Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN STROKE DI RUANG HCU RSUP FATMAWATI

Disusun oleh:
DEVI AYU LESTARI

PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
STROKE
A. Pengertian
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu pembuluh darah
atau lebih yang mensuplai otak. Stroke menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan
umumnya menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak (Nursing, 2011).
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di
otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit
neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari
cardiovaskular disease (CVD) (Batticaca, 2011).
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh timbulnya defisit neurologis fokal
secara mendadak yang menetap setidaknya 24 jam disebabkan oleh kelainan sikulasi otak
(McPhee dan Ganong, 2010).
Stroke atau penyakit serebrovaskuler mengacu kepada setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai
arteri otak (Price dan Wilson, 2006).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan stroke adalah kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak keadaan dikarenakan aliran darah ke otak tersumbat dan suplai darah tidak bisa
mengalir menuju otak sehingga dapat terjadi kelumpuhan, kehilangan fungsi otak, bahkan
kematian.
B. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008), klasifikasi stroke yaitu:
1. Stroke Hemoragi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaraknoid. Disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukkan aktifitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan Intraserebral. Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak.
b. Perdarahan subaraknoid. Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang–
cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang
subaraknoid menyebabkan Tekanan Intra Kranial (TIK) meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dan lain-lain).
2. Stroke Nonhemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.
C. Etiologi/Penyebab
Menurut Muttaqin (2008) penyebab stroke dapat di bedakan menjadi:
1. Trombosis serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan odema dan kongesti di
sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan trombosis otak: aterosklerosis,
hiperkoagulasi pada polisitemia, arteritis (radang pada arteri), emboli.
2. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subaraknoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah hipertensi yang
parah, henti jantung-paru, dan curah jantung turun akibat aritmia.
4. Hipoksia setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah spasme
arteri serebral yang disertai perdarahan subaraknoid dan vasokontriksi arteri otak disertai
sakit kepala migrain.
D. Faktor Resiko
Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya stroke menurut Tarwanto, dkk (2007),
antara lain:
1. Usia: makin bertambah usia resiko stroke semakin tinggi, hal ini berkaitan dengan
elastisitas pembuluh darah.
2. Jenis kelamin: laki-laki memiliki kecenderungan lebih tinggi.
3. Ras dan keturunan: stroke lebih sering ditemukan pada kulit putih.
4. Hipertensi: hipertensi menyebabkan aterosklerosis pembuluh darah serebral sehingga lama
kelamaan akan pecah menimbulkan perdarahan. Stroke yang terjadi adalah stroke
hemoragik.
5. Penyakit jantung: pada fibrilasi atrium menyebabkan penurunan kardiac output, sehingga
terjadi hambatan dalam aliran darah ke otak.
6. Diabetes Mellitus (DM): pada penyakit DM terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi
hambatan dalam aliran darah ke otak.
7. Polisitemia: kadar hemoglobin yang tinggi (Hb lebih dari 16 mg/dl) menimbulkan darah
menjadi lebih kental dengan demikian aliran darah ke otak menjadi lebih lambat.
8. Perokok: rokok menimbulkan plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi
aterosklerosis.
9. Alkohol: pada alkoholik dapat mengalami hipertensi, penurunan aliran darah ke otak dan
kardiak aritma.
10. Peningkatan kolesterol: kolesterol dalam tubuh menyebabkan aterosklerosis dan
terbentuknya lemak sehingga aliran darah lambat.
11. Obesitas: pada obesitas kadar kolesterol darah meningkat dan terjadi hipertensi.

E. Manifestasi Klinis
Menurut Tarwanto, dkk (2007) pada stroke akut gejala klinis meliputi:
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) yang timbul secara
mendadak.
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
3. Penurunan kesadaran (konfusi, delirum, letargi, stupor atau koma).
4. Afasia (kesulitan dalam berbicara).
5. Disatria (bicara pelo).
6. Gangguan penglihatan, diplopia.
7. Ataksia
8. Vertigo, mual, muntah dan nyeri kepala.

F. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor–faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah
ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli,
perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru
dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat
berasal dari plak aterosklerotik, atau darah dapat beku pada area stenosis, tempat aliran darah
mengalami perlambatan atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi
yang lebih besar dari pada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam
atau kadang–kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis
diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian
dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskular, karena perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan yang
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel
jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta
gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya
tertekan lagi (Muttaqin, 2008).
G. Pathways

Faktor-faktor resiko stroke

Aterosklerosis Katup jantung rusak, miokard Aneurisma, malformasi,


hiperkoagulasi artesisi infark, fibrliasi, endokarditis arteriovenous

Trombosis serebral Penyumbatan pembuluh darah otak Perdarahan intraserebral


oleh bekuan darah, lemah dan udara
Pembuluh darah oklusi Perembesan darah ke dalam
↓ Emboli serebral parenkim otak
Iskemik jaringan otak ↓
↓ Stroke Penekanan jaringan otak
Edema dan kongesti jaringan (cerebro vascular accident) ↓
sekitar Infark otak, edema,
Defisit neurologi dan hemiasi otak

Infark serebral Kehilangan 1. Resiko Kerusakan terjadi pada Disfungsi


kontrol voluter Peningkatan TIKlobus frontal kapasitas, bahasa dan
2. Penurunan memori, atau fungsi komunikasi
perfusi jaringan Hemiplegi dan intelektual kortikal
Herniasi falk serebri
serebral hemiparesis
dan ke foramen Disartria,
Kerusakan fungsi
4. Kerusakan magnum disfasia/afasia,
kognitif dan efek
metabolisme ↓ apraksia
psikologis
fisik Kompresi batang otak
Lapang perhatian terbatas, 9. Kerusakan
Depresi saraf kesulitan dalam komunikasi
Koma kardiovaskular pemahaman, lupa dan verbal
dan pernapasan kurang motivasi, frustasi,
labilitas emosional,
Intake nutrisi Kelemahan bermusuhan, dendam, dan
Kegagalan
tidak adekuat fisik umum kurang kerja sama,
kardiovaskuler
dan pernapasan penurunan gairah seksual
5. Perubahan
pemenuhan 10. Koping individu tidak
Kematian
nutrisi efektif
11. Perubahan proses
Penurunan Disfungsi persepsi 14. Gangguan psikologis berfikir
tingkat visual spasial dan 15. Perubahan peran 12. Penurunan gairah
seksual
kesadaran kehilangan sensori keluarga
13. Resiko ketidakpatuhan
16. Kecemasan klien terhadap penatalaksanaan
8. Resiko 18. Perubahan dan keluarga
trauma persepsi 17. Resiko penurunan
pelaksanaan ibadah Kemampuan batuk Disfungsi kandung
(Cedera) sensori
menurun, kurang kemih dan saluran
mobilitas fisik dan pencernaan
Penekanan 6. Resiko tinggi kerusakan
produksi sekret
jaringan setempat integrasi kulit
3. Resiko ketidakbersihan 7. Gangguan eliminasi
jalan nafas urin dan alvi

Gambar 1.1 Pathway Stroke (Muttaqin,2008)


H. Komplikasi
Menurut Purwanto, dkk (2007), komplikasi dari stroke adalah:
1. Hipertensi/hipotensi
2. Kejang
3. Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
4. Kontraktur
5. Tonus otot abnormal
6. Trombosis vena
7. Malnutrisi
8. Aspirasi
9. Inkontinensia urin, bowel.

I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Misbach (2011), pemeriksaan penunjang stroke, terdiri dari:
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Pemeriksaan kimia darah lengkap, diantaranya gula darah sewaktu, ureum, kreatinin,
asam urat, fungsi hati (SGOT/SGPT/CPK), dan profil lipid (kolesterol total,
trigliserida, LDL, HDL)
c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap) meliputi: waktu protrombin, APTT, kadar
fibrinogen, D-dimer, INR, dan viskositas plasma
d. Pemeriksaan tambahan yang di lakukan atas indikasi: Protein S, Protein C, ACA, dan
Homosisten.
2. Pemeriksaan Kardiologi
Pada sebagian penderita stroke terdapat juga perubahan elektrokardiografi (EKG).
Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark jantung atau pada
stroke dapat terjadi perubahan-perubahan EKG sebagai akibat perdarahan otak yang
menyerupai suatu infark mikroid.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah:
a. Pemeriksaan foto thoraks: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan tanda hipertensi kronis. Selain itu dapat
mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi oksigenasi serebral dan
dapat memperburuk prognosis.
b. CT scan otak: segera memperlihatkan perdarahan intra serebral. Pemeriksaan ini sangat
penting karena perbedaan management perdarahan otak dan infark otak.
Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena itu perlu
dilakukan pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk memastikan proses
patologik di batang otak.

