Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN ILMU BEDAH JOURNAL READING

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

Intra-Abdominal Abscess and Primary Peritonitis Caused


by Streptococcus anginosus

Oleh:
Sri Rahma Dani
C 014 172 024

Pembimbing Residen :
dr. Elvis Jeferson

Pembimbing Supervisor :
dr. Mappincara, Sp.B-KBD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa:


Nama : Sri Rahma Dani
NIM : C 014172024
Judul Jurnal : Intra-Abdominal Abscess and Primary Peritonitis Caused by
Streptococcus anginosus

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Makassar, Juli 2019

Residen Pembimbing Supervisor Pembimbing

dr. Elvis Jeferson dr. Mappincara, Sp.B-KBD


Kolesistitis akut: Kapan dilakukan operasi dan bagaimana cara melakukannya dengan
aman

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada AAST dan Presiden Cioffi , merupakan
suatu kehormatan besar untuk saya membawakan Master Surgeon Lecture ini. Pada hari ini,
saya harus mengakui bahwa hari ini adalah 11 September, dan kita perlu mengambil waktu
hening sejenak bagi teman sejawat dan rekan sebangsa kita yang gugur pada hari itu.
Topik saya hari ini adalah, “Kolesistitis Akut: Kapan Dilakukan Operasi dan Cara
Melakukannya dengan Aman.” pertanyaan yang jelas , mengapa saya memilih topik yang
biasa-biasa saja? Diperkirakan bahwa 30% hingga 49% dari ahli bedah akan menyebabkan
cedera saluran empedu selama karir mereka. Hal ini sulit bagi keduanya baik pada pasien dan
ahli bedah. Dasar pikiran dari pembicaraan saya adalah bahwa hampir semua cedera saluran
empedu selama kolesistektomi dapat dihindari. Sekitar 700.000 kolesistektomi dilakukan tiap
tahun di Amerika Serikat, dengan perkiraan insiden cedera saluran empedu di 0,5%(3,500
pasien). Ketika kolesistektomi laparoskopi awalnya diperkenalkan, cedera saluran empedu
empat kali lebih sering daripada kolesistektomi terbuka (open cholesistectomy). . Perkiraan saat
ini adalah bahwa insiden cedera saluran empedu tetap dua kali lebih sering pada laparoskopi
dibandingkan dengan kolesistektomi terbuka. Penelitian berbasis populasi dari Swedia,
meninjau 153.000 kolesistektomi dari 1987 hingga 2002, menunjukkan ada sedikit peningkatan
insiden cedera saluran empedu walapun memiliki pengalaman berpuluh-puluh tahun dengan
kolesistektomi laparoskopi (0,32-0,47%). Demikian pula, kejadian cedera saluran empedu di
Jepang tidak berubah dari 1990 hingga 2009 (0,66- 0,62%) . Dengan demikian, kolesistektomi
laparoskopi jelas merupakan operasi yang belum sempurna, meskipun sering dilakukan.

Sasaran dalam pembicaraan hari ini adalah sebagai berikut:


 Mendiskusikan waktu operasi untuk kolesistitis
 Mendiskusikan faktor-faktor yang memprediksi kolesistektomi yang sulit
 Mendiskusikan peran kolesistostomi perkutaneous dalam penatalaksanaan kolesistitis
akut
 Mendiskusikan bagaimana meminimalisir risiko cedera saluran empedu atau cedera
vaskular selama kolesistektomi
 Mendiskusikan teknik dan trik untuk kolesistektomi yang sulit, baik yang terbuka
maupun yang laparoskopi
 Mendiskusikan apa yang harus dilakukan setelah cedera diketahui.

Waktu Operasi untuk Kolesistitis Akut


Indikasi yang terdaftar pada SAGES [Society of American Gastrointestinal and
Endoscopic Surgeons/ Perhimpunan Ahli Bedah Gastrointestinal dan Endoskopi Amerika]
untuk kolesistektomi laparoskopi termasuk kolelitiasis simptomatik, diskinesia bilier,
kolesistitis akut, dan pankreatitis bilier. Dua puluh persen kolesistektomi dilakukan
untuk kolesistitis akut. Tokyo Guideline untuk diagnosis kolesistitis akut ditunjukkan pada
Tabel 1. Batu empedu asimptomatik umumnya tidak dianggap sebagai indikasi kolesistektomi
laparoskopi. Pertanyaan pertama yang perlu diajukan adalah apakah kolesistektomi harus
dilakukan dilakukan saat awal masuk rumah sakit dengan kolesistitis akut atau pasien ditangani
dengan antibiotik dan dikeluarkan dari rumah sakit untuk kolesistektomi tertunda(delayed
cholesistectomy),biasanya 6 minggu sampai 12 minggu setelah rawat inap. Serangkaian data
klaim sampel Medicare nasional pada 29.818 pasien yang berusia lebih dari 65 tahun dirawat
di rumah sakit dengan kolesistitis akut dari 1996 hingga 2005 menunjukkan bahwa 75% pasien
menjalani kolesistektomi selama rawat inap tersebut. Waktu rata-rata untuk operasi adalah 1
hari, dengan konversi dari laparoskopi ke kolesistektomi terbuka pada 29% pasien.
Kolesistostomi percutaneous hanya dilakukan pada 0,5% pasien. Dengan demikian, 25%
pasien tidak menjalani kolesistektomi pada awal masuk rumah sakit. Kurangnya kolesistektomi
mengakibatkan 38% pasien masuk dengan masalah terkait batu empedu selama 2 tahun
berikutnya (terjadi hanya 4% dari pasien yang pernah menjalani kolesistektomi). Dengan
demikian, disimpulkan bahwa laparoskopi/kolesistektomi terbuka untuk kolesistitis akut pada
pasien usia lanjut harus dilakukan selama awal rawat inap.

Tabel 1. Kriteria Diagnostik Tokyo Guidelines (TG13) untuk


Cholecystitis Akut
A. Tanda-tanda inflamasi lokal, dll.
(1) Murphy’s sign, (2) massa / nyeri / nyeri tekan kuadran kanan atas (RUQ)
B. Tanda-tanda inflamasi sistemik, dll.
(1) Demam, (2) peningkatan CRP, (3) peningkatan jumlah WBC
C. Temuan radiologis
Temuan radiologis karakteristik kolesistitis akut
Diagnosis suspek: satu poin A + satu poin B
Diagnosis definit: satu poin A + satu poin B + C
Hepatitis akut, penyakit abdominal akut lainnya, dan kolesistitis kronis harus disingkirkan.
CRP, protein C-reaktif; RUQ/Right upper quadran (kuadran kanan atas); WBC, sel darah putih.

Dalam sebuah penelitian berbasis populasi dari Ontario, dilakukan peninjauan terhadap
25.397 orang dewasa pasien yang dirawat dari 2004 hingga 2011 dengan episode pertama
kolesistitis akut. Follow up rata-rata adalah 3,4 tahun. Lima puluh sembilan persen pasien
menjalani kolesistektomi selama awal masuk rumah sakit ; 41% (10.304 pasien) dipulangkan
tanpa kolesistektomi. Dari pasien yang keluar tanpa kolesistektomi, insiden keluhan terkait
masalah batu empedu setelah keluar dari rumah sakit adalah 14% dalam 6 minggu, 19% dalam
12 minggu, dan 29% dalam 1 tahun. Hal yang penting bahwa 30% dari masalah tersebut
ternyata adalah obstruksi saluran empedu atau pankreatitis, komplikasi signifikan kolelitiasis.
Menariknya, peristiwa-peristiwa ini terjadi lebih sering pada pasien berusia 18 tahun hingga
34 tahun. Dalam 1 tahun, insiden penyakit saluran empedu rekuren adalah 42% pada pasien
berusia 18 tahun hingga 34 tahun, 32% pada pasien berusia 50 tahun sampai 64 tahun, 27%
pada pasien usia 65 tahun hingga 79 tahun, dan 24% pada pasien yang lebih tua dari 80 tahun.
Penulis menyimpulkan peningkatan risiko pada pasien yang lebih muda dengan penyakit batu
empedu rekuren memperkuat dilakukannya kolesistektomi dini.

Review Cochrane yang diterbitkan pada 2013 mengulas enam percobaan dengan 488
pasien. Kolesistektomi dini didefinisikan yaitu dilakukan dalam 7 hari saat munculnya gejala
klinis. Kolesistektomi tertunda didefinisikan dilakukan lebih dari 6 minggu. Penulis
menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam insiden cedera saluran
empedu, hasil konversi yang serupa dari laparoskopi hingga kolesistektomi terbuka , dan jelas
masa rawat inap yang lebih singkat pada pasien yang menjalani kolesistektomi dini. Namun,
Review Cochrane ini tidak cukup kuat untuk mengevaluasi perbedaan signifikan pada cedera
saluran empedu. Diperkirakan untuk mendokumentasikan perbedaan 50% (signifikan secara
statistik, cukup kuat) pada insiden cedera saluran empedu membutuhkan 30.000 pasien. Selain
itu, penulis menyimpulkan bahwa “semua uji coba berisiko tinggi untuk bias dan mungkin
memperkirakan manfaatnya terlalu tinggi atau meremehkan bahaya baik kolesistektomi
laparoskopi dini ataupun kolesistektomi laparoskopi tertunda. Namun, uji coba dengan risiko
bias yang tinggi menunjukkan bahwa kolesistektomi laparoskopi dini selama kolesistitis akut
tampaknya aman dan mungkin mempersingkat masa rawat inap di rumah sakit.”

