan.
Wedding Organizer merupakan suatu jasa khusus yang membantu calon
pengantin & keluarga dalam perencanaan dan supervisi pelaksanaan rangkaian acara
pesta pernikahan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. WO juga mengelola
event pernikahan dari mulai Akad nikah, Upacara adat, Pelaminan, Catering, Rias
pengantin, Dokumentasi dan lain-lain.
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, WO terlebih dahulu melakukan
kontrak perjanjian terhadap calon konsumennya yang meliputi tanggal acara, tempat
acara, konsep acara hingga menyarankan beberapa pilihan paket yang sesuai untuk
pernikahan calon konsumennya. Pada umumnya, ketika terjadi perjanjian kontrak
konsumen tersebut juga melakukan pembayaran atas pilihan paket yang
dikehendakinya baik pembayaran penuh maupun pembayaran sebagian, sehingga
muncul permasalahan pengakuan pendapatan Wedding Organizer, apakah pendapatan
diakui ketika terjadinya kontrak perjanjian, ketika penerimaan kas atau ketika WO telah
melaksankan kewajibannya dalam menyelenggarakan pesta pernikahan kepada
konsumennya. Oleh karena itu, dalam makalah ini menjelaskan mengenai bagaimana
pengakuan pendapatan jasa pada perusahaan Wedding Organizer.

B. Tujuan
Berdasarkan pendahuluan yang telah dipaparkan, maka tujuan penyusunan
makalah ini adalah untuk memahami bagaimana perlakuan pendapatan pada
perusahaan Wedding Organizer.

2
C. Pembahasan
1. Pengertian Pendapatan
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No 23 tentang
pendapatan menjelaskan bahwa pendapatan merupakan pendapatan adalah arus
masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktifitas normal
perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan
ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Menurut Kieso,
Warfield dan Weygant (2007: 516) menjabarkan “Pendapatan adalah arus
masuk aktiva dan atau penyelasaian kewajiban akibat penyerahan atau produksi
barang, pemberian jasa atau kegiatan menghasilkan laba lainnya yang
membentuk operasi utama atau inti perusahaan yang berkelanjutan selama
suatu periode”.
Paton dan Littleton dalam Suwardjono (2014: 353) mengkarakterisasi
pendapatan sebagai berikut :
“Revenue is the product of enterprice, measured by the amount of new
assets received from customers; … stated in terms of assets the revenue
of the enterprise is represented, finally, by the flow of funds from the
customers or patrons in exchange for the product of the business, either
commodities or services”.
Ketiga definisi diatas menjelaskan mengenai pendapatan secara umum
belum membahas mengenai kriteria pengakuan pendapatan. Oleh karena itu,
Accounting Principles Board/ APB dalam Suwardjono (2014: 354)
mendefinisikan pendapatan sebagai berikut :
“Revenue- gross increases in assets or gross decreases in liabilities
recognized and measured in conformity with generally accepted
accounting principles that result from those types of profit-directed
activities of an enterprise that can change owners’ activities”
Berdasarkan pengertian diatas, dapat diketahui unsur-unsur pembentuk
pendapatan yang meliputi :
a. Aliran masuk atau kenaikan kas
b. Kegiatan yang merepresentasikan operasional utama perusahaan
c. Pelunasan, penurunan, atau pengurangan kewajiban