J. Penatalaksanaan
Menurut Batticaca (2011), penatalaksanaan penyakit stroke meliputi:
1. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi stroke hemoragik pada serangan akut.
1) Saran operasi di ikuti dengan pemeriksaan
2) Masukan klien ke unit perawatan syaraf untuk di rawat di bagian bedah syaraf
3) Penatalaksanaan umum di bagian saraf
4) Penatalaksanaan khusus pada kasus tertentu seperti parenchymatous hemorrhage
5) Neurologis: pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya, kontrol adanya edema
yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
6) Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah
7) kontrol adanya yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
8) pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.
b. Perawatan umum klien dengan serangan stroke akut
1) Pengaturan suhu, atur suhu menjadi 8-20o C
2) Pemantauan (monitoring) keadaan umum klien
3) Pengukuran suhu tubuh tiap 2 jam.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur
agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral agak berkurang.
b. Intubasi endotrakhea dan ventilasi mekanik diperlukan untuk pasien dengan stroke
masif, karena henti pernafasan biasanya faktor yang mengancam kehidupan.
c. Memantau adanya komplikasi pulmonal (aspirasi, ateletaksis, pneumonia), yang
mungkin berkaitan dengan kehilangan refleks jalan nafas, immobilitas, atau
hipoventilasi.
d. Pemeriksaan fisik jantung, untuk abnormalitas dalam ukuran dan irama serta tanda
gagal jantung kongestif.

K. Fokus Pengkajian
Menurut Misbach (2011), pengkajian pasien stroke di mulai dari riwayat penyakit atau
status kesehatan sebelum sakit: apakah pasien memiliki riwayat hipertensi, diabetes militus,
penyakit jantung, TIA (Transient Ischemic Attack), dislipiemia, hiperagregasi trombosit,
obesitas, atau penyakit lain sebagai faktor resiko stroke.
Pola atau kebiasaan atau gaya hidup sebelum sakit: merokok, minum alkohol, stres,
kurang aktifitas, kepribadian tipe A.
1. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu
b. Tingkat kesadaran
c. Pupil: ukuran, bentuk, dan reaksi terhadap cahaya
d. Fungsi serebral umum: orientasi, atensi, konsentrasi, memori, retensi, kalkulasi,
similaritas, keputusan, dan berfikir abstrak
e. Fungsi serebral khusus: kemampuan bicara dan berbahasa, kemampuan mengenal objek
secara visual, audio dan perabaan, serta kemampuan melakukan suatu ide secara benar
dan tepat
f. Fungsi saraf kranial I-XII
g. Fungsi serebellum: tes keseimbangan dan koordinasi otot
h. Fungsi motorik: ukuran otot, tonus otot, kekuatan otot, gerakan involunter
i. Fungsi sensorik
j. Faktor psikososial: respon terhadap penyakit, tersedianya sistem pendukung atau
support system, kebiasaan menyelesaikan masalah, pekerjaan, peran dan tanggung jawab
dalam keluarga dan masyarakat serta pengambilan keputusan dalam keluarga
k. Pemeriksaan penunjang: CT Scan otak, MRI otak, photo Thorax, EKG, laboratorium.
2. Diagnosa keperawatan
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang ada pada pasien stroke adalah:
a. Risiko/aktual: jalan nafas tidak efektifnya, berhubungan dengan penumpukan lendir
sekunder terhadap penurunan tingkat kesadaran, gangguan menelan atau isfagia
b. Perubahan perfusi serebral dengan iskemik, edema, peningkatan tekanan intra kranial
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan intake
cairan sekunder terhadap penurunan tingkat kesadaran, disfagia
d. Perubahan pemasukan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan tingkat kesadaran, disfagia
e. Perubahan eliminasi urin: inkontinensia urine berhubungan dengan penurunan tingkat
kesadaran, gangguan fungsi kognisi, immobilisasi
f. Perubahan eliminasi bowel: konstifasi berhubungan dengan immobilisasi
g. Perubahan sensori persepsi: audio, visual, sentuhan berhubungan dengan penurunan
fungsi serebral sekunder terhadap kerusakan struktur serebri
h. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran,
hemiparese
i. Gangguan komunikasi verbal
j. Kurang mampu merawat diri/ketergantungan dalam pemenuhan hidup sehari-hari
k. Respon emosi psikologis secara umum terhadap stroke, termasuk: takut, koping tidak
efektif, cemas, isolasi sosial, perubahan konsep diri
l. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