KONSEP KUNCI: Kolesistektomi harus dilakukan saat awal rawat inap untuk
kolesistitis akut, kecuali pasien dianggap memiliki risiko operasi yang terlalu tinggi.
Masalah berikutnya yang akan dibahas adalah pada titik waktu apa saat awal inap
kolesistektomi harus dilakukan. Dalam sebuah artikel yang disajikan di AAST, menggunakan
data American College of Surgeons’ National Surgical Quality Improvement Program dari
2005 hingga 2010, dilakukan evaluasi pada kolesistektomi emergensi untuk kolesistitis akut
pada 5.268 pasien. Variabel prediktor utama adalah masa lama pra operasi di rumah sakit
dilaporkan dalam 0, 1, 2, 3, atau 4 hingga 7 hari. Pada penelitian ini, 83% dari pasien menjalani
kolesistektomi pada Hari 0 atau 1. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2, morbiditas dan
mortalitas meningkat secara signifikan dari Hari 0 hingga 2 hingga Hari 4 hingga 7. Hal ini
mungkin lebih merupakan faktor komorbid pasien daripada operasi itu sendiri. Jika kita secara
khusus melihat dampak dari operasi yang lebih awal, nilai konversi meningkat secara
signifikan pada 2 hari (hampir dua kali lipat) dan terus meningkat tiap harinya. Waktu operasi
meningkat secara signifikan dengan penundaan hingga dilakukannya kolesistektomi. Jelas,
lama tinggal di rumah sakit meningkat jika operasi ditunda. Penulis menyimpulkan bahwa
“pasien yang dirawat di rumah sakit selama 2 hari atau lebih sebelum operasi menjalani lebih
lama waktu operasi dan secara signifikan lebih mungkin terjadi konversi ke kolesistektomi
terbuka. Tertundanya operasinya melewati awal masuk rumah sakit mengakibatkan masa
tinggal yang lebih lama secara signifikan”.
Sebuah studi berbasis populasi dari SALTS [Swiss Association of Laparoscopic and
Thoracoscopic Surgery] melaporkan 4.100 pasien yang menjalani kolesistektomi laparoskopi
emergensi dari 1995 hingga 2006. Mereka dikelompokkan berdasarkan hari masuk rumah sakit
didefinisikan sebagai Hari 0, 1, 2, 3, 4 atau 5, atau 6 atau lebih. Usia rata-rata dalam penelitian
ini adalah 60 tahun. Tingkat konversi dari laparoskopi hingga kolesistektomi terbuka
adalah12% pada Hari 0 dan meningkat menjadi 28% pada Hari 6 atau lebih. Komplikasi pasca
operasi meningkat dari 5,7% menjadi 13%, dari Hari 0 hingga Hari 6. Perlunya dilakukan
operasi ulang meningkat tiga kali lipat dari Hari 0 hingga 6 Hari, dari 0,9% menjadi 3%.
Demikian, penulis menunjukkan bahwa penundaan kolesistektomi laparoskopi untuk
kolesistitis akut menyebabkan peningkatan secara signifikan tingkat konversi dan komplikasi
yang jauh lebih tinggi. tingkat dan komplikasi. Penulis menyatakan bahwa “investigasi ini
memberikan bukti kuat bahwa kolesistitis akut harus dioperasi dalam waktu 48 jam sejak awal
masuk rumah sakit.”
Dalam studi yang dipresentasikan di American Surgical Association baru-baru ini, 35
pusat dari Jerman dan Slovenia melaporkan sebuah studi prospektif randomized yang
mengevaluasi kolesistektomi awal versus kolesistektomi tertunda. Kolesistektomi dini
dilakukan dalam 24 jam sejak masuk rumah sakit, dan kolesistektomi lambat didefinisikan
dilakukan Hari 7 hingga 45. Enam ratus delapan belas pasien dewasa diacak. Morbiditas
berbeda signifikan, 12% pada kolesistektomi dini versus 34% pada kolesistektomi lambat.
Mereka mencatat tidak ada perbedaan dalam tingkat konversi, 10% versus 12%. Lama tinggal
di rumah sakit meningkat signifikan meningkat pada mereka yang menjalani kolesistektomi
tertunda. Para penulis menyimpulkan bahwa “kolesistektomi laparoskopi segera harus menjadi
terapi pilihan untuk kolesistitis akut pada pasien yang dapat dioperasi”.

TABEL 2. Analisis Waktu Kolesistektomi Saat Masuk Rumah Sakit untuk


Kolesistitis Akut
Waktu kolesistektomi
0 1 2 hari 3 4-7
Variabel outcome, hari
hari hari hari hari
Mortalitas 30 hari % 0.8 0.9 1.8* 2.0 5.3
Morbiditas 30 hari% 6.0 7.6 12.7* 15.2 19.1
Konversi ke kolesistektomi terbuka 16.3 21.3 28.9* 30.9 37.0
Waktu operasi, rata-rata, min 82 87 89* 91 98
Lama tinggal dirumah sakit, median, hari 1 3 4* 6 9
*Berbeda secara signifikan dari hari 0

TABEL 3. Tokyo Guidelines 2013 (TG13) Grading Keparahan untuk


Cholecystitis Akut
Grade I Kolesistitis Akut (Ringan/Mild)
Grade I adalah kolesistitis akut pada pasien sehat tanpa disfungsi organ
dan perubahan inflamasi ringan di kandung empedu, menjadikan kolesistektomi
prosedur operasi yang aman dan berisiko rendah.

Grade II Kolesistitis Akut (Moderate)


Terkait dengan salah satu dari kondisi berikut:
1. Peningkatan jumlah sel darah putih (918.000 / µL)
2. Nyeri tekan di kuadran perut kanan atas
3. Durasi keluhan >72 jam
4. Peradangan lokal yang ditandai (kolesistitis gangren, abses perikolesistitis, abses
hati, peritonitis bilier, kolesistitis emfisematosa)

Grade III Kolesistitis Akut (Berat/Severe)


Terkait dengan disfungsi salah satu dari organ / sistem berikut:
1. Disfungsi Kardiovaskular Hipotensi membutuhkan perawatan
dengan dopamine ≥5 µg / kg / menit
atau dosis norepinefrin apa pun
2. Disfungsi Neurologis Penurunan tingkat kesadaran
3. Disfungsi Respirasi Rasio PaO2 / FIO2 < 300
4. Disfungsi Renal Oliguria, kreatinin > 2,0 mg / dL
5. Disfungsi Hepatik Waktu protrombin / INR >1.5
6. Disfungsi Hematologi Hitung platelet < 100.000/ µL

Sebuah studi yang menarik oleh Catani menunjukkan korelasi antara durasi gejala,
bukan masa rawat inap, dan lamanya waktu operasi. Mereka melaporkan hubungan linier
antara waktu operasi relatif terhadap durasi gejala dan waktu operasi. Ada titik infleksi pada
60 jam. Pada titik ini, setiap jam penundaan dalam kolesistektomi akan menyebabkan 2 kali
lipat penambahan waktu untuk operasi dibandingkan dengan operasi lebih cepat dari 60 jam.
Studi berbasis populasi lain dari Ontario, melihat 22.202 pasien dirawat dengan
kolesistitis akut dan menjalani kolesistektomi dari 2004 hingga 2011. Kolesistektomi dini
dalam 7 hari sejak awal masuk rumah sakit dan dibandingkan dengan kolesistektomi tertunda.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menentukan insiden cedera saluran empedu. Mereka
melaporkan dua kali lipat insiden cedera saluran empedu pada kolesistektomi tertunda
dibandingkan kolesistektomi dini, masing-masing 0,53% berbanding 0,28% (p = 0,025). Rasio
risiko relatif dengan keunggulan untuk kolesistektomi dini adalah 0,53 (interval kepercayaan
95%, 0.31-0.90). Seperti yang dinyatakan oleh penulis, ini adalah penelitian pertama dengan
signifikansi yang kuat untuk mendeteksi perbedaan dalam cedera saluran empedu,
menunjukkan keuntungan yang jelas untuk operasi awal pada kolesistitis akut.

KONSEP UTAMA: Untuk kolesistitis akut, laparoskopi kolesistektomi harus dilakukan


pada hari awal masuk rumah sakit atau hari 1. kecuali ada kontraindikasi yang jelas.
Saya pikir penting bahwa operasi tidak dilakukan pada jam 02:00 atau 03:00, ketika tim
bedah mungkin terganggu oleh masalah lain atau pasien baru yang masuk. Pasien yang masuk
pada larut malam atau dini hari harus di jadwal operasi sebagai kasus pertama, ketika tim masih
segar dan siap menghadapi kolesistektomi yang sulit.

Diagnosis
kolesistitis akut

Penilaian
Keparahan

Sedang/ Berat/Severe
Ringan/Mild
Moderate (Grade III)
(Grade I)
(Grade II)

Drainase kandung
LC Dini (lebih
LC Dini/elektif empedu urgen
dipilih)
(lebih dipilih)

Drainase kandung Kolesistektomi


Observasi
empedu urgen urgen

Masuk RS kembali
untuk LC elektif

Gambar 1. Tokyo Guidelime untuk manajemen kolesistitis akut. (Sumber: Miura et al.34 Disadur ulang dengan
izin dari John Wiley and Sons.)
Selanjutnya, kita perlu membahas Tokyo Guideline. Ini adalah kontribusi penting yang
dihasilkan oleh puluhan para ahli kolesistitis dan penyakit saluran empedu internasional.
Seluruh masalah dari Journal of Hepato-Biliary-Pankreas Surgery dikhususkan untuk ini pada
tahun 2007. Pedoman ini telah diperbarui dengan artikel lain pada 2013 dan 2014 (Tabel 3).
Tokyo Guideline membagi kolesistitis akut secara bertingkat menjadi kolesistitis ringan (Grade
1), kolesistitis moderate (Grade 2), dan kolesistitis berat (Grade 3). Kolesistitis ringan (Grade
1) didefinisikan sebagai kolesistitis pada pasien sehat tanpa disfungsi organ dan hanya
perubahan inflamasi ringan pada kantong empedu. Kolesistitis moderate (Grade 2) ada respon
inflamasi local atau keluhan selama lebih dari 72 jam. Kolesistitis berat (Grade 3) adalah
kolesistitis akut disertai oleh adanya bukti disfungsi organ. Seperti yang ditunjukkan pada
diagram alur, menentukan tingkat kolesistitis akut menentukan penatalaksanaan (Gbr. 1).
Pasien dengan kolesistitis ringan, yaitu, tanpa faktor penyulit, harus menjalani kolesistektomi
laparoskopi dini. Kolesistitis akut Berat, Grade 3 paling baik ditangani dengan drainase
kandung empedu urgen, biasanya perkutan. Yang kurang terjelaskan dengan baik adalah
pengobatan yang ideal untuk pasien dengan kolesistitis akut sedang, di mana baik drainase
perkutan atau kolesistektomi laparoskopi sesuai berdasarkan pada faktor faktor kombinasi.
Pada pasien dengan peningkatan jumlah sel darah putih, massa yang teraba di kuadran
kanan atas, atau tanda-tanda inflamasi lokal yang signifikan, drainase perkutan sebagai
pengobatan akut diikuti oleh kolesistektomi tertunda mungkin opsi paling aman. Manajemen
pasien yang diklasifikasikan sebagai Grade 2 semata-mata berdasarkan durasi keluhan selama
lebih dari 72 jam sangatlah sulit. Sering kali, kolesistektomi pada pasien seperti itu sangat
mudah. Di waktu lainnya kali, peradangan dan jaringan parut akut kadang dijumpai, dan
operasi menjadi sulit. Ini adalah masalah dimana kita tidak punya jawaban yang jelas. Beberapa
penulis telah merekomendasikan saat pertama masuk rumah sakit, kecuali ada alasan yang jela ,
setiap pasien dengan kolesistitis akut harus menjalani operasi, berapa lama pun durasinya.
Namun, mereka mengakui bahwa ahli bedah harus menerima operasi yang lebih lama dan lebih
sulit, dan keahlian ahli bedah juga harus dipertimbangkan.