3
d. Suatu entitas
e. Produk perusahaan
f. Pertukaran produk
g. Menyandang beberapa nama atau mengambil beberapa bentuk
h. Mengakibatkan kenaikan ekuitas
2. Pengakuan Pendapatan
Pengakuan pendapatan menurut PSAK No. 23 dalam paragraf 07
menyatakan bahwa, dalam hubungan keagenan, arus masuk bruto manfaat
ekonomi meliputi jumlah yang ditagihkan untuk kepentingan prinsipal dan
tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas entitas. Jumlah yang ditagihkan diatas
nama prinsipal bukan merupakan pendapatan. Sebaliknya, yang merupakan
pendapatan adalah jumlah komisi yang diterima. Penentuan apakah entitas
bertindak sebagai prinsipal atau agen menyaratkan adanya pertimbangan dan
memperhatikan seluruh fakta dan kondisi yang relevan.
Pendapatan baru dapat diakui setelah produk selesai diproduksi yang
kemudian dijual, sehingga pendapatan belum dapat diakui sebelum terjadi
penjualan. Hal tersebut didasarkan pada asumsi bahwa pengakuan harus
didasarkan pada keterukuran dan reliabilitas, jumlah rupiah harus pasti
sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, apabila terjadi kontrak
penjualan, maka hal tersebut belum cukup untuk mengakui pendapatan sebelum
barang atau jasa tersebut selesai dikerjakan, meskipun jumlah rupiah
pendapatan telah direalisasi. Oleh karena itu, Financial Accounting Standards
Board (FASB) dalam suwarjono (2014: 367) mengemukakan dua kriteria
pendapatan yang keduanya harus dipenuhi, yaitu :
a. Terealisasi atau cukup pasti terealisasi
Pendapatan baru dapat diakui setelah pendapatan tersebut terealisasi
atau cukup pasti terealisasi. Pendapatan dikatakan terealisasi apabila produk
telah terjual atau ditukarkan dengan kas atau klaim terhadap kas.
Pendapatan dikatakan cukup pasti terealisasi apabila aset berkaitan yang
diterima dapat dengan mudah dikonversi menjadi kas.

4
b. Terbentuk
Pendapatan dikatakan terbentuk apabila perusahaan telah
melakukan secara substansial kegiatan yang harus dilakukan untuk dapat
menghaki manfaat pada pendapatan.
Kedua kriteria tersebut harus dipenuhi untuk dapat mengakui pendapatan.
Menurut Suwardjono (2014: 369), pendapatan dapat diakui ketika memenuhi
beberapa persyaratan sebagai berikut :
a. Pada saat kontrak penjualan
Perusahaan yang telah menandatangani kontrak penjualan dan telah
menerima kas untuk seluruh nilai kontrak tetapi perusahaan belum mulai
memproduksi barang, maka pada tahap ini pendapatan telah terealisasi
(sesuai dengan kriteria 1), namun karena belum dilakukan penyerahan
terhadap penjualan sehingga pada tahap ini perusahaan belum dapat
mengakui pendapatan karena hanya memenuhi 1 kriteria saja, sehingga
perusahaan baru dapat mengakui pendapatan ketika perusahaan telah
melakukan penyerahan atas penjualan tersebut.
b. Selama proses produksi secara bertahap
Dalam industri tertentu, pembuatan produk memerlukan waktu yang
cukup lama. Misalnya dalam industri konstruksi bangunan. Biasanya
produk semacam itu diperlakukan sebagai projek dan dilaksankan atas dasar
kontrak sehingga pendapatan terealisasi untuk seluruh periode kontrak
tetapi mungkin belum cukup terbentuk pada akhir tiap periode akuntansi.
Dalam hal ini, pengakuan pendapatan dapat dilakukan secara bertahap (per
periode akuntansi) sejalan dengan kemajuan proses produksi atau sekaligus
pada saat projek selesai dilakukan. Yang pertama disebut metode persentase
penyelesaian, sedangkan yang terakhir disebut metode kontrak selesai.
Permasalahan teoritis yang kemudian dapat terjadi jika seluruh
pendapatan diakui dengan memakai metode kontrak selesai, akan terjadi
kemungkinan terjadi ketidakseimbangan volume pendapatan dan kegiatan
produksi antar tahun. Masalah juga timbul kalau perusahaan tidak