Sedangkan fokus pengkajian menurut Doenges (2000) yaitu:


1. Aktivitas/Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralisis (hemiplegia).
Tanda: gangguan tonus otot, terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan
tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme atau malformasi vaskular.
Nadi; frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung atau kondisi jantung,
obat–obatan, efek stroke pada pusat vasomotor). Disritmia, perubahan Elektro Kardiogram
(EKG), desiran karotis, femoralis, dan arteri illiaka yang abnormal.
3. Integritas Ego
Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira serta kesulitan
untuk mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin, anuria. Distensi abdomen
(distensi kandung kemih berlebihan), bising usus negatif (Ileus paraliti).
5. Makanan/Cairan
Gejala: nafsu makan menurun atau hilang, mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK),
kehilangan sensasi rasa pada lidah, pipi dan tenggorok, disfagia.
Tanda: kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringea), obesitas.
6. Neurosensori
Gejala: sinkope atau pusing, sakit kepala, kelemahan/kesemutan/kebas, penglihatan
menurun, kehilangan daya lihat sebagian, penglihatan ganda, hilangnya rangsang sensorik
kontralateral pada ekstremitas dan kadang–kadang ipsilateral (yang satu sisi) pada wajah.
Tanda: biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragi, gangguan tingkah laku, gangguan
fungsi kognitif, kelemahan atau paralisis pada ekstremitas, genggaman tidak sama, reflek
tendon melemah secara kontralateral, afasia, kehilangan kemampuan menggunakan motorik,
ukuran atau reaksi pupil tidak sama.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda–beda.
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/fasia.
8. Pernapasan
Gejala: merokok (faktor resiko).
Tanda: ketidakmampuan menelan, batuk, hambatan jalan nafas, timbulnya pernafasan sulit
dan tidak teratur, terdengar ronchi.
9. Keamanan
Gejala: terjadi masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi terhadap orientasi tempat
tubuh, tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang dapat dikenalnya dengan
baik, gangguan regulasi suhu tubuh.
10. Interaksi Sosial
Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.