Antibiotik pada Kolesistitis Akut


Ada kekurangan relatif dari penelitian berkualitas tinggi yang memeriksa penggunaan
antibiotik pada kolesistitis akut. Kultur/biakan empedu positif, bagaimanapun, berkorelasi
dengan perkembangan kolesistitis ke bentuk yang lebih parah,sehingga keputusan untuk
memulai antibiotik harus dibuat sesaat setelah diagnosis ditegakkan. Menurut Tokyo Guideline,
antibiotic tidak diperlukan pada pasien dengan nyeri perut minimal dan temuan inflamasi
ringan. Pada pasien ini yang dapat mengalami kolik bilier sebagai lawan dari kolesistitis akut,
nonsteroid dapat mencegah perkembangan menjadi kolesistitis akut dan dapat meningkatkan
fungsi kantong empedu. Untuk sebagian besar pasien, antibiotik harus dimulai dengan tepat.
Menurut Guideline Surgical Infection Society and Infectious Diseases Society of America kasus
kolesistitis akut ringan dapat diobati secara adekuat dengan sefalosporin generasi pertama-
(cefazolin), kedua- (cefuroxime), atau ketiga- (ceftriaxone). Antibiotik harus dihentikan 24 jam
setelah kolesistektomi kecuali infeksi telah menyebar di luar dinding kantong empedu . Untuk
grade II dengan komplikasi (Abses perikolesistik atau kantong empedu perforasi) atau
Kolesistitis Grade III, antibiotik harus dilanjutkan sampai pasien tidak demam, jumlah sel
darah putih sudah normal, dan tidak ada masalah pada radiologi abdomen.
Untuk kasus yang lebih parah atau pada usia lanjut atau yang mengalami
immunosuppressed, cakupan antibiotik harus diperluas untuk enterococci dengan
menggunakan penisilin atau sefalosporin spektrum luas, karbapenem, atau kuinolon
dikombinasi dengan metronidazol. Tokyo Guideline membahas hal yang serupa kecuali bahwa
mereka merekomendasikan penicillin / β-lactamase inhibitor walau pada kasus ringan (Grade
1) karena adanya kemungkinan produksi β -laktamase oleh organisme usus. Selanjutnya,
penulis ini menyarankan bahwa kultur empedu dan dinding kantong empedu “harus dilakukan
pada semua peluang yang ada, utamanya pada kasus yang parah” dan cakupan antibiotik
seharusnya disesuaikan tergantung pada hasil sensitivitas. Antibiotik tidak dipilih berdasarkan
penetrasi empedu karena penetrasi empedu oleh antibiotik dalam obstruksi (kolesistitis
akut)berhenti.

Kolesistostomi Perkutan
Indikasi untuk kolesistostomi perkutan masih belum jelas. Untuk kasus kolesistitis akut
Grade 3 yang kurang umum, insersi kolesistostomi dianjurkan oleh Tokyo Guideline. Selain
itu, kolesistostomi merupakan pilihan yang aman pada pasien dengan kolesistitis yang belum
terlalu berat yang dianggap memiliki kondisi yang buruk jika dioperasi atau diseksi sulit
dijumpai. Prediktor kegagalan terapi antibiotik sendiri dan pertimbangan untuk kolesistostomi
tube yaitu usia lebih dari 70 tahun, riwayat diabetes mellitus, dan leukositosis persisten lebih
dari 15.000 / µL pada 48 jam. Drainase yang berkelanjutan harus diteruskan karena hanya
dengan aspirasi saja tidaklah efektif. Tingkat keberhasilan hampir sama yaitu lebih dari 80%
baik prosedur tersebut dilakukan untuk kalkulus atau kolesistitis akalkulus. Perbaikan klinis
umumnya terlihat dalam 72 jam. Mortalitas setelah prosedur cukup tinggi (5-40%) tetapi
umumnya terkait dengan beratnya masalah penyakit yang mendasarinya. Sebagaimana
dinyatakan dalam review sistematis terbaru mengenai kolesistostomi perkutan, “Tidak ada
keraguan bahwa kolesistostomi perkutan bersama-sama dengan pemberian antibiotik dapat
mengubah kolesistitis septik menjadi nonseptik kondisi”. Namun, indikasi spesifik dan kriteria
tersebut belum dijelaskan dengan baik.
Dari pasien-pasien yang menjalani kolesistostomi perkutan dan mereka yang tabungnya
dilepas, perlunya penundaan kolesistektomi masih kontroversial, dengan laporan mulai dari
0% menjadi 87% . de Mestral et al. melaporkan dalam laporan studi berbasis populasi mereka
bahwa sekitar 40% akan mengalami penyakit saluran empedu rekuren dalam 1 tahun setelah
kolesistostomi. Dalam review dari 47 artikel dan 1.724 pasien, Winbladh et al. mengamati
bahwa lebih dari 40% pasien yang akhirnya menjalani kolesistektomi. Uji coba randomized
prospektif (CHOCOLATE Trial) di Belanda sedang berlangsung, membandingkan
kolesistektomi dini dengan kolesistostom perkutan.

Faktor-faktor yang Memprediksi Sulitnya Kolesistektomi


Konversi dari laparoskopi ke kolesistektomi terbuka harus dilihat sebagai
kegagalan.Pada kolesistektomi yang sulit, sangat penting untuk mengoperasi di dengan
anggapan bahwa cederaa saluran empedu bukanlah hasil yang dapat diterim, dan jika perlu,
konversi adalah pilihan paling aman. Faktor preoperative dapat memprediksi pasien yang akan
menjalani kolesistektomi yang sulit atau perlu dilakukannya konversi. Hal-hal tersebut antara
lain pasien pria, usia lebih dari 70 tahun, inflamasi, durasi gejala untuk episode akut, kronisitas
dan durasi gejala dengan penyakit berulang, impacted stone, ketebalan dinding kandung
empedu, cairan perikolesistik, peningkatan jumlah hitung sel darah putih, operasi abdomen
bagian atas sebelumnya, serangan kolesistitis berulang, atau kantong empedu yang kontraksi
pada foto radiologi.

Mengapa Cedera Saluran Empedu Masih Terjadi?


KONSEP UTAMA: Kita setuju bahwa kita beranggapan bahwa cedera saluran
empedu adalah komplikasi yang tidak kita inginkan.
Jadi, mengapa cedera saluran empedu masih terjadi? Faktor-faktor resiko umum antara
lain termasuk variasi anatomi, inflamasi akut, jaringan parut kronis, kesalahan persepsi, dan
error traps. Kesalahan persepsi oleh ahli bedah yaitu mengenai apa yang dilihatnya di bidang
operasi merupakan faktor mayor yang mengakibatkan cedera saluran empedu. Singkatnya, ahli
bedah melihat apa yang dia percaya dan tidak percaya dengan apa yang dia lihat, dan dengan
begitulah, cedera terjadi. Dengan hal yang sama, Strasberg dan rekannya membahas mengenai
error traps. Seperti yang dicatat oleh beberapa penulis, selama dua dekade terakhir
kolesistektomi laparoskopi, cedera saluran empedu terlihat lebih jarang tetapi lebih parah.
Strasberg dan rekannya mendefinisikan error trap sebagai pendekatan operatif yang bekerja
dengan baik di sebagian besar keadaan tetapi cenderung gagal dalam keadaan tertentu. Mirip
dengan masalah salah persepsi, dengan error trap, karena tekniknya biasanya bekerja, ahli
bedah memiliki kepercayaan melakukannya dan gagal untuk mengenali keadaan yang
berbahaya. Kesalahan menjebak (error traps) tersebut dijelaskan Strasberg dan rekannya
sebagai berikut:
1. error trap tampakan infundibular “Infundibular view”
2. Kolesistektomi Fundus down pada inflamasi yang parah
peradangan
3. Kegagalan melihat tidak adanya duktus hepatikus kanan aberrant pada
kolangiografi. (Saya akan menambahkan kegagalan untuk mengenali duktus hepatikus kanan
atau duktus hepatikus kanan posterior aberrant saat intraoperatif).
4. Cedera pada saluran empedu pada kasus duktus sistikus “union parallel”.
Pendekatan yang biasa dilakukan untuk mencari kantong empedu dimulai dari
infundibulum dan kemudian menuju fundus. Diajarkan bahwa taper antara infundibulum dan
duktus sistikus mengidentifikasi duktus sistikus. Pada tampilan tunggal, hal ini bisa
menyesatkan, terutama dengan inflamasi apa pun, dan duktus komunis dapat terbagi dengan
keliru, mengira bahwa itu adalah duktus sistikus (“infundibular view error trap”). Hal ini
mengakibatkan cedera klasik dengan reseksi sebagian duktus koledokus.
Error trap dengan kolesistektomi top-down terbuka lagi disebabkan oleh apa yang
biasanya aman, namun dilakukan pada situasi yang berbahaya. Strasberg menyatakan bahwa
cedera terburuk terjadi pada pasien yang menjalani konversi dari laparoskopi ke kolesistektomi
terbuka, yang dilakukan top-down karena inflamasi yang nyata dan diseksi yang sulit. Hal ini
awalnya terlihat berlawanan dengan logika tetapi akan masuk akal saat kami menjelaskannya.
Diketahui, bidang operasi yang aman untuk menyusuri dinding medial kandung empedu
sekarang hilang oleh karena reaksi inflamasi, yang menggabungkan porta hepatis sisi kanan
dan duktus koledokus. Dengan demikian, cedera ini umumnya dikaitkan dengan cedera
vascular dan bilier mayor, kadang-kadang membutuhkan reseksi hati untu pasien dengan
cedera iskemik.
Variabilitas duktus hepatikus posterior kanan meliputi drainase ke saluran sistikus,
leher kandung empedu, atau duktus hepatikus komunis. Dengan pendekatan infundibular ke
kantong empedu, cedera pada duktus hepatikus kanan posterior aberrant hampir tak
terhindarkan. Namun, dengan pendekatan top-down pada kantong empedu, duktus hepatikus
posterior kanan aberrant umumnya dapat dilihat dan dilindungi; tinggalkan tepi infundibulum
untuk melindungi duktus tersebut. Selain itu, duktus hepatikus posterior kanan aberrant sering
sering tidak akan terlihat pada IOC karena cholangiocatheter dimasukkan ke dalam saluran
sistikus di bawah insersi duktus aberrant.
Jika duktus hepatikus kanan posterior saluran hati kanan posterior dipotong melintang
dan tidak dapat dikenali, gejala klinis tidak biasa tetapi klasik. Umumnya, klip ada di duktus
proksimal, tetapi sisi bagian hepar dari duktus tersebut mengalir dengan bebas. Kasus ini
menunjukkan gambaran kolangiopankreatografi retrograde endoskopik (ERCP) dan IOC pada
satu minggu kemudian (untuk kebocoran cairan empedu), yang keduanya diinterpretasikan
normal. Terkadang, apa yang tidak Anda lihat sama pentingnya dengan apa yang Anda lihat
pada penelitian ini. Tidak adanya pada kedua IOC dan ERCP sebenarnya mengisi lobus kanan
posterior. Ketika kontras diinjeksikan melalui drain sebagai sinogram, duktus bagian posterior
kanan yang melintang terisi. Hal ini membutuhkan salah satu Roux-en-Y ke sisa duktus atau
reseksi hati (seperti yang dilakukan pada kasus ini).