5
memperlakukan tiap kontrak sebagai projek dan mengakui pendapatan pada
saat produk diserahkan tanpa mengakumulasi kos yang berkaitan dengan
produk sehingga penandingan yang tepat tidak tercapai.
Suatu alternatif untuk memecahkan masalah di atas adalah
penggunaan projek atau angkatan produksi sebagai wadah atau takaran
penentuan dan pelaporan laba bukannya periode waktu. Sebagai alternatif
lain, perusahaan dapat mengakui pendapatan secara bertahap dan tetap
menggunakan periode sebagai takaran penghitung laba.
Persentase kemajuan fisis produk bukan merupakan proporsi yang
tepat untuk dasar pengukuran pendapatan yang harus diakui karena
persentase tersebut belum tentu menunujukkan persentase penyerapan kos
kecuali kenyataannya memang demikian. Demikian juga, jumlah rupiah kas
yang telah diterima atas dasar termin pembayaran kontrak tidak dapat
dijadikan basis untuk menentukan pendapatan yang harus diakui. Walaupun
kontrak konstruksi menetapkan adanya harga yang pasti, hasil pekerjaan
belum pasti sehingga kos bagi perusahaan kontraktor juga tidak pasti.
Karena hal inilah pengukuran pendapatan dengan metode kontrak selesai
lebih umum digunakan.
c. Pada saat produksi selesai
Pengakuan semacam ini setara dengan pengakuan pendapatan
metode kontrak selesai. Pengakuan pendapatan atas dasar saat produk
selesai diproduksi dapat dianggap layak untuk industri ekstraktif
(pertambangan) termasuk pertanian. Bahan dasar hasil produksi biasanya
memiliki harga yang sudah pasti. Kondisi ini memungkinkan untuk
menaksir dengan cukup tepat nilai jual yang dapat direalisasi suatu sediaan
barang jadi ada pada tanggal tertentu, sehingga kedua kriteria pengakuan
dianggap dapat terpenuhi.
d. Pada saat penjualan
Pengakuan ini merupakan dasar yang paling umum karena pada saat
penjualan kriteria penghimpunan dan realisasi telah terpenuhi. Kriteria

6
terealisasi telah terpenuhi karena telah ada kesepakatan pihak lain untuk
membayar jumlah rupiah pendapatan secara objektif. Dengan demikian,
saat penjualan merupakan saat yang kritis dalam operasi perusahaan.
Transaksi penjualan mengakibatkan masuknya aset baru ke dalam
perusahaan (kas atau piutang) untuk:
1) Menutup kos (potensi jasa) yang terserap untuk melaksanakan kegiatan
produksi yang berkulminasi dengan penyerahan produk.
2) Menyediakan dana sebagai imbalan untuk pembayaran pajak kepada
pemerintah, bunga kepada kreditor, dan dividen kepada pemegang
saham.
Kendati saat penjualan menjadi standar umum pengakuan
pendapatan, terdapat beberapa hal yang sering diajukan sebagai keberatan
terhadap dasar tersebut. Hal pertama yaitu berkaitan dengan kepastian
pengukuran pendapatan akibat kos purna jual dan masalah kedua adalah
adanya kemungkinan retur barang. Akhirnya kemungkinan akan ada
piutang tak tertagih, sehingga piutang tidak dapat dijadikan bukti
terealisasinya pendapatan.
Menurut Pawan (2013:351), selama ini ada dua dasar pengakuan dari
pendapatan pendapatan, yaitu:
a. Accrual Basis, yaitu pendapatan diakui pada saat periode terjadinya
transaksi pendapatan. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa
lain diakui pada saat kejadian walaupun kas belum diterima.
b. Cash Basis, yaitu pendapatan hanya dapat diakui dan diperhitungkan
berdasarkan penerimaan dan pengeluaran kas. Dengan dasar ini, maka
penjualan barang atau jasa hanya dapat diperhitungkan pada saat tagihan
langganan diterima.
3. Pengakuan Pendapatan pada Perusahaan Wedding Organizer
Wedding Organizer merupakan suatu jasa khusus yang membantu calon
pengantin & keluarga dalam perencanaan dan supervisi pelaksanaan rangkaian
acara pesta pernikahan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. WO juga

