Anda di halaman 1dari 13

A.

Pengertian Komunikasi Teraupetik Pada Lanjut Usia (Lansia)

Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke


atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999).

Pada usia lanjut akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan


untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-laha, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinedes, 1994).

Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik
dan struktural disebut penyakit degeratif yang menyebabkan lansia akan
mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999).

Penggolongan lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok yang baru


memasuki lansia, kelompok lansia (65 tahunke atas), kelompok lansia risiko
tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 kategori, yaitu:

1. Usia lanjut : 60-74 tahun


2. Usia tua : 75-89 tahun
3. Usia sangat lanjut : lebih dari 90 tahun

B. Perubahan Fisik Dan Mental Pada Lansia


1. Sistem Kardiovaskuler
Perubahan yang terjadi adalah penurunan curah jantung, penurunan
kemampuan merespon stress, frekuensi jantung volue sekuncup tidak
meningkat dengan kebutuhan maksimal, kecepatan pemulihan jantung lebih
lambat, peningkatan darah. Biasanya lansia akan mengeluh keletihan dengan
meningkatkan aktivitas, temuan objektif untuk tekanan darah normal 140/90
mmHg.
2. Sistem Permnafasan
Perubahan yang terjadi adalah peningkatan volume residual paru, penurunan
kapasitas vital, penurunan pertukaran gas, dan kapasitas difusi dan penurunan
efisiensi batuk. Biasanya lansia akan mengalami keletihan dan sesak nafas
setelah beraktivitas, gangguan penyembuhan jaringan akibat penurunan
oksigenasi serta kesulitan membatukan sekresi.

3. Sistem integgumen
Perubahan yang terjadi adalah penurunan perlindungan terhadap trauma dan
pajanan matahari, penurunan perlindungan terhadap suhu yang ekstrim,
berkurangnya sekresi minyak alami dan kringat. Terlihat pada lansia kulit
nampak tipis ddan kriput, keluhan yang sering muncul tidak tahan panas da
mudah cedera.

4. Sistem reproduksi
Pada wanita perubahan yang terjadi adalah penyempitan dan penurunan
elastisitas vagina serta penurunan sekresi vagina sehingga menyebabkan nyeri
saat berhubungan kelamin bahkan bias terjadi perdarahan vagina setelah
erhubungan seksual, gatal, dan iritasi vagina serta orgasme terlambat.Pada pria
perubahan yang terjadi adalah penurunan ukuran penis dan testis, ereksi dan
pencapaiaan orgasme melambat.
Sedangkan pada pria dan wanita perubahan yang sama terjadi yaitu respon
seksual yang melambat.

5. Sistem muskuluskletal
Perubahan yang terjadi adalah kehilangan kepadatan tulang, kehilangan
ukuran dan kekuatan otot serta degenerasi tulang rawan sendi. Terjadi pada
penurunan darah tinggi badan, rentan terhada fraktur, kifosis, keluhan nyeri
punggung bahkan sampai kehilangan kekuatan, flekisbelitas, dan ketahanan.
Keluhan yang paling sering muncul adalah nyeri sendi.
6. Sistem Genitourinarius
Pada pria dan wanita perubahan yang terjadi adalah kapasitas kandung kemih
enurun, dan keerlambatan merasa ingin berkemih. Biasanya terjadi retensi
urin, kesulitan berkemih, urgensi, frekuensi, dan inkontinensia urin.

7. Sistem Gastrointestinal
Terjadi penurunan salivasi, kesulitan menelan makanan, perlambata
pengosongan esophagus dan lambung serta penurunan motilitas
gastrointestinal. Keluhan yang biasanya muncul adalah mulut kering, sesak,
nyer ulu hati, dan gangguan pencernaan. Tiidak sedikit pula mengeluh
konstipasi, flatulens, dan ketidaknyamanan abdomen.

8. Sistem saraf
Perubahan yang terjadi adalah berkurangnya penurunan kecepatan konduksi
saraf, cepat bingung saat sakit fisik dan kehilngan orientasi lingkungan
(bingung saat dimasukan kerumah sakit), penurunan sirkulasi serebral
(pingsan, kehilangan keseimbangan), respond an reaksi melambat.