Duktus sistikus yang bergabung dengan duktus komunis umumnya berbentuk angular
(75%). Namun, union parallel terjadi pada 20%. Apalagi dengan derajat inflamasi, duktus
sistikus yang menyatu dan duktus komunis akan menciptakan sebuah situasi dimana cedera
lebih rentan terjadi. Demikian pula, union spiral antara duktus sistikus dan duktus komunis
dapat disalahartikan.
Jaringan parut kronis akibat kolesistitis dengan serangan berulang atau neglected (yang
dibiarkan) sama bahayanya dengan inflamasi akut. Hal ini akan menyebabkan kontraksi pada
semua struktur portal akibat respon inflamasi, yang akan menghilangkan bidang yang aman.
Hal ini bisa diperkirakan berdasarkan riwayat pra operasi dan imaging yang menunjukkan
penyusutan dan kontraksi pada kantong empedu. Kolesistektomi dalam keadaan ini bisa sangat
sulit dilakukan.

Kolesistektomi: Bagaimana Melakukannya Dengan Aman


Esensi kolesistektomi laparoskopi yang aman dimulai dengan laparoskop high-
definition dengan 30 derajat atau 45 derajat. Manfaatkan sepenuhnya ruang lingkup sudut
tersebut,lihat dari sudut yang berbeda secara terus menerus saat operasi berlangsung. Hunter
menjelaskan banyak prinsip-prinsip utama ini dengan baik dalam artikelnya tahun 1991.
Asisten menggenggam fundus cephalad dan menariknya ke arah bahu kanan pasien. Hal ini
akan mengurangi redundansi pada infundibulum sehingga duktus sistikus akan terlihat.
Penggenggam kedua akan menarik infundibulum ke arah lateral untuk membuat duktus kistik
tegak lurus terhadap duktus choledocus empedu dan memisahkan kembali kantong empedu
dari duktus choledocus. Prinsip-prinsip kunci untuk kolesistektomi laparoskopi yaitu :
 Laparoskopi dengan high-definition dari 30 derajat atau 45 derajat
 Traksi Cephalad pada kubah kantong empedu
 Traksi lateral pada infundibulum
 Mencari dinding kantong empedu dan tetap fokus pada itu
 Lakukan diseksi dari atas hingga ke bawah menuju leher
 Membuka segitiga hepatocystic dengan lebar
 Menggerakkan infundibulum bolak-balik (seperti mengibarkan bendera), secara
berulang kali perhatikan kedua sisi kantong empedu
 Perhatikan keamanan dengan baik
 Membelah duktus sistikus sedekat mungkin dengan kantong empedu
 Jangan sekali-kali membelah duktus sistikus dengan instrumen kauterisasi apa
pun- jika ternyata itu adalah duktus choledocus, hal ini akan menyebakan cedera
iskemik yang hanya akan mengurangi peluang untuk perbaikan yang baik

KONSEP UTAMA: Teknik diseksi operatif versus metode untuk mengidentifikasi


anatomi.
Prinsip-prinsip yang terkait tetapi berbeda mencakup cara kita membedah
kantong empedu dan bagaimana kita mengidentifikasi anatominya dengan aman. Teknik
pembedahan tersebut antara lain teknik infundibular, yang paling sering digunakan; fundus first
(top-down); dan teknik yang disebut teknik semi-top-down. Teknik infundibular adalah teknik
yang umumnya sudah kita pelajari. Seperti yang disebutkan, teknik ini umumnya bekerja pada
sebagian besar keadaan namun akan gagal pada sebagian besar dengan keadaan khusus pada
variasi anatomi atau adanya inflamasi.

KONSEP UTAMA: Apa prosedur terbuka terbaik dan paling aman untuk prosedur
laparoskopi.
Dengan kolesistektomi first-infundibulum, kita akan melanggar prinsip ini. Dengan
demikian, seharusnya tidak mengejutkan kita jika pada saat itu terjadi sebuah masalah. Fundus-
first( top-down) telah dijelaskan dengan baik, meniru apa yang kita lakukan pada
kolesistektomi terbuka. Tentu saja, dengan inflamasi akut, hal ini adalah pendekatan yang lebih
disukai. Namun, hal ini bisa menjadi canggung karena kantong empedu yang lembek ketika
sepenuhnya terlepas dari hati. Tarik permukan hepar dengan hati-hati umumnya akan
menstabilkan hal ini. Kadang-kadang, retraktor hepar mungkin diperlukan.
Teknik semi top-down pada kolesistektomi laparoskopi akan menggabungkan
keuntungan dari kedua pendekatan dan meminimalisir kerugiannya. Diseksi dimulai lebih
tinggi pada kantong empedu, di atas infundibulum kantong empedu. Peritoneum disusun
melingkar, sisi lateral dahulu, melintasi peritoneum di atas infundibulum kantong empedu, lalu
membuka peritoneum dari sisi medial kantong empedu, hati-hati agar tidak memasukkan arteri
sistikus saat Anda melakukannya. Kemudian, dengan menggulirkan kantong empedu bolak-
balik, sebagian besar kantong empedu akan terlepas dari hati, hanya menyisakan fundus yang
menempel yang bisa ditarik dengan mudah. Pada titik ini dan hanya pada titik ini, infundibulum
dan tautannya dan duktus sistikus dapat dicapai, dengan demikian menyebabkan pendekatan
top-down ke duktus sistikus dan arteri sistikus. Saat melanjutkannya dengan semi-top down
hanya ambil jaringan yang dapat Anda lihat dengan jelas, struktur apa pun yang mungkin
ditemui seperti duktus aberrant, arteri hepatika kanan, atau arteri sistika posterior dapat dilihat
dan dihindari. Saat Anda melanjutkan pembedahan ini, seringkali, arteri kistik akan terpisah
dengan lebar dari kantong empedu. Pada titik ini dalam operasi, apa yang telah Anda hasilkan
adalah critical view of safety yang berlebihan. Sekarang jelas struktur mana yang merupakan
arteri sistikus dan duktus sistikus, setelah melanjutkannya dengan diseksi top-down.
Saat melanjutkan dengan semi-top-down lakukan pengambilan hanya pada jaringan
yang dapat Anda lihat dengan jelas, setiap struktur yang mungkin anda lihat seperti duktus
aberrant, arteri hepatik kanan, atau arteri sistikus posterior dapat dilihat dan dihindari. Critical
view of safety diciptakan. Arteri kistik telah dibagi, dan duktus sistikus terbagi dengan baik
dengan jelas dan siap untuk di klip dan dipotong.

KONSEP UTAMA: Bidang yang paling aman untuk dilakukan pembedahan pada
kolesistektomi, terbuka atau secara laparoskopi, pada dinding kandung empedu. Diseksi
menjauh dari dinding kantong empedu akan menyebabkan munculnya masalah.
Trik danTips Operasi
Operasi pada kantong empedu yang inflamasi akut pada kolesistitis akut atau hidrops
sangat menantang dan sulit. Ketika menempatkan laparoskop dan melihat ini, Anda harus
berhenti dan mempertanyakan, Seberapa sakit pasien saya? Dapatkah dia mentolerir
kolesistektomi terbuka? Apakah dia akan tahan dengan operasi yang panjang? Bagaimana cara
melindungi struktur di porta hepatis? Mungkin yang paling kritis, dapatkah saya melindungi
struktur di porta hepatis? Jika jelas bahwa pasien terlalu sakit atau anatomi terlalu berbahaya
akibat inflamasi, kolesistostomi adalah pilihan yang tepat. Jika diputuskan bahwa
kolesistektomi dapat dilakukan dengan aman, maka kantong empedu umumnya harus
didekompresi.
Yang penting, melakukan kolesistektomi pada kolesistitis yang akut dan inflamasi,
kantong empedu hidroptik melibatkan perubahan paradigma pada strategi operasi
dibandingkan dengan kolesistektomi langsung. Sekarang, strategi untuk melindungi struktur
portal adalah untuk menemukan dan hanya tetap berada di dinding kantong empedu (Kadang-
kadang submukosa) dan tahu di mana tidak boleh dilakukan pembedahan. Ahli bedah harus
tahu bahwa upaya atau usaha dalam memperoleh pandangan kritis tentang keamanan klasik
akan menyebabkan cedera bilier atau vaskular. Salah satu kesulitan dalam operasi ini adalah
menemukan dinding dan tetap berada pada dinding kantong empedu. Di pikiranku,
apa yang saya lihat ketika saya menemukan hidroptik, kantong empedu yang inflamasi akut
analog dengan bawang dengan beberapa kulitnya yang berupa jaringan inflamasi. Hati-hati
membedah melalui lapisan ini agar dapat dengan aman mencapai dinding kantung empedu,
seringkali submukosa dan menyelesaikan pembedahan pada bidang ini.