7
mengelola event pernikahan dari mulai Akad nikah, Upacara adat, Pelaminan,
Catering, Rias pengantin, Dokumentasi dan lain-lain.
Beberapa faktor penyebab calon penganti dan keluarga menggunakan
jasa penganti menurut nurpatonah (2015: 8) antara lain :
a. Waktu Yang Sangat Berharga
Khususnya bila calon pengantin atau keluarga sibuk terikat
dengan aktifitas pekerjaan yang tinggi sehingga sulit menyisakan waktu
yang cukup untuk menyiapkan sendiri segala perencanaan &
perlengkapan acara.
b. Efisiensi Waktu Dan Tenaga
Begitu banyak macam kebutuhan sebuah pesta pernikahan dan
tersedia beraneka ragam pilihan. Bila belum memiliki sendiri data atau
pengalaman menggunakan suatu jasa / produk , sungguh melelahkan
bila Anda harus mencari dan membandingkannya sendiri satu persatu.
Dengan memanfaatkan semua informasi mengenai pernikahan yang
disediakan oleh seorang Wedding Organizer, Anda dapat menghemat
waktu dan tenaga.
c. Tanggung jawab Proffesional atas Kelancaran Acara
Menjelang pesta, ditengah kegembiraan dan kesibukan Anda
dalam mempersiapkan penampilan diri secara sempurna, hampir tidak
mungkin lagi bagi Anda untuk memeriksa sendiri kesiapan
perlengkapan pesta seperti dekorasi, catering, fotografer, dll. Anda
dapat stress sendiri bila melakukan semuanya sendirian. Juga tidak enak
rasanya meminta anggota keluarga atau teman untuk bertanggung jawab
menangani masalah itu. Dengan kontrak kerja yang profesional,
Wedding Organizer akan bertanggung jawab secara penuh atas
kelancaran acara.
d. Penampilan Yang Sempurna
Pesta pernikahan Anda akan menjadi kenangan seumur hidup.
Kesiapan fisik dan mental yang sempurna adalah kunci dari segalanya.

8
Kerjasama yang terpadu antara Anda dan sebuah tim yang profesional
akan membantu mewujudkannya.
e. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pekerjaan seorang Wedding Organizer adalah :
1) Memberikan input kepada calon pengantin mengenai hal-hal yang
harus diperhatikan dalam perencanaan dan pelaksanaan upacara
pernikahan
2) Mencari lokasi resepsi (bila belum ada)
3) Menyusun budget
4) Membantu perencanaan mengenai tema, alur, dan dekorasi pesta
5) Membuat Buku Program Acara Pernikahan (Skenario acara &
pengambilan gambar)
6) Mengkoordinasikan dan mengarahkan job description Panitia
Keluarga
7) Fasilitasi, negosiasi dan koordinasi dengan pihak gedung/hotel dan
supplier/vendor seperti catering, dekorasi, fotografer, perias, grup
musik, dll
8) Pengurusan persyaratan akad nikah & perizinan lain-lain
9) Menyusun jadwal kerja dan jadwal pembayaran
10) Mengatur setting ruangan dan flow tamu di rumah maupun di tempat
resepsi
11) Supervisi pelaksanaan upacara pernikahan agar segala sesuatunya
dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana
12) Mengambil langkah-langkah pengamanan bila terjadi keadaan
darurat (sebatas dengan kewenangan yang diberikan).
Pendapatan pada Wedding Organizer umumnya dicatat menggunakan
standar basis akrual, sehingga pendapatan dicatat ketika terjadinya transaksi
atau kontrak meskipun belum menerima kas dan atau belum melaksanakan
kewajibannya sebagai WO.

9
Ketika perusahaan WO menerima kontrak untuk menyelenggarakan
pernikahan, namun belum menerima pembayaran (DP) ketika terjadinya
kontrak, maka tidak terjadi permasalahan dalam pencatatan akuntansinya. Beda
halnya ketika perusahaan WO telah menerima pembayaran penuh pada saat
kontrak terjadi, maka pencatatan akuntansinya berbeda.
Pada tanggal 22 Oktober 2017, WO Cleanship menerima permintaan
calon pasangan pengantin untuk menyelenggarakan pesta pernikahan yang akan
dilaksanakan tanggal 1 November 2017 dengan paket yang diambil adalah back
to nature dengan harga Rp 150.000.000,00 yang dibayar tunai. Berdasarkan
kasus tersebut, maka WO Cleanship melakukan pencatatan sebagai berikut
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
22/10/2017 Kas 150.000.000
Pendapatan diterima dimuka 150.000.000
Saat kontrak perjanjian terjadi yaitu pada tanggal 22 Oktober 2017 WO
Cleanship belum bisa mengakui transaksi tersebut kedalam kategori
pendapatan, hal ini mengacu pada kriteria pengakuan pendapatan yang
dikemukakan oleh FASB dalam Suwarjono (2014: 367) yang menjelaskan
pendapatan hanya dapat diakui ketika memenuhi dua kriteria yaitu terealisasi
atau cukup pasti terealisasi dan terbentuk. Tanggal 22 Oktober 2017
menunjukkan bahwa kontrak perjanjian yang dilakukan oleh WO Cleanship
telah terealisasi yang dibuktikan dengan penerimaan sejumlah kas untuk
melaksanakan kewajiban WO, sehingga pada tanggal tersebut telah memenuhi
salah satu kriteria.
Meskipun telah menenuhi salah satu kriteria, transaksi tersebut belum
dapat diakui sebagai pendapatan karena belum memenuhi kriteria yang lain,
yaitu terbentuk. Kriteria terbentuk dapat terjadi ketika WO Cleanship telah
melaksanakan kewajiban dengan menyelenggarakan pesta pernikahan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tanggal 22 Oktober 2017, WO
Cleanship harus mengakui kontrak perjanjian tersebut sebagai kewajiban
sampai barang dan atau jasa tersebut diserahkan kepada pembeli.