9. Sistem indra khusus


a. Penglihatan
Perubahan yang terjadi adalah berkurangnya kemampua memusatan pada
benda dekat, ketidak mampuan menerima cahaya yang menyilaukan,
terhadap perubahan intesitas cahaya dan terjadi penurunan kemampuan
membedakan warna.
b. Pendengaran
Terjadi penurunan kemampuan untuk mendengar suara dengan frekuensi
yang tinggi biasanya lansia meminta individu untuk meminta individu
untuk mengulang kata- kata sebagai perkuat untuk dapat mendengar.
c. Kecap dan penghidu
Terjadi penurunan kemampuan terhadap pengecapan dan penciuman
biasanya menggunakan gula dan garam yang berlebih.
10. Kehilangan
Kehilangan merupakan situasi yang aktual dan potensial dimana seseorang
atau objek yang dihargai seperti semula. Banyaknya masalah-masalah
kesehatan yang meningkat, kematian pasangan atau orang-orang yang dicintai
bias membuat lansia mengalami depresi.

C. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Teraupetik Pada Pasien Lanjut


Usia

Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit dibandingkan
dengan komunikasi pada populasi biasa sebagai akibat dari angguan sensori yang
terkait usia dan penurunan memori.

Orang ketiga juga dapat menjadi bagian dari interaksi, karena pasien lanjut usia
seringkali ditemani oleh anggota keluarga yang dicintai yang aktif terlibat pada
perawatan pasien dan berpastisipasi dalam kunjungan. Ada banyak faktor lain
yang mempengaruhi efektifitas komunikasi dengan pasien lanjut usia. Pasien
lanjut usia sering hadir dengan masalah yang kompleks dan beberapa keluhan
utama yang memerlukan waktu untuk menyelesaikannya.

Untuk setiap dekade kehidupan setelah usia 40 tahun, pasien kemungkinan


mengalami satu penyakit kronik baru. Sehingga pada usia 80 tahun, orang
kemungkinan memiliki paling tidak 4 penyakit kronis (Vieder, dkk., 2002). Faktor
lain adalah bahwa pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit bertanya dan
menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter (Haug & Ory, 1987; Greene
et al.,1989).

Masalah usia atau dikenal dengan istilah ageism juga merupakan hal yang lazim
dijumpai pada perawatan kesehatan dan secara tidak sengaja berperan terhadap
buruknya komunikasi dengan pasien lanjut usia (Ory, dkk., 2003).
D. Prinsip Komunikasi Untuk Lansia
Prinsip komunikasi untuk lansia (Ebersole dan Hass dalam Bunner dan Sinddarth,
1996) adalah:
1. Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
2. Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
3. Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik.
4. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
5. Jangan berbicara berbicara dengan keras dan berteriak, berbicara langsung
dengan telinga yang dapat mendengar dengan baik. Berdiri di depan klien.
6. Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana.
7. Beri kesempatan pada klien untuk mengenang.
8. Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang
tua, kegiatan rohani.
9. Membuat rujukan pada trapi werapi wicara dan kegiatan sosial sesuai
kebutuhan.
10. Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
11. Selalu menanyakan respon, terutama ketika mengajarkan sesuatu tugas atau
keahlian.

E. Dasar Komunikasi Terapeutik pada Lanjut Usia


a. Kegunaan Komunikasi
Komunikasi berguna untuk pertukaran informasi dan untuk membina hubungan
dengan orang lain, atau dengan kata lain komunikasi merupakan aspek dasar
pada hubungan antar manusia dan merupakan sarana untuk berhubungan
dengan orang lain. Pada pasien lanjut usian berbagai bentuk dari penyakit dan
ketidak mampuan dapat berpengaruh terhadap proses komunikasi dan
perawatan kesehatannya, sehingga diperlukan cukup perhatian dan sikap yang
baik untuk proses komunikasi tersebut.

Sering kali terjadi bahwa baik pihak keluarga maupun medis melupakanatau
tidak memperhatikan berbagai hambatan yang ada untuk tercapainya
komunikasi yang efektif pada pasien lanjut usia yang akhirnya dapat
mengakibatkan interpretasi yang keliru terhadap pesan yang disampaikan
maupun yang diterima oleh mereka (Smith & Buckwalter, 1993).

b. Komponen pada proses komunikasi


1) Pembicara : Orang yang menyampaikan pesan.
2) Pendengar : Orang yang menerima pesan.
3) Pesan verbal : Kata–kata yang secara aktual diucapkan atau
disampaikan.
4) Pesan non verbal : Kesan yang ditangkap saat kata-kata tersebut
diucapkan termasuk ekspresi wajah, tekanan suara,
postur dan sikap tubuh dan pilihan kosa kata yang
digunakan.
5) Umpan Balik : Respons berupa tanggapan baik verbal maupun
non verbal.
6) Konteks : Fisik dan lingkungan sosial atau pengaturan dalam
pesan yang dikirim
7) Persepsi : Kemampuan untuk memilih, mengatur dan
menafsirkan informasi indrawi menjadi dimengerti dan bermakna.
8) Evaluasi : Kemampuan untuk menganalisa informasi yang
diterima, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan masa lalu.
9) Transmisi : Ekspresi yang sebenarnya dari informasi dari
pengirim kepada pemerima (pesan lisan dan pesan non verbal) (Smith &
Buckwalter, 1993).