Kolesistektomi Parsial
KONSEP UTAMA: Kadang-kadang, bidang teraman dengan melihat anatomi dari
dalam kantong empedu itu sendiri.
Kolesistektomi parsial telah didokumentasikan oleh beberapa penulis sebagai pilihan
yang aman dan tahan lama dalam mengobati kolesistitis akut. Dinding lateral, medial, dan
anterior kandung empedu dieksisi menggunakan electrokauter. Dinding posterior yang padat
masih tersisa melekat pada hati. Mukosa sepenuhnya dikauterisasi. Saat Anda melanjutkannya
secara proksimal, Anda sekarang berada dalam infundibulum kantong empedu dan
memvisualisasikan infundibulum dan duktus sistikus dari dalam kantong empedu. Pastikan
semua batu telah diekstraksi. Mukosa kemudian dijahit dengan purse string suture, yakinkan
tidak terlalu dalam sehingga menyebabkan resiko terkena struktur portal. Opsi lain dalam
penanganan inflamasi akut jika kantong empedu dapat diangkat dengan aman dari hati hati
tetapi infundibulum meradang jelas adalah amputasi dari kantong empedu pada
infundibulum.Anatomi dapat diidentifikasi kembali dari dalam kantong empedu; menentukan
tautan duktus sistikus dan infundibulum. Pembedahan sering kali dapat dilanjutkan di bidang
yang aman, memotong peritoneum yang meradang dari dinding kantong empedu dan
melanjutkan pembedahan. Seperti yang diterapkan sebelumnya, menjahit(oversew) duktus
sistikus dari dalam mungkin adalah pilihan yang paling aman. Jika Anda tidak dapat menutup
duktus sistikus dari dalam dengan aman, pada keadaan yang tidak biasa, dimana keadaan tidak
jelas apakah bisa dilakukan jahitan pada daerah itu, maka drain akan disisakan.
Seperti yang disebutkan, metode dan teknik identifikasi dari pembedahan sangat terkait
tetapi berbeda. Kita akan membahas tiga metode untuk mengidentifikasi anatomi selama
kolesistektomi: pandangan kritis tentang keamanan, IOC, dan ultrasonografi intraoperatif.
Pandangan kritis tentang keamanan, yang dianut oleh Strasberg selama dua dekade, dalam
beberapa penelitian telah dikonfirmasi menjadi metode yang efektif.

KONSEP UTAMA: Ada tiga komponen penting dari pandangan kritis terhadap
kemanan yaitu ebagai berikut:
1. Setidaknya sepertiga dari kantong empedu harus dibedah dari liver bed
2. Segitiga Calot harus dibersihkan luas
3. Hanya arteri sistikus dan duktus sistikus yang tersisa sebagai dua struktur antara
kantong empedu dan ligament hepatik
Dalam sebuah penelitian yang menarik, kecukupan pandangan kritis terhadap
keamanan ditinjau dalam foto dari 100 kasus. Dari ketiga kriteria tersebut, hanya setengah dari
100 foto itu yang memenuhi kriteria, dengan pembedahan yang tidak adekuat pada kandung
empedu dari liver bed sebagai kekurangan yang paling banyak.
Dengan demikian, dalam penerapan pandangan kritis terhadap keamanan, , ketiga
kriteria tersebut diperlukan untuk mengidentifikasi anatomi dengan aman.

Kolangiografi Intraoperatif
IOC juga telah diterapkan sebagai metode untuk mengidentifikasi struktur anatomi.
Tujuan IOC sebagai berikut yaitu: untuk mencegah tersimpannya batu pada saluran
empedu/duktus choledocus, menentukan anatomi bilier, dan untuk mencegah atau
mengidentifikasi cedera saluran empedu.
Bagi mereka yang melakukan kolangiografi secara selektif, yang merupakan
pendekatan kita, indikasi termasuk riwayat batu saluan empedu termasuk pankreatitis atau
jaundice atau pertanyaan apapun tentang anatomi bilier selama kolesistektomi. Berbagai
penelitian telah mengevaluasi IOC secara rutin sebagai sarana untuk membuat kolesistektomi
laparoskopi yang lebih aman. Hasil data yang ada saling bertentangan. Beberapa penelitian
kohort observasional menunjukkan bahwa penggunaan IOC secara rutin dapat mengurangi
risiko cedera saluran empedu sebesar 50% .Dalam meta-analisis besar yang dilakukan Ludwig
et al. dari lebih dari 300.000 kolesistektomi laparoskopi, terjadi 405 cedera saluran empedu,
insiden cedera saluran empedu mayor adalah 0,21% pada kelompok di mana kolangiografi
rutin digunakan dibandingkan dengan 0,43% pada kelompok kolangiografi selektif,
menunjukkan pengurangan yang signifikan secara statistik . Selanjutnya, 87% dari cedera
didiagnosis pada saat operasi pada kelompok rutin, dibandingkan dengan kelompok selektif
yang hanya 45%. pendukung dilakukannya kolangiografi rutin menyebut pengurangan insiden,
lebih awal mengenali cedera yang ada, dan mungkin hasil dan perbaikan sebagai alasan utama
untuk menggunakan kolangiografi Secara rutin. Sebaliknya, yang menentang hal ini,
menganggap bahwa kolangiografi rutin tidak hemat biaya, menambah waktu yang dianggap
tidak perlu untuk dilakukannya operasi dan tidak selalu efektif untuk mencegah atau
mengidentifikasi cedera. Editorial terbaru yang mendukung kolangiografi rutin
mempertanyakan, "Mengapa kita masih berdebat?". Sebaliknya, dalam tinjauan sistematis IOC
yang diterbitkan baru-baru ini,dilakukan evaluasi pada delapan percobaan acak dengan 1.715
pasien. Hanya ada dua kasus cedera saluran empedu, yang mengartikan bahwa percobaan
tersebut kurang kuat. Penulis menyimpulkan bahwa “tidak ada bukti kuat untuk mendukung
atau meninggalkan penggunaan IOC untuk mencegah batu yang tersimpan atau cedera saluran
empedu.” Ulasan lain baru-baru ini dari 92.392 pasien Medicare dengan kohort berpasangan
melaporkan bahwa 40% pasien menjalani IOC dan 60% tidak. Para penulis menyimpulkan
bahwa, ketika faktor perancu dikontrol, “kolangiografi intraoperatif tidak efektif sebagai
strategi pencegahan terhadap cedera saluran empedu selama kolesistektomi”.
IOC tergantung pada interpretasi yang benar yang dilakukan oleh ahli bedah, seperti,
duktus hepatikus kanan posterior yang dipotong lintang seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Selain itu, kegagalan IOC untuk mencegah cedera saluran empedu dapat diprediksi dan
berhubungan dengan (a) pengisian CBD hanya pada bifurkasi dan tidak sepenuhnya mengisi
hepar dan, mungkin yang lebih penting, (b) kurangnya pengalaman ahli bedah umum dalam
membaca kolangiogram, khususnya konsep “apa yang tidak Anda lihat seringkali lebih penting
dari apa yang Anda lihat”. Sebaliknya, cedera saluran empedu yang ditemukan lebih awal pada
IOC dapat mengarah ke diagnosis yang cepat dan hasil pengobatan yang baik dari cedera ke
saluran empedu.

Ultrasonografi Intraoperatif
Ultrasonografi Laparoskopi (LUS) adalah alternatif untuk IOC untuk penilaian anatomi
empedu intraoperatif. LUS dapat menggambarkan duktus choledocus; duktus sistikus-tautan
duktus choledocus; arteri hepatika; vena portal; anomali anatomi; khususnya vaskular; dan
choledocholithiasis. Kurva pembelajaran dikaitkan dengan LUS, diperkirakan 30 sampai 50
kasus.Visualisasi dari duktus choledocus distal lebih sulit dengan LUS, dan IOC juga memiliki
kelebihan mengkonfirmasikan aliran bebas empedu (kontras) ke dalam duodenum. Setelah
keahlian mengenai LUS tercapai, hal ini memakan waktu lebih sedikit dibanding IOC, tanpa
paparan radiasi, dan dapat diulang selama operasi. Biffl et al. melaporkan 842 kolesistektomi,
dengan latihan mereka awalnya dibagi mengenai LUS rutin. Mereka melaporkan LUS yang
terkait dengan komplikasi saluran empedu terjadi lebih sedikit (cedera saluran empedu, batu
yang tertahan, kebocoran saluran sistikus) daripada tanpa LUS. Pada meta-analisis mereka,
dilakukan penilaian akurasi LUS dalam mendeteksi choledocholithiasis, Aziz et al. melaporkan
sensitivitas 0,87 dan spesifisitas 1,00, hampir identik dengan IOC (sensitivitas, 0,87;
spesifisitas, 0,99). Machi et al. telah menarik kesimpulan yang sama. SAGES Guideline
menetapkan bahwa literatur tersebut menyediakan data Level II, Grade B baik untuk LUS
maupun IOC sebagai sarana untuk menggambarkan anatomi bilier dan mencegah cedera
saluran empedu. Teknologi lainnya untuk menggambarkan anatomi bilier dan menghindari
cedera saluran empedu antara lain kolangiografi infrared pasif, kolangiografi cahaya,
kolangiografi fluoresensi near-infrared, dan kolangiografi hiperspektral.
KONSEP UTAMA: Waspada terhadap vena hepatika media.
Vena hepatika media membagi dua lobus kanan dan kiri dan biasanya berjalan beberapa
milimeter dari fossa kandung empedu. Pada 20% pasien, cabang dari vena hepatika media pada
dasarnya berada pada dasar kandung empedu. Saat melakukan kolesistektomi untuk kolesistitis
akut, “membaringkan” dinding kantong empedu dapat menyebabkan perdarahan yang
mengancam jiwa dengan cedera yang terjadi pada vena hepatika media (Gbr. 7).
Apa yang Harus Dilakukan Ketika Cedera Saluran Empedu Terjadi
Jika dikenali secara intraoperatif, seseorang harus menilai kemampuan dirinya untuk
memperbaiki cedera tersebut. Hasil terbaik bisa didapatkan dengan repair yang lebih awal,
Kecuali pada keadaan yang tidak biasa, hindari anastomosis duktus ke duktus; lakukan Roux-
Y tension-free. Jika ahli bedah tidak berpengalaman dengan repair seperti itu, biarkan saluran
empedunya dan Tempatkan drain segera di sebelah saluran dan transfer pasien. Keahlian ahli
bedah menangani komplikasi ini akan berdampak pada hasil jangka panjang. Jika arteri hepatic
juga telah terluka, mungkin sebaiknya tidak perlu memperbaiki saluran empedu segera, tetapi
tunggu beberapa bulan sampai ada kolateral yang berkembang. Parenkim hepar dapat lebih
mudah bertahan pada vena porta dengan kira-kira 70 -75% dari aliran darah parenkim dari vena
porta. Namun bagaimanapun, sistem biliar sangat tergantung pada aliran darah arteri.
Jika cedera diketahui setelah operasi, lakukan drain perkutan dan transfer pasien.
Penanganan yang ideal jika terjadi repair tertunda adalah menempatkan kolangiokateter
transhepatik perkutan (PTC) (yang sulit karena adanya dekompresi) dan drainase intraabdomen
(perkutan jika memungkinkan) untuk membatasi / mengalirkan peritonitis empedu. Duktus
choledocus akan menciptakan bekas luka di sekitar PTC dan,drain abdomen akan
menghentikan drain cairan empedu. Drain abdomen kemudian dapat disingkirkan, dan saluran
empedu dapat diperbaiki beberapa bulan kemudian. Jelas, PTC tidak bisa dijepit tetapi harus
tetap terhubung ke drainase eksternal.