10
Tanggal Keterangan Ref Debit Kredit
1/11/2017 Pendapatan diterima dimuka 150.000.000
Pendapatan Jasa 150.000.000
Pada tanggal 1 November 2017, WO Cleanship telah melaksanakan
kewajibannya dengan menyelenggarakan pernikahan, sehingga pada tanggal
tersebut WO Cleanship dapat mengakui pendapatan atas transaksi tanggal 22
Oktober 2017, karena telah memenuhi dua kriteria pengakuan pendapatan yang
dikemukakan oleh FASB yaitu terealisasi (tanggal 22 Oktober 2017) dan
terbentuk (tanggal 1 November 2017).
D. Kesimpulan
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No 23 tentang pendapatan
menjelaskan bahwa pendapatan merupakan pendapatan adalah arus masuk bruto dari
manfaat ekonomi yang timbul dari aktifitas normal perusahaan selama satu periode
bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi
penanaman modal.
Pendapatan baru dapat diakui setelah produk selesai diproduksi yang kemudian
dijual, sehingga pendapatan belum dapat diakui sebelum terjadi penjualan. Hal
tersebut didasarkan pada asumsi bahwa pengakuan harus didasarkan pada keterukuran
dan reliabilitas, jumlah rupiah harus pasti sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Selain itu, apabila terjadi kontrak penjualan, maka hal tersebut belum cukup untuk
mengakui pendapatan sebelum barang atau jasa tersebut selesai dikerjakan, meskipun
jumlah rupiah pendapatan telah direalisasi.
Pada perusahaan Wedding Organizer, pendapatan hanya dapat diakui ketika
memenuhi dua kriteria pengakuan pendapatan yang dikemukakan oleh FASB yaitu
terealisasi atau cukup pasti terealisasi dan terbentuk. Apabila salah satu kriteria tidak
terpenuhi, maka perusahaan WO tidak dapat mengakui suatu transaksi kedalam
kategori pendapatan. Ketika terjadi kontrak untuk menyelenggarakan jasa pernikahan
dan telah menerima pembayaran penuh maupun sebagaian, maka WO harus mencatat
transaksi tersebut kedalam akun pendapatan diterima dimuka, dan baru dapat diakui
sebagai pendapatan ketika telah menyelenggarakan pernikahan.

11
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntansi Indonesia, 2012, Standar Akuntansi Keuangan, PSAK 23, Jakarta:
Ikatan Akuntansi Indonesia
Kieso, Weygandt dan Warfield. 2007. Akuntansi Intermediate, Edisi ke Dua Belas, Jlid
2. Jakarta: Erlangga
Nurpatonah, E. 2015. Sistem Informasi Pemesanan Wedding Organizer Berbasis Web
pada Java Exist Management.Skripsi.Universitas Komputer Indonesia,
Bandung
Pawan, E. C. 2013. Pengakuan, Pengukuran, Pengungkapan dan Pelaporan
Pendapatan Berdasarkan PSAK No. 23 pada PT. Pegadaian. Manado:
Universitas Sam Ratulangi.
Suwardjono. 2014. Teori Akuntansi, Edisi ke Tiga. Yogyakarta : BPFE

12

Anda mungkin juga menyukai