L. Asuhan Keperawatan
Menurut Doenges (2000), fokus intervensi penyakit stroke adalah sebagai berikut:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan oklusif, hemoragi,
vasospasme serebral, edema serebral.
Tujuan: Perfusi jaringan serebral kembali utuh.
Kriteria Hasil:
a. Mempertahankan atau meningkatkan kesadaran, kognitif, sensorik, motorik.
b. Menunjukkan kestabilan tanda–tanda vital dan tidak ada peningkatan TIK.
c. Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit.
Intervensi:
 Tentukan faktor–faktor yang berhubungan dengan keadaan atau penyebab khusus
selama koma atau penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan
TIK.
 Rasionalisasi: mempengaruhi penetapan intervensi. Kerusakan atau kemunduran
tanda dan gejala neurologis atau kegagalan memperbaikinya setelah fase awal
memerlukan tindakan pembedahan dan pasien harus dipindahkan ke ruang
perawatan kritis untuk melakukan pemantauan terhadap peningkatan TIK.
 Catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan standar.
 Rasionalisasi: mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan kerusakan Susunan
Saraf Pusat (SSP). Dapat menunjukkan TIK yang merupakan tanda terjadi trombosis
CVS yang baru.
 Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan dan gangguan lapang
pandang.
 Rasionalisasi: gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang
terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian dan
mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan.
 Letakkan kepala agak tinggi dan dalam posisi anatomis.
 Rasionalisasi: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan perfusi serebral.
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen.
 Rasionalisasi: menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral
dan tekanan meningkat atau terbentuknya edema.
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antikoagulasi.
 Rasionalisasi: dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah serebral dan
selanjutnya dapat mencegah pembekuan saat embolus atau trombus merupakan
faktor masalahnya.
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antihipertensi.
 Rasionalisasi: hipertensi kronis memerlukan penanganan yang hati–hati, sebab
penanganan yang berlebihan meningkatkan resiko terjadinya perluasan kerusakan
jaringan.
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vasodilatasi perifer.
 Rasionalisasi: digunakan untuk memperbaiki sirkulasi kolateral atau menurunkan
vasospasme.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parestesia, paralisis hipotonik,
paralisis spastik.
Tujuan: Mobilitas pasien meningkat.
Kriteria Hasil:
a. Mempertahankan posisi dan fungsi optimal dengan tidak adanya kontraktur.
b. Mempertahankan kekuatan dan fungsi area yang sakit serta kompensasi bagian tubuh
yang lain.
c. Menunjukkan perilaku aktifitas yang lebih baik.
d. Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi:
 Kaji kemampuan fungsional otot. Klasifikasikan dengan skala 0–4.
 Rasionalisasi: mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan.
 Ubah posisi tiap 2 jam, terutama pada bagian yang sakit. Rasionalisasi: menurunkan
resiko terjadinya trauma atau iskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami
sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan
dekubitus.
 Berikan posisi telungkup jika pasien dapat mentoleransinya. Rasionalisasi:
membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional.
 Berikan rentang gerak aktif dan pasif untuk semua ekstremitas. Rasionalisasi:
meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, mencegah terjadinya kontraktur
hiperkalsuria dan menurunkan resiko terjadinya osteoporosis. Jika masalah
utamanya adalah perdarahan.
 Sangga ekstremitas pada posisi fungsionalnya.
 Rasionalisasi: mencegah kontraktur dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi
kembali.
 Observasi sisi yang sakit meliputi warna, edema atau tanda lain dari gangguan
sirkulasi.
 Rasionalisasi: jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma dan
penyembuhannya lambat.
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat relaksan otot dan anti spasmodik.
 Rasionalisasi: diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang
terganggu.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi serebral, kerusakan
neuromuskuler, kehilangan tonus/kontrol otot fasial.
Tujuan: kemampuan komunikasi pasien meningkat.
Kriteria Hasil:
a. Pasien dapat menunjukkan masalah komunikasi.
b. Pasien mampu mengekspresikan perasaannya.
c. Mampu menggunakan bahasa isyarat.
Intervensi:
 Kaji tipe atau derajat disfungsi.
 Rasionalisasi: membantu menentukan daerah atau derajat kerusakan serebral yang
terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
 Perhatikan kesalahan komunikasi dan berikan umpan balik.
 Rasionalisasi: membantu dalam mengklarifikasikan isi dan makna yang terkandung
dalam ucapan pasien.
 Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
 Rasionalisasi: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik.
 Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.
 Rasionalisasi: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik.
 Gunakan kata–kata singkat tapi jelas dan biarkan pasien berespon.
 Rasionalisasi: menurunkan kebingungan selama proses komunikasi dan berespon
pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.
 Berikan metode komunikasi alternatif, misal dengan menulis.
 Rasionalisasi: memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan atau
defisit yang mendasarinya.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan
dan ketahanan, kehilangan koordinasi otot.
Tujuan: Kemampuan pasien dalam merawat diri meningkat.
Kriteria Hasil:
a. Mampu melakukan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
b. Melakukan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
c. Mengidentifikasi sumber pribadi atau komunitas memberikan bantuan sesuai
kebutuhan.
Intervensi:
 Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan dengan menggunakan skala 0–4.
 Rasionalisasi: membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan kebutuhan secara
individual.
 Biarkan pasien melakukan aktifitas yang ditoleransi.
 Rasionalisasi: sangat diperlukan untuk melakukan aktifitas sebanyak mungkin untuk
diri sendiri sehingga dapat mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan.
 Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan.
 Rasionalisasi: meningkatkan rasa makna diri, kemandirian, dan mendorong pasien
untuk berusaha secara kontinyu.
 Pertahankan dukungan, sikap yang tegas dan beri pasien waktu untuk mengerjakan
tugasnya.
 Rasionalisasi: pasien sangat memerlukan sikap empati dari perawat, tetapi juga perlu
ditegaskan bahwa perawat hanya akan membantu pasien secara konsisten.

Anda mungkin juga menyukai