KONSEP UTAMA
 Lakukan kolesistektomi saat awal masuk rawat inap pada kolestitis akut
 Lakukan kolesistektomi dalam 24-48 jam sejak masuk RS.
 Ketahui error traps; Hindari hal-hal tersebut.
 Teknik Semi-top-down
 Pandangan kritis terhadap keselamatan
 ±IOC
 ± Ultrasonografi intraoperative
 Bidang teraman untuk diseksi- terbuka atau laparoskopi pada dinding
kantong empedu.
 Kadang-kadang, bidang paling aman yaitu dengan melihat sesuatu dari
dalam kantong empedu.
 Hindari penggunaan kauter di dekat duktus choledocus atau tempat
dilakukan klip sebelumnya.
 Ketahui kapan kolesistostomi adalah operasi yang tepat –dan tahu kapan
tidak boleh dioperasi.
Referensi

1. Ford JA, Soop M, Du J, Loveday BP, 8. Eikermann M, Siegel R, Broeders I, Dziri


Rodgers M. Systematic review of C, Fingerhut A, Gutt C,
intraoperative cholangiography (IOC) in Jaschinski T, Nassar A, Paganini AM,
cholecystectomy. Brit J Surg. Pieper D, et al.; European Association
2012;99:160Y167. for Endoscopic Surgery. Prevention and
2. Akyurek N, Salman B, Irkorucu O, treatment of bile duct
Tascilar O, Yuksel O, Sare M, injuries during laparoscopic
Tatlicioglu E. Laparoscopic cholecystectomy: the clinical practice
cholecystectomy in patients with previous guidelines of the European Association for
abdominal surgery. JSLS. Endoscopic Surgery. Surg
2005;9:178Y183. Endosc. 2012;26(11):3003Y39.
3. Ausania F, Holmes LR, Ausania F, Iype 9. Heistermann HP, Tobusch A, Palmes D.
S, Ricci P, White SA. Intraoperative Prevention of bile duct injuries
cholangiography in the laparoscopic after laparoscopic cholecystectomy: the
cholecystectomy era: critical viewof safety [in German].
why are we still debating? Surg Endosc. Zentralbl Chir. 2006;131:460Y465.
2012;26:1193Y1200. 10. Ludwig K, Bernhardt J, Steffen H,
4. Buddingh KT, Weersma RK, Savenije Lorenz D. Contribution of
RA, van Dam GM, Nieuwenhuijs intraoperative cholangiography to
VB. Lower rate of major bile duct injury incidence and outcome of common
and increased intraoperative bile duct injuries during laparoscopic
management of common bile duct stones cholecystectomy. Surg Endosc.
after implementation of routine 2002;16:1098Y1104.
intraoperative cholangiography. J Am Coll 11. Ingraham AM, Cohen ME, Ko CY, Hall
Surg. 2011;213:267Y274. BL. A current profile and assessment
5. Buddingh KT, Nieuwenhuijs VB, van of North American cholecystectomy:
Buuren L, Hulscher JB, de Jong JS, results from the American
van Dam GM. Intraoperative assessment of College of Surgeons National Surgical
biliary anatomy for prevention Quality Improvement Program.
of bile duct injury: a review of current and J Am Coll Surg. 2010;211:176Y186.
future patient safety 12. Murphy MM, Ng S-C, Simons JP,
interventions. Surg Endosc. Csikesz NG, Shah SA, Tseng JF.
2011;25:2449Y2461. Predictors of major complications after
6. Davidson AM, Pappas TN, Murray EA, laparoscopic cholecystectomy:
Hilleren DJ, Johnson RD, Baker surgeon, hospital or patient? J Am Coll
ME, Newman GE, Cotton PB, Meyers WC. Surg. 2010;211:73Y80.
Mechanisms of major biliary 13. deMestral C, Rotstein OD, Laupacis A,
injury during laparoscopic Hoch JS, Zagorski B, Alali AS,
cholecystectomy. Ann Surg. Nathens AB. Comparative operative
1992;215:196Y202. outcomes of early and delayed
7. deMestral C, Rotstein OD, Laupacis A, cholecystectomy for acute cholecystitis.
Hoch JS, Zagorski B, Nathens Ann Surg. 2014;259:10Y15.
AB. A population-based analysis of the 14. Sheffield KM, Riall TS, Han Y, Kuo
clinical course of 10,304 patients YF, Townsend CM Jr, Goodwin JS.
with acute cholecystitis, discharged without Association between cholecystectomy with
cholecystectomy. J Trauma vs without intraoperative
Acute Care Surg. 2013;24:26Y31. cholangiography and risk of common duct
injury. JAMA. 2013;310:
812Y820. 25. Wu YV, Linehan DC. Bile duct injuries
15. Massarweh NN, Flum DR. Role of in the era of laparoscopic
intraoperative cholangiography in cholecystectomies.
avoiding bile duct injury. J Am Coll Surg. Surg Clin North Am. 2010;90:787Y802.
2007;204:656Y664. 26. Waage A, Nilssom M. Iatrogenic bile
16. Strasberg SM. Avoidance of bile duct duct injury: a population based
injury during laparoscopic study of 152,776 cholecystectomies in the
cholecystectomy. Swedish inpatient registry.
J Hepatobiliary Pancreat Surg. Arch Surg. 2006;141:1207Y1213.
2002;9:543Y547. 27. Visser BC, Parks RW, Garden OJ. Open
17. Strasberg SM. Error traps and vasculo- cholecystectomy in the
biliary injury in laparoscopic and laparoendoscopic era. Am J Surg.
open cholecystectomy. J Hepatobiliary 2008;195:108Y114.
Pancreat Surg. 2008;15:284Y292. 28. Overby DW, Apelgren KN,
18. Strasberg SM, Brunt LM. Rationale and RichardsonW, Fanelli R; Society of
use of the critical view of safety American
in laparoscopic cholecystectomy. J Am Gastrointestinal and Endoscopic Surgeons.
Coll Surg. 2010;211:132Y138. SAGES guidelines for the
19. Strasberg SM, Eagon CJ, Drebin JA. clinical application of laparoscopic biliary
The ‘‘hidden cystic duct’’syndrome tract surgery. Surg Endosc.
and the infundibular technique of 2010;24:2368Y2386.
laparoscopic cholecystectomyVthe 29. Yamashita Y, Takada T, Strasberg SM,
danger of the false infundibulum. J Am Coll Pitt HA, Gouma DJ, Garden OJ,
Surg. 2000;191:661Y667. Bu¨chler MW, Gomi H, Dervenis C,
20. Strasberg SM, Gouma DJ. ‘Extreme’ Windsor JA, et al.; Tokyo Guideline
vasculobiliary injuries: association Revision Committee; TG13 surgical
with fundus-down cholecystectomy in management of acute cholecystitis.
severely inflamed gallbladders. J Hepatobiliary Pancreat Sci.
HPB (Oxford). 2012;14:1Y8. 2013;20:89Y96.
21. Strasberg SM, Helton WS. An 30. Kimura Y, Takada T, Kawarada Y,
analytical review of vasculobiliary injury Nimura Y, Hirata K, Sekimoto M,
in laparoscopic and open cholecystectomy. Yoshida M, Mayumi T, Wada K, et al.
HPB (Oxford). 2011;13:1Y14. Definitions, pathophysiology,
22. Strasberg SM, Hertl M, Soper NJ. An and epidemiology of acute cholangitis and
analysis of the problem of biliary cholecystitis: Tokyo guidelines.
injury during laparoscopic J Hepatobiliary Pancreat Surg.
cholecystectomy. J Am Coll Surg. 2007;14:15Y26.
1995;180: 31. Gomi H, Solomkin JS, Takada T,
101Y125. Strasberg SM, Pitt HA, Yoshida M,
23. Tornqvist B, Stro¨mberg C, Persson G, Kusachi S, Mayumi T, Miura F, Kiriyama
Nilsson M. Effect of intraoperative S, et al.; Tokyo Guideline
cholangiography and early detection of bile Revision Committee. TG13 antimicrobial
duct injury on survival after therapy for acute cholangitis
cholecystectomy: population based cohort and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat
study. Br Med J. 2012;345:e6457. Sci. 2013;20:60Y70.
24. Wolf AS, Nijsse BA, Sokal SM, Chang 32. Hirota M, Takada T, Kawarada Y,
Y, Berger DL. Surgical outcome Nimura Y,Miura F, Hirata K,Mayumi T,
of open cholecystectomy in the YoshidaM, Strasberg S, Pitt H. Diagnostic
laparoscopic era. Am J Surg. 2009;197: criteria and severity assessment
781Y784.
of acute cholecystitis: Tokyo guidelines. J 39. Tsuyuguchi T, Itoi T, Takada T,
Hepatobiliary Pancreat Surg. Strasberg SM, Pitt HA, Kim MH, Supe
2007;14:78Y82. AN, Mayumi T, Yoshida M, Miura F, et al.;
33. Yamashita Y, Takada T, Kawarada Y, Tokyo Guideline Revision
Nimura Y, Hirota M, Miura F, Committee. TG13 indications and
Mayumi T, Yoshida M, Strasberg S, Pitt techniques for gallbladder drainage in
HA, et al. Surgical treatment acute cholecystitis. J Hepatobiliary
of patients with acute cholecystitis: Tokyo Pancreat Sci. 2013;20:81Y88.
guidelines. J Hepatobiliary 40. Mayumi T, Takada T, Kawarada Y,
Pancreat Surg. 2007;14:91Y97. Nimura Y, Yoshida M, Sekimoto M,
34. Miura F, Takada T, Strasberg SM, Miura F, Wada K, Hirota M, Yamashita Y,
Solomkin JS, PittHA, GoumaDJ,Garden Nagino M, et al. Result of the
OJ, Bu¨chlerMW, Yoshida M,Mayumi T, et Tokyo consensus meeting Tokyo
al.; Tokyo Guidelines Revision guidelines. J Hepatobiliary Pancreat
Committtee. TG13 flowchart for the Surg. 2007;14:114Y121.
management of acute cholangitis and 41. Fujii Y, Ohuchida J, Chijiiwa K, Yano
cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci. K, Imamura N, Nagano M, Hiyoshi
2013;20:47Y54. M, Otani K, Kai M, Kondo K. Verification
35. Yasuda H, Takada T, Kawarada Y, of Tokyo Guidelines for diagnosis
Nimura Y, Hirata K, Kimura Y, Wada and management of acute cholangitis. J
K, Miura F, Hirota M, Mayumi T, et al. Hepatobiliary Pancreat
Unusual cases of acute cholecystitis and Sci. 2012;19:487Y491.
cholangitis: Tokyo guidelines. J 42. Riall TS, Zhang D, Townsend CM Jr,
Hepatobiliary Pancreat Kuo YF, Goodwin JS. Failure to
Surg. 2007;14:98Y113. perform cholecystectomy for acute
36. Yokoe M, Akada T, Strasberg SM, cholecystitis in elderly patients is
Solomkin JS, Mayumi T, Gomi H, Pitt associated with increased morbidity,
HA, Gouma DJ, Garden OJ, Bu¨chler MW, mortality and cost . J Am Coll Surg.
et al.; Tokyo Guidelines Revision 2010;210:668Y679.
Committee. New diagnostic criteria and 43. Gurusamy KS, Davidson C, Gluud C,
severity assessment of Davidson BR. Early versus delayed
acute cholecystitis in revised Tokyo laparoscopic cholecystectomy for people
guidelines. J Hepatobiliary Pancreat with acute cholecystitis.
Sci. 2012;19:578Y585. Cochrane Database Syst Rev.
37. YoshidaM,TakadaT,KawaradaY, 2013;6:CD005440.
TanakaA,NimuraY,GomiH,HirotaM, 44. Brooks KR, Scarborough JE, Vaslef
Miura F,Wada K,Mayumi T, Solomkin JS, SN, Shapiro ML. No need towait: an
et al. Antimicrobial therapy for analysis of the timing of cholecystectomy
acute cholecystitis: Tokyo guidelines. during admission for acute
JHepatobiliary Pancreat Surg. 2007; cholecystitis using the American College of
14:83Y90. Surgeons National Surgical
38. Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Quality Improvement Program database. J
Yoshida M, Mayumi T, Sekimoto M, Trauma Acute Care Surg.
Miura F, Wada K, Hirota M, Yamashita Y, 2013;74:167Y174.
et al. Background: Tokyo 45. Banz V, Gsponer T, Candinas D, Guller
guidelines for the management of acute U. Population-based analysis of
cholecystitis and cholangitis. 4113 patients with acute cholecystitis:
J Hepatobiliary Pancreat Surg. defining the optimal time-point for
2007;14:1Y10. laparoscopic cholecystectomy. Ann Surg.
2011;254:964Y970.
46. Gutt CN, Encke J, Ko¨ninger J, Harnoss EJ, O’Neill PJ, Chow AW, Dellinger EP,
JC, Weigand K, Kipfmu¨ ller K, Eachempati SR, et al. Diagnosis
Schunter O, Go¨tze T, Golling MT, Menges and management of complicated intra-
M, Klar E, et al. Acute abdominal infection in adults and
cholecystitis: early vs late cholecystectomy, children: guidelines by the Surgical
a multicenter randomized Infection Society and Infectious
trial (ACDC Study). Ann Surg. Disease Societies of America. Clin Infect
2013;258:385Y393. Dis. 2010;50:133Y164.
47. Catani M,Modini C. Laparoscopic 55. Regimbeau JM, Fuks D, Pautrat K,
cholecystectomy in acute cholecystitis: Mauvais F, Haccart V, Msika S,
a proposal of a safe and effective technique. Mathonnet M, Scotte´ M, Paquet JC, Vons
Hepatogastroenterology. C, et al.; FRENCH Study
2007;54:2186Y2191. Group. Effect of postoperative antibiotic
48. Farooq T, Buchanan G, Manda V, administration on postoperative
Kennedy R, Ockrim J. Is early laparoscopic infection following cholecystectomy for
cholecystectomy safe after the ‘‘safe acute cholecystitis. JAMA.
period’’? J Laparoendosc 2014;312:145Y154.
Adv Surg Tech A. 2009;19:471Y474. 56. Van den Hazel SJ, Speelman P, Tytgat
49. To KB, Cherry-Bukowiec JR, Englesbe GN, Dankert J, van Leeuwen DJ.
MJ, Terjimanian MN, Shijie C, Role of antibiotics in the treatment and
Campbell DA Jr, Napolitano LM. Emergent prevention of acute and recurrent
versus elective cholecystectomy: cholangitis. Clin Infect Dis.
conversion rates and outcomes. Surg Inf. 1994;19:279Y286.
2013;14:512Y519. 57. Wang C-H, Chou HC, Liu KL, Lien
50. PittHA, PostierRG,Cameron WC, Wang HP,Wu YM. Long-term
JL.Consequences of preoperative outcome of patients with acute cholecystitis
cholangitis receiving antibiotic treatment:
and its treatment on the outcome of a retrospective cohort study. World J Surg.
operation for choledocholithiasis. 2014;38(2):347Y354.
Surgery. 1983;94:447Y452. 58. Gurusamy KS, Rossi M, Davidson BR.
51. Maluenda F, Csendes A, Burdiles P, Percutaneous cholecystostomy
Diaz J. Bacteriological study of for high risk patients with acute calculous
choledochal bile in patientswith common cholecystitis. Cochrane Database
duct stones,with orwithout acute Syst Rev. 2013;8:CD007088.
suppurative cholangitis. 59. Joseph T, Unver K, Hwang GL,
Hepatogastroenterology. Rosenberg J, Sze DY, Hashimi S,
1989;36:132Y135. Kothary N, Louie JD, Kuo WT, Hofmann
52. Jaafar G, Persson G, Svennblad B, LV, et al. Percutaneous
Sandblom G. Outcomes of antibiotic cholecystectomy for acute cholecystitis: ten
prophylaxis in acute cholecystectomy in a year experience. J Vasc
population based gallstone Interv Radiol. 2012;23:83Y88.
surgery registry. Br J Surg. 60. Barak O, Elazary R, Appelbaum L,
2014;101:69Y73. Rivkind A, Almogy G. Conservative
53. Goldman G, Kahn PJ, Alon R, treatment for acute cholecystitis: clinical
Wiznitzer T. Biliary colic treatment and and radiographic predictors of
acute cholecystitis prevention by failure. Isr Med Assoc J. 2009;11:739Y743.
prostaglandin inhibitor. Dig Dis Sci. 61. Ito K, Fujita N, Noda Y, Kobayashi G,
1989;34:809Y811. Kimura K, Sugawara T, Horaguchi J.
54. Solomkin JS, Mazuski JE, Bradley JS,
Rodvold KA, Goldstein EJ, Baron
Percutaneous cholecystostomy versus of cholecystostomy as a treatment option in
gallbladder aspiration for acute acute cholecystitis. HPB
cholecystitis: (Oxford). 2009;11:183Y193.
a prospective randomized controlled trial. 69. de Mestral C, Gomez D, Haas B,
AJR Am J Roentgenol. Zagorski B, Rotstein OD, Nathens AB.
2004;183:193Y196. Cholecystostomy: a bridge to hospital
62. Berber E, Engle KL, String A, Garland discharge but not delayed cholecystectomy.
AM, Chang G, Macho J, Pearl JM, J Trauma Acute Care Surg.
Siperstein AE. Selective use of tube 2013;74:175Y180.
cholecystostomy with interval laparoscopic 70. Li M, Li N, Ji W, Quan Z, Wan X, Wu
cholecystectomy in acute cholecystitis. X, Li J. Percutaneous
Arch Surg. 2000;135: cholecystostomy is a definitive treatment
341Y346. for acute cholecystitis in elderly
63. Byrne MF, Suhocki P, Mitchell RM, high-risk patients. Am Surg.
Pappas TN, Stiffler HL, Jowell PS, 2013;79:524Y527.
Branch MS, Baillie J. Percutaneous 71. McKay A, Abulfaraj M, Lipschitz J.
cholecystostomy in patients with Short and long term outcomes
acute cholecystitis: experience of 45 following percutaneous cholecystostomy
patients at a US referral center. J Am for acute cholecystitis in highrisk
Coll Surg. 2003;297:206Y211. patients. Surg Endosc.
64. Griniatsos J, Petrou A, Pappas P, et al. 2012;26:1343Y1351.
Percutaneous cholecystostomy 72. Hatzidakis AA, Prassopoulos P,
without interval cholecystectomy as Petinarakis I, Sanidas E, Chrysos E,
definitive treatment of acute cholecystitis Chalkiadakis G, Tsiftsis D, Gourtsoyiannis
in elderly and critically ill patients. South NC. Acute cholecystitis in
Med J. 2008;101: high-risk patients: percutaneous
586Y590. cholecystostomy vs conservative treatment.
65. Spira RM, Petrou A, Pappas P, Revenas Eur Radiol. 2002;12:1778Y1784.
K, Karavokyros I, Michail OP, 73. Abi-Haidar Y, Sanchez V, Williams
Tsigris C, Giannopoulos A, Felekouras E. SA, Itani KM. Revisiting percutaneous
Percutaneous transhepatic cholecystostomy for acute cholecystitis
cholecystostomy and delayed laparoscopic based on a 10-year experience.
cholecystectomy in critically Arch Surg. 2012;147:416Y422. 74. Cherg
ill patients with acute calculous N, Witkowski ET, Sneider EB, Wiseman
cholecystitis. Am J Surg. JT, Lewis J, Litwin DE,
2002;183:62Y66. Santry HP, Cahan M, Shah SA. Use of
66. Granlaund A, Karlson BM, Elvin A, cholecystostomy tubes in the
Rasmussen I. Ultrasound-guided management of patients with primary
percutaneous cholecystostomy in high risk diagnosis of acute cholecystitis.
