Diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat, tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor. Pada diabetes mellitus didapatkan defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Diabetes melitus diklasifikasikan atas DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM pada kehamilan (Decroli, 2019). Penderita diabetes melitus di dunia sampai saat ini jumlahnya semakin bertambah. Menurut Internasional of Diabetic Ferderation (IDF, 2015) tingkat prevalensi global penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari keseluruhan penduduk di dunia dan mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi 387 juta kasus. Indonesia merupakan negara menempati urutan ke 7 dengan penderita DM sejumlah 8,5 juta penderita setelah Cina, India dan Amerika Serikat, Brazil, Rusia, Mexico. Sebanyak 1,4 juta penduduk Amerika didiagnosis diabetes melitus setiap tahunnya. Angka kejadian DM menurut data Riskesdas (2013) terjadi peningkatan dari 1,1 % di tahun 2007 meningkat menjadi 2,1 % di tahun 2013 dari keseluruhan penduduk sebanyak 250 juta jiwa. Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Bangsa indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi Indonesia, termasuk tanaman obat (Anonim, 1992). Di Indonesia terdapat sekitar 30.000 jenis tanaman dan 7000 diantaranya memiliki khasiat obat. Keanekaragaman sumberdaya hayati Indonesia diperkirakan menempati urutan kedua setelah Brasil (Fellows, L., 1992). Berbagai pengobatan untuk mencegah dan mengatasi Diabetes Melitus telah banyak dikembangkan, termasuk pula penggunaan berbagai macam obat herbal. Terapi herbal yang dimaksud adalah proses penyembuhan menggunakan ramuan berbagai tanaman berkhasiat sebagai obat. Dari sekian banyak tanaman herbal yang berkhasiat obat yang diyakini oleh masyarakat dapat menurunkan kadar glukosa darah yaitu daun dan biji alpukat (Persea americana Mill) ( Larasati, 2012 dan Anggraeni, 2006). Alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Amerika Tengah. Alpukat tumbuh pada ketinggian 5-1500 m dpl. Terdapat tiga jenis alpukat yang biasa dikenal, yaitu jenis meksiko, guatemala, dan hindia barat (Anonim, 2012). Menurut Mikail (2012) buah alpukat mengandung lemak sehat yang dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL (High Density Lipoprotein). Kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) yang berinteraksi dengan reseptor seluler dan pengangkut lipid akan mempercepat pengangkutan lemak sehingga mencegah kelebihan jaringan lemak (Marlinda dkk, 2012). Kandungan biji alpukat meliputi senyawa golongan polifenol, flavonoid, triterpenoid dan tanin yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin, dengan demikian insulin dapat bekerja secara normal sehingga mencegah penyakit diabetes melitus (Marlinda dkk, 2012 ; Tuminah, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malangngi dkk (2012) kandungan tanin pada biji alpukat memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai sumber antioksidan alami. Antioksidan alami dapat mengontrol kadar glukosa darah melalui mekanisme perbaikan fungsi pankreas dalam memproduksi insulin (Widowati, 2008). Berdasarkan studi (Safriani Rahman dkk, 2014) kombinasi infus biji alpukat (Persea americana Mill) dan biji pepaya (Carica papaya (L). Var bangkok) dapat menurunkan kadar glukosa darah Tikus. Konsentrasi efektif dari Kombinasi infus biji alpukat dan biji pepaya konsentrasi 0,4% v/v, 0,8% v/v memberikan efek dalam menurunkan kadar glukosa darah dan yang paling efektif dalam menurunkan glukosa darah adalah konsentrasi 0,6% v/v. Menurut penelitian (Al Fiatus Sholhah dkk, 2013) berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil simpulan bahwa kombinasi rebusan biji alpukat dan biji papaya dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit. Rebusan biji alpukat mampu menurunkan kadar glukosa darah paling rendah. Menurut penelitian yunita ebrilianti oktari 2013, ekstrk etanol biji alpukat (persea Americana mill) dosis 300 mg/kg BB, 600 mg/kg BB mempunyai aktivitas antidiabetes terhadap tikus galur wistar yang di induksi aloksan. Menurut penelitian Adhi Nugroho (2017), hasil penelitian menunjukkan persentase selisih kadar glukosa darah puasa ke glukosa darah 120 menit pc tertinggi mengalami penurunan berturut-turut adalah control positif sebesar 30%, diikuti oleh kelompok uji AR sebesar 19%, kelompok uji R sebesar 14%, dan kelompok uji A sebesar 11%. Kombinasi rebusan biji alpukat dengan rebusan biji alpukat memiliki efek penurunan lebih baik di bandingkan kelompok tunggal dari rebusan biji alpukat dan biji rambutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek air rebusan biji alpukat terhadap penurunan kadar gula darah mencit diabetes yang diinduksi dengan aloksan dan konsentrasi air rebusan yang mempunyai aktivitas antidiabetes paling baik. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana pengaruh rebusan biji alpukat terhadap kadar gula darah mencit yang diinduksi dengan aloksan.? 2. Konsentrasi air rebusan manakah yang mempunyai aktivitas antidiabetes yang paling baik.? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rebusan biji alpukat terhadap kadar gula darah mencit yang diinduksi dengan aloksan. 1.4 Manfaat Penelitiaan Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti Sebagai sarana untuk mengembangkan ide dan gagasan serta dapat menambah wawasan terutama dalam bidang kesehatan. 2. Bagi Perguruan Tinggi Penelitian ini sebagai media pengimplentasian Tri Dharma Perguruan tinggi dalam pendidikan, penelitian ilmu pengetahuan dan pengabdian serta pengaplikasiaan untuk kesejahteraan masyarakat. 3. Bagi Masyarakat Dapat memberikan informasi kepada masyarakat terutama bagi masyakat yang menderita diabetes melitus karena penggunaan bahan alami lebih murah dibandingkan dengan menggunakan obat-obat kimia untuk mengatasi penyakit diabetes.