F. Teknik Berkomunikasi Teraupetik Dengan Pasien Lanjut Usia


a. Menunjukan hormat dan keprihatinan.
Komunikasi pasien yang baik didasarkan pada respect atau hormat kepada
pasien dan memahami serta mengapresiasi setiap pasien sebagai sosok
manusia yang unik. Untuk menunjukan rasa horma, anda harus menghadapi
pasien secara formal dan menyapa dengan “bapak” atau “ibu”, kecuali
pasien sebelumnya telah meminta anda untuk memnggil dengan nama
pertamanya, dan hindarkan menggunakan istilah yang merendahkan seperti
“manisku”, “sayangku”, “cintaku”. Berkomunikasi yang saling bertatap
mata dengan duduk dikursi dan langsung menatap pasien. Dengan
malakukan hal ini, anda menunjukan perhatian sejati dan aktif
mendengarkan, serta membantu pasien untuk mendengar dan
memahamianda secara lebih baik. Sentuhan lembut ditangan, lengan, atau
pundak pasien akan menyampaikan rasa turut prihatin dan perhatian
(Adelman et al., 2000).
b. Memastikan Bahwa Pasien Didengar dan Dipahami
Mempertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan
adalah kunci komunikasi efektif antara pasien lanjut usia dan dokter
(Adelman et al., 2000 ; Ory et al., 2003). Membbiarkan pasien lanjut usia
untuk berbicara beberapa menit tentang masalahnya tanpa intruksi akan
memberikan lebih banyak informasi daripada riwayat pendukung yang
terstruktur cepat. Merasa sedang diburu-buru akan menyebabkan mereka
merasa bahwa mereka sedang tidak dingarkan atau dipahami (Adelman et
al., 2000). Penelitian menunjukan bahwa pasien lanjut usia dan dokter
sering tidak sepaham tentang tujuan dan masalah medis yang dihadapi.
Komunikasi yang buruk dapat mengganggu pertukaran informasi serta
menurunkan kepuasan pasien (Greene et al., 1989). Pada umunya, anda
harus berbicara pelan, jelas, dan keras tanpa berteriak, menggunakan bahasa
dan kaliamat yang singkat dan sederhana. Karena pasien lanjut usia
umumnya labih sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai
kewenangan dokter, maka penting bagi perawat untuk sering merangkum
dan mamancing pertanyaan (Adelman et al., 2000 ; Robinson et al., 2006).
Startegi umum tambahan untuk memperbaiki komunikasi dengan pasien
lanjut usia, antar lain :
1) Menggabungkan data pendahuluan sebelum perjanjian untuk bertemu,
karena pasien lanjut usia khas memiliki berbagai masalah kesehatan
yang kompleks.
2) Meminta pasien menceritakan keluhannya hanya sekali (yaitu tidak
bercerita dulu kepada perawat). Untuk meminimalkan frustasi dn
kelelahan pasien.
3) Menghindarkan jargon medis.
4) Menyederhanakan dan menulisakan instruksi.
5) Menggunakan diagram, model, dan gambar.
6) Menjadwalkan pasien lanjut usia terlebih dahulu, karena mereka
umumnya lebih siap dari segi waktu dan secara klinis cenderung kurang.

c. Menghindari Ageism
Salah satu hal terpenting yang harus diingat ketika berkomunikasi dengan
pasien lanjut usia adlah menghindarkan ageism. Ageism, suatu istilah yang
pertama disampaikan oleh Robert Butler, direktur pertama the National
Institute On Aging, adalah systematic stereotyping dan diskriminasi
terhadap seseorang karena mereka berusia lanjut ( Butler, 1969). Ageism
adalah hal yang lazim pada perawatan kesehatan dan dapat di refleksikan
dalam tindakan seperti meremehkan masalah medis, menggunakan bahasa
yang bersifat merendahkan, hanya memberikan sedikit edukasi tentang
regiment preventif, menawarkan sedikit pengobatan untuk masalah
kesehatan mental, menggunakan panggilan yang bernada menghina,
menghabiskan lebih sedikit masalah psikosoial, dan membuat stereotipe
orang tua (Ory et al., 2003). Untuk menghindarkan ageism mulailah
mengenal pasien lanjut usia sebagai satu pribadi dengan riwayat dan
penyelesaian yang jelas. Pendekatan ini memungkinkan anda untuk
menemui setia pasien lanjut usia sebagai individu yang unik dengan
pengalaman seumur hidup yang berharga bukan orang tua yang tidak
produktif dan lamah (Roter, 2000). Juga penting untuk tidsk
mengasumsikan bahwa semua pasien lanjut usia adalah sama. Bisa saja
dijumpai “orang berjiwa muda” dengan usia 85 tahun serta “orang berjiwa
tua” dengan usia 60 tahun. Setiap pasien dan setiap maslah harus
diperlakukan dengan unik.
d. Mengenal Kultur Dan Budaya
Mengenal latar belakang kultur dan budaya pasien untuk kemudian
mengaplikasikannya dalam komunikasi dokter-pasien lanjut usia merupakan
hal penting dalam mempengaruhi presepsi pasien terhadap baik dan
berkualitasnya pelayanan kesehatan yang diberikan dokter (Ong et al.,
1995).

Tips untuk komunikasi yang efektif dengan pasien lanjut usia


a. Strategi Umum
1) Mempersiapkan lingkungan ruang pemeriksaan, memperbanyak
penerangan dan menurunkan kebisingan (mempertimbangkan
kemungkinan berkurangnya pengelihatan dan pendengaran)
2) Memanggil pasien dan anggota keluarga dengan sebutan ”Bapak” atau
”Ibu” dan menghindarkan sebutan “manis”,”saying” atau “cintaku”.
3) Bicaralah dengan pelan, jelas, tanpa berteriak, menggunakan nada yang
kalem dan ekspresi yang menyenangkan.
4) Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan, lengan, atau
bahu.
5) Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa, membiarkan pasien selama
beberapa menit untuk mengekspresikan masalahnya jika mampu.
6) Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
7) Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali intruksi yang
penting
8) Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan huruf beruk ukran 14.
9) Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat pasien lanjut
usia.
b. Gangguan kognitif pasien
1) Jangan mengabaikan pasien
2) Bertanyalah dengan pertanyaan sederhana yang hanya memerlukan
jawaban “ya” atau “tidak” dan bahasa tubuh sederhana
3) Ketika melakukan pemeriksaan, berikan instruksi satu persatu.
c. Pertemuan dengan keterlibatan pihak ke tiga
1) Persiapan lingkungan ruang pemeriksaan dengan tiga kursi dalam bentuk
segitiga
2) Pada mulanya berikan pertanyaan kepada pasien, kemudian mintalah
masukan dari pendamping pasien.
3) Mintalah pasien dan oendamping pasien untuk mengulang kembali setiap
intruksi yang penting.

G. Pendekatan Berkomunikasi Terapeutik Pada Lanjut Usia


Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan pendengaran yang
berkurang, tataplah pasien sehingga pasien dapat membaca bibir dan
menggunakan isyarat mata. Meminimalkan kebisingan, dan berbicara pelan, jelas
dan dalam nada yang normal. Berteriak akan menghambat komunikasi, mengubah
nada berfrekuensi tinggi, dan mempersulit pasien untuk memahami kata-kata
anda. Jika suara anda melengking redamlah lengkingan ketika anda berbicara
dapat membantu pasien untuk mendengan anda lebih dengan baik. Ketika
memberikan instruksi untuk medikasi, tes, atau pengobatan, hindarkan bertanya
kepada pasien apakah dia mengerti. Orang dengan gangguan pendengaran
mungkin akan menjawab “ya” tanpa menyadari bahwa mereka belum mendengar
apapun atau salah memahami beberapa informasi pendekatan yang lebih baik
untuk mngecek pemahaman pasien adalah dengan meminta pasien untuk
mengulang instruksi (Adelman et al .,2000). Akhirnya, karena pendengaran
memburuk kemudian hari, aptoiltmen yang lebih awal umumnya lebih baik
(Feras&Mattos, 2007). Jika tersedia, pengeras suara (alat portable yang
memperkuat suara dokter dan memancarkannya ke headphones yang dipakai oleh
pasien) diketahui akan sangat memudahkan komunikasi dengan pasien yang
mengalami gangguan pendengaran (Fook&Morgan,2000). Ketika berkomunikasi
dengan pasien dengan ganggguan penglihatan lingkungan klinik dapat diperbaiki
dengan memperbanyak pencahayaan, menggunakan warna warna kontras untuk
membuat objek lebih jelas (misalnya, kerangka pintu, kursi yang berada dilantai
klinik), dan menggunakan huruf yang besar serta berwarna kontras untuk setiap
tanda setiap bahan dengan tulisan harus dicetak paling tidak setiap bahan dengan
tulisan harus dicetak paling tidak dengan huruf berukuran 14 diatas keartas
berwarna. Direkomendasikan untuk menggunakan dua sumber cahaya,
pencahayaan untuk latar belakang dan lampu tertutup (proter,2000). Ketika
membahas rencana pengobatan ingatlah masalah keamanan potensial yaitu
gangguan penglihatan. Sebagai contoh, pasien lanjut usia kadang kadang akan
meletakkan obatnya dalam satu wadah dan tergantung pada satu warna untuk
mengenalinya. Ini dapat menjadi masalah keamanan, karena banyak obat yang
berwarna putih, biru muda, hijau muda, yang akan terlihat berwarna abu abu oleh
mata yang telah menua. Warna merah, oranye, dan kuning paling baik dilihat dan
dapat digabungkan dalam perawatan pada contoh lain, pasien yang mengalami
kesulitan memastikan dosis insulin dapat dinstruksikan untuk ditempatkan pada
warna merah diatas meja, yang akan mempermudahnya untuk melihat jarum dan
vial. Kertas kotak berwarna merah dapat dibalutkan pada pegangan untuk
berjalan, serta tongkat atau tabung oksigen untuk membantu pasien lanjut usia
ketika mengambilnya(Adelman et al .,2000).

H. Hambatn Komunikasi Teraupetik Pada Lanjut Usia


1. Pasien dengan defisit sensorik
Beberapa pasien menunjukkan deficit pendengaran dan penglihatan yang
berkait dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi.
Penelitian mengindikasikan bahwa 16-24% individu berusia lebih dari 65
tahun mengalami pengurangan pendengaran yang memengaruhi komunikasi
(Crews&Campbell, 2004;Mitchell, 2006). Bagi mereka yang berusia diatas
80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60 % (Chia
et al ., 2006). Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran
yang dikenal sebagai presbyacussis yang terutama berkenaan dengan suara
berfrekuensi tinggi suara berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang
berdampak pada pemahaman pasien diawal dan diakhir kata .gangguan visual
yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diametr pupil; lensa mata
menguning yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang
gelombang pendek seperti lavender, biru,hijau; dan menurunkan elastisitas
cyliarimuscles, yang mengakibatkan akomodasi ketika bahan cetakan
dipegang diberbagai jarak kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit
mata yang menurukan ketajaman penglihatan(misau katarak, degenerasi
macular, glawcoma, komplikasi ocular pada diabetes). Lebih dari 15% orang
tua berusia lebih dari 70tahun melaporkan penglihatannya yang buruk, dan
22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu
(Crews&Campbell, 2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30%
melaporkan penglihatnnya yang terganggu (Chia et al.,2006).

2. Pasien dengan Demensia


Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta
penduduk usia lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia,
dan jumlahnya diperediksi akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang
akan datang (Hingle&Sherry, 2009), sebagai akibatnya, dokter dapat berharap
untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien tersebut dating
berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau perawat non
formal lain (Vieder et al.,2002) (istilah caregiver digunakan dari poin ini
untuk merujuk pada setiap orang yang menemani kunjungan yang merupakan
informal caregiver). Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan
demensia juga akan sangat membantu bila melibatkan caregiver
(Roter,2000). Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai
kesulitan komunikasi. Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah
untuk menemukan kata yang ingin disampaikan pasien banyak menggunakan
kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan “anda
tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang tidak
dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan, 2000).
Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi
komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan
mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien
demensia memiliki rentang kosentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk
tetap berada dalam satu topic tertentu (Miller, 2008).

3. Pasien yang Ditemani oleh Caregiver


Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang
ketiga,dengan seorang anggota keluarga atau caregiveri informal lainnya
yang hadir sedikitnya pada sepertiga kunjungan geriatric (Roter, 2000).
Meskipun caregiver dapat mengasumsikan berbagai peran, termasuk
pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar kasus,
caregivermenempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai
prioritasnya. Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan
lanjut usia. Mereka tidak hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas
kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga, pemberian obat, transportasi,dan
perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver membantu memudahkan
komunikasi antara dokter dan pasien serta mempertinggi keterlibatan pasien
dalam perawatan mereka sendiri (Clayman et al,.2005 ; Wolf & Roter, 2008).
Juga atau sudut pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik bagi
keduanya (Griffith et al,.2004).

Anda mungkin juga menyukai