surgical patients. Langenbecks J Am Coll Surg. 2012;214:196Y201.
Arch Surg. 2001;386:212Y217. 75. Kortram K, van Ramshorst B, Bollen
67. Davis CA, Landercasper J, Gundersen TL, Besselink MG, Gouma DJ,
LH, Lambert PJ. Effective use of KarstenT,
percutaneous cholecystostomy in high risk KruytPM,NieuwenhuijzenGA,Kelder
surgical patients: techniques, JC,TrompE, et al.Acute
tube management and results. Arch Surg. cholecystitis in high risk surgical patients:
1999;134:727Y731. percutaneous cholecystostomy
68. Winbladh A, Gullstrand P, Svanvik J, versus laparoscopic cholecystectomy
Sandstro¨m P. Systematic review (CHOCOLATE Trial):
study protocol for a randomized controlled 84. Kanaan SA, Murayama KM, Merriam
trial. Trials. 2012;13:7. LT, Dawes LG, Prystowsky JB,
76. Lipman JM, Claridge JA, Haridas M, Rege RV, Joehl RJ. Risk factors for
Martin MD, Yao DC, Grimes KL, conversion of laparoscopic to open
Malangoni MA. Preoperative findings cholecystectomy. J Surg Res.
predict conversion from laparoscopic 2002;106:20Y24.
to open cholecystectomy. Surgery. 85. Chuang KI, Corley D, Postlethwaite
2007;142:556Y565. DA, Merchant M, Harris HW. Does
77. Brodsky A, Matter I, Sabo E, Cohen A, increased experience with laparoscopic
Abrahamson J, Eldar S. Laparoscopic cholecystectomy yield more
cholecystectomy for acute cholecystitis: complex bile duct injuries? Am J Surg.
can need for conversion 2012;203:480Y487.
and the probability of complications be 86. Wojcicki M, Patkowski W,
predicted? A prospective study. Chmurowicz T, Bialek A, Wiechowska-
Surg Endosc. 2000;14:755Y760. Kozlowska A, Stankiewicz R, Milkiewicz
78. Zhu B, Zhang Z, Wang Y, Gong K, Lu P, Krawczyk M. Isolated right
Y, Zhang N. A comparison of posterior bile duct injury following
laparoscopic cholecystectomy for acute cholecystectomy: report of two cases.
cholecystitis both within and World J Gastroenterol.
beyond 72 h of symptom onset during the 2013;19:6118Y6121.
emergency admission: how 87. Babel N, Sakpal SV, Paragi P, Wellen
golden is ‘‘golden’’? World J Surg. J, Feldman S, Chamberlain RS.
2012;36:2654Y2658. Iatrogenic bile duct injury associated with
79. Wevers KP, vanWestreenen HL, Patijn anomalies of the right hepatic
GA. Laparoscopic cholecystectomy sectoral ducts: a misunderstood and
in acute cholecystitis: C-reactive protein underappreciated problem. HPB Surg.
level combined with age 2009;2009:153269.
predicts conversion. Surg Laparosc Endosc 88. Hunter J. Avoidance of bile duct injury
Percutan Tech. 2013;23: during laparoscopic cholecystectomy.
163Y166. Am J Surg. 1991;162:71Y76.
80. Way LW, Stewart L, Gantert W, Liu K, 89. Tuveri M, Calo` PG, Medas F, Tuveri
Lee CM, Whang K, Hunter JG. A, Nicolosi A. Limits and advantages
Causes and of laparoscopic bile duct of fundus-first laparoscopic
injuries. Ann Surg. 2003;237: cholecystectomy: lessons learned.
460Y469. J Laparoendosc Adv Surg Tech A.
81. Rosen M, Brody F, Ponsky J. Predictive 2008;18:69Y75.
factors for conversion of laparoscopic 90. Kelly MD. Laparoscopic retrograde
cholecystectomy. Am J Surg. (fundus first) cholecystectomy. BMC
2002;184:254Y258. Surg. 2009;9:19Y27.
82. Livingston EH, Rege RV. A nationwide 91. Mahmud S, Masaud M, Canna K,
study of conversion from laparoscopic Nassar AH. Fundus-first laparoscopic
to open cholecystectomy. Am J Surg. cholecystectomy. Surg Endosc.
2004;188:205Y211. 2002;16:581Y584.
83. Lim KR, Ibrahim S, Tan NC, Lim SH, 92. Neri V, Ambrosi A, Fersini A, Tartaglia
Tay KH. Risk factors for conversion N, Valentino TP. Antegrade
to open surgery in patients with acute dissection in laparoscopic
cholecystitis undergoing cholecystectomy. JSLS. 2007;11:225Y228.
interval laparoscopic cholecystectomy. 93. Bornman PC, Terblanche J. Subtotal
Ann Acad Med Singapore. 2007; cholecystectomy: for the difficult
36:631Y635.
gallbladder in portal hypertension and 102. Averginos C, Kelgiorgi D, Touloumis
cholecystitis. Surgery. 1985;98:1Y6. Z, Baltatzi L, Dervenis C. One
94. Michalowski K, Bornman PC, Krige JE, thousand laparoscopic cholecystectomies
Gallagher PJ, Terblanche J. in a single surgical unit using
Laparoscopic subtotal cholecystectomy in the critical view of safety technique. J
patients with complicated Gastrointest Surg. 2009;13:
acute cholecystitis or fibrosis. Br J Surg. 498Y503.
1998;85:9904Y906. 103. Lam T, Usatoff V, Chan STF. Are we
95. Nakajima J, Sasaki A, Obuchi T, Baba getting the critical view? A prospective
S, Nitta H, Wakabayashi G. Laparoscopic study of photographic documentation
subtotal cholecystectomy for severe during laparoscopic
cholecystitis. Surg Today. cholecystectomy. HPB (Oxford).
2009;39:870Y875. 2014;16(9):859Y63.
96. Sinha I, Smith ML, Safranek P, Dehn T, 104. Sanjay P, Kulli C, Polignano FM, Tait
Booth M. Laparoscopic subtotal IS. Optimal surgical technique, use
cholecystectomy without cystic duct of intraoperative cholangiography and
ligation. Br J Surg. 2007;94: management of acute gallbladder
1527Y1529. disease: the results of a nationwide survey
97. Sharp CF, Garza RZ, Mangram AJ, in UK and Ireland. Ann R Coll
Dunn EL. Partial cholecystectomy in Surg Engl. 2010;92(4):302Y6.
the setting of severe inflammation is an 105. Aziz O, Ashrafian H, Jones C, Harling
acceptable consideration with few L, Kumar S, Garas G, Holme T,
long-term sequelae. Am Surg. Darzi A, Zacharakis E, Athanasiou T.
2009;75:249Y252. Laparoscopic ultrasonography
98. Soleimani M, Mehrabi A, Mood ZA, versus intra-operative cholangiogram for
Fonouni H, Kashfi A, Bu¨chlerMW, the detection of common bile
Schmidt J. Partial cholecystectomy as a safe duct stones during laparoscopic
and viable option in the cholecystectomy: a meta-analysis of
emergency treatment of complex acute diagnostic accuracy. Int J Surg.
cholecystitis: a case series and 2014;12:712Y719.
review of the literature. Am Surg. 106. Falcone RA Jr, Fegelman EJ,
2007;5:498Y507. Nussbaum MS, Brown DL, Bebbe TM,
99. Henneman D, da Costa DW, Merhar GL, Johannigman JA, Luchette FA,
Vrouenraets BC, van Wagensveld BA, Davis K Jr, Hurst JM. A
Lagarde SM. Laparoscopic partial prospective comparison of laparoscopic
cholecystectomy for the difficult ultrasound vs intraoperative
gallbladder: a systematic review. Surg cholangiogram during laparoscopic
Endosc. 2013;27:351Y358. cholecystectomy. Surg Endosc. 1999;
100. Hubert C, Annet L, van Beers BE, 13:784Y788.
Gigot JF. The ‘‘inside approach of the 107. Biffl WL, Moore EE, Offner PJ,
gallbladder’’ is an alternative to the classic Franciose RJ, Burch JM. Routine
Calot’s triangle dissection for a intraoperative laparoscopic
safe operation in severe cholecystitis. Surg ultrasonography with selective
Endosc. 2010;24:2626Y2632. cholangiography
101. Yegiyants S, Collins JC. Operative reduces bile duct complications during
strategies can reduce the incidence laparoscopic cholecystectomy.
of major bile duct injury in laparoscopic J Am Coll Surg. 2001;193:272Y280.
cholecystectomy. Am Surg. 108. Machi J, Johnson JO, Deziel DJ, Soper
2008;74:985Y987. NJ, Berber E, Siperstein A, Hata
M, Patel A, Singh K, Arregui ME. The
routine use of laparoscopic ultrasound
decreases bile duct injury: a multicenter
study. Surg Endosc.
2009;23:384Y388.
109. Tranter SE, Thompson MH. A
prospective single-blinded controlled
study comparing laparoscopic ultrasound of
the common bile duct with
operative cholangiography. Surg Endosc.
2003;17:216Y219.
110. Perry KA, Myers JA, Deziel DJ.
Laparoscopic ultrasound as the primary
method for bile duct imaging during
cholecystectomy. Surg Endosc.
2008;22:208Y213.
111. Machi J, Oishi AJ, Tajiri T, Murayama
KM, Furumoto NL, Oishi RH.
Routine laparoscopic ultrasound can
significantly reduce the need for
selective intraoperative cholangiography
during cholecystectomy. Surg
Endosc. 2007;21:270Y274.
112. Ball CG, MacLean AR, Kirkpatrick
AW, Bathe OF, Sutherland F, Debru
E, Dixon E. Hepatic vein injury during
laparoscopic cholecystectomy: the
unappreciated proximity of the middle
hepatic vein to the gall bladder
bed. J Gastrointest Surg.
2006;10:1151Y1155.

Anda mungkin juga